Anda di halaman 1dari 22

DESAIN PEMBELAJARAN OPERASI ALJABAR PERKALIAN

DENGAN MENGGUNAKAN KONTEKS AIR, MINYAK DAN BATU


SISWA KELAS X

A. Latar belakang

Aljabar berasal dari bahasa Arab aljabr yang merupakan judul buku
Hisab al-jabr w'al-muqabala karya Abu ja'far Muhammad ibn Musa al-
Khwarizi. Aljabar merupakan bahasa symbol dan relasi yang digunakan
untuk memecahkan masalah sehari-hari sehingga dapat diselesaikan dengan
lebih sederhana (Wardani, 2004). Untuk istilah yang digunakan di sekolah,
Drijvers (2011) menyebutkan :

“For the school situation, algebra is first of all a way of working,


where working with formulas that contain letter ' is important, but is not
everything. Algebra at school is strongly associated with verbs such as
solve, manipulate, generalize, formulize, structure and abstract. Although a
centain amount of brain work is required for these activities, the emphasis
in educational practice often lies primarily on activity”.

Aljabar merupakan hal yang pertama dalam semua pekerjaan yang


berkaitan dengan rumus. Aljabar di sekolah berkaitan erat dengan kata-kata
seperti selesaikan, manipulasikan, generalisasikan, rumuskan, struktur dan
abstrak.

Saat ini, pembelajaran aljabar mendapatkan perhatian dunia baik


pada aspek tujuan pembelajaran aljabar, pendekatan yang digunakan
maupun hasil belajar. Selain itu, aljabar juga menjadi perdebatan di berbagai
Negara. Hal yang paling penting didebatkan adalah hubungan keterampilan
procedural dan pemahaman konsep dalam belajar mengajar aljabar. Aljabar
digunakan sebagai salah satu tes masuk perguruan tinggi di beberapa
Negara. Hasilnya kemampuan aljabar yang kurang memuaskan. Guru
sekolah menengah dituduh bersikap lunak terhadap keterampilan mengajar
sehingga berakibat penurunan keterampilan aljabar dan bahkan untuk

1
12 3
mengenali hubungan 144 dengan 12 atau dengan
16 4
(Drijvers,2011).

MacGregor dan Stacey (1994) dalam penelitianya yang melibatkan


22 sekolah menengah di Victoria untuk mengetahui beberapa hal yang
menjadi permasalahan bagi peserta didik dalam memahami aljabar. Dalam
penelitiannya keterampilan aljabar diklasifikasikan meliputi keterampilan
mengenali tanda operasi yang berkaitan dua kualitas, menggunakan notasi
aljabar untuk menyatakan suatu bentuk aljabar, memaknai sebuah
persamaan, dan penulisan sebuah peryataan. Contoh permasalahan yang
diberikan dalam penelitian,

David is 10 cm tall than con. Con is h cm tall


Use algebra to write david ' s height (MacGregor dan
Stacey,1994)
Jawaban yang diberikan bahwa tinggi david adalah 20, 90, 110. Beberapa
peserta didik mengasumsikan symbol aljabar sebagai suatu kode yang
memiliki nilai sesuai dengan urutan alphabet (missal h = 8, maka h + 10 =18
= r). contoh permasalahan lain sebagai berikut :
Which of the following expression can be written x + x + x + x ? (circle one
or more answer below) (MacGregor dan Stacey,1994).
X+4, X x 4, 4x, X4, 4x,
Dari pernyataan tersebut ternyata 1/3 peserta didik (responden)
menjawab salah dan jawaban salah yang paling banyak dipilih x4 hal ini
menunjukkan kebingungan tentang konsep penjumlahan, perkalian, dan
pangkat.
Banyak cara yang dilakukan guru agar pembelajaran yang
berlangsung sangat menarik bagi siswa. Menurut Bruner ( dalam Lambas
dkk, 2004: 8), jika seseorang mempelajari sesuatu pengetahuan (misalnya
suatu konsep matematika), pengetahuan itu perlu dipelajari tahap-tahap
tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur
kognitif) orang tersebut. Proses belajar akan berlangsung secara optimal jika

2
proses pembelajaran diawali dengan tahap enaktif (menggunakan benda-
benda kongkret), dan kemudian, jika tahap belajar yang pertama ini telah
dirasa cukup, siswa beralih ke kegiatan belajar tahap dua, yaitu tahap belajar
dengan menggunakan modus representasi ikonik (dalam bentuk bayangan
visual, gambar atau diagram), dan selanjutnya, kegiatan belajar diteruskan
dengan tahap belajar dengan menggunakan simbolik (simbol-simbol
abstrak).
Berdasarkan uraian di atas, berbagai kesulitan dalam pembelajaran
aljabar terjadi berbagai Negara tidak hanya di Indonesia saja. Aljabar pun
mendapatkan perhatian yang sangat besar. Berbagai penelitian telah
dilakukan untuk mengetahui hambatan yang dialami oleh peserta didik
dalam mempelajari operasi bentuk aljabar. Adanya symbol pada aljabar
membuat peserta didik bingung dan kesulitan dalam menyelesaikan operasi
aljabar. Pembelajaran operasi bentuk aljabar perlu dikembangkan sehingga
peserta didik tidak lagi berfikir aljabar yang abstrak menjadi semakin
abstrak dan sulit untuk dipahami. (Rahmat Basuki: 2006), kesalahan siswa
dalam menyelesaikan soal-soal adalah kesalahan konsep, kesalahan operasi
dan kesalahan ceroboh, dengan kesalahan dominan adalah kesalahan
konsep, masih banyak siswa yang tetap merasa kesulitan dalam memahami dan
mempelajari materi-materi matematika. (Yuliyani : 2016), kesulitan yang dihadapi
siswa dalam memahami dan mempelajari materi-materi matematika dipengaruhi
oleh banyak faktor yang mempengaruhi baik faktor dari dalam diri siswa sendiri
maupun faktor dari luar diri siswa, seperti sikap siswa, motivasi belajar, kurangnya
bahan ajar yang sesuai atau mendukung, kurangnya pemahaman materi atau
kreativitas mengajar dari para guru, dan lain-lain.
Salah satu faktor yang menyebabkan hasil belajar siswa belum
memuaskan adalah faktor pembelajaran. Apabila pembelajaran menarik dan
kontekstual diharapkan siswa akan termotivasi dan tertarik dengan materi
pelajaran yang pada akhirnya akan meningkatkan motivasi dan hasil belajar
siswa. Sebaliknya apabila pembelajaran kurang menarik maka siswa tidak
akan tertarik dengan materi pelajaran.
Saat ini mulai berkembang suatu pendekatan yang menggunakan
konteks riil sebagai titik awal pembelajaran yaitu Realistic Mathematic
Education (RME) atau dikenal di Indonesia dengan Pendidikan Matematika

3
Realistik Indonesia (PMRI). Wijers (www.fi.uu.nl/publicaties)
menyebutkan:
“Students had difficulties mastering the abstrack algebratic skills
and teachers had a hard time trying ti give sense to the abstract algebra. A
new more sense making algebra program based on the principles of PMRI
was believed to overcome these difficulties”.
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia diyakini memberikan
penyelesaian terhadap kesulitan-kesulitan dalam proses belajar aljabar. Hal
ini karena PMRI merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
memaafkan kehidupan sehari-hari untuk membangun kembali konsep-
konsep matematika. PMRI memandang bahwa matematika adalah aktivitas
manusia (mathematic is human activity) sehingga PMRI menggunakan
konteks riil sebagai titik awal dalam pembelajaran aljabar. Witzel (2003)
dalam penelitiannya disimpulkan bahwa pembelajaran aljabar dengan
menggunakan benda konkret dan gambar untuk merepresentasikan
matematika yang lebih komplek memberikan hasil yang lebih baik.
Penggunaan konteks riil dapat membantu peserta didik dalam memahami
konsep matematika sebelum menuju ke pemahaman formal. Dengan
menggunakan pendekatan PMRI diharapkan peserta didik dapat lebih
mudah memahami operasi bentuk aljabar dan berbagai kesulitan yang
dialami peserta didik dapat terselesaikan. air merupakan konteks yang
digunakan dalam perkalian aljabar.

Mendesain hipotesis lintasan pembelajaran atau Hypothetical


Learning Trajectory (HLT) dari pengetahun informal (informal knowledge)
dan pengetahuan awal (pre knowledge) yang dimiliki siswa kemudian
berkembang menjadi suatu pengetahuan formal matematika melalui suatu
proses pemodelan merupakan inti dari penelitian ini. Oleh karena itu peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: DESAIN
PEMBELAJARAN OPERASI ALJABAR PERKALIAN DENGAN
MENGGUNAKAN KONTEKS AIR, MINYAK DAN BATU SISWA
KELAS X

4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan, rumusan
masalah penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pemahaman siswa pada pembelajaran melalui


Hypothetical Learning Trajectory (HLT) yang telah didesain dengan
menggunakan konteks air, minyak dan batu ?
2. Bagaimanakah lintasan belajar siswa pada pembelajaran
menggunakan konteks air dapat berkembang dari tahap informal ke
formal?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka penelitian
ini bertujuan:

1. Mengetahui pemahaman siswa pada pembelajaran melalui HLT


yang telah didesain menggunakan konteks air, minyak dan batu.
2. Menghasilkan lintasan belajar siswa dalam pembelajaran dengan
menggunakan konteks air, minyak dan batu.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Bagi siswa agar dapat meningkatkan motivasi untuk belajar


matematika karena pembelajaran yang bermakna dan dimulai dari
kehidupan siswa sendiri.
2. Bagi guru agar dapat menggunakan hasil desain pembelajaran sifat-
sifat bangun datar segi empat di MAN dengan konteks air, minyak
dan batu sebagai starting point. Mendorong kreativitas guru dalam

5
mendesain pembelajaran matematika yang berbasis pengalaman
siswa sehari-hari.
3. Menjadi rujukan peneliti lain bahwa permainan tradisional
khususnya air, minyak dan batu dapat dijadikan konteks pada
pembelajaran operasi aljabar perkalian.

E.TINJAUAN PUSTAKA

1. Teori Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu fenomena yang berlaku pada setiap
individu dan setiap masa. Menurut Hamilton dalam Meriana (2009:6)
bahwa,”pembelajaran berkaitan dengan perubahan dalam tingkah laku dan
pengetahuan individu. Segala perubahan yang berlaku dalam dir individu
merupakan hasil penyesuaian dirinya terhadap sekitarnya. Pembelajaran
adalah proses mengakumilasikan informasi dan pengalaman secara
berkelanjutan.
Dalam rangka untuk memastikan proses pembelajaran dapat
membantu pelajar dalam mengkonsepsi suatu informasi atau materi
pelajaran tertentu, maka suatu multimedia interaksi harus berasaskan teori-
teori pembelajaran. Dalam merancang suatu pembelajaran dengan
menggunakan multimedia interaktif ada beberapa teori pembelajaran yang
sesuai yaitu teori behaviorisme.
Teori ini disebut juga teori tingkah laku yang dipelopori oleh tujuh
tokoh utama yaitu Thordike,Pavlov, Watson, Gurthrie,Hul, Tolman dan
Skinner (Rouf,2010). Teori ini menyatakan bahwa pembelajaran sebagai
perkaitan antara rangsangan dan umpan balik. Dalam teori ini tingkah laku
seorang merupakan hasil dari interaksi dengan sekitarnya.behaviorisme
memandang individu sebagai mahluk reatif yang memberi respon terhadap
lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku
mereka. Teori ini sangat mementingkan peranan lingkungan dan
pembentukan reaksi atau respon, sehingga belajar merupakan akibat adanya
interaksi antara stimulus dan respon (Slavin,2003:143).

6
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung
dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pembelajaran,
karakteristik pembelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap, tidak berubah.
Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan ke orang yang belajar.
Pendidik yang menggunakan kerangka behavioristik biasanya
merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi
bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu.
Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang
sederhana sampai yang kompleks (paul dalam rouf,2010). Pandangan teori
behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari
semua teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti
teaching machine, pembelajaran berprogram, modul dan program-program
pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respon
serta mementingkan faktor-faktor penguat, merupakan program
pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukan skiner.
Dengan demikian, maka konsep teori ini dalam multimedia interaktif
adalah dengan adanya rangsangan, respon, dan peneguhan dapat
mempengaruhi atau merubah pemahaman dan pengetahuan siswa. Materi
pembelajaran dipersembahkan dengan berbagai teknik sebagai suatu
stimulus atau rangsangan untuk menarik perhatian dan minat pelajar,
misalnya dengan mendesain skrin yang menarik dan warna yang sesuai. Di
samping itu sitematika penyajian materi disusun berdasarkan hal yang
mudah ke yang lebih susah, yang sederhana ke yang lebih konpleks, dan
sebagainya.

2. Perkalian Aljabar

Lambang Nama Air


X AIR

7
Y MINYAK
Z BATU

Perkalian
a) Koefisien tidak dilambangkan dengan jumlah air sehingga dalam
perkalian, koefisien dikalikan dengan koefisien seperti operasi bulat
b) Variabel dilambangkan dengan air dalam posisi bejajar, misalnya xy
dilambangkan dengan air dan minyak
c) Tanda pangkat dilambangkan dengan air yang diberi sendok
sebanyak pangkatnya.
d) Dalam mengerjakan perkalian, koefisien dikalikan dengan koefisien
sedangkan variabel dikalikan dengan variabel.

3. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) adalah sebuah


pendekatan yang diadopsi dari Realistic Mathematics Education (RME),
merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang
dikembangkan di Belanda sejak tahun 1970. RME berakar pada sebuah
pandangan teoritis Freudenthal bahwa matematika sebagai aktivitas manusia
(Gravemeijer, 1994). Pernyataan “matematika merupakan suatu bentuk
aktivitas manusia” menunjukkan bahwa Freudenthal tidak menempatkan
matematika sebagai suatu produk jadi, melainkan sebagai suatu bentuk
aktivitas atau proses (Wijaya, 2012). Dasar pemikiran Freudenthal adalah
matematika berhubungan dengan realita atau realistik. Kata “realistik”
sering disalahartikan sebagai “real-world”, yaitu dunia nyata. Menurut Van
den Heuvel-Panhuizen, penggunaan kata “realistik” tersebut tidak sekadar
menunjukkan adanya suatu koneksi dengan dunia nyata (real-world) tetapi
lebih mengacu pada fokus Pendidikan Matematika Realistik dalam

8
menempatkan penekanan penggunaan suatu situasi yang bisa dibayangkan
(imagineable) oleh siswa (Wijaya, 2012).
PMRI memiliki kesamaan karakteristik dengan RME. Treffers
(1987), implementasi RME dalam proses pembelajaran matematika
memiliki lima karakteristik, yaitu Phenomenological exploration, using
models and symbols for progressive mathematization, using students’ own
construction, interactivity, and intertwinement. Berikut adalah penjelasan
dari setiap karakteristik tersebut.
a. Phenomenological Exploration atau Penggunaan Konteks
Penggunaan konteks merupakan langkah awal pendekatan PMRI
dalam proses pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa
masalah dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan
alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa
dibayangkan dalam pikiran siswa (Wijaya, 2012).
b. Using Models and Symbols for Progressive Mathematization atau
Penggunaan model untuk matematisasi progresif
Model di sini bukanlah sebuah alat peraga, melainkan suatu alat
“vertikal” dalam melakukan matematisasi secara progresif. Dalam
pendekatan PMRI, penggunaan model dalam pembelajaran matematika
adalah sebagai penghubung (jembatan) dari pengetahuan matematika
tingkat konkret (informal) menuju ke pengetahuan matematika tingkat
formal.
c. Using Students’ Own Construction atau Pemanfaatan Hasil Konstruksi
Siswa
Berdasarkan pemikiran teoritis Freudenthal bahwa matematika
bukan merupakan sebuah produk jadi yang langsung siap dipakai oleh
siswa, melainkan sebuah konsep yang digunakan dan ditemukan
(diproduksi) sendiri oleh siswa melalui berbagai macam strategi dalam
memecahkan masalah. Produksi tersebut dapat dikembangkan ke tahap
proses pembelajaran selanjutnya.
d. Interactivity atau Interaktivitas
Interaksi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru dapat
mendukung perkembangan siswa dalam proses pembelajaran.

e. Intertwinement atau Keterkaitan

9
Matematika tidak dikenalkan kepada siswa secara terpisah-
pisah ,sebab konsep matematika memiliki keterkaitan. Dalam Wijaya
(2012), melalui keterkaitan ini, satu pembelajaran matematika
diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep
matematika secara bersamaan (walau ada konsep yang dominan).

Prinsip dalam pembelajaran PMRI sesuai dengan prinsip RME.


Gravemeijer (1994) menyebutkan bahwa ada tiga prinsip yang sangat
penting dalam mendesain pembelajaran matematika berdasarkan pendekatan
RME, yaitu guided reinvention, didactical phenomenology, and emergent
models.

a. Guided Reinvention
Setiap siswa harus mengalami pembelajaran matematika sebagai
suatu proses yang mirip dengan proses di mana matematika diciptakan
(Gravemeijer, 1994).
b. Didactical Phenomenology
Bakker (2004) mengatakan bahwa suatu
kejadian/peristiwa/kegiatan konsep matematika merupakan sebuah
analisis konsep yang berkaitan dengan aturan
kejadian/peristiwa/kegiatan.
c. Emergent Models
Gravemeijer (1994) menyebutkan bahwa ada empat tingkat
pemodelan yang muncul dari level situasional ke level formal, yaitu level
situasional, level referensial, level general, dan level formal.

Gambar 1.1 Level aktivitas matematika

Berikut ini adalah uraian dari keempat level tersebut:


1. Level Situasional

10
Level situasional merupakan level paling dasar di mana pengalaman
situasional dan strategi masih berkembang dalam konteks situasi
yang digunakan.
2. Level Referensial
Pada level ini, siswa membuat model untuk menggambarkan situasi
konteks sehingga hasil pemodelan pada level ini disebut sebagai
model dari (model of) situasi (Wijaya, 2012).
3. Level General
Pada level general, di mana siswa mengembangkan model ke arah
pencarian solusi matematis. Dalan level ini disebut model untuk
(model for).
4. Level Formal
Pada level formal, siswa sudah lepas dari kegiatan situasional di
mana mereka sudah bekerja dengan menggunakan simbol dan
representasi matematis. Dalam level ini, adalah penegasan konsep
matematika yang dibangun oleh siswa sendiri.

4. Hypothetical Learning Trajectory (HLT)

Penelitian ini secara khusus dimaksudkan untuk membuat suatu


desain pembelajaran berupa learning trajectory untuk konsep operasi
penjumlahan dan pengurangan bilangan pecahan. Dalam suatu desain
pembelajaran, proses pelaksanaan pembelajaran dipandu oleh suatu
instrumen yang disebut Hypothetical Learning Trajectory (HLT) yang dapat
diuraikan dan diperbaiki selama proses penelitian berjalan (Gravemeijer &
Cobb, 2006). Menurut Gravemeijer & Cobb (2006), HLT merupakan suatu
hipotesa atau dugaan pemikiran dan strategi siswa yang berkembang dari
suatu konteks menuju ke pengetahuan formal pada aktivitas pembelajaran.
Dalam mendesain HLT, pendesain harus berpikir dari perspektif cara siswa
dalam berpikir untuk memperkirakan dan mempertimbangkan apa yang
akan dilakukan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.
HLT terdiri dari tiga komponen, yaitu: tujuan pembelajaran yang
mendefinisikan arah (tujuan pembelajaran), kegiatan belajar, dan hipotesis
proses belajar untuk memprediksi bagaimana pikiran dan pemahaman siswa

11
akan berkembang dalam konteks kegiatan belajar. Bagian-bagian tersebut
dimuat dalam suatu jalur yang diharapkan terlaksana sehingga terlihat
dengan jelas dan baik untuk mengemukakan jawaban terhadap pertanyaan-
pertanyaan penelitian yang diajukan. Selain itu, HLT digunakan untuk
melihat keterkaitan dugaan sebelumnya dengan data yang diperoleh di
lapangan.
Ketika pembelajaran yang dilakukan tidak sesuai dengan desain
yang sudah dirancang, maka perlu dilakukan pendesainan kembali (thought
experiment) terhadap HLT untuk kemudian dilakukan pengujian kembali
terhadap HLT (instruction experiment). Proses ini berlangsung terus
menerus tergantung pada rentang waktu yang akan diambil dalam
melakukan eksperimen.
Selama tahap preliminary dan teaching experiment, HLT digunakan
sebagai pedoman untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran. Rencana
serangkaian aktivitas pembelajaran yang telah disusun diperkirakan akan
membantu proses kegiatan belajar. Selanjutnya HLT juga digunakan dalam
menyusun retrospective analysis sebagai panduan dan referensi utama
dalam menjawab rumusan masalah dalam pembelajaran konsep operasi
penjumlahan dan pengurangan bilangan pecahan.

F. METODOLOGI PENELITIAN

1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode design research yang merupakan
salah satu bentuk pendekatan kualitatif. Design research adalah suatu
kajian sistematis tentang merancang, mengembangkan dan mengevaluasi
intervensi pendidikan (seperti program, strategi dan bahan pembelajaran,
produk dan sistem) sebagai solusi untuk memecahkan masalah yang
kompleks dalam praktek pendidikan (Plomp & Nieven,2007:13). Design
research bertujuan untuk mengembangkan local instruction theory yang
didasarkan pada teori yang sudah ada (teory-driven) dan percobaan secara
empiric (empiricly based) melalui kerja sama antara peneliti dan guru untuk

12
meningkatkan relevansi penelitian dengan kebijakan dan praktik pendidikan
(Gravemeijer & Van Eerde, 2009).

Setiap model penelitian memiliki karakteristik masing-masing, termasuk


design research. Adapun karakteristik design reseacrh (Akker et al., 2006),
sebagai berikut:
1. Interventionist : penelitian bertujuan untuk merancang suatu
intervensi dalam dunia nyata. Desain bersifat fleksibel, artinya
desain aktivitas pembelajaran dapat berubah selama penelitian
berlangsung.
2. Iterative: penelitian merupakan proses pendesainan berulang,
evaluasi, dan revisi yang disebut juga sebagai suatu proses siklik.
3. Process oriented: penelitian berdasarkan pada proses pembelajaran
yang meliputi rencana pembelajaran dan perangkat pembelajaran.
4. Utility oriented: manfaat dari sebuah desain diukur dalam hal
kepraktisan oleh pengguna.
5. Theory oriented: penelitian berdasarkan pada teori dan ujicoba
lapangan dari desain pembelajaran yang memberikan kontribusi
pada pembangunan teori.
Ada 3 tahap dalam design research yaitu: preparing for the
experiment, the design experiment dan the retrospective analysis
(Gravemeijer and Cobb,2006:19; Bakker,2004). Tiga tahap dalam design
research akan diuraikan dibawah ini:

Tahap I: Preparing for the experiment

Gravemeijer & Cobb (2006) menjelaskan bahwa tujuan utama pada


tahap ini adalah memformulasikan local instructional theory yang
dielaborasi dan diperbaiki selama pelaksanaan eksperimen. Pada tahap ini,
sederetan aktivitas yang memuat konjektur berpikir siswa dikembangkan
oleh peneliti melalui hypothetical learning trajectory (HLT). HLT sifatnya
dinamis dan dapat disesuaikan dengan strategi berpikir siswa yang terjadi
pada saat design experiment . Oleh karena itu, langkah pertama yang harus

13
dilakukan pada tahap ini adalah mengkaji literatur tentang bangun datar segi
empat, pendekatan PMRI, kurikulum KTSP 2006 dan metode design
research sebagai landasan dalam mendesain lintasan belajar. Secara
terperinci, hal-hal yang dilakukan dalam tahap ini adalah (1) menganalisis
tujuan pembelajaran, (2) menentukan dan menetapkan kondisi awal
penelitian, (3) mendesain dan mendiskusikan konjektur atau HLT yang akan
dikembangkan, (4) menentukan karakter kelas dan peran guru. Selain itu,
peneliti melakukan observasi kelas, wawancara dengan guru untuk
mengetahui keadaan dan kemampuan awal siswa yang menjadi subyek
penelitian ini.

Tahap II: The Design experiment

Kegiatan yang dilakukan pada tahap kedua ini adalah


mengimplementasikan desain pembelajaran yang telah didesain pada tahap
pertama yang bertujuan untuk mengeksplorasi, mengetahui strategi dan
pemikiran siswa dalam mempelajari sifat-sifat bangun datar segi empat. Ada
2 siklus pada tahap ini yaitu pilot experiment sebagai siklus 1 dan teaching
experiment sebagai siklus 2. Siklus 1 bertujuan untuk meningkatkan kualitas
HLT yang telah didesain sehingga diperoleh HLT yang lebih baik untuk
diterapkan pada siklus 2.

Sebelum melakukan pembelajaran ditiap siklus, peneliti dan guru


berdiskusi tentang sederetan aktivitas yang telah didesain dan setelah
pembelajaran pada setiap pertemuan peneliti dan guru melakukan refleksi
mengenai kekurangan dan kelebihan selama pembelajaran berlangsung.
Selama teaching experiment, HLT berfungsi sebagai pedoman utama apa
yang menjadi fokus dalam pembelajaran, wawancara dan observasi.

Dalam penelitian ini, siklus 1 melibatkan 6 orang siswa dari kelas


yang bukan subyek penelitian yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan
rendah dan peneliti bertindak sebagai guru. Pada siklus 2, ada 39 orang
siswa subyek penelitian dan guru model bertindak sebagai pengajar
sementara peneliti fokus mengamati setiap aktivitas danmomen-momen

14
penting selama pembelajaran berlangsung. Peneliti mengumpulkan data
yang diperlukan selama proses pembelajaran di kelas seperti proses berpikir
siswa, aktivitas matematika, norma sosial kelas dan socio-matematika.
Masing-masing siklus ada 5 aktivitas yang dilakukan.

Tahap III: The Retrospective analysis

Pada tahap ini, semua data yang diperoleh selama teaching experiment
dianalisis. HLT berfungsi sebagai acuan utama untuk menentukan hal-hal
apa saja yang menjadi fokus dalam melakukan analisis. HLT dibandingkan
dengan keadaan riil siswa dalam hal ini strategi dan proses berpikir siswa
yang benar-benar terjadi saat pembelajaran. Hal yang dianalisis tidak hanya
hal-hal yang mendukung HLT melainkan juga contoh yang kontradiksi
dengan konjektur yang didesain. Hasil dari retrospective analysis
digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian, membuat kesimpulan
maupun memberikan rekomendasi bagaimana HLT dikembangkan untuk
penelitian selanjutnya.

2. Subjek, Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini melibatkan 39 orang siswa kelas IX MAN 1
Palembang di kelas tersebut sebagai guru model dan dilaksanakan pada
semester genap tahun akademik 2017/2018.

3. Teknik Pengumpulan Data


Berdasarkan metode dan tahapan penelitian yang telah dijelaskan,
maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini untuk
setiap tahap akan diuraikan sebagai berikut:

a. Wawancara
Guru dan siswa diwawancarai dengan maksud untuk memperoleh
informasi secara mendalam berkaitan dengan penelitian ini. Guru
diwawancarai sebelum peneliti melakukan kegiatan pembelajaran pada
siklus 1 dan 2, dengan tujuan untuk mengetahui keadaan siswa, kecocokan

15
konteks yang digunakan, kesesuaian materi, waktu dan pendapat guru
tentang HLT yang telah didesain. Siswa diwawancarai setelah pembelajaran
untuk mendapatkan informasi secara mendalam tentang strategi yang
mereka gunakan dan aktivitas matematika yang dilakukan.

b. Observasi
Observasi dilakukan pada masing-masing tahap I sebelum memulai
siklus 1, selama siklus 1 dan siklus 2. Observasi awal sebelum siklus 1
bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai norma sosial dan norma-
sosial matematika yang berlaku di kelas, metode mengajar yang digunakan
guru, organisasi kelas, aturan dikelas, hasil kerja siswa, dan alokasi waktu
pada saat proses pembelajaran dari siswa yang menjadi subyek penelitian
ini. Data pada observasi ini dikumpulkan melalui lembar observasi.
Observasi pada setiap siklus dilakukan untuk mengamati aktivitas
siswa pada proses pembelajaran, untuk mengetahui kepraktisan dan
keefektifan dari desain pembelajaran yang telah dirancang maupun yang
telah direvisi. Observasi siklus 1 bertujuan untuk mengetahui strategi siswa
dalam kaitannya dengan HLT awal yang telah didesain. Data dikumpulkan
melalui rekaman video dan catatan lapangan. Selanjutnya, observasi pada
siklus 2 terbagi menjadi tiga bagian yaitu observasi kelas, observasi
kelompok, dan observasi siswa perorangan. Observasi kelas dilakukan
untuk mendapatkan data mengenai lintasan pembelajaran yang telah
diperbaiki dari subjek penelitian di kelas secara keseluruhan. Data
dikumpulkan melalui rekaman video statis yang terletak di salah satu sudut
ruangan sehingga semua dapat merekam situasi kelas secara keseluruhan
pada saat pembelajaran berlangsung. Observasi kelompok dilakukan untuk
mengumpulkan data tentang diskusi kelompok. Observasi ini hanya
dilakukan pada satu focus group yang terdiri atas 3-4 siswa. Data
dikumpulkan melalui rekaman video dan catatan lapangan. Observasi siswa
perorangan dilakukan untuk mendapatkan informasi yang rinci mengenai
proses pemahaman siswa, cara berpikir dan strategi yang digunakannya

16
dalam memahami sifat-sifat bangun datar segi empat. Data dikumpulkan
melalui rekaman video dinamis dan lembar observasi.
a. Tes tertulis
Tes tertulis masing-masing diberikan kepada 6 orang siwa pada
tahap uji coba HLT di siklus 1 dan 39 siswa pada tahap siklus 2. Tes ini
dilakukan bukan untuk membandingkan kemampuan siswa tetapi untuk
mengetahui kemampuan siswa baik kemampuan awal maupun strategi
mereka dalam menyelesaikan suatu masalah matematika. Data yang
dikumpulkan berupa lembar jawaban siswa.

c. Dokumentasi
Kamera video digunakan untuk merekam strategi-strategi siswa baik
secara individu maupun kelompok pada setiap aktivitas pembelajaran.
Dengan kamera video, strategi-strategi siswa dapat dianalisa dan diukur.
Kamera video dibagi atas 2 yaitu satu kamera yang bersifat statis yang akan
merekam semua kejadian atau aktivitas di dalam kelas, dan satu kamera
yang lain bersifat dinamis yang akan merekam aktivitas tertentu pada
diskusi kelas maupun diskusi kelompok. Selain itu, penelitipun
mendokumentasikan dalam bentuk foto hal penting lain yang berkaitan
dengan aktivitas siswa selama pembelajaran.

d. Catatan Lapangan (field note)


Selain keempat teknik diatas, peneliti membuat catatan lapangan
untuk mendukung data pada rekaman video, lembar observasi dan
wawancara. Catatan lapangan atau field note merupakan catatan tertulis
mengenai apa yang didengar, dilihat, dialamai, dan dipikirkan dalam rangka
mengumpulkan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif
(Moloeng,2005:153). Ada 2 bentuk catatan lapanagan yaitu Catatan
Deskriptif (Descriptive Note) dan Catatan Reflektif (Reflective Note).

Dalam penelitian ini, catatan deskriptif digunakan peneliti untuk


mendeskripsikan secara detail mengenai situasi, peristiwa penting,
pernyataan/ strategi siswa atau apapun kejadian lain yang berlangsung

17
selama pembelajaran di kelas tanpa ada intervensi sedikitpun dari peneliti
sendiri. Sebaliknya, catatan reflektif adalah ruang bagi peneliti untuk
memberikan komentar, menginterpretasikan maupun menganalisa setiap
hal-hal yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung. Masing-
masing bentuk catatan lapangan ini digunakan peneliti pada saat
mengobservasi kelas, kelompok maupun siswa perorangan serta ketika
berdiskusi dengan guru.

B.Validitas dan Reabilitas


Untuk menguji keabsahan data yang dikumpulkan, penelitian ini
menggunakan validitas internal. Validitas internal yang dimaksud mengacu
pada kualitas dari semua jenis data yang dikumpulkan. Dalam hal ini
peneliti mengumpulkan berbagai macam tipe data yang berbeda yang
berasal dari video recording, audio recording, foto, catatan lapangan, dan
hasil kerja siswa.Untuk meningkatkan validitas internal, maka selama
retrospective analysis, HLT dibandingkan dengan berbagai data dari sumber
yang berbeda seperti rekaman video, foto, hasil kerja siswa, wawancara dan
catatan lapangan dianalisa. Dengan demikian, triangulasi sumber data dapat
digunakan untuk mencegah kebiasan dan menjaga kualitas kesimpulan yang
dapat diambil.

Pada penelitian ini, internal validitas diperoleh melalui diskusi tentang


segment penting pada saat dilaksankannya teaching experiment dengan
pembimbing dan teman sejawat. Interpretasi silang ini dimaksudkan untuk
mencegah subjektivitas peneliti dalam menginterpretasi data.

4. Teknik Analisis Data


HLT merupakan panduan utama dalam menganalisis setiap jenis data
yang diperoleh selama penelitian berlangsung. Analisis data hasil observasi
kelas dan wawancara dengan guru pada tahap preparing for the experiment
dipertimbangkan dalam mendesain HLT awal. Selanjutnya, analisis hasil
observasi, rekaman video, hasil wawancara dan catatan lapangan pada
tahap pilot experiment atau siklus 1 digunakan untuk merevisi HLT awal

18
dengan melihat dan menganalisis apakah HLT yang didesain sudah sesuai
atau tidak, sehingga diperoleh HLT baru yang lebih baik untuk
diimplementasikan pada siklus 2.

Analisis hasil tes awal, data dari lembar observasi, hasil wawancara,
dokumen, catatan lapangan, LKS dan hasil tes akhir pada siklus 2
dibandingkan dengan HLT yang telah didesain. Dalam Doorman (2005)
disebutkan bahwa the result of a design research is not design that work but
the underlying principles explaining how and why this design works. Hal
ini berarti hasil penelitian yang diperoleh dianalisis berdasarkan prinsip
bukan pada desain yang bekerja namun menjelaskan bagaimana dan
mengapa desain tersebut bekerja. Pada retrospective analysis HLT
dibandingkan dengan tindakan pembelajaran yang dilakukan sehingga dapat
melakukan penyelidikan dan penjelasan bagaimana siswa memperoleh
pemahaman tentang Perkalian aljabar pembelajaran yang telah
dilaksanakan.

F. JADWAL PELAKSANAAN
Penelitian dilaksanakan dalam waktu 3 bulan yang dimulai dari
bulan Oktober dan November 2015. Berikut rincian pelaksanaan penelitian.

TAHAPAN KEGIATAN WAKTU


Persiapan Studi Pendahuluan dan Oktober
penyusunan usul
penelitian
Lapangan Pengumpulan data November
Analisis Data Analisis dan Desember
pengelolahan data

19
G. PERSONALIA PENELITIAN

1. Ketua peneliti

1. Nama Lengkap dan gelar : Rahmawati, M.Pd


2. Gol. Pangkat dan NIP : -
3. Jabatan Fungsional : Dosen Tetap Yayasan
4. Jabatan Struktural : -
5. Fakultas/ Program Studi : MIPA / Fisika
6. Perguruan Tinggi : Universitas PGRI Palembang
7. Bidang Keahlian : Matematika
8. Waktu Penelitian : 3 Bulan ( Oktober - Desember)
2. Anggota Penelitian : 1 Orang

H. BIAYA PENELITIAN
Penelitian ini menelan biaya diperkirakan Rp.7.000.000,- ( Tujuh

Juta Rupiah)

1. Pembelian Instrumen : Rp.1.000.000,-


2. Honorarium : Rp.500.000,-
3. Analisis Laboraturium : Rp. 200.000,-
4. Penyusunan Proposal dan Laporan : Rp.200.000,-
5. Dokumentasi : Rp.100.000
6. Seminar Hasil Penelitian : Rp. 4.500.000,-
7. Jurnal Publikasi Penelitian : Rp.500.000,-

Jumlah : Rp.7.000.000,-

20
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta

Gustiati. 2000. Efektivitas Pembelajaran Matematika Dengan


Menggunakan Alat Peraga Berupa Benda Model. Proposal
Penelitian. FMIPA UNM Makassar,tidak diterbitkan

Haling. 2004. Belajar dan Pembelajaran (Suatu Ringkasan). Makassar.


Fakultas Ilmu Pendidikan UNM

Hudoyo, Herman. 1988. Strategi Belajar mengajar Matematika. Malang :


IKIP Malang.

---------------------. 2003. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran


Matematika. JICA. Malang

Murniati. 2000. Efektivitas Penggunaan Alat Peraga Pada Pembelajaran


Operasi Hitung Bilangan Bulat Siswa Kelas I SLTP Negeri 2
Maniang Pajo. Proposal Penelitian: FMIPA UNM Makassar, tidak
diterbitkan.

Rahmat Basuki. 2006. Kesalahan. (online), (


http://digilip.upi/pasca/avaliable/etd1002106-142832). Diakses 5
September 2012.

Sriwahyuni, Andi. 2005. Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Matematika Realistik di Kelas V (Studi pada SDN Mallengkeri Bertingkat I


Makassar). Skripsi FMIPA UNM Makassar

Widyantini, Th dan Guntoro Sigit. 2010. Modul MGMP Penggunaan Alat


Peraga dalam Pembelajaran Matematika di SMP. Pusat
pengembangan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan
Matematika (PPPPTK) Matematika. Yogyakarta

21
Yuliyani, Rahmawati.2016. Pembelajaran Matematika Realistik Pada
Materi Operasi Aljabar Di Kelas Vii Mts Daarussa’adah Ciganjur
Jakarta Selatan. Jurnal Formatif 6(3): 256-265, 2016 Universitas
Indraprasta PGRI

22

Anda mungkin juga menyukai