Anda di halaman 1dari 9

ITASHA SEBAGAI FENOMENA BUDAYA POP CULTURE

DI JEPANG

Disusun oleh :

Zhian Eka Athmaja Putra

13/350235/SA/17093

Sastra Jepang

FAKULTAS ILMU BUDAYA


UNIVERSITAS GADJAH MADA
2015/2016
A. Latar Belakang

Jepang adalah salah suatu negara yang telah berhasil mengembangkan industri otomotif

serta budayanya. Berbagai macam produk industri otomotif serta produk budayanya telah

berhasil menjadi salah satu komoditi ekspor keluar Jepang.

Industri otomotif di Jepang adalah salah satu industri paling terkenal di dunia. Jepang

adalah negara produsen mobil terbesar di dunia pada tahun 2008 tapi kemudian dikalahkan

oleh China pada tahun 2009,meskipun dari standar kualitas mobil buatan Jepang masih

dianggap lebih baik. Jepang mempunyai banyak perusahaan yang memproduksi mobil,

kendaraan konstruksi. moto, ATV, mesin, dan sebagainya.

Jepang telah mengembangkan wilayah persebaran budayanya di dunia. Hampir seluruh

negara di dunia mengenal budaya Jepang. Seiring dengan perkembangannya, budaya Jepang

telah menghasilkan banyak cabang budaya, salah satunya berbentuk itasha.

Jepang mempunyai industri otomotif yang unik dan variatif. Salah satu yang unik

adalah itasha. Secara harfiah kata itasha dari dua buah kanji yaitu kanji ita yang berarti sakit

dan sha yang berarti mobil. Atau dapat diartikan mobil yang sakit.

Itasha adalah kendaraan yang di ita-kan. Ita dari itasha yang mengartikan sakit.

Diartikan dengan mendesain tampilan kendaraannya dengan mengambil tema karakter tertentu

yang tak lazim. Orang Jepang percaya bahwa meng-ita kendaraan masing-masing akan

menjadi sakit hati karena kesan yang didapat lain dari yang lain. Dengan kata lain, kita

mengendarai kendaraan yang tidak dianggap bagi warga Jepang.

Tokoh-tokoh dalam gambarnya didominasi oleh gadis-gadis moe atau karakter karakter

fiksi yang diambil darisebuah game atau anime atau karakter indie lainnya. Dalam membuat

itasha biasanya hiasan yang digunakan umumnya berupa skema cat dan stiker.
Pada awalnya kendaraan yang di desain atau modifikasi adalah mobil saja. Dengan

seiring berjalannya waktu, kendaraan lain pun di desain dan dimodifikasi. Istilah untuk sepeda

motor yang dihias sedemikian rupa disebut dengan itansha, sedangkan untuk sepeda disebut

dengan itachari. Namun masyarakat awam tetap memahami bahwa segala kendaraan yang

dimodifikasi tetap disebut itasha.

Pada tahun 1980-an, ketika Jepang berada pada puncak kekuasaan ekonominya, jalanan

Tokyo berubah menjadi parade mobil impor yang mewah. Dari berbagai mobil-mobil itu,

itasha menjadi yang paling diminati. Pada saat itu, Itasha ,singkatan dari Itaria-sha , adalah

mobil yang diimpor dari Italia.

Mobil-mobil import tersebut kemudian dimodifikasi dengan menambahkan gambar

karakter pada badan mobil. Pada tahun 1990-an, istilah "itai" diambil untuk menjelaskan otaku

yang kuat dan memuja-muja yang diasosiasikan dengan pembunuh berantai Tsutomu Miyazaki

Sejak saat itu, mobil Itaria-sha atau itasha tersebut disebut dikenal dengan itaisha yang

memiliki makna mobil sakit, sakit “tersakiti karena malu” atau mobil yang membuat dompet

sakit karena untuk memodifikasi mobil membutuhkan banyak biaya. Kini itasha dengan arti

demikian hanya digunakan sebagai permainan kata-kata.

Itasha is what happens when you combine people obsessed with manga, anime,

and video games (referred to as otaku) with unsuspecting cars. Notice how almost all

of the girls pictured are actually bizzar, full-sized dolls. (Matt Hardigree)

Istilah itaisha muncul karena desain yang digunakan adalah desain yang tidak lazim

untuk mobil. Para pelaku itaisha mendesain mobil dengan menggunakan karakter animasi

favoritnya, desain dan tema warna didominasi oleh karakter yang diidolakannya yang disebut

waifu atau dapat diartikan sebagai istri. Desain mobil menjadi terlihat sangat mencolok.
Menurut masyarakat awam, desain tersebut sangat jauh dengan desain yang keren. Oleh karena

itu sebagian besar pelaku itasha adalah seorang otaku.

