Anda di halaman 1dari 41

PENILAIAN KEMBALI (REVALUASI) ASET TETAP DAN DAMPAKNYA

TERHADAP OPINI LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH


Oleh: Hasan Bakri Sinaga dan Win Endriyanti

ABSTRAK
Dalam rangka mewujudkan penyajian nilai Barang Milik Negara/Daerah pada Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat/Daerah yang akuntabel sesuai dengan nilai wajarnya, serta dalam
rangka mewujudkan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang berhasil guna, perlu
dilakukan penilaian kembali Barang Milik Negara/Daerah. Pelaksanaan Revaluasi Aset Tetap
dilakukan secara bertahap pada Tahun 2017 dan 2018. IPSAS 17 dan PSAK 16 mengijinkan
penggunaan nilai wajar dengan model revaluasi yang mengacu pada International Financial
Reporting Standards (IFRS). Sebelum digunakannya IFRS, akuntansi menggunakan dasar
historical cost untuk pengukuran transaksinya. SAP belum mengatur lebih lanjut lingkup atau
objek Aset Tetap yang dinilai kembali secara khusus dan perlakuan terhadap akumulasi
penyusutan aset tetap yang direvaluasi. Isu Revaluasi Aset Tetap ini menjadi lebih menarik jika
dikaitkan dengan kinerja keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2016 yakni Debt to Asset Ratio yang
telah mencapai 71,28% dan Debt to Equity Ratio sebesar 248,25%. Selain itu dalam Laporan
Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemeritah Pusat Tahun 2016, masih terdapat
kelemahan Sistem Pengendalian Internal (SPI) terkait Penatausahaan Aset Tetap pada 70
Kementrian/Lembaga.
Hasil analisis menunjukkan bahwa PSAP 07 tidak mengatur Revaluasi Aset Tetap secara
parsial dan perlakukan terhadap Akumulasi Penyusutan Aset yang direvaluasi. Hingga saat ini
KSAP belum melakukan perubahan terhadap PSAP 07 ataupun penerbitan IPSAP. Dalam hal
terdapat masalah akuntansi yang belum dinyatakan dalam standar akuntansi pemerintahan,
Kerangka Konseptual dapat digunakan sebagai acuan. Prinsip-prinsip yang diatur dalam
Kerangka Konseptual Pemerintahan bertentangan dengan konsep revaluasi. Pedoman
pelaksanaan penilaian kembali Barang Milik Daerah juga belum diterbitkan oleh Menteri Dalam
Negeri sehingga tujuan Penyajian nilai Barang Milik Daerah pada Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah yang akuntabel sesuai dengan nilai wajarnya dan dalam rangka mewujudkan
pengelolaan Barang Milik Daerah yang berhasil guna berpotensi tidak tercapai.
Hasil pelaksanaan Revaluasi Aset Tetap Tahun 2017 menghasilkan penambahan nilai
Aset Tetap sebesar Rp1.800 triliun. Pelaksanaan Revaluasi Aset Tetap tersebut berpotensi tidak
memenuhi asersi kelengkapan. Penambahan nilai sebesar Rp1.800 triliun tersebut material
terhadap LKKL dan LKPP Tahun 2017. Dengan kondisi tersebut Pemeriksa harus
memperbaharui strategi dan prosedur pemeriksaannya serta memodifikasi opini LKKL dan
LKPP atas pelaksanaan Revaluasi Aset Tetap tersebut.

Keyword : Revaluasi Aset Tetap, Pemeriksaan, Nilai Wajar

1
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan


Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75
Tahun 2017 tentang Penilaian Kembali Barang Milik Negara/Daerah. Perpres tersebut
diterbitkan dalam rangka mewujudkan penyajian nilai Barang Milik Negara/Daerah pada
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/Daerah yang akuntabel sesuai dengan nilai wajarnya, serta
dalam rangka mewujudkan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang berhasil guna.
Untuk teknis pelaksanaan penilaian, Menteri Keuangan telah menandatangani PMK
Nomor 111/PMK.06/2017 tanggal 1 Agustus 2017 tentang Penilaian Barang Milik Negara, dan
PMK Nomor 118/PMK.06/2017 tanggal 28 Agustus 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan
Penilaian Kembali Barang Milik Negara. Dalam PMK tersebut disebutkan objek Penilaian
Kembali BMN berupa Aset Tetap pada Pemerintah Pusat dilakukan terhadap Tanah, Gedung
dan Bangunan, dan Jalan, Irigasi dan Jaringan pada Kementerian/Lembaga.
Berdasarkan PMK Nomor 111/PMK.06/2017, nilai wajar adalah estimasi harga yang akan
diterima dari penjualan aset atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar
yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal Penilaian.
International Public Sector Accounting Standard (IPSAS) 17 dan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) 16 mengijinkan penggunaan nilai wajar dengan model revaluasi yang
mengacu pada International Financial Reporting Standards (IFRS). Sebelum digunakannya
IFRS, akuntansi menggunakan dasar historical cost untuk pengukuran transaksinya.
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) belum mengatur lebih lanjut lingkup atau objek
Aset Tetap yang dinilai kembali secara khusus (KSAP : Bunga Rampai 2016). Revaluasi Aset
Tetap hanya diatur pada Paragraf 59 dan 60 PSAP 07 Akuntansi Aset Tetap yang menyatakan
bahwa penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena
Standar Akuntansi Pemerintahan menganut penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau
harga pertukaran. Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan
pemerintah yang berlaku secara nasional. Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan
mengenai penyimpangan dari konsep biaya perolehan di dalam penyajian aset tetap serta
pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan suatu entitas. Selisih antara nilai
revaluasi dengan nilai tercatat aset tetap dibukukan dalam akun ekuitas.
Revaluasi Aset Tetap akan dilakukan terhadap 934.409 item Barang Milik Negara (BMN)
dengan perinciannya berupa 108.524 bidang tanah, 434.801 item gedung dan bangunan serta
391.084 item jalan, irigasi dan jaringan yang diperoleh sampai dengan 31 Desember 2015 yang
dilaksanakan pada Tahun 2017 dan 2018 (Kontan.co.id : 30 Agustus 2017).
Dirjen Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatawarta mengatakan, pihaknya baru
melakukan revaluasi aset sebesar 32% dari total 934.409 aset BMN. Menteri Keuangan Sri
Mulyani Indrawati juga menjelaskan, revaluasi aset tersebut dapat menambah neraca keuangan
pemerintah tahun ini sebesar Rp1.800 triliun. Selain itu, hasil revaluasi itu juga akan tercatat

2
dalam neraca keuangan pemerintah yang diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
(Kumparan.com: 11 Januari 2018).
BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat (LKPP) 2016. Opini WTP atas LKPP tersebut adalah audit yang terbaik dan
pertama kali dicapai oleh pemerintah selama 12 tahun semenjak pertama kali LKPP disusun dan
diaudit oleh BPK (Metrotvnews.com : 19 Mei 2017).
Opini WTP hanya dapat diberikan bila Pemeriksa berpendapat bahwa berdasarkan audit
yang sesuai dengan standar, penyajian LK telah sesuai dengan SAP, lengkap, konsisten, dan
mengandung penjelasan atau pengungkapan yang memadai, sehingga tidak menyesatkan
pengguna laporan keuangan (Panduan Pemeriksaan LKPP LKKL LKBUN : 4 Februari 2016).
Aset Tetap merupakan akun yang signifikan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
dengan Jumlah Nilai bersih Aset Tetap per 31 Desember 2016 sebesar Rp1.921,79 triliun yang
merupakan pengurangan dari harga perolehan sebesar Rp2.477,01 triliun dengan akumulasi
penyusutan sebesar Rp555,21 triliun. Isu Revaluasi Aset Tetap ini menjadi lebih menarik jika
dikaitkan dengan kinerja keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2016 yakni Debt to Asset Ratio yang
telah mencapai 71,28% dan Debt to Equity Ratio sebesar 248,25%.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemeritah Pusat
Tahun 2016, masih terdapat kelemahan Sistem Pengendalian Internal (SPI) terkait
Penatausahaan Aset Tetap pada 70 Kementrian/Lembaga diantaranya sebagai berikut:
a. Terdapat Aset Tetap pada 20 Kementerian/Lembaga sebesar Rp6,18 milyar yang belum
dilakukan pencatatan ke dalam Neraca/Laporan BMN dan belum dilakukan inventarisasi dan
pencatatan;
b. Aset Tetap pada 28 Kementerian/Lembaga tidak diketahui keberadaannya sebesar Rp1,19
triliun;
c. Terdapat duplikasi pencatatan Aset Tetap pada lima Kementerian/Lembaga sebesar Rp2,95
milyar;
d. Aset Tetap belum didukung dengan bukti kepemilikan pada 20 Kementerian/Lembaga
sebesar Rp4,63 triliun;
e. Aset Tetap dikuasai/digunakan pihak lain yang tidak sesuai dengan ketentuan pengelolaan
BMN sebesar Rp957,34 milyar pada 25 Kementerian/Lembaga;
f. Terdapat aset rusak belum direklasifikasi sebesar Rp81,53 milyar pada 20
Kementerian/Lembaga;
g. Jurnal manual Aset Tetap pada aplikasi SAIBA sebesar Rpl,34 milyar pada Kementerian
Dalam Negeri tidak dapat diyakini kewajarannya karena adanya pembukuan koreksi nilai
Aset Tetap yang belum didukung dengan dokumen sumber; dan
h. Perhitungan penyusutan Aset Tetap yang tidak akurat dan nilai akumulasi penyusutan Aset
Tetap yang melebihi nilai aset sebesar minus Rp383,43 triliun terjadi pada enam
Kementerian/Lembaga.

3
Berdasarkan uraian di atas, tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
a. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi BPK dalam pelaksanaan Pemeriksaan
Laporan Keuangan Tahun 2017 dan 2018;
b. Sebagai bahan masukan bagi KSAP untuk penyempurnaan PSAP;
c. Identifikasi area potensial dalam Pelaksanaan Penilian Kembali BMN sebagaimana diatur
dalam PMK Nomor 118/PMK.06/2017; dan
d. Kesesuaian Revaluasi Aset Tetap dengan SAP, urgensi Revaluasi Aset Tetap dan dampaknya
terhadap opini Laporan Keuangan Pemerintah.

1.2 Sistimatika Penulisan Makalah


Sistimatika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. BAB 1 Pendahuluan
Bab ini memuat tentang Latar Belakang dan Sistimatika Penulisan Makalah.
b. BAB 2 Revaluasi Aset Tetap
Bab ini memuat tentang Gambaran Umum Penyusunan LKPP, Kinerja Keuangan Pemerintah
Pusat - Rasio Solvabilitas, Kebijakan Akuntansi Aset Tetap Pemerintah Pusat, Pedoman
Pelaksanaan Penilai Kembali Barang Milik Negara dan Revaluasi Aset Tetap Secara Parsial
Berdasarkan IPSAS 17 dan PSAK 16.
c. BAB 3 Hasil Analisis Revaluasi Aset Tetap
Bab ini memuat tentang Kesesuaian Revalasi Aset Tetap dengan SAP, Urgensi Revaluasi
Aset Tetap, Area Potensial Pelaksanaan Revaluasi Aset Tetap dan Dampak Penilaian Aset
Tetap Terhadap Opini Laporan Keuangan Pemerintah.
d. BAB 4 Rancangan Pemeriksaan
Bab ini memuat tentang Tujuan Pemeriksaan, Jangka Waktu Pemeriksaan, Jumlah dan
Kompetensi Pemeriksa yang Diperlukan, Data yang Perlu Dikumpulkan untuk Pemeriksaan
dan Metode/Teknis dan Prosedur Pemeriksaan.
e. BAB 5 Penutup
Bab ini memuat tentang Simpulan dan Saran.

4
BAB 2 REVALUASI ASET TETAP

2.1 Gambaran Umum Penyusunan LKPP


Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) disusun untuk tujuan umum (general
purposes financial statement ) dalam memenuhi kebutuhan sebagian besar pengguna laporan
dan dengan pendekatan kegunaan dalam pembuatan keputusan (decision usefulness approach).
LKPP mencakup seluruh aspek keuangan yang dikelola oleh seluruh entitas Pemerintah Pusat,
yang terdiri dari Bendahara Umum Negara (BUN) dan Kementerian Negara/Lembaga (K/L),
beserta unit organisasi di bawahnya yang meliputi eselon I, kantor wilayah, dan satuan kerja
(satker) yang bertanggung jawab atas otorisasi kredit anggaran yang diberikan kepadanya
termasuk satuan kerja Badan Layanan Umum (BLU) dan satuan kerja perangkat daerah
pengguna Dana Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, dan Urusan Bersama. LKPP disusun oleh
Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal berdasarkan konsolidasi Laporan Keuangan
Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara
(LKBUN). LKPP Tahun 2016 merupakan konsolidasian atas laporan keuangan entitas pelaporan
BUN dan entitas pelaporan K/L. LKKL merupakan konsolidasian dari laporan keuangan entitas
akuntansi satuan kerja di bawahnya.
LKPP tidak mencakup entitas: 1) Badan Usaha Milik Negara (BUMN); 2) Perguruan
Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH); 3) Pemerintah Daerah; dan 4) Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD).
Namun demikian, penyertaan modal Pemerintah pada Perusahaan Negara (BUMN/Non
BUMN) dan PTN BH, nilainya disajikan sebagai Investasi Pemerintah dan dijabarkan dalam
Ikhtisar Laporan Keuangan Perusahaan Negara. LKPP juga dilampiri dengan Ikhtisar Laporan
Keuangan Badan Lainnya. Sesuai dengan PMK Nomor 215/PMK.05/2016 tentang Perubahan
atas PMK Nomor 213/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Pemerintah Pusat, LKPP dihasilkan melalui Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP), yang
terdiri dari Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN) dan Sistem Akuntansi
Instansi (SAI). SAI diselenggarakan oleh K/L secara berjenjang mulai dari tingkat satker sampai
tingkat K/L termasuk satker BLU dan SKPD yang mendapatkan alokasi Dana Dekonsentrasi/
Dana Tugas Pembantuan/Dana Urusan Bersama, untuk menghasilkan Laporan Realisasi
Anggaran, Neraca, Laporan Operasional, dan Laporan Perubahan Ekuitas. Dalam
pelaksanaannya, K/L membentuk Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan dan Unit Akuntansi
dan Pelaporan Barang Milik Negara (BMN). Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
Negara (BUN) menyelenggarakan Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN)
untuk menghasilkan Laporan Keuangan BUN. SA-BUN terdiri dari beberapa sub sistem, yaitu
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat (SiAP), Sistem Akuntansi dan Pelaporan
Keuangan Utang Pemerintah (SAUP), Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Hibah
(SIKUBAH), Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Investasi Pemerintah (SAIP), Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pengelolaan Penerusan Pinjaman (SAPPP), Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transfer ke Daerah (SATD), Sistem Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan Belanja Subsidi (SABS), Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Belanja Lain-lain (SABL), Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus

5
(SATK), dan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Lainnya (SAPBL). SiAP
menghasilkan Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat dan Neraca Kuasa BUN sebagai data yang
akan direkonsiliasi dengan data SAI.