Walaupun itasha telah ada sejak tahun 1980an, itasha baru terkenal pada awal tahun

2000an saat budaya anime mulai terkenal melalui internet di seluruh dunia. Itasha pertama kali

muncul pada konvensi Comic Market 68. Sejak saat itu itasha mulai dikenal oleh masyarakat

di seluruh dunia.

Tahun 2007 diadakan sebuah acara bernama Autosalone yaitu konvensi itasha

diselenggarakan di Ariake, dekat dengan tempat diselenggarakannya Comic Market. Sejak saat

itu, fenomena itasha tumbuh dan berkembang untuk orang-orang mengekspresikan dirinya

sendiri dan desainnya kepada teman dan saingannya

Dewasa ini, perkembangan itasha dalam acara motorsport adalah salah satu fitur yang

unik dalam industry motorsport di Jepang. Itasha pada mobil balap dapat ditemukan dalam

acara untuk klub internasional. Karena sekarang pertandingan balap resmi dibawah FIA atau

federasi internasional yang menaungi olahraga otomotif sudah ada. Tidak hanya peserta amatir,

tim professional maupun tim yang didukung oleh manufaktur pun tidak keberatan apabila

mobil mereka diomodifikasi menjadi itasha. Hal ini tidak hanya untuk mempromosikan

sponsor mereka, tetapi uga untuk memperluas fanbase tim mereka atau mempromosikan acara

yang mereka partisipasi.

Fenomena menjamurnya penggemar Itasha sampai saat ini masih menagalami tren yang

terus meningkat. Penelitian ini perlu dilakukan karena masih sedikit penelitian mengenai

itasha . Pendekatan budaya popular dan fenomenologi dipilih karena pendekatan ini

berhubungan dengan fenomena yang terjadi di masyarakat. Selain itu, banyak orang yang

belum mengetahui secara mendalam mengenai mode itasha ini. Penelitian ini diharapkan akan

memberi banyak gambaran dan pemahaman mengenai mode itasha.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti mengemukakan beberapa rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana perkembangan dan sejarah itasha?

2. Faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi otaku untuk membuat itasha?

3. Apa pengaruh itasha terhadap produk budaya populer di Jepang?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Menjelaskan bagaimana perkembangan dan sejarah .

2. Menjelaskan faktor faktor apa saja yang melatarbelakangi para otaku membuat itasha.

3. Menjelaskan pengaruh itasha terhadap produk budaya populer Jepang.

D. Landasan Teori

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan budaya populer dan

fenomenologi. Kedua pendekatan tersebut digunakan karena masing-masing saling berkaitan

dengan apa yang akan diteliti. Barker mengungkapkan bahwa budaya pop adalah budaya yang

bersifat umum dan tersebar luas. Makna dan praktik budaya tersebut dibuat oleh masyarakat

(Barker, 2005:46). Sejalan dengan itu, Fiske dalam bukunya Memahami Budaya Populer juga

mengungkapkan bahwa budaya populer dalam masyarakat yang kompleks adalah budaya kaum

tertindas yang membenci penindasan, menolak menyetujui oposisi ketertindasan mereka.

Budaya populer juga bersifat singkat dan sementara, oleh karena itu budaya populer dapat

diproduksi dan direproduksi (Fiske, 1995:198).

Walaupun budaya populer dicela dan diremehkan, namun perkembangannya justru tidak

dapat dibendung. Budaya populer seringkali dianggap sebagai salah satu bentuk penentangan

terhadap budaya kaum elit dan terdidik. Sifat budaya populer yang cenderung disukai banyak
orang dan mudah ditemui di masyarakat menyebabkan budaya ini rentan dikendalikan dan

dikomersialisasikan oleh kaum kapitalis. Menurut Dennis McQuail ciri utama kebudayaan pop

adalah orisinalitas yang spontan, eksistensinya berlangsung terus dalam kehidupan sosial

dengan perniknya yang beraneka ragam dalam wujud bahasa, busana, musik, tata cara dan

sebagainya (via Ibrahim, 2004: xxi).

Budaya populer adalah budaya massa yang digerakan oleh kepentingan pasar karena

mengambil nilai dari dunia iklan, industri hiburan dan dunia massa. Menurut Strinati budaya

massa yang menggeser masyarakat yang berbasis tradisi sehingga budaya populer sering

disebut dengan budaya massa. Kebudayaan populer memiliki dua karakter, yaitu bersifat

instan, memberikan pemuasaan sesaat dan cenderung dangkal dan bersifat massa sehingga

penyebarannya di tengah masyarakat sedemikian cepat. Keberadaan budaya populer tidak

terlepas dari dampak posmodern, yaitu kebebasan berekspresi. Budaya populer merupakan

budaya yang disukai oleh banyak orang. Strinati juga mengungkapkan bahwa budaya massa

adalah suatu kebudayaan yang kurang memiliki tantangan dan rangsangan intelektual, dan

lebih cenderung pada pengembangan fantasi tanpa beban dan pelarian (Strinati, 2007:16).

Dalam kebudayaan massa tidak ada lagi elitisme karena semua bersifat massal, yang artinya

semua orang mengkonsumsi. Kebudayaan massa memiliki sifat-sifat komersial, menghibur,

populer, modern merupakan paket, mempunyai penonton yang luas dan dapat diperoleh secara

demokratis (Kayam, 2004:28).

Donny (2005: 150) menuliskan fenomenologi adalah ilmu tentang esensi-esensi kesadaran

dan esensi ideal dari obyek-obyek sebagai korelasi dengan kesadaran. Fenomenologi juga

merupakan sebuah pendekatan filosofis untuk menyelidiki pengalaman manusia.

Fenomenologi bermakna metode pemikiran untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru atau

mengembangkan pengetahuan yang ada dengan langkah-langkah logis, sistematis kritis, tidak
berdasarkan apriori/prasangka, dan tidak dogmatis. Fenomenologi sebagai metode tidak hanya

digunakan dalam filsafat tetapi juga dalam ilmu-ilmu sosial dan pendidikan.

E. Tinjauan Pustaka

Peneliti telah melakukan peninjauan pustaka baik terjun secara langsung ke perpustakaan

maupun melakukan pencarian di internet. Hasil tinjauan pustaka yang peneliti lakukan secara

langsung di perpustakaan Universitas Gadjah Mada maupun di internet, tidak ditemukan

adanya skripsi maupun tesis yang membahas tentang itasha. Tetapi untuk tesis atau skripsi

yang mengangkat tentang budaya populer dapat ditemukan lumayan banyak. Oleh karena itu

penulis memilih beberapa untuk dijadikan tinjauan pusataka.

Pertama, skripsi dari Aidin Adrian mahasiswa jurusan antropologi universitas Gadjah

Mada yang berjudul “Punk sebagai fenomena pop Culture”(studi tentang komunitas ,perilaku

dan musik punk di Yogyakarta). Skripsi ini memaparkan adanya komunitas punk sebagai

fenomena budaya modern saat ini. Skripsi ini juga menjelaskan bahwa meningkatnya

komunitas punk di Yogyakarta.

Kedua, tesis dari Rahma Pratama mahasiswa sastra jepang universitas Gadjah Mada yang

berjudul “Fenomena mode gangguro pada kaum muda jepang dan pengaruhnya terhadap

produk budaya populer”. Skripsi ini membahas tentang fenomena gangguro yang

mempengaruhi produk produk budaya populer yang beredar di jepang.

Kedua penelitian diatas penulis jadikan acuan dalam meneliti itasha sebagai fenomena pop

culture.

F. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap penelitian, yaitu tahap pengumpulan

data, analisis data, dan penyajian hasil data. Metode penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan penulis dengan wawancara

mendalam terhadap nara sumber, lalu diperkuat dengan tinjauan pustaka pada literatur yang

ada, majalah, serta internet baik dalam bahasa Jepang maupun bahasa Inggris. Kemudian

analisis dilakukan dengan memaparkan hasil wawancara mendalam dengan nara sumber serta

menganalisa dinamika hubungan antara fenomena yang diteliti dengan teori yang digunakan,

lalu akan ditarik kesimpulannya berdasarkan tujuan penelitian ini..

DAFTAR PUSTAKA
Dominic, Strinati. 2004. Popular Culture: Pengantar Menuju Budaya Populer. Bandung :

Bentang Pustaka.

Storey, John. 2003. Teori Budaya dan Budaya Pop. Terjemahan Qalam Yogyakarta : Qalam

Publising.

https://kasamago.wordpress.com/2012/06/04/mengenal-lebih-dekat-tentang-itasha-itansha-

itachari/ diakses 5 desember 2015

http://dinar-i-fpsi11.web.unair.ac.id/artikel_detail-97983-Umum-fenomenologi.html diakses 7

desember 2015

http://www.kuropixel.com/itasha-embarrassing-cars-in-japan/ diakses 9 april 2015

Anda mungkin juga menyukai