2.2 Kinerja Keuangan Pemerintah Pusat – Rasio Solvabilitas


Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan yang paling sering digunakan untuk
evaluasi kineja keuangan. Rasio keuangan menghubungkan berbagai perkiraan yang terdapat
pada laporan keuangan sehingga kondisi keuangan dan hasil operasi suatu entitas dapat
diinterpretasikan.
Pengertian Rasio Solvabilitas - Menurut Kasmir (2008 : 151) rasio solvabilitas atau
leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan
dibiaya dengan hutang. Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung entitas dibandingkan
dengan aktivanya. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio solvabilitas digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek
maupun jangka panjang apabila entitas dibubarkan (dilikuidasi). Rasio solvabilitas antara lain:
a. Debt to Asset Ratio (Debt Ratio)
Debt ratio merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total
hutang dengan total aktiva. Dengan kata lain, seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh
hutang atau seberapa besar hutang entitas berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva.
b. Debt to Equity Ratio
Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas.
Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh utang, termasuk utang lancar
dengan seluruh ekuitas.
Aset, Kewajiban dan Ekuitas Pemerinah Pusat lima tahun terakhir yakni sebagai berikut.

DALAM TRILIUN RUPIAH

Aset Hutang Ekuitas


6000

5000 5457
5163
4000
3890 3911
3000 3494 3568 3433
2898
2000 2652
2157
1000 1567 1669
1276
1013 916
0
2016 2015 2014 2013 2012

Gambar 2.1 Aset, Kewajiban, dan Ekuitas pada Neraca Tahun 2012 – 2016

6
Debt Ratio dan Debt to Equity Ratio lima tahun terakhir (Tahun 2012 s.d. 2016) yakni
pada Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Debt Ratio dan Debt to Equity Ratio Tahun 2012 – 2016

Uraian 2016 2015 2014 2013 2012

Debt to Asset Ratio 71,28% 67,67% 74,10% 74,33% 62,83%

Debt to Equity Ratio 248,25% 209,35% 286,08% 289,52% 169,04%

Sumber: Diolah dari LKPP Tahun 2016

Pada Tahun 2015 dan 2016, terdapat revaluasi aset BUMN yang menambah nilai Aset dan
Ekuitas masing-masing sebesar Rp74,62 triliun dan Rp692,96 triliun. Debt Ratio dan Debt to
Equity Ratio lima tahun terakhir(Tahun 2012 s.d. 2016) tanpa revaluasi aset BUMN yakni pada
Tabel 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Debt Ratio dan Debt to Equity Ratio Tahun 2012 – 2016 (Tanpa Revaluasi Aset BUMN)

Uraian 2016 2015 2014 2013 2012

Debt to Asset Ratio 82,96% 78,17% 74,10% 74,33% 62,83%

Debt to Equity Ratio 486,86% 357,99% 286,08% 289,52% 169,04%

Sumber: Diolah dari LKPP Tahun 2016.

2.3. Kebijakan Akuntansi Aset Tetap Pemerintah Pusat


Aset Tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas)
bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
Aset tetap terdiri dari Tanah, Gedung dan Bangunan, Peralatan dan Mesin, Jalan, Irigasi, dan
Jaringan, dan Aset Tetap Lainnya. Aset tetap juga mencakup biaya-biaya atas pembangunan aset
tetap yang sampai dengan tanggal pelaporan sedang dalam proses pengerjaan dan dilaporkan
sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP). KDP dipindahkan ke aset tetap yang bersangkutan
pada saat proses perolehan aset tersebut telah selesai dan siap digunakan. Pada prinsipnya, Aset
Tetap dilaporkan berdasarkan neraca K/L tahun anggaran berjalan dengan harga perolehan.
Sejak tahun 2007, Pemerintah telah melakukan penertiban BMN yang meliputi
inventarisasi dan penilaian kembali BMN. Penilaian kembali dilakukan untuk BMN yang
diperoleh sebelum tahun 2004. Hasil inventarisasi dan penilaian kembali BMN tersebut menjadi
dasar penyajian Aset Tetap yang diperoleh sebelum tahun 2004 pada Neraca Tahun Anggaran
Berjalan. Pengakuan aset tetap yang perolehannya sejak 1 Januari 2002 didasarkan pada nilai
satuan minimum kapitalisasi sebagaimana Lampiran VII PMK Nomor 120/PMK.06/2007
tentang Penatausahaan Barang Milik Negara, yaitu: Pengeluaran untuk per satuan peralatan dan
mesin dan peralatan olah raga yang nilainya sama dengan atau lebih dari Rp300.000,00 (tiga
ratus ribu rupiah), dan Pengeluaran untuk gedung dan bangunan yang nilainya sama dengan atau
lebih dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Pengeluaran setelah perolehan aset tetap yang
tidak tercakup dalam batasan nilai minimum kapitalisasi tersebut di atas, diperlakukan sebagai
biaya kecuali pengeluaran untuk tanah, jalan/irigasi/jaringan, dan aset tetap lainnya berupa
koleksi perpustakaan dan barang bercorak kesenian. Nilai satuan minimum kapitalisasi juga

7
dikecualikan terhadap aset tetap yang diperoleh dari transfer/pengalihan/pertukaran.
Pengeluaran yang memenuhi batasan minimum kapitalisasi diperlakukan sebagai penambah
nilai Aset Tetap.
Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Lampiran I
PSAP Nomor 07 tentang Akuntansi Aset Tetap, Aset Tetap disajikan berdasarkan biaya
perolehan Aset Tetap dikurangi akumulasi penyusutan (depresiasi). Pemerintah telah
menerapkan penyusutan Aset Tetap untuk seluruh entitas akuntansi mulai pelaporan keuangan
tahun 2013 sebagaimana Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 1/PMK.06/2013 tentang
Penyusutan BMN Berupa Aset Tetap pada Entitas Pemerintah Pusat sebagaimana diubah dengan
PMK Nomor 90/PMK.06/2014. Penyusutan menggunakan metode garis lurus tanpa nilai sisa
dengan mengalokasikan nilai yang dapat disusutkan dari Aset Tetap secara merata setiap
semester selama masa manfaatnya. Masa manfaat penyusutan Aset Tetap ditetapkan oleh
Menteri Keuangan. Penyusutan Aset Tetap diakumulasikan setiap semester dan disajikan dalam
akun Akumulasi Penyusutan sebagai pengurang nilai Aset Tetap di Neraca.
Terhadap Aset Tetap yang penyelesaian pengerjaannya melebihi dan atau melewati satu
periode tahun anggaran, maka aset tetap yang belum selesai tersebut digolongkan dan dilaporkan
sebagai KDP sampai dengan aset tersebut selesai dan siap untuk digunakan. KDP yang sudah
selesai dibuat atau dibangun dan telah siap untuk digunakan harus segera direklasifikasikan ke
salah satu akun yang sesuai dalam pos aset tetap dimaksud.

2.4 Pedoman Pelaksanaan Penilai Kembali Barang Milik Negara


Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kembali Barang Milik Negara diatur dengan PMK
Nomor 118/PMK.06/2017. Penilaian Kembali adalah proses revaluasi sesuai Standar Akuntansi
Pemerintahan yang metode penilaiannya dilaksanakan sesuai Standar Penilaian. Objek Penilaian
Kembali BMN berupa Aset Tetap dilakukan terhadap: a. Tanah; b. Gedung dan Bangunan; dan
c. Jalan, Jembatan dan Bangunan Air pada Kementerian/Lembaga sesuai dengan kodefikasi
BMN yang diperoleh sampai dengan 31 Desember 2015. Selain Aset Tetap Penilaian Kembali
BMN dilaksanakan terhadap Aset Tetap tersebut pada Kementerian Lembaga yang sedang
dilaksanakan Pemanfaatan.
a. Kewenangan dan Tanggungjawab Penilai Kembali Barang Milik Negara
Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang dalam pelaksanaan Penilaian Kembali
berwenang dan bertanggung jawab untuk: a. merumuskan kebijakan dan strategi Penilaian
Kembali BMN; b. mengoordinasikan pelaksanaan Penilaian Kembali BMN; c) melaksanakan
penilian BMN; d. melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Penilaian Kembali
BMN; dan e. menyusun dan menyampaikan laporan pelaksanaan Penilaian Kembali BMN
kepada Presiden.
Kewenangan dan tanggungjawab Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang secara
fungsional dilaksanakan oleh Direktur Jenderal. Direktur Jenderal atas nama Menteri
Keuangan dapat menunjuk pejabat struktural di lingkungan DJKN untuk melaksanakan

8
kewenangan dan tanggung jawab Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang secara
fungsional.
Pelaksanaan Penilaian Kembali BMN pada tingkat nasional dikoordinasikan oleh Tim
Koordinasi Tingkat Pusat. Tim Koordinasi Tingkat Pusat bertugas untuk: a. menyiapkan
usulan kebijakan dan pedoman serta langkah pelaksanaan Penilaian Kembali BMN; b.
menetapkan target penyelesaian Penilaian Kembali BMN secara nasional; c. melakukan
koordinasi dengan seluruh Kementerian/Lembaga, Kanwil DJKN, dan KPKNL dalam
perencanaan dan pelaksanaan Penilaian Kembali BMN; d. melakukan sosialisasi Penilaian
Kembali BMN kepada Pengguna Barang, Kanwil DJKN, dan KPKNL; e. melakukan
pembinaan pelaksanaan Penilaian Kembali BMN kepada Pengguna Barang, Kanwil DJKN,
dan KPKNL; f. melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Penilaian Kembali BMN
pada Pengguna Barang, Kanwil DJKN, dan KPKNL; g. menyusun konsep laporan
pelaksanaan Penilaian Kembali BMN secara nasional dan menyampaikannya kepada Menteri
Keuangan; dan h. tugas lain yang diperintahkan oleh Menteri Keuangan.
Pelaksanaan Penilaian Kembali BMN pada tingkat daerah dikoordinasikan oleh Tim
Koordinasi Tingkat Daerah sesuai dengan wilayah kerja Kanwil DJKN. Tim Koordinasi
Tingkat Daerah bertugas untuk: a. mengoordinasikan penyusunan rencana kerja Penilaian
Kembali BMN di wilayah kerja Kanwil DJKN yang bersangkutan sesuai dengan target
penyelesaian Penilaian Kembali BMN secara nasional; b. melaksanakan sosialisasi; c.
melakukan pembinaan pelaksanaan Penilaian Kembali BMN di wilayah kerja Kanwil DJKN
yang bersangkutan; d. mengoordinasikan pembentukan Tim Pelaksana pada KPKNL dengan
memperhatikan rencana kerja dan beban kerja di wilayah kerja Kanwil DJKN yang
bersangkutan; e. mengoordinasikan pelaksanaan Penilaian Kembali BMN di wilayah kerja
Kanwil DJKN yang bersangkutan; f. melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
Penilaian Kembali BMN di wilayah kerja Kanwil DJKN yang bersangkutan; dan g.
menyusun konsep laporan pelaksanaan Penilaian Kembali BMN di wilayah kerja Kanwil
DJKN yang bersangkutan untuk disampaikan kepada Kepala Kanwil DJKN.
Pelaksanaan Penilaian Kembali BMN dilakukan oleh KPKNL dan KPB. Kepala
KPKNL berwenang dan bertanggung jawab untuk: a. menyusun rencana kerja Penilaian
Kembali BMN di wilayah kerja KPKNL yang bersangkutan; b. melaksanakan sosialisasi
Penilaian Kembali BMN kepada KPB di wilayah kerjanya; c. membentuk Tim Pelaksana; d.
melakukan Rekonsiliasi Hasil Inventarisasi dan Penilaian Kembali dengan KPB; e.
melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Penilaian Kembali BMN di wilayah
kerjanya; dan f. menyusun laporan pelaksanaan Penilaian Kembali BMN di wilayah kerja
KPKNL yang bersangkutan.
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Barang berwenang dan bertanggung
jawab untuk: a. melakukan sosialisasi pelaksanaan Penilaian Kembali BMN hingga jenjang
KPB dalam lingkup Pengguna Barang yang bersangkutan; b. mengoordinasikan pelaksanaan
Inventarisasi BMN pada lingkup Pengguna Barang yang bersangkutan; c. menyiapkan data
awal dan dokumen yang diperlukan untuk Inventarisasi dan Penilaian BMN yang menjadi
tanggung jawab Pengguna Barang; d. melaksanakan Inventarisasi BMN; e. melaksanakan
tindak lanjut hasil Inventarisasi dan Penilaian BMN; f. menyusun laporan pelaksanaan

9
Penilaian Kembali BMN pada lingkup Pengguna Barang yang bersangkutan; dan g.
menyampaikan laporan pelaksanaan Penilaian Kembali BMN tingkat Pengguna Barang
kepada Pengelola Barang. Kewenangan dan tanggung jawab Menteri Pimpinan Lembaga
selaku Pengguna Barang secara fungsional dilaksanakan oleh pejabat eselon I yang
membidangi pengelolaan BMN, seperti Sekretaris Jenderal/Sekretaris Kementerian/
Sekretaris Utama/Jaksa Agung Muda Pembinaan/Kepala Badan Sarana Pertahanan/Asisten
Kapolri Bidang Sarana dan Prasarana/Pimpinan Kesekretariatan/Kepala Badan Urusan
Administrasi/Deputi Bidang Administrasil Direktur Utama.
KPB berwenang dan bertanggung jawab untuk: a. menyiapkan data awal dan dokumen
yang diperlukan untuk Penilaian Kembali BMN yang menjadi tanggung jawab KPB; b.
melakukan Inventarisasi BMN yang berada pada penguasaannya; c. melakukan koreksi data
dan nilai BMN melalui Sistem Aplikasi Penatausahaan BMN berdasarkan laporan hasil
Inventarisasi dan Penilaian BMN; d. melakukan Rekonsiliasi hasil Inventarisasi dan
Penilaian BMN dengan KPKNL; e. melakukan tindak lanjut hasil Inventarisasi BMN; dan f.
menyusun laporan pelaksanaan Penilaian Kembali BMN dan menyampaikannya kepada
Pengguna Barang secara berjenjang.
b. Pelaksanaan Penilaian Kembali Barang Milik Negara
Penilaian Kembali BMN meliputi kegiatan: a. penyediaan data awal; b. Inventarisasi;
c. Penilaian; d. penyusunan laporan hasil Inventarisasi dan Penilaian; e. tindak lanjut hasil
Inventarisasi dan Penilaian; f. monitoring dan evaluasi; dan g. penyusunan laporan
pelaksanaan Penilaian Kembali.
Tim Pelaksana Penilaian Kembali BMN melaksanakan Inventarisasi dan Penilaian
BMN. Tim Pelaksana terdiri atas unsur KPB dan unsur Pengelola Barang. Tim Pelaksana
yang berasal dari unsur Pengelola Barang terdiri atas: a. Penilai Direktorat Jenderal; dan b.
pegawai pada Seksi Pengelolaan Kekayaan Negara pada KPKNL danjatau pegawai pada
Seksi lain/Sub Bagian pada KPKNL. Kepala KPKNL dapat meminta bantuan tenaga dari
Kanwil DJKN/Kantor Pusat DJKN untuk menjadi bagian dari anggota Tim Pelaksana.
Tim Pelaksana bertanggung jawab untuk: a. menyusun laporan hasil Inventarisasi dan
Penilaian BMN; b. menyampaikan laporan hasil Inventarisasi dan Penilaian BMN kepada
Kepala KPKNL; dan c. melakukan monitoring atas pelaksanaan: 1. koreksi data dan nilai
BMN hasil Inventarisasi dan Penilaian; dan 2. Rekonsiliasi hasil Inventarisasi dan Penilaian
BMN antara KPB dengan KPKNL. Tim Pelaksana yang berasal dari unsur KPB bertanggung
jawab untuk: a. melakukan pencocokan data awal BMN yang akan dilakukan Inventarisasi
dan Penilaian BMN; b. melakukan Inventarisasi; dan c. menyusun laporan hasil Inventarisasi.
Tim Pelaksana yang berasal dari unsur Pengelola Barang bertanggung jawab untuk: a.
melakukan pencocokan dan klarifikasi data awal BMN yang akan dilakukan Inventarisasi
dan Penilaian BMN; b. mengumpulkan data terkait kebutuhan pengelolaan dan penilaian
BMN; c. melakukan Penilaian BMN; dan d. menyusun laporan hasil Penilaian. Tim
Pelaksana Penilaian Kembali BMN dibentuk oleh Kepala KPKNL.

10
1) Penyediaan Data Awal
Dalam Penilaian Kembali BMN, UAKPB menyediakan data awal BMN yang terdiri atas:
a. data BMN yang menjadi objek Penilaian Kembali yang berasal dari Sistem Aplikasi
Penatausahaan BMN pada masing-masing Pengguna Barang/KPB; b. profil KPB; c.
formulir pendataan objek Penilaian Kembali; dan d. dokumen lain terkait BMN yang
diperlukan. Data awal BMN paling sedikit terdiri atas: a. kode barang; b. nama barang; c.
nomor urut pendaftaran; d. tanggal perolehan; e. kuantitas; f. harga perolehan; g.
akumulasi penyusutan; dan h. nilai buku.
Data awal BMN meliputi: a. Daftar Barang Kuasa Pengguna; b. buku barang; c. Kartu
Identitas Barang; d. Laporan Barang Kuasa Pengguna semesteran dan tahunan; e.
dokumen kepemilikan BMN; f. dokumen pengelolaan dan penatausahaan BMN; dan g.
dokumen lainnya yang diperlukan. Data awal BMN disampaikan kepada KPKNL sebelum
pelaksanaan Penilaian.
2) Inventarisasi
Inventarisasi dilakukan berdasarkan Kertas Kerja Inventarisasi. Pelaksanaan Inventarisasi
dilakukan oleh Tim Pelaksana dari unsur KPB. Hasil pelaksanaan Inventarisasi
dituangkan dalam laporan hasil Inventarisasi. Laporan hasil Inventarisasi terdiri atas: a.
rekapitulasi hasil Inventarisasi; b. daftar barang hasil Inventarisasi barang baik; c. daftar
barang hasil Inventarisasi barang rusak ringan; d. daftar barang hasil Inventarisasi barang
rusak berat; e. daftar barang hasil Inventarisasi barang berlebih; f. daftar barang hasil
Inventarisasi barang tidak ditemukan; g. daftar barang hasil Inventarisasi barang dalam
sengketa; h. catatan atas hasil Inventarisasi; dan i. surat keterangan dari KPB/pejabat yang
ditunjuk mengenai kebenaran hasil pelaksanaan Inventarisasi.
3) Penilaian
Penilaian BMN dilakukan dengan menggunakan: a. pendekatan data pasar; b. pendekatan
biaya; dan/ atau c. pendekatan pendapatan. Penggunaan pendekatan Penilaian dengan
mempertimbangkan efisiensi anggaran dan waktu penyelesaian Penilaian. Berdasarkan
pertimbangan dalam penggunaan pendekatan Penilaian, Penilaian dilakukan dengan: a.
survei lapangan, untuk objek Penilaian Kembali berupa Tanah; dan b. tanpa survei
lapangan, untuk objek Penilaian Kembali selain Tanah.
Pelaksanaan Penilaian BMN mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang Penilaian BMN. Penilaian berpedoman pada Petunjuk Teknis Penilaian yang
diterbitkan oleh Direktur Jenderal atau Direktur yang memiliki tugas dan fungsi di bidang
Penilaian pada Direktorat Jenderal.
Penilaian Kembali BMN dilaksanakan pada tahun anggaran 2017 sampai dengan tahun
anggaran 2018.
Penilaian tidak dilakukan terhadap: a. BMN yang telah mendapat persetujuan
penghapusan atau pemindahtanganan dari Pengelola Barang/Pengguna Barang; dan b.
BMN yang secara fisik tidak ditemukan berdasarkan laporan hasil Inventarisasi. Hasil
Penilaian BMN untuk Penilaian Kembali dituangkan dalam laporan hasil Penilaian.

11
4) Penyusunan Laporan Hasil Inventarisasi dan Penilaian
Berdasarkan hasil Inventarisasi BMN dan hasil Penilaian BMN, Tim Pelaksana menyusun
laporan hasil Inventarisasi dan Penilaian BMN. Laporan hasil Inventarisasi dan Penilaian
BMN pada KPB terdiri atas: a. laporan hasil Inventarisasi; dan b. laporan hasil Penilaian.
Tim Pelaksana menyelesaikan laporan hasil Inventarisasi dan Penilaian BMN pada KPB
paling lama 10 (hari) kerja setelah tanggal terakhir pelaksanaan Inventarisasi dan
Penilaian BMN.
5) Tindak Lanjut Hasil Inventarisasi dan Penilaian
Tindak lanjut atas hasil Penilaian Kembali BMN terdiri atas: a. penyelesaian BMN
berlebih; b. penyelesaian BMN yang tidak ditemukan; c. penyelesaian BMN dalam
sengketa; d. penyelesaian BMN yang dikuasai/dimanfaatkan oleh pihak lain sebelum
mendapatkan persetujuan dari Pengelola Barang; e. penyelesaian BMN yang tidak
digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang/KPB; dan f. koreksi
data dan nilai BMN pada Laporan Keuangan Kernenterian /Lembaga.
Koreksi data dan nilai BMN pada Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga dilakukan
KPB melalui Sistem Aplikasi Penatausahaan BMN berdasarkan laporan hasil
Inventarisasi dan Penilaian. Koreksi data berupa perubahan kondisi dan luas. Koreksi nilai
BMN dilakukan terhadap nilai perolehan dan nilai akumulasi penyusutan Aset Tetap.
Nilai akumulasi penyusutan Aset Tetap dilakukan koreksi menjadi nol. Nilai BMN hasil
Penilaian Kembali menjadi nilai perolehan baru. Dalam hal nilai BMN hasil Penilaian
Kembali lebih tinggi dari nilai buku BMN sebelum koreksi maka selisih tersebut diakui
sebagai penambah ekuitas pada Laporan Keuangan. Dalam hal nilai BMN hasil Penilaian
Kembali lebih rendah dari nilai buku BMN sebelum koreksi maka selisih tersebut diakui
sebagai pengurang ekuitas pada Laporan Keuangan. Koreksi nilai hasil penilaian BMN
tidak mengakibatkan perubahan penyajian kelompok BMN yang semula sebagai
intrakomptabel menjadi ekstrakomptabel. Koreksi data dan nilai BMN dilakukan paling
lama 5 (lima) hari kerja setelah penyelesaian laporan hasil Inventarisasi dan Penilaian.
Koreksi data dan nilai BMN dilakukan dalam periode pelaporan keuangan semesteran
yang sama dengan penyelesaian laporan hasil Inventarisasi dan Penilaian. Koreksi data
dan nilai BMN dilakukan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan dan kebijakan
akuntansi dan pelaporan keuangan pada Pemerintah Pusat. Koreksi data dan nilai BMN
menjadi dasar koreksi data dan nilai BMN dalam Laporan Keuangan Kementerian/
Lembaga dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Rekonsiliasi hasil Inventarisasi dan Penilaian BMN dilakukan antara KPB dan KPKNL.
Rekonsiliasi hasil Inventarisasi dan Penilaian BMN dilaksanakan paling lama 10
(sepuluh) hari kerja setelah penyelesaian laporan hasil Inventarisasi dan Penilaian
Rekonsiliasi hasil Inventarisasi dan Penilaian BMN dilaksanakan sebelum pelaksanaan
Rekonsiliasi data BMN semesteran atau tahunan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai Rekonsiliasi BMN. Pelaksanaan
Rekonsiliasi hasil Inventarisasi dan Penilaian BMN dituangkan dalam Berita Acara
Rekonsiliasi Hasil Inventarisasi dan Penilaian BMN yang ditandatangani oleh KPKNL
dengan KPB.

12
Nilai BMN hasil Penilaian Kembali dilakukan penyusutan selama sisa masa manfaat dari
BMN yang bersangkutan. Dalam hal BMN hasil Penilaian sudah tidak memiliki sisa masa
manfaat pada saat pelaksanaan Inventarisasi dan Penilaian, maka ditentukan masa manfaat
baru atas BMN yang bersangkutan oleh Tim Pelaksana. Penentuan masa manfaat baru
dilakukan sesuai dengan pedoman tercantum dalam Lampiran VII Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 118/PMK.06/2017.
6) Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan Penilaian Kembali BMN paling sedikit
meliputi: a. capaian target; b. kendala yang dihadapi; dan c. usulan rekomendasi.
Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh: a. KPKNL atas pelaksanaan Penilaian Kembali
BMN pada KPB di wilayah kerjanya; b. Kanwil DJKN atas pelaksanaan Penilaian
Kembali BMN pada KPKNL di wilayah kerjanya; c. Tim Koordinasi Tingkat Pusat atas
pelaksanaan Penilaian Kembali BMN pada Pengguna Barang, Kanwil DJKN; dan d.
Pengguna Barang atas pelaksanaan Penilaian Kembali BMN pada KPB.
7) Pelaporan Pelaksanaan Penilaian Kembali BMN
Pengguna Barang melakukan pelaporan pelaksanaan Penilaian Kembali BMN secara
berjenjang. Pelaporan dilakukan oleh: a. UAKPB; b. UAPPB-W; c. UAPPB-E1; dan d.
UAPB.
UAKPB menyusun laporan pelaksanaan Penilaian Kembali BMN berdasarkan laporan
hasil Inventarisasi dan Penilaian BMN. UAKPB wajib menyampaikan laporan
pelaksanaan Penilaian Kembali BMN tingkat KPB kepada: a. UAPPB-W atau UAPPB-
E1; dan b. KPKNL. Penyampaian laporan pelaksanaan Penilaian Kembali dilakukan
paling lama 20 (dua puluh) hari kerja setelah penyampaian laporan hasil Inventarisasi dan
Penilaian.
UAPPB-W menyusun laporan pelaksanaan Penilaian Kembali BMN tingkat Wilayah
yang merupakan rekapitulasi laporan pelaksanaan Penilaian Kembali BMN pada KPB.
UAPPB-W wajib menyampaikan laporan pelaksanaan Penilaian Kembali BMN kepada:
a. UAPPB-E1 atau UAPB; dan b. Kanwil DJKN. Laporan pelaksanaan Penilaian Kembali
disampaikan setiap bulan, paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah berakhirnya bulan
yang bersangkutan.
UAPPB-E1 menyusun laporan pelaksanaan Penilaian Kembali BMN Tingkat Eselon 1
yang merupakan rekapitulasi laporan pelaksanaan Penilaian Kembali BMN pada UAPPB-
W. Laporan pelaksanaan Penilaian Kembali disampaikan kepada Pengguna Barang setiap
bulan, paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah berakhirnya bulan yang
bersangkutan.
Pengguna Barang menyusun laporan pelaksanaan Penilaian Kembali BMN tingkat
Pengguna Barang yang merupakan rekapitulasi laporan pelaksanaan Penilaian Kembali
BMN pada UAPPB-E1.
Laporan pelaksanaan Penilaian Kembali disampaikan kepada Pengelola Barang setiap
semester, paling lama 1 (satu) bulan setelah berakhirnya semester yang bersangkutan.

13
Kepala KPKNL menyusun laporan pelaksanaan Penilaian Kembali BMN berdasarkan
laporan hasil Inventarisasi dan Penilaian BMN. Laporan pelaksanaan Penilaian Kembali
disampaikan kepada Kepala Kanwil DJKN setiap bulan, paling lama 10 (sepuluh) hari
kerja setelah berakhirnya bulan yang bersangkutan.
Tim Koordinasi Tingkat Daerah menyusun konsep laporan pelaksanaan Penilaian
Kembali BMN tingkat Kanwil DJKN yang merupakan rekapitulasi laporan pelaksanaan
Penilaian Kembali BMN tingkat KPKNL untuk disampaikan kepada Kepala Kanwil
DJKN guna ditetapkan.
Kepala Kanwil DJKN menyampaikan laporan pelaksanaan Penilaian Kembali BMN
tingkat Kanwil DJKN kepada Direktur Jenderal setiap bulan, paling lama 15 (lima belas)
hari kerj a setelah berakhirnya bulan yang bersangkutan.
Tim Koordinasi Tingkat Pusat menyusun konsep laporan pelaksanaan Penilaian Kembali
BMN tingkat nasional yang merupakan rekapitulasi laporan pelaksanaan Penilaian
Kembali BMN tingkat Kanwil DJKN untuk disampaikan kepada Direktur Jenderal guna
ditetapkan.
Direktur Jenderal menyampaikan laporan pelaksanaan Penilaian Kembali BMN tingkat
nasional kepada Menteri Keuangan setiap triwulan, paling lama 1 (satu) bulan setelah
berakhirnya triwulan yang bersangkutan.
Dalam hal pelaksanaan Rekonsiliasi hasil Inventarisasi dan Penilaian terhadap seluruh
objek Penilaian Kembali BMN yang berada di UAKPB telah dilaksanakan, UAKPB tidak
lagi mempunyai kewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan Penilaian Kembali BMN.
Penyusunan Laporan Pelaksanaan Penilaian Kembali BMN yakni sebagai berikut: a.
tingkat KPKNL; b. tingkat Kanwil DJKN; c. tingkat nasional; d. tingkat Koordinator
Wilayah Pengguna Barang; e. tingkat Eselon I Pengguna Barang; dan f. tingkat Pengguna
Barang.
Dari Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kembali Barang Milik Negara sebagaimana diatur
dalam PMK Nomor 118/PMK.06/2017 tersebut, dapat dikemukan kelemahan pengendalian dan
kegagalan/risiko yakni pada Tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3 Analisis Kelemahan Pengendalian dan Kegagal/Risiko

No Kegiatan Analisis Kelemahan Pengendalian Kegagalan/Risiko


1 Penyediaan Tidak ada reviu atas data awal yang diserahkan Data awal BMN yang disiapkan UAKPB
data awal oleh UAKPNB ke KPKLN. tidak lengkap/sebahagian untuk seluruh
objek penilaian dan kelompok aset tetap.
2 Inventarisasi Reviu berjenjang tidak dilaksanakan sesuai Kertas Kerja Inventarisasi tidak lengkap
ketentuan karena terbatasnya waktu dan Laporan Hasil pelaksanaan
pelaksanaan pada Tahun 2017. Inventarisasi tidak dituangkan dengan
dokumen yang lengkap.

Satker Inaktif dan likuidasi belum melimpahkan Tidak terinventarisasinya BMN yang
seluruh asetnya. dikelola oleh satker-satker inaktif atau
satker likuidasi.

14
No Kegiatan Analisis Kelemahan Pengendalian Kegagalan/Risiko
KPKNL hanya menerima data awal dari UAKPB Pelaksanaan Penilaian Kembali BMN yang
sebagai satker pengusul tanpa melakukan survei berada di Luar Negeri tidak dilakukan
ke lokasi BMN. secara paripurna/seluruhnya.
3 Penilaian Semua penilaian dipusatkan pada KPKLN. Salah pendekatan dalam pelaksanaan
Penilaian BMN.
Tidak ada pengendalian untuk memastikan Hasil revaluasi secara desktop valuation
bahawa gedung dan bangunan serta Jalan, (untuk gedung dan bangunan serta Jalan,
Jembatan, dan Bangunan Air yang dinilai Jembatan, dan Bangunan Air) untuk
kembali telah mempertimbangkan kondisi fisik melihat apakah nilai hasil revaluasi telah
aset (asersi penilaian). mempertimbangkan kondisi fisik aset
(asersi penilaian).

KPKLN hanya menerima data dari UAKPNB dan Penilaian dilakukan terhadap: a. BMN yang
tidak menguji dengan daftar aset pada Aplikasi telah mendapat persetujuan penghapusan
Simak BMN atau pemindahtanganan dari Pengelola
Barang/Pengguna Barang; dan b. BMN
yang secara fisik tidak ditemukan
berdasarkan laporan hasil Inventarisasi.
Hasil Penilaian BMN untuk Penilaian
Kembali dituangkan dalam laporan hasil
Penilaian.

4 Penyusunan Reviu secara berjenjang tidak berjalanan Laporan hasil Inventarisasi dan Penilaian
laporan hasil optimal. tidak lengkap dan tidak dilakukan oleh
Inventarisasi setiap tingkatan.
dan
Penilaian
5 Tindak lanjut Pada saat Inventarisasi tidak dilakukan Perubahan penyajian kelompok BMN yang
hasil pemastian barang yang dinilai masuk semula sebagai intrakomptabel menjadi
Inventarisasi ektrakomptabel dan intrakomptabel. ekstrakomptabel dan sebaliknya.
dan
Penilaian Operator yang melakukan input data ke Aplikasi Kesalahan koreksi nilai perolehan dan
Simak BMN harus memilah-milah akumulasi akumulasi penyusutan Aset Tetap.
penyusutan sehingga sulit dilakukan
rekonsialisasi setelah dilakukan posting jurnal Tidak dilakukan penyusutan selama sisa
koreksi. masa manfaat dari BMN yang
bersangkutan.
Kesalahan penentuan masa manfaat baru
atas BMN yang bersangkutan oleh Tim
Pelaksana.
6 Monitoring Monitoring dan Evaluasi dibuat jika terdapat Laporan Monitoring dan evaluasi atas
dan evaluasi masalah. pelaksanaan Penilaian Kembali BMN tidak
lengkap dan tidak dilakukan oleh setiap
tingkatan.

7 Penyusunan Laporan dibuat masing-masing tingkatan dan Perbedaan nilai dalam Laporan
laporan dilakukan secara berjenjang, tidak dilakukan Pelaksanaan Penilaian Kembali pada: a.
pelaksanaan rekonsiliasi kembali hanya mengandalkan data tingkat KPKNL; b. tingkat Kanwil DJKN; c.
Penilaian dari masing-masing jenjang. tingkat nasional; d. tingkat Koordinator
Kembali. Wilayah Pengguna Barang; e. tingkat
Eselon I Pengguna Barang; dan f. tingkat
Pengguna Barang.

Sumber: Diolah dari Kelemahan Pengendalian atas Penilaian Kembali Aset Tetap

15
2.5 Revaluasi Aset Tetap Secara Parsial Berdasarkan IPSAS 17 dan PSAK 16
Revaluasi aset tetap secara parsial berdasarkan International Public Sector Accounting
Standard (IPSAS) 17 dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 16 diuraikan sebagai
berikut.
a. IPSAS 17 - Property, Plant and Equipment
IPSAS 17 memperbolehkan revaluasi aset tetap secara parsial sebagaimana diatur pada
Paragraf 51 s.d. 53 yakni sebagai berikut:
1) If an item of property, plant and equipment is revalued, the entire class of property,
plant and equipment to which that asset belongs shall be revalued.
2) A class of property, plant and equipment is a grouping of assets of a similar nature or
function in an entity’s operations. The following are examples of separate classes: (a)
Land; (b) Operational buildings; (c) Roads; (d) Machinery; (e) Electricity transmission
networks; (f) Ships; (g) Aircraft; (h) Specialist military equipment; (i) Motor vehicles;
(j) Furniture and fixtures; (k) Office equipment; and (l) Oil rigs.
3) The items within a class of property, plant and equipment are revalued simultaneously
in order to avoid selective revaluation of assets and the reporting of amounts in the
financial statements that are a mixture of costs and values as at different dates. However,
a class of assets may be revalued on a rolling basis provided revaluation of the class of
assets is completed within a short period and provided the revaluations are kept up to
date.
Perlakukan terhadap akumulasi penyusutan aset yang direvaluasi sebagaimana diatur pada
Paragraf 50 yakni sebagai berikut:
When an item of property, plant and equipment is revalued, any accumulated depreciation at
the date of the revaluation is treated in one of the following ways:
1) Restated proportionately with the change in the gross carrying amount of the asset so that
the carrying amount of the asset after revaluation equals its revalued amount. This
method is often used when an asset is revalued by means of applying an index to its
depreciated replacement cost.
2) Eliminated against the gross carrying amount of the asset and the net amount restated to
the revalued amount of the asset. This method is often used for buildings.
b. PSAK 16 – Akuntansi Aset Tetap
PSAK 16 juga memperbolehkan revaluasi aset tetap secara parsial sebagaimana diatur pada
Paragraf 36 s.d. 38 yakni sebagai berikut:
1) Jika suatu aset tetap direvaluasi, maka seluruh aset tetap dalam kelas yang sama
direvaluasi.
2) Suatu kelas aset tetap adalah pengelompokkan aset-aset yang memiliki sifat dan kegunaan
yang serupa dalam operasi entitas. Berikut adalah contoh dari kelas tersendiri: (a) tanah;

16
(b) tanah dan bangunan; (c) mesin; (d) kapal; (e) pesawat udara; (f) kendaraan berrnotor;
(g) perabotan; dan (h) peralatan kantor.
3) Aset-aset dalam suatu kelas aset tetap direvaluasi secara bersamaan untuk menghindari
revaluasi aset secara selektif dan bercampurnya biaya perolehan dan nilai lain pada
tanggal berbeda. Akan tetapi, suatu kelas aset dapat direvaluasi secara bergantian
sepanjang revaluasi dari kelas aset tersebut dapat diselesaikan secara lengkap dalam
periode yang singkat dan sepanjang revaluasi dimutakhirkan.
Perlakukan terhadap akumulasi penyusutan aset yang direvaluasi sebagaimana diatur pada
Paragraf 35 yakni jika aset tetap direvaluasi, maka akumulasi penyusutan pada tanggal
revaluasi diperlakukan dengan salah satu cara berikut ini:
1) disajikan kembali secara proporsional dengan perubahan dalam jumlah tercatat bruto aset
sehingga jumlah tercatat aset setelah revaluasi sama dengan jumlah revaluasiannya.
Metode ini sering digunakan jika aset direvaluasi dengan cara memberi indeks untuk
menentukan biaya penggantiannya. (Lihat PSAK 68: Pengukuran Nilai Wajar).
2) dieliminasi terhadap jumlah tercatat bruto aset dan jumlah tercatat neto setelah eliminasi
disajikan kembali sebesar jumlah revaluasian dari aset tersebut. Metode ini sering
digunakan untuk bangunan.
Pada Paragraf 42a, disebutkan bahwa jika entitas mengubah kebijakan akuntansi dari model
biaya ke model revaluasi dalam pengukuran aset tetap, maka perubahan tersebut berlaku
secara prospektif.

17
BAB 3 HASIL ANALISIS REVALUASI ASET TETAP

3.1 Kesesuaian Revaluasi Aset Tetap dengan SAP


Direktorat Jenderal Kekayaan Negara telah melakukan Permintaan Pendapat atas Rencana
Revaluasi Aset Tetap pada Pemerintah Pusat kepada KSAP melalui Surat Nomor S-
2042/KN/2016 tanggal 30 Nopember 2016 diantaranya mempertanyakan hal-hal sebagai
berikut.
a. Obyek aset tetap yang akan dinilai kembali hanya berupa Tanah, Gedung dan Bangunan,
serta Jalan, lrigasi dan Jaringan.
b. Obyek aset tetap yang akan dinilai kembali sebagaimana dimaksud pada butir a adalah yang
diperoleh sampai dengan 31 Desember 2015.
c. Metodologi penilaian kembali atas aset tetap tidak seluruhnya menggunakan metode Full
Valuation, namun juga menggunakan metode Desktop Valuation dengan indeksasi.
Metode Full Valuation adalah penilaian dengan cara survei lapangan dengan pendekatan
data pasar untuk tanah dan pendekatan biaya untuk selain tanah. Metode Full Valuation
selama ini telah digunakan untuk menilai aset tetap pada pemerintah. Sedangkan Desktop
Valuation dengan indeksasi adalah penilaian yang dilakukan tanpa survey lapangan terhadap
obyek penilaian dengan cara menghitung nilai dasar dikalikan nilai indeks.
d. Terhadap obyek aset tetap yang akan dinilai kembali pada Perwakilan RI di luar negeri akan
dilakukan secara sampling.
Terkait dengan rencana penilalan kembali aset tetap pada Pemerintah Pusat tersebut,
KSAP berpendapat melalui Surat Nomor S-151/K.1/KSAP/XII/2016 tanggal 22 Desember 2016
sebagai berikut:
a. Penilaian kembali dapat dilakukan untuk klasifikasi atau kelompok tertentu dari Aset Tetap,
namun harus menyeluruh untuk seliap aset yang masuk dalam klasifikasi atau kelompok Aset
Tetap yang sama tersebut. Ruang lingkup atau obyek Aset Tetap yang dinilai agar dituangkan
dalam ketentuan Pemerintah yang belaku secara nasional.
b. Penentuan batas waklu perolehan Aset Tetap yang akan dinilai kembali merupakan kebijakan
akuntansi entitas dengan mempertimbangkan adanya perbedaan nilai yang signifikan antara
nllai wajar dengan nilai tercatat dari aset yang bersangkutan.
c. Penilaian kembali Aset Tetap dilakukan untuk menghasilkan nilai wajar yang andal.
Penentuan metode penilaian kembali merupakan kewenangan Pemerintah dengan
mempertimbangkan prinsip biaya dan manfaat.
d. Penilaian kembali Aset Tetap di luar negeri agar diakukan secara keseluruhan/popolasi dan
tidak dilakukan secara sampling.
Pada Januari 2016, KSAP pernah menerbitkan Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan (IPSAP) Nomor 04 tentang Perubahan Kebijakan Akuntansi dan Koreksi

18
Kesalahan Tanpa Penyajian Kembali Laporan Keuangan. Latar belakang penerbitan IPSAP 04
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) tidak mengatur mengenai penyajian kembali laporan
keuangan. Kewajiban penyajian kembali laporan keuangan diatur dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) atau International Public Sector Accounting Standards
(IPSAS), sehingga menimbulkan penafsiran bahwa penyajian kembali tersebut juga
diperlukan dalam rangka penerapan SAP Berbasis Akrual sesuai Lampiran I Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Penafsiran
ini didasarkan pada prinsip diperlukannya perbandingan laporan keuangan tahun berjalan
dengan laporan keuangan tahun sebelumnya.
b. Terdapat berbagai tafsir tentang koreksi kesalahan akuntansi akibat belum diterapkannya
akuntansi penyusutan aset tetap, akuntansi penyisihan piutang dan lain-lain, sesuai PP Nomor
24 Tahun 2005 dan Lampiran II PP Nomor 71 Tahun 2010 yang mengatur SAP Berbasis Kas
Menuju Akrual untuk periode akuntansi 2005 - 2014.
Tujuannya Kerangka Konseptual adalah sebagai acuan bagi: (a) penyusun standar dalam
melaksanakan tugasnya; (b) penyusun laporan keuangan dalam menanggulangi masalah
akuntansi yang belum diatur dalam standar; (c) pemeriksa dalam memberikan pendapat
mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan standar; dan (d) para pengguna
laporan keuangan dalam menafsirkan informasi yang disajikan pada laporan keuangan yang
disusun sesuai dengan standar. Kerangka Konseptual berfungsi sebagai acuan dalam hal terdapat
masalah akuntansi yang belum dinyatakan dalam standar akuntansi pemerintahan.
Kerangka Konseptual diantaranya menyatakan sebagai berikut:
a. Paragraf 14, Pemerintah menginvestasikan dana yang besar dalam bentuk aset yang tidak
secara langsung menghasilkan pendapatan bagi pemerintah, seperti gedung perkantoran,
jembatan, jalan, taman, dan kawasan reservasi. Sebagian besar aset dimaksud mempunyai
masa manfaat yang lama sehingga program pemeliharaan dan rehabilitasi yang memadai
diperlukan untuk mempertahankan manfaat yang hendak dicapai. Dengan demikian, fungsi
aset dimaksud bagi pemerintah berbeda dengan fungsinya bagi organisasi komersial.
Sebagian besar aset tersebut tidak menghasilkan pendapatan secara langsung bagi
pemerintah, bahkan menimbulkan komitmen pemerintah untuk memeliharanya di masa
mendatang
b. Paragraf 39, Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat
dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas
pelaporan lain pada umumnya. Perbandingan dapat dilakukan secara internal dan eksternal.
Perbandingan secara internal dapat dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan
akuntansi yang sama dari tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila
entitas yang diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila entitas
pemerintah menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik daripada kebijakan akuntansi
yang sekarang diterapkan, perubahan tersebut diungkapkan pada periode terjadinya
perubahan.

19
c. Paragraf 46, Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar atau sebesar
nilai wajar dari imbalan (consideration) untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan.
d. Paragraf 47, Nilai historis lebih dapat diandalkan daripada penilaian yang lain karena lebih
obyektif dan dapat diverifikasi. Dalam hal tidak terdapat nilai historis, dapat digunakan nilai
wajar aset atau kewajiban terkait.
e. Paragraf 98, Pengukuran adalah proses penetapan nilai uang untuk mengakui dan
memasukkan setiap pos dalam laporan keuangan. Pengukuran pos-pos dalam laporan
keuangan menggunakan nilai perolehan historis. Aset dicatat sebesar pengeluaran/
penggunaan sumber daya ekonomi atau sebesar nilai wajar dari imbalan yang diberikan untuk
memperoleh aset tersebut.
Dari urian di atas dapat dikemukan hal-hal sebagai berikut:
a. PSAP 07 tidak mengatur Revaluasi Aset Tetap secara parsial dan perlakukan terhadap
Akumulasi Penyusutan Aset yang direvaluasi. Hingga saat ini KSAP belum melakukan
perubahan terhadap PSAP 07. Dalam hal terdapat masalah akuntansi yang belum dinyatakan
dalam standar akuntansi pemerintahan, Kerangka Konseptual dapat digunakan sebagai acuan.
Prinsip-prinsip yang diatur dalam Kerangka Konseptual Pemerintahan tidak
memperbolehkan adanya revaluasi.
b. IPSAS 17 dan PSAK 16 memperbolehkan Revaluasi Aset Tetap secara parsial dan telah
mengatur perlakukan terhadap Akumulasi Penyusutan Aset yang direvaluasi. Jika
mencermati latar belakang lahirnya IPSAP Nomor 4, untuk konsistensi KSAP juga
menerbitkan IPSAP tentang revaluasi aset tetap, sehingga tidak menimbulkan penafsiran
yang berbeda-beda dalam pelaksanaan revaluasi aset tetap secara parsial.
c. Menteri Keuangan telah menerbitkan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kembali Barang Milik
Negara melalui PMK Nomor 118/PMK.06/2017. Pelaksanaan pedoman tersebut harus
mengacu pada IPSAS 17 dan PSAK 16 yakni Penilaian kembali dapat dilakukan untuk
klasifikasi atau kelompok tertentu dari Aset Tetap, namun harus menyeluruh untuk seliap aset
yang masuk dalam klasifikasi atau kelompok Aset Tetap yang sama tersebut. Hal ini untuk
memenuhi asersi kelengkapan penyajian Laporan Keuangan Pemerintah.

3.2 Urgensi Revaluasi Aset Tetap Milik Negara


Program revaluasi barang milik negara diluncurkan untuk mewujudkan penyajian nilai
Barang Milik Negara/Daerah pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/Daerah yang akuntabel
sesuai dengan nilai wajarnya, serta dalam rangka mewujudkan pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah yang berhasil guna. Direktorat Barang Milik Negara menyebutkan bahwa tujuan
dilakukan revaluasi adalah sebagai berikut:
a. Memperoleh nilai aset tetap yang updated dalam laporan keuangan sesuai dengan nilai
wajarnya;
b. Meningkatkan leverage BMN sebagai underlying asset untuk penerbitan SBSN;

20
c. Membangun database BMN yang lebih baik untuk kepentingan pengelolaan BMN di
kemudian hari; dan
d. Mengidentifikasi BMN yang menganggur.
Untuk mewujudkan penyajian nilai Barang Milik Negara/Daerah pada Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat/Daerah yang akuntabel dan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang
berhasil guna cukup dilakukan dengan Inventarisasi Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah
dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaannya paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun tanpa harus melakukan revaluasi terhadap nilai aset tetap tersebut. Inventarisasi tersebut
juga dalam rangka menindaklajuti kelemahan Sistem Pengendalian Internal (SPI) terkait
Penatausahaan Aset Tetap pada 70 Kementrian/Lembaga sebagaimana diungkap dalam Laporan
Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemeritah Pusat Tahun 2016.
Dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah disebutkan bahwa fungsi aset bagi
pemerintah berbeda dengan fungsinya bagi organisasi komersial. Sebagian besar aset tersebut
tidak menghasilkan pendapatan secara langsung bagi pemerintah, bahkan menimbulkan
komitmen pemerintah untuk memeliharanya di masa mendatang.
Tujuan Revaluasi Aset Tetap untuk meningkatkan leverage BMN sebagai underlying asset untuk
penerbitan SBSN perlu dicermati karena kinerja keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2016 tanpa
revaluasi aset BUMN sebesar Rp767,58 triliun (Rp74,62 triliun + Rp692,96 triliun) yakni Debt
to Asset Ratio yang telah mencapai 82,96% dan Debt to Equity Ratio sebesar 486,86%. Rasio
aman Debt to Asset Ratio adalah di bawah 100,00%. Hasil Revaluasi Aset Tetap dimaksudkan
akan menurunkan Debt to Asset Ratio dan Debt to Equity Ratio sehingga meningkatkan
kemampuan pemerintah untuk memperoleh sumber pembiayaan dari penerbitan SBSN.
Peningkatan kemampuan pemerintah untuk penerbitan SBSN tersebut perlu diselaraskan dengan
kebijakan utang negara dan kemampuan pemerintah untuk melunasi utang-utangnya.
Selain itu perlu adanya kajian dari dampak dari Penilaian Kembali Aset Tetap Tanah
terhadap kenaikan harga pasar tanah yang akan memperkecil kemampuan rakyat kecil untuk
memperoleh tanah tempat tinggal.

3.3 Area Potensial Pelaksanaan Revaluasi Aset Tetap


Revaluasi Aset Tetap meliputi kegiatan: a. penyediaan data awal; b. Inventarisasi; c.
Penilaian; d. penyusunan laporan hasil Inventarisasi dan Penilaian; e. tindak lanjut hasil
Inventarisasi dan Penilaian; f. monitoring dan evaluasi; dan g. penyusunan laporan pelaksanaan
Penilaian Kembali. Untuk mengindentifikasi titik/area potensial kegagalan Penilian Kembali
Aset Tetap tersebut, penulis menggunakan analisis Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).
Pendekatan FMEA berusaha untuk mengevaluasi sebuah proses dan mengidentifikasi
dimanakah titik potensi kegagalannya (failure modes). Selain itu, FMEA juga berusaha untuk
melihat penyebab kegagalan (failure causes) dan efek yang ditimbulkan dari kegagalan
tersebut (failure effects), sehingga berguna juga untuk menakar efek/akibat dari suatu
perubahan dalam proses.
Dari hasil analisis kelemahan pada proses bisnis Revaluasi Aset Tetap dengan
mengunakan professional jugment, diperoleh area potensial yakni pada Tabel 3.1 berikut.

21
Tabel 3.1 Area Potensial Proses Revaluasi Aset Tetap

Kegiatan Kegagalan Akibat potensial Sebab Potensial

Penyediaan Data awal BMN yang disiapkan Dokumen pendukung untuk UAKPB tidak mempunyai
data awal UAKPB tidak Revaluasi tidak lengkap dan waktu yang cukup dalam
lengkap/sebahagian untuk sulit untuk ditelusuri. Penyiapan data awal dan
seluruh objek penilaian dan Revaluasi tidak paripurna. personil yang memahami
aset tetap dalam kelas yang penyediaan data awal.
sama.
Inventarisasi Kertas Kerja Inventarisasi tidak Dua kali pencatatan untuk Kurangnya Bimbingan
lengkap dan Laporan Hasil barang yang sebelumnya Teknis terhadap Tim
pelaksanaan Inventarisasi telah tercatat pada buku Impentarisasi dan
tidak dituangkan dengan barang ekstrakomptabel keterbatas waktu
dokumen yang lengkap . namun dalam hasil penilaian inventarisasi.
kembali dicatat sebagai
barang berlebih (baru
ditemukan).

Pelaksanaan Penilaian Kurang saji nilai aset tetap. Volume Pekerjaan yang
Kembali BMN yang Berada di banyak dan terbatasnya
Luar Negeri tidak dilakukan waktu.
secara paripurna/seluruhnya.

Penilaian Hasil revaluasi secara desktop Nilai hasil revaluasi tidak Pertimbangan biaya dan
valuation (untuk gedung dan mempertimbangkan kondisi manfaat.
bangunan serta Jalan, fisik aset (asersi penilaian).
Jembatan, dan Bangunan Air)
untuk melihat apakah nilai hasil
revaluasi telah mempertim-
bangkan kondisi fisik aset
(asersi penilaian).

Tindak lanjut Perubahan penyajian Lebih saji dan kurang saji Risiko human error (salah
hasil kelompok BMN yang semula Aset Tetap. input, kurang input, salah
Inventarisasi sebagai intrakomptabel klasifikasi akun, dsb) dalam
dan Penilaian menjadi ekstrakomptabel dan proses tindak lanjut hasil
sebaliknya. penilaian kembali berupa
koreksi data dan nilai BMN
Kesalahan koreksi nilai Lebih saji dan kurang saji pada LKKL.
perolehan dan nilai akumulasi Aset Tetap dan Akumulasi
penyusutan Aset Tetap. Aset Tetap dan LPE –Koreksi.

Sumber: Diolah dari Area Potensial Proses Revaluasi Aset Tetap

Matriks FMEA dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.4 Dampak Revaluasi Aset Tetap Terhadap Opini Laporan Keuangan Pemerintah
Dalam pelaksanaan pemeriksaan keuangan, Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
(SPKN) memberlakukan standar audit yang dimuat dalam Standar Pemeriksaan Akuntan Publik
(SPAP) sepanjang tidak diatur lain dalam SPKN.
Pemeriksa dalam memberikan opini mengacu pada Standar Audit (SA) 700 Perumusan
Suatu Opini dan Pelaporan atas Laporan Keuangan. Para 10 SA 700 menyatakan bahwa Auditor
harus merumuskan suatu opini tentang apakah laporan keuangan disusun, dalam semua hal yang
material, sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku. Kemudian Para 16 dan 17

22
menjelaskan bahwa auditor harus menyatakan opini tanpa modifikasian bila auditor
menyimpulkan bahwa laporan keuangan disusun, dalam semua hal yang material, sesuai dengan
kerangka pelaporan keuangan yang berlaku. Jika auditor: (a) Menyimpulkan bahwa, berdasarkan
bukti audit yang diperoleh, laporan keuangan secara keseluruhan tidak bebas dari kesalahan
penyajian material; atau (b) Tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat untuk
menyimpulkan bahwa laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian
material; auditor harus memodifikasi opininya dalam laporan auditor berdasarkan SA 705.
Berdasarkan Para 6 SA 705, kondisi yang mengharuskan dilakukannya modifikasi
terhadap opini auditor ketika: (a) Auditor menyimpulkan bahwa, berdasarkan bukti audit yang
diperoleh, laporan keuangan secara keseluruhan tidak bebas dari kesalahan penyajian material;
atau (Ref: Para. A2–A7) (b) Auditor tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat
untuk menyimpulkan bahwa laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari kesalahan
penyajian material. (Ref: Para. A8–A12).
Para A4, Dalam hubungannya dengan ketepatan kebijakan akuntansi yang dipilih oleh
manajemen, kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan dapat timbul ketika: (a)
Kebijakan akuntansi yang dipilih tidak konsisten dengan kerangka pelaporan keuangan yang
berlaku; atau (b) Laporan keuangan, termasuk catatan atas laporan keuangan, tidak
mencerminkan transaksi dan peristiwa sedemikian rupa untuk mencapai penyajian wajar.
Para A6, Dalam hubungannya dengan penerapan kebijakan akuntansi yang dipilih,
kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan dapat timbul: (a) Ketika manajemen tidak
menerapkan kebijakan akuntansi yang dipilih secara konsisten sesuai dengan kerangka
pelaporan keuangan, termasuk ketika manajemen tidak menerapkan kebijakan akuntansi yang
dipilih secara konsisten antarperiode atau terhadap transaksi dan peristiwa serupa (konsistensi
dalam penerapan); atau (b) Karena metode penerapan kebijakan akuntansi yang dipilih (seperti
suatu kesalahan dalam penerapan yang tidak disengaja).
Mengacu pada SA 700 tersebut, Pemerinksa harus memodifikasi opini Laporan Keuangan
Pemerintah yakni sebagai berikut.
a. LKKL dan LKPP
LKPP merupakan konsolidasi dari Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga
(LKKL) dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN). Dalam pelaksanaanya
BPK memberikan opini terhadap LKKL dan LKPP. Pemberian opini diberikan dengan
memperhatikan hal sebagai berikut: a) Kesesuaian LK yang diperiksa dengan SAP; b)
Kecukupan pengungkapan informasi keuangan dalam laporan keuangan sesuai dengan
pengungkapan yang diatur dalam SAP; c) Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
terkait dengan pelaporan keuangan; dan d) Efektivitas Sistem Pengendalian Intern (SPI).
BPK harus mengkaji apakah kebijakan revaluasi aset tetap tersebut hanya sebagai window
dressing kinerja keuangan Pemerintah Pusat mengingat Debt to Asset Ratio LKPP Tahun 2016
yang telah mencapai 71,28% dan Debt to Equity Ratio Tahun 2016 sebesar 248,25% (setelah
revaluasi aset BUMN). Kemudian mempertimbangkan dampaknya terhadap para pengguna
Laporan Keuangan dalam hal pengambilan keputusan.

23
Hasil pelaksanaan Revaluasi Aset Tetap Tahun 2017, menghasilkan penambahan nilai
Aset Tetap sebesar Rp1.800 triliun. Penambahan nilai tersebut material terhadap LKKL dan
LKPP Tahun 2017. Pelaksanaan Revaluasi Aset Tetap secara parsial berpotensi tidak sesuai
dengan IPSAS 17 dan PSAK 16 yakni inkonsistensi penyajian nilai aset pada tanggal-tanggal
pelaporan (asersi kelengkapan). Dengan demikian, Pemeriksa akan memodifikasi opini LKKL
dan LKPP atas pelaksanaan Revaluasi Aset Tetap tersebut.
b. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
Secara substansial, terdapat tiga lingkup pemerintahan dalam sistem pemerintahan
Republik Indonesia, yaitu pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota. Pemerintah yang lebih luas cakupannya memberi arahan pada pemerintahan
yang cakupannya lebih sempit.
Dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2017 menyatakan bahwa Pemerintah Daerah
melaksanakan Penilaian Kembali atas Barang Milik Daerah berupa Aset Tetap. Menteri Dalam
Negeri menyusun pedoman pelaksanaan Penilaian Kembali Barang Milik Daerah. Gubernur/
Bupati/Walikota sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan Barang Milik Daerah menetapkan
kebijakan pelaksanaan Penilaian Kembali Barang Milik Daerah dengan berpedoman pada
Peraturan Menteri Dalam Negeri. Hingga saat ini, Pedoman pelaksanaan penilaian kembali
Barang Milik Daerah belum diterbitkan oleh Menteri Dalam Negeri.
Pemerintah Daerah yang tidak melakukan penilaian kembali Barang Milik Daerah
berpotensi tidak mematuhi Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2017. Dengan demikian
Penyajian nilai Barang Milik Negara Daerah pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang
akuntabel sesuai dengan nilai wajarnya dan dalam rangka mewujudkan pengelolaan Barang
Milik Daerah yang berhasil guna tidak tercapai.

24
BAB 4 RANCANGAN PEMERIKSAAN

4.1 Tujuan Pemeriksaan


Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2017 dan 2018 bertujuan
untuk memberikan opini atas kewajaran LK Pemerintah Pusat dengan memperhatikan:
a. Kesesuaian LK yang diperiksa dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP);
b. Kecukupan pengungkapan informasi keuangan dalam laporan keuangan sesuai dengan
pengungkapan yang diatur dalam SAP;
c. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan terkait dengan pelaporan keuangan; dan
d. Efektivitas Sistem Pengendalian Intern (SPI).

4.2 Jangka Waktu Pemeriksaan


Pemeriksaan dilakukan pada Semester I Tahun 2018 dan 2019 yang disesuikan dengan
jangka waktu pemeriksaan Laporan Keuangan Kementrian dan Lembaga.

4.3 Jumlah dan Kompetensi Pemeriksaan yang Diperlukan


Jumlah dan kompetensi pemeriksa yang diperlukan adalah jumlah dari seluruh
pemeriksaan Laporan Keuangan Kementrian dan Lembaga. Penambahan pemeriksa dianjurkan
karena adanya penambahan objek pemeriksaan terhadap 934.409 item BMN.

4.4 Data yang Perlu Dikumpulkan untuk Pemeriksaan


Data yang perlu dikumpulkan untuk pemeriksaan atas Penilaian Kembali Aset Tetap
sebagai data permintaan awal yakni sebagai berikut:
a. Data awal BMN pada KPKNL meliputi: 1). Daftar Barang Kuasa Pengguna; 2). buku barang;
3). Kartu Identitas Barang; 4). Laporan Barang Kuasa Pengguna semesteran dan tahunan; 5).
dokumen kepemilikan BMN; 6). dokumen pengelolaan dan penatausahaan BMN; dan 7).
dokumen lainnya yang diperlukan.
b. Laporan hasil Inventarisasi terdiri atas: 1). rekapitulasi hasil Inventarisasi; 2). daftar barang
hasil Inventarisasi barang baik; 3). daftar barang hasil Inventarisasi barang rusak ringan; 4).
daftar barang hasil Inventarisasi barang rusak berat; 5). daftar barang hasil Inventarisasi
barang berlebih; 6). daftar barang hasil Inventarisasi barang tidak ditemukan; 7). daftar
barang hasil Inventarisasi barang dalam sengketa; 8). catatan atas hasil Inventarisasi; dan 9).
surat keterangan dari KPB/pejabat yang ditunjuk mengenai kebenaran hasil pelaksanaan
Inventarisasi.
c. Data pendukung Penilaian BMN: 1). pendekatan data pasar; 2). pendekatan biaya; dan/ atau
3). pendekatan pendapatan.

25
d. Dokumentasi survei lapangan, untuk objek Penilaian Kembali berupa Tanah.
e. Buku Besar BMN dan Akumulasi Penyusutan Aset Tetap.
f. Daftar BMN intrakomptabel dan ekstrakomptabel.
g. Laporan Pelaksanaan Penilaian Kembali BMN: a. tingkat KPKNL; b. tingkat Kanwil DJKN;
c. tingkat nasional; d. tingkat Koordinator Wilayah Pengguna Barang; e. tingkat Eselon I
Pengguna Barang; dan f. tingkat Pengguna Barang.
h. Database Aset Tetap di luar negari dan Laporan Pelaksanaan Penilaian Kembali BMN yang
berada di luar negeri.

4.5 Metode/Teknik dan Prosedur Pemeriksaan


Metodologi pemeriksaan LKPP merupakan satu kesatuan metodologi pemeriksaan
LKKL, LKBUN dan konsolidasinya. Pemeriksaan LKPP, LKBUN, dan LKKL menggunakan
pendekatan pemeriksaan berbasis risiko (risk-based audit) secara efektif, sehingga pemeriksaan
fokus pada area-area berisiko yang telah diidentifikasi, termasuk risiko kecurangan (fraud).
Saat Pemeriksa LKKL/LKBUN melaksanakan pemeriksaan terhadap informasi keuangan
atas komponen signifikan, Pemeriksa LKPP harus terlibat dalam penilaian risiko yang dilakukan
oleh Pemeriksa LKKL/LKBUN untuk mengidentifikasi risiko signifikan atas salah saji LKPP.
Sifat, waktu, dan luasnya keterlibatan Pemeriksa LKPP dipengaruhi oleh pemahaman Pemeriksa
LKPP terhadap Pemeriksa LKKL/LKBUN.
Saat risiko signifikan atas salah saji terhadap LKPP telah diidentifikasi dalam LKKL/
LKBUN, Pemeriksa LKPP harus memastikan bahwa prosedur pemeriksaan yang akan
dilaksanakan oleh Pemeriksa LKKL/LKBUN sudah memadai dalam rangka menanggapi risiko
signifikan yang teridentifikasi tersebut. Berdasarkan pemahaman Pemeriksa LKPP terhadap
Pemeriksa LKKL/LKBUN, Pemeriksa LKPP harus dapat menentukan apakah Pemeriksa LKPP
tersebut perlu untuk terlibat dalam melaksanakan prosedur pemeriksaan lebih lanjut yang akan
dilaksanakan oleh Pemeriksa LKKL/LKBUN. Pemeriksa LKPP harus mengkomunikasikan
terlebih dahulu keterlibatannya dalam Pemeriksaan LKKL/LKBUN kepada Tim Pokja.
Selanjutnya, Tim Pokja mengkaji dan memutuskan perlu/tidaknya Pemeriksa LKPP terlibat
lebih lanjut dalam pemeriksaan LKKL/LKBUN.
Risiko Pemeriksaan akibat Revaluasi Aset Tetap yakni sebagai berikut:
a. Matriks Desain Pemeriksaan
Matrik Desain Pemeriksaan atas Revaluasi Aset Tetap dapat dilihat pada Lampiran 2.
b. Risiko Bisnis dan Risiko Kecurangan
1) Risiko Bisnis (Business Risk Matrix/BRM)
Penilaian Risiko Bisnis digunakan sebagai dasar dalam menentukan PM kualitatif dan
menetapkan prosedur tambahan dalam penyusunan program pemeriksaan. Matriks Risiko
Bisnis (Business Risk Matrix/BRM) menghimpun seluruh kondisi atau peristiwa yang

26
berisiko secara signifikan pada entitas, yang dapat mengakibatkan entitas tersebut gagal
dalam mencapai tujuannya. Risiko kegagalan tersebut juga dapat berpengaruh kepada
keandalan laporan keuangan, efisiensi dan efektivitas, serta kepatuhan terhadap
perundang-undangan. Ada lima aspek yang dinilai dapat berpengaruh pada Risiko
Pemeriksaan, yaitu: (1) perubahan kebijakan, lingkungan operasi dan peraturan
perundang-undangan, (2) hubungan dengan stakeholder, (3) risiko kinerja keuangan,(4)
tujuan, sasaran dan strategi entitas, serta (5) risiko sistem informasi. Rincian Business Risk
Matrix/BRM dapat dilihat pada Lampiran 3.
2) Risiko Kecurangan (Fraud Risk Assesment Matriks/FRAM)
Penilaian risiko kecurangan (Fraud Risk Assesment Matriks/FRAM) digunakan sebagai
dasar dalam menentukan PM kualitatif dan menetapkan prosedur tambahan dalam
penyusunan program pemeriksaan untuk mendeteksi salah saji dalam laporan keuangan
yang bersifat material yang disebabkan oleh kecurangan. Berdasarkan hasil analisis tidak
ditemukan adanya risiko kecurangan dalam proses revaluasi aset tetap.
c. Risiko Bawaan (IR)
Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu
salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian yang terkait. Ada empat
pertimbangan dalam penilaian risiko bawaan yakni sebagai berikut:
1) Jenis-jenis transaksi (rutin/non-rutin) dan tingkat kompleksitasnya;
2) Tingkat subyektivitas atas pertimbangan-pertimbangan yang disyaratkan oleh standar
akuntansi;
3) Tingkat kerentanan terhadap penyalahgunaan/pencurian; dan
4) Faktor-faktor terkait dengan salah saji dikarenakan adanya kecurangan terhadap laporan
keuangan.
Penambahan obyek pemeriksaan terhadap 934.409 item BMN yang dinilai kembali pada
Tahun 2017 dan 2018 meningkatkan tingkat subyektivitas atas pertimbangan-pertimbangan
yang disyaratkan oleh standar akuntansi dan faktor-faktor terkait dengan salah saji
dikarenakan adanya kecurangan terhadap laporan keuangan. Perbandingan Risiko Bawaan
Aset Tetap sebelum dan sesudah revaluasi dapat dilihat pada Lampiran 4.
d. Risiko Pengendalian (CR)
Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam
suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian internal
entitas.
Dari 14 resiko pada proses bisnis Revaluasi Aset Tetap terpilih sebanyak enam risiko
(42,86%) yang menjadi fokus pemeriksaan Aset Tetap yakni sebagai berikut:
1) Data awal BMN yang disiapkan UAKPB tidak lengkap/sebahagian untuk seluruh objek
penilaian dan aset tetap dalam kelas yang sama;

27
2) Kertas Kerja Inventarisasi tidak lengkap dan Laporan Hasil pelaksanaan Inventarisasi
tidak dituangkan dengan dokumen yang lengkap;
3) Pelaksanaan Penilaian Kembali BMN yang Berada di Luar Negeri tidak dilakukan secara
paripurna;
4) Hasil revaluasi secara desktop valuation (untuk gedung dan bangunan serta Jalan,
Jembatan, dan Bangunan Air) untuk melihat apakah nilai hasil revaluasi telah
mempertimbangkan kondisi fisik aset (asersi penilaian);
5) Perubahan penyajian kelompok BMN yang semula sebagai intrakomptabel menjadi
ekstrakomptabel dan sebaliknya; dan
6) Kesalahan Koreksi nilai perolehan dan nilai akumulasi penyusutan Aset Tetap.
Hasil Penilaian Risiko Pengendalian (CR) Revaluasi Aset Tetap dapat dilihat pada Lampiran
5.
e. Risiko Pemeriksaan (AR)
Risiko pemeriksaan adalah risiko yang timbul karena pemeriksa tanpa disadari, tidak
memodifikasi opininya sebagaimana mestinya atas suatu laporan keuangan yang
mengandung salah saji material. Berdasarkan Panduan Pemeriksaan LKPP/LKKL/LKBUN
yang ditetapkan dengan Keputusan BPK Nomor 2/K/I-XIII.2/2/2016 tanggal 4 Februari 2016
antara lain menjelaskan bahwa entitas pemeriksaan LK merupakan sektor publik dengan
ketentuan pengelolaan (proses bisnis) yang sama untuk semua entitas, maka BPK
menetapkan nilai AR yang sama untuk semua entitas pemeriksaan LKPP/LKKL/LKBUN
yaitu sebesar 5%.
f. Risiko Deteksi
Risiko deteksi merupakan risiko bahwa pemeriksa tidak dapat mendeteksi salah saji material
pada saat melaksanakan prosedur substantif. Semakin tinggi risiko deteksi, semakin rendah
efektifitas pelaksanaan prosedur substantif. Sebaliknya, semakin rendah risiko deteksi,
semakin tinggi efektivitas pelaksanaan prosedur substantif.
Hasil Penilaian Risiko Deteksi dapat dilihat pada Lampiran 6.
g. Planning Materiality dan Tolerable Misstatement
Planning Materiality (PM) dan Tolerable Misstatement (TM) di tahap perencanaan
berpengaruh pada penentuan sifat, saat, dan luas prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan,
sehingga diperoleh bukti pemeriksaan yang kompeten sebagai dasar yang memadai untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diperiksa. Pada tahap ini, Pemeriksa juga
mempertimbangkan salah saji yang mungkin tidak material secara kuantitatif, tetapi material
secara kualitatif.
Tingkat materialitas berhubungan terbalik dengan banyaknya bukti/ukuran sampel. Semakin
tinggi tingkat materialitas, semakin sedikit bukti yang diperlukan atau sampel yang akan
diambil oleh Pemeriksa untuk dapat menyatakan pendapat. Sebaliknya, jika materialitas yang
ditetapkan rendah, maka diperlukan bukti atau sampel yang lebih banyak.

28
Dengan asumsi rate PM sebesar 5%, maka nilai PM pada tahap perencanaan adalah sebesar
Rp93.213.754.594.748,00 (5% x Rp1.864.275.091.894.960,00).
h. Sampling dan Planning Coverage
Pemilihan sampling dilakukan dengan Pendekatan Non Statistik per Akun dan per Satker
dengan mempertimbangkan cost and benefit, waktu pemeriksaan, jumlah SDM yang dimiliki
dan signifikansi akun yang diuji terhadap laporan keuangan.
Tabel 4.1 Risiko Gabungan dan Jumlah Sampel

No. Risiko Jumlah Sampel


Gabungan/RoMM
1. Tinggi Minimal 10% (sepuluh persen) dari populasi dokumen atau nilai rupiah

2. Sedang Minimal 5% (lima persen) dari populasi dokumen atau nilai rupiah

3. Rendah Minimal 3% (tiga persen) dari populasi dokumen atau nilai rupiah

Sumber: Panduan Pemeriksaan LKPP/LKKL/LKBUN

Dengan mempertimbangkan RoMM Aset Tetap dan jumlah hasil revaluasi aset tetap pada
Tahun 2017, maka minimal sampling tambahan untuk pemeriksaan Aset Tetap adalah sebesar
180 triliun atau (10% dari Rp1.800 triliun).
i. Strategi Pemeriksaan
Strategi Pemeriksaan Revaluasi Aset Tetap yakni sebagai berikut:
1) Focus Group Discussion (FGD) dengan Pemerintah dan KSAP;
2) Memahami pedoman pelaksanaan Penilaian Kembali Barang Milik Negara dan menilai
kesesuian dengan SAP;
3) Menambah sampling pemeriksaan terhadap Aset Tetap dari populasi yang direvaluasi
minimal sebesar 10%;
4) Revaluasi Aset Tetap menjadi fokus pemeriksaan dan mendalam; dan
5) Fokus pada enam risiko yang terpilih pada Control Risk Matriks Penilaian Aset Tetap.
j. Prosedur Pemeriksaan
Prosedur Pemeriksaan atas Revaluasi Aset Tetap dapat dilihat pada Lampiran 7.

29
BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan
Revaluasi Aset Tetap tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam Kerangka
Konseptual Pemerintahan. KSAP belum melakukan perubahan terhadap PSAK ataupun
penerbitan IPSAP terkait dengan pelaksanaan Revaluasi Aset Tetap secara parsial sebagaimana
diatur dalam IPSAS 17 dan PSAK 16.
Pedoman pelaksanaan Penilaian Kembali Barang Milik Daerah juga belum diterbitkan
oleh Menteri Dalam Negeri sehingga tujuan Penyajian nilai Barang Milik Daerah pada Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah yang akuntabel sesuai dengan nilai wajarnya dan dalam rangka
mewujudkan pengelolaan Barang Milik Daerah yang berhasil guna berpotensi tidak tercapai.
Hasil pelaksanaan Revaluasi Aset Tetap Tahun 2017, menghasilkan penambahan nilai
Aset Tetap sebesar Rp1.800 triliun. Penambahan nilai tersebut material terhadap LKKL dan
LKPP Tahun 2017. Pelaksanaan Revaluasi Aset Tetap secara parsial berpotensi tidak sesuai
dengan IPSAS 17 dan PSAK 16 yakni inkonsistensi penyajian nilai aset pada tanggal-tanggal
pelaporan (asersi kelengkapan). Dengan kondisi tersebut Pemeriksa harus memperbaharui
strategi dan prosedur pemeriksaannya. Prosedur tambahan atas pengujian Aset Tetap adalah
sebagai berikut:
a. Dapatkan data aset yang telah/akan direvaluasi per kelompok aset (Tanah Bangunan, Jalan
Irigasi dan Jembatan dan Bangunan Air). Pastikan bahwa seluruh objek revaluasi sudah
masuk dalam data awal dan aset tetap dalam kelas yang sama;
b. Lakukan pengujian untuk memastikan keandalan SPI dan kepatuhan proses penilaian kembali
apakah sudah sesuai dengan PMK Nomor 111/PMK.06/2017 dan 118/PMK.06/2017 serta
peraturan teknis lainnya yang terkait;
c. Analisis dan identifikasi perbedaan nilai antara aset yang telah direvaluasi dan belum
direvaluasi;
d. Lakukan pengujian substantif untuk memastikan seluruh hasil revaluasi aset tetap (tanah,
gedung dan bangunan, jalan, irigasi jembatan dan bangunan air) telah dicatat dalam SIMAK
BMN. Bandingkan pencatatan pada SIMAK BMN dengan semua LHIP;
e. Lakukan pengujian secara sampel atas hasil revaluasi secara desktop valuation (untuk gedung
dan bangunan serta Jalan, Jembatan, dan Bangunan Air) untuk melihat apakah nilai hasil
revaluasi telah mempertimbangkan kondisi fisik aset (asersi penilaian);
f. Lakukan pengujian secara uji petik atas hasil revaluasi, apakah revaluasi yang dilakukan: (a)
telah mencakup seluruh aset yang seharusnya di revaluasi (asersi kelengkapan) dan (b)
dilakukan atas aset yang secara fisik memang benar-benar ada (asersi keberadaan);
g. Pastikan bahwa Pelaksanaan Penilaian Kembali BMN yang Berada di Luar Negeri dilakukan
secara keseluruhan; dan
h. Lakukan pemeriksaan apakah hasil penilaian kembali BMN telah diungkapkan secara
memadai dalam CaLK, yakni: (a). Dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap; (b)
Tanggal efektif penilaian kembali; (c) Jika ada, nama penilai independen; (d) Hakikat setiap

30
petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya pengganti; dan (e) nilai tercatat setiap jenis
aset tetap.

5.2 Saran
a. Pemerintah Pusat
1) Meminta KSAP untuk merevisi PSAP ataupun penerbitan IPSAP terkait dengan Revaluasi
Aset Tetap secara parsial dan perlakukan Akumulasi Penyusutan Aset yang direvaluasi;
2) Memerintahkan Kementerian Dalam Negeri untuk menyelesaikan Pedoman pelaksanaan
penilaian kembali Barang Milik Daerah; dan
3) Menunda koreksi hasil revaluasi aset tahun 2017 sebesar 32% dari total 934.409 aset BMN
senilai Rp1.800 triliun pada Tahun 2018 dan mengkaji dampak penundaan tersebut
dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah Paragraf 35, 37 dan 38.
b. Badan Pemeriksa Keuangan
1) Mengkomunikasikan dampak pelaksanaan Revaluasi Aset Tetap secara parsial terhadap
Opini LKKL dan LKPP kepada Pemerintah Pusat; dan
2) Kebijakan terhadap Pemerintah Daerah yang tidak melaksanan Perpres Nomor 75 Tahun
2017 dan dampak tidak dilaksanakannya revaluasi tersebut terhadap Opini Laporan
Keuangan.

31
DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan, 2010.
IASB, International Public Sector Accounting Standard (IPSAS) 17 - Property, Plant And
Equipment, 2007.
DSAK IAI, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 16 – Aset Tetap. 29 Nopember
2011.
BPK, Keputusan BPK Nomor 2/K/I-XIII.2/2/2016 tentang Panduan Pemeriksaan
LKPP/LKKL/LKBUN, 4 Februari 2016.
_____, Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, 2017.
_____, Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun
2016 Nomor 60/LHP?XV/05/2017, 18 Mei 2017.
DSPAP IAPI, Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), 2014.
KSAP, Pendapat atas Rencana Penilaian Kembali Aset Tetap pada Pemerintah Pusat, Bunga
Rampai 2016 Studi Kasus Akuntansi Pemerintahan Untuk Periode Juli s.d. Desember.
2016.
Dr. Jan Hoesada, KSAP, Akuntansi Revaluasi Aset Pemerintahan. 15 Desember 2016.
http://nasional.kontan.co.id/news/biar-tak-idle-pemerintah-revaluasi-aset-negara
https://kumparan.com/@kumparanbisnis/dihitung-ulang-aset-negara-tahun-2018-naik-rp-1-
800-triliun
http://ekonomi.metrotvnews.com/makro/zNPdWMxN-opini-wtp-lkpp-2016-menkeu-raihan-
pertama-selama-
http://www.landasanteori.com/2015/07/pengertian-rasio-solvabilitas-jenis.html

32
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis berterima kasih kepada Mochammad Rudi Wahyudi S.E., M.Ak sebagai coach dalam
penulisan makalah ini dan dukungan dari seluruh rekan-rekan peserta Diklat KTS Angkatan
XXVIII Tahun 2018.

33
Lampiran 1
FMEA - Kegiatan Penilaian Kembali Aset Tetap
Severity (nilai Occurrence Keberadaan Sistem Detection Risk Priority Number (RPN)
Fungsi/Proses/Kegiatan Kegagalan Akibat potensial Sebab Potensial Rekomendasi Perbaikan
1‐10) (nilai 1‐10) Pengendalian (nilai 1‐10) (nilai 1‐1000)
-1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 (9)=(4)x(6)x(8) -10
Penyediaan data awal Data awal BMN yang disiapkan Dokumen pendukung untuk 9 UAKPB tidak mempunyai waktu 5 Data awal BMN disampaikan 5 225 Sosialisasi kepada UAKPB
UAKPB tidak lengkap/sebahagian Revaluasi tidak lengkap dan sulit yang cukup dalam Penyiapan kepada KPKNL sebelum terkait penyiapan data awal
untuk seluruh objek penilaian dan aset untuk ditelusuri. Revaluasi tidak data awal dan personil yang pelaksanaan Penilaian. BMN untuk keperluan
tetap dalam kelas yang sama. paripurna memahami penyediaan data awal revaluasi aset tetap

Inventarisasi Kertas Kerja Inventarisasi tidak Dua kali pencatatan untuk barang 5 Kurangnya Bimbingan Teknis 6 Memberiksan sosialisasi 8 240 Bimbingan Teknis kepada
lengkap dan Laporan Hasil yang sebelumnya telah tercatat terhadap Tim Impentarisasi dan kepada TIM Inventarisasi Tim Impentarisasi dan
pelaksanaan Inventarisasi tidak pada buku barang keterbatas waktu inventarisasi memperpanjang proses
dituangkan dengan dokumen yang ekstrakomptabel namun dalam inventarisasi sampai bulan
lengkap. hasil penilaian kembali dicatat Maret 2018
sebagai barang berlebih (baru
ditemukan).

Tidak terinventarisasinya BMN yang Kurang saji nilai aset tetap 3 Tidak ada yang 3 Transfer Aset Tetap 8 72
dikelola oleh satker-satker inaktif atau bertanggungjawab
satker likuidasi.
Pelaksanaan Penilaian Kembali BMN Kurang saji nilai aset tetap 5 Volume Pekerjaan yang banyak 5 Membuat aturan teknis 8 200 Inventarisasia dilakukan pada
yang berada di Luar Negeri tidak dan terbatasnya waktu tersendiri dengan peraturan Tahun 2018
dilakukan secara paripurna/seluruhnya. dirjen

Penilaian Salah pendekatan dalam pelaksanaan Kurang saji nilai aset tetap 2 Volume Pekerjaan yang banyak 2 Penilaian dilakukan oleh 4 16
Penilaian BMN. dan terbatasnya waktu KPKNL

Hasil revaluasi secara desktop Nilai hasil revaluasi tidak 6 Pertimbangan cost dan manfaat 9 Mengandalkan data BMN 5 270 Memperhatikan kondisi
valuation (untuk gedung dan bangunan mempertimbangkan kondisi fisik barang pada BMN
serta Jalan, Jembatan, dan Bangunan aset (asersi penilaian).
Air) untuk melihat apakah nilai hasil
revaluasi telah mempertimbangkan
kondisi fisik aset (asersi penilaian).

Penilaian dilakukan terhadap: a. BMN Ketidakkonsistenan penilaian 2 Kesalahan data dari UAKPB 2 Reviu secara berjenjang 8 32
yang telah mendapat persetujuan sesuai ketentuan
penghapusan atau pemindahtanganan
dari Pengelola Barang/Pengguna
Barang; dan b. BMN yang secara fisik
tidak ditemukan berdasarkan laporan
hasil Inventarisasi. Hasil Penilaian
BMN untuk Penilaian Kembali
dituangkan dalam laporan hasil
Penilaian.

Penyusunan laporan hasil Laporan hasil Inventarisasi dan Dokumen pendukung Revaluasi 2 Banyak Volume Pekerjaan dan 2 Pembuatan format Laporan 5 20
Inventarisasi dan Penilaian Penilaian tidak lengkap dan tidak tidak lengkap dan sulit untuk SDM tetap
dilakukan oleh setiap tingkatan. ditelusuri

Tindak lanjut hasil Perubahan penyajian kelompok BMN Lebih saji dan kurang saji aset 7 Risiko human error (salah input, 5 Reviu secara berjenjang 8 280 Data saldo asat tetap per 31
Inventarisasi dan Penilaian yang semula sebagai intrakomptabel Tetap kurang input, salah klasifikasi Desember 2016 audited
menjadi ekstrakomptabel dan akun, dsb) dalam proses tindak sebagai acuan
sebaliknya. lanjut hasil penilaian kembali
berupa koreksi data dan nilai
Kesalahan koreksi nilai perolehan dan Lebih saji dan kurang saji Aset 7 8 8 448
BMN pada LKKL Bimbingan Teknis kepada
akumulasi penyusutan Aset Tetap. Tetap dan Akumulasi Aset Tetap
UAKPB terkait koreksi nilai
dan LPE -Koreksi
perolehan dan nilai akumulasi
penyusutan aset tetap

Tidak dilakukan penyusutan selama 2 2 8 32


sisa masa manfaat dari BMN yang Kurang saji Beban LO dan
bersangkutan. Akumulasi Penyusutan

Kesalahan penentuan masa manfaat 2 2 Tabel Masa Manfaat 8 32


baru atas BMN yang bersangkutan Kurang saji/lebih saji Beban LO
oleh Tim Pelaksana. dan Akumulasi Penyusutan

Monitoring dan evaluasi Laporan Monitoring dan evaluasi atas Kendala penilaian tidak dapat 2 Banyak Volume Pekerjaan dan 2 Monitoring dan Evaluasi 5 20
pelaksanaan Penilaian Kembali BMN segera ditindaklanjuti SDM tetap dilakukan secara berjenjang
tidak lengkap dan tidak dilakukan oleh dan telah dibuatkan format
setiap tingkatan. isian minimal yang dievaluasi

Penyusunan laporan Perbedaan nilai dalam Laporan Tidak diiyakini nilai penilaian 2 Risiko human error (salah input, 2 Pembuatan Format untuk 2 8
pelaksanaan Penilaian Pelaksanaan Penilaian Kembali pada: kembali kurang input, salah klasifikasi setiap tingkat pelaporan dan
Kembali. a. tingkat KPKNL; b. tingkat Kanwil akun, dsb) dalam proses dilakukan secara berjenjang
DJKN; c. tingkat nasional; d. tingkat pelaporan
Koordinator Wilayah Pengguna
Barang; e. tingkat Eselon I Pengguna
Barang; dan f. tingkat Pengguna
Barang.

Arti Nilai
Deskripsi Arti Nilai Terendah
Tertinggi
Severity Tingkatan seberapa parah kerusakan yang Kerusakan kecil Kerusakan besar
diakibatkan kegagalan, sangat terkait
dengan apa yang penting bagi entitas
maupun stakeholders (contoh: reputasi,
opini laporan keuangan, ketertarikan
investor, laba/rugi, aspek hukum, dll).

Occurrence Tingkatan seberapa sering kegagalan Sangat tidak mungkin/jarang terjadi Sangat
terjadi dalam satu siklus proses. mungkin/sering
terjadi
Detection Tingkatan seberapa mudah kemungkinan Sangat mudah untuk Sangat sulit
suatu masalah dapat dideteksi dan dicegah. dideteksi/dicegah untuk
dideteksi/dicegah
Lampiran 2
Matrik Desain Pemeriksaan
Apakah analisis ini memungkinkan
Pertanyaan-pertanyaan Pemeriksaan Kriteria dan Informasi yang diperlukan dan Sumber-sumbernya Ruang Lingkup dan Metodologi Keterbatasan
Anda untuk mengatakan
Apakah penilaian kembali BMN secara Kriteria berupa: Strategi untuk mengumpulkan informasi atau data Dalam hal belum ada pengaturan lebih
bertahap dan objek secara BMN yang dinilai1) Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar yang diperlukan adalah studi kasus dan focus rinci dalam SAP, Pemerintah dapat
secara khusus diperkenankan oleh SAP jika Akuntansi Pemerintahan. group . mengacu pada best practices penilaian
belum diatur apakah penggunaan best 2) Perpres Nomor 75 Tahun 2017 tentang Penilaian Kembali kembali Aset Tetap diantaranya
practices diperkenankan? Barang Milik Negara/Daerah. mengacu kepada IPSAP 17 dan PSAK
3) Best practices penilaian kembali Aset Tetap. 16.
4) Pendapat KSAP
Sumber: KSAP dan Literatur
Apakah LKKL dan BLU dalam melaksanakan Kriteria berupa: Sampling Pemeriksaan akan dilakukan secara uji Pengujian dilakukan secara uji petik. LKKL dan BLU dalam melaksanakan
penilai kembali BMN pada Tahun 2017 telah 1) PMK Nomor 111/PMK.06/2017 tanggal 1 Agustus 2017 tentang petik secaracek
Sampling random
fisik sampling dengan pendekatan
juga dilakukan khusus untuk Kemungkinan Lokasi BMN tersebar penilai kembali BMN pada Tahun 2017
sesuai dengan PMK Nomor 111/PMK.06/2017 Penilaian Barang Milik Negara, penilaian Tanah. dibeberapa tempat yang membutuhkan tidak mengacu pada PMK Nomor
dan PMK Nomor 118/PMK.06/2017? 2) PMK Nomor 118/PMK.06/2017 tanggal 28 Agustus 2017 tentang waktu dan biaya pemeriksaan yang 111/PMK.06/2017 dan PMK Nomor
Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kembali Barang Milik Negara besar 118/PMK.06/2017

Sumber : Dari Website Kementrian Keuangan Total Populasi Revaluasi aset yang akan dilakukan
terhadap 934.409 item Barang Milik Negara (BMN)

Informasi yang Diperlukan:


1) Laporan hasil Inventarisasi dan Penilaian;
2) Tindak lanjut hasil Inventarisasi dan Penilaian;
3) Laporan Monitoring dan evaluasi; dan
4) Laporan pelaksanaan Penilaian Kembali
Sumber dari LKKL dan BLU yang melaksanakan penilaian kembali
BMN
Apakah hasil penilaian kembali BMN telah Kriteria: Menguji seluruh penilaian kembali BMN yang telah Aplikasi SIMAK BMN yang belum Terjadinya human error yakni salah
disajikan secara wajar dalam semua hal yang 1) SAP; selesai dilaksanakan pada Tahun 2017 dan 2018 disesuikan dengan kondisi penilaian input, kurang input, dan salah klasifikasi
material sesuai dengan SAP/best practice s 2) Best practices penilaian kembali Aset Tetap; oleh LKKL dan BLU telah dicatat seluruhnya di kembali BMN akun dalam proses tindak lanjut hasil
dan kecukupan pengungkapan dalam CaLK? 3) Kebijakan Akuntansi LKKL dan LKPP; dan Neraca dan selisihnya diakui sebagai selisih penilaian kembali berupa koreksi data
4) Pendapat KSAP. revaluasi aset tetap di LPE dan pengujian kecukupan dan nilai BMN pada LKKL sehingga
pengungkapan pada CaLK. hasil penilaian kembali BMN belum
Informasi yang Diperlukan: disajikan secara wajar dalam semua hal
1) Laporan pelaksanaan Penilaian Kembali; yang material sesuai dengan SAP/best
2) Rekonsiliasi hasil Inventarisasi dan Penilaian BMN antara KPB practices dan belum diungkapkan
dengan KPKNL pengungkapan dalam CaLK
3) Buku Besar Aset Tetap; dan
4) CaLK LKKL.
Sumber dari LKKL dan BLU yang melaksanakan penilaian kembali
BMN
Lampiran 3
MATRIKS RISIKO BISNIS (MRB)

Akun / Siklus Transaksi Respon Audit Terhadap Risiko


No. Uraian Pengaruh Terhadap Auditee Signifikansi Risiko Kontrol dari Auditee Langkah dan Referensi P2
Yang Terpengaruh Teridentifikasi
A Perubahan Kebijakan, Lingkungan Operasi dan Peraturan Perundang-Undangan
1 Pelaksanaan penilaian kembali Kesalahan dalam penyajian yang Aset tetap, Akumulasi Signifikan karena nilai Sosialisasi PMK Nomor FGD Penilaian Kembali Aset Prosedur pemeriksaan dilakukan dengan langkah-
(revaluasi) BMN diatur berdasarkan dapat mempengaruhi kewajaran Penyusutan dan Koreksi di Aset Tetap melebihi 111/PMK.06/2017 tentang Penilaian Tetap dan kesesuaian dengan langkah sebagai berikut:
Perpres Nomor 75 Tahun 2017 tentang laporan keuangan LPE 50% PM Barang Milik Negara, dan PMK Nomor SAP
Penilaian Kembali Barang Milik 118/PMK.06/2017 tentang Pedoman
Negara/Daerah Pelaksanaan Penilaian Kembali Barang
Milik Negara.
Penyediaan Data awal oleh UAKPB Menilai Kesiapan penyediaan a. Dapatkan data aset yang telah/akan direvaluasi per
data awal oleh UAKPB kelompok aset (Tanah Bangunan, Jalan Irigasi dan
Jembatan dan Bangunan Air). Pastikan bahwa seluruh
objek revaluasi sudah masuk dalam data awal dan aset
tetap dalam kelas yang sama.

Inventarisasi dilakukan berdasarkan Meminta laporan hasil b. Lakukan pengujian untuk memastikan keandalan
Kertas Kerja Inventarisasi. Pelaksanaan Inventarisasi dan Kertas Kerja SPI dan kepatuhan proses penilaian kembali terhadap
Inventarisasi dilakukan oleh Tim Inventaris peraturan
Pelaksana dari unsur KPB

Survei lapangan, untuk objek Penilaian Melakukan cek fisik untuk c. Analisis dan identifikasi perbedaan nilai antara
Kembali berupa Tanah penilian yang dilakukan desktop aset yang telah direvaluasi dan belum direvaluasi;
valuation (untuk gedung dan
bangunan serta Jalan, Jembatan,
dan Bangunan Air) untuk melihat
apakah nilai hasil revaluasi telah
mempertimbangkan kondisi fisik
aset (asersi penilaian).

Penentuan masa manfaat baru Mencocokkan Masa Manfaat d. Pengujian substantif untuk memastikan seluruh
dilakukan sesuai dengan pedoman baru pada sistem dengan PMK hasil revaluasi aset tetap (tanah, gedung dan
tercantum dalam Lampiran VII Peraturan bangunan, jalan, irigasi jembatan dan bangunan air)
Menteri Keuangan Nomor telah dicatat dalam SIMAK BMN. Bandingkan
118/PMK.06/2017. pencatatan pada SIMAK BMN dengan semua LHIP.

Rekonsiliasi hasil Inventarisasi dan Meminta Rekonsiliasi hasil e. Lakukan pengujian secara sampel atas hasil
Penilaian BMN dituangkan dalam Berita Inventarisasi dan Penilaian BMN revaluasi secara desktop valuation (untuk gedung dan
Acara Rekonsiliasi Hasil Inventarisasi bangunan serta Jalan, Jembatan, dan Bangunan Air)
dan Penilaian BMN yang ditandatangani untuk melihat apakah nilai hasil revaluasi telah
oleh KPKNL dengan KPB. mempertimbangkan kondisi fisik aset (asersi penilaian).

Monitoring dan evaluasi atas Meminta Monitoring dan evaluasi f. Lakukan pengujian secara uji petik atas hasil
pelaksanaan Penilaian Kembali BMN atas pelaksanaan Penilaian revaluasi, apakah revaluasi yang dilakukan: (a) telah
Kembali BMN dan mencakup seluruh aset yang seharusnya di revaluasi
membandingkan dengan hasil (asersi kelengkapan) dan (b) dilakukan atas aset yang
input BMN secara fisik memang benar-benar ada (asersi
keberadaan).

Pengguna Barang melakukan pelaporan Meminta Laporan Pelaksanaan g. Lakukan pemeriksaan apakah hasil penilaian
pelaksanaan Penilaian Kembali BMN Penilaian Kembali BMN secara kembali BMN telah diungkapkan secara memadai
secara berjenjang. Pelaporan dilakukan berjenjang dan membandingkan dalam CaLK?
oleh: a. UAKPB; b. UAPPB-W; c. dengan hasil input BMN
UAPPB-El; dan d. UAPB.
Lampiran 4
Matriks Perhitungan Risiko Bawaan (Inherent Risk)
Tanpa adanya Revaluasi Aset Tetap
Bobot Penilaian
No Uraian Akun Laporan Keuangan Jumlah Skala % IR Tingkat IR
A B C D
1 Tanah 2 2 2 2 8 70% M
2 Peralatan dan Mesin 3 2 3 2 10 100% H
3 Gedung dan Bangunan 2 2 2 2 8 70% M
4 Jalan, Irigasi dan Jaringan 3 2 2 2 9 70% M
5 Aset Tetap Lainnya 2 2 3 2 9 70% M
6 Konstruksi dalam Pengerjaan 2 3 2 2 9 70% M
7 Akumulasi Penyusutan 3 3 2 2 10 100% H

Revaluasi Aset Tetap


Bobot Penilaian
No Uraian Akun Laporan Keuangan Jumlah Skala % IR Tingkat IR
A B C D
1 Tanah 2 3 2 3 10 100% H
2 Peralatan dan Mesin 3 3 3 3 12 100% H
3 Gedung dan Bangunan 2 3 2 3 10 100% H
4 Jalan, Irigasi dan Jaringan 3 3 2 3 11 100% H
5 Aset Tetap Lainnya 2 2 3 2 9 70% M
6 Konstruksi dalam Pengerjaan 2 3 2 2 9 70% M
7 Akumulasi Penyusutan 3 3 2 3 11 100% H

Keterangan :
A = Jenis-jenis transaksi (rutin/non-rutin) dan tingkat kompleksitasnya
B = Tingkat subyektivitas atas pertimbangan-pertimbangan yang disyaratkan oleh standar akuntansi
C = Tingkat kerentanan terhadap penyalahgunaan/pencurian
D = Faktor-faktor terkait dengan salah saji dikarenakan adanya kecurangan terhadap laporan keuangan

4–6 : Rendah (30%)


7–9 : Sedang (70%)
10 –12 : Tinggi (100%)

Kriteria Bobot :
A= 1: Jika transaksi tidak rutin dan tidak kompleks
2: Jika transaksi tidak rutin dan namun kompleks, atau transaksi rutin namun tidak kompleks
3: Jika transaksi rutin dan kompleks
B= 1: Jika tingkat subyektivitas akun atas pertimbangan yang disyaratkan oleh standar akuntansi rendah
2: Jika tingkat subyektivitas akun atas pertimbangan yang disyaratkan oleh standar akuntansi sedang
3: Jika tingkat subyektivitas akun atas pertimbangan yang disyaratkan oleh standar akuntansi tinggi
C= 1: Jika kerentanan akun terhadap pencurian/penyalahgunaan rendah
2: Jika kerentanan akun terhadap pencurian/penyalahgunaan sedang
3: Jika kerentanan akun terhadap pencurian/penyalahgunaan tinggi
D= 1: Jika kemungkinan salah saji karena rekayasa penyajian laporan keuangan rendah
2: Jika kemungkinan salah saji karena rekayasa penyajian laporan keuangan sedang
3: Jika kemungkinan salah saji karena rekayasa penyajian laporan keuangan tinggi
Lamp 5

Lampiran 5
Penilaian Risiko di Tingkat Proses Bisnis Pengelolaan Barang Milik Negara-Aset Tetap

Tingkat Risiko Pada Akun


Pengendalian Kunci Asersi Pengujian Proses Bisnis (Setelah Control Test)
Akun Prioritas
No. Risiko Audit Analisis Kelemahan Pengendalian Lokasi Satker Tingkat
Pengendalian yang dilakukan Terpengaruh Pembukuan dan Total Rata-rata (Y/T)
Pengendalian sesuai ketentuan Keterjadian Kelengkapan Akurasi Klasifikasi Timing Risiko
dientitas Pengikhtisasaran
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17)
A. Revaluasi Aset Tetap
1 Data awal BMN yang disiapkan UAKPB Data awal BMN disampaikan kepada Data awal BMN disampaikan Tidak ada reviu atas data yang Aset Tetap Seluruh satker 5 5 5 Tinggi Y
tidak lengkap/sebahagian untuk seluruh KPKNL sebelum pelaksanaan Penilaian. kepada KPKNL sebelum diserahkan oleh UAKPNB ke KPKLN
objek penilaian dan aset tetap dalam pelaksanaan Penilaian.
kelas yang sama.
2 Kertas Kerja Inventarisasi tidak lengkap Memberiksan sosialisasi kepada TIM Memberiksan sosialisasi kepada Reviu Berjenjang Tidak dilaksanakan Aset Tetap Seluruh satker 5 5 5 Tinggi Y
dan Laporan Hasil pelaksanaan Inventarisasi TIM Inventarisasi sesuai ketentuan karena terbatasnya
Inventarisasi tidak dituangkan dengan waktu pelaksanaan pada Tahun 2017
dokumen yang lengkap.
3 Tidak terinventarisasinya BMN yang Transfer Aset Tetap Transfer Aset Tetap Aset Tetap Seluruh satker 1 1 1 Rendah T
dikelola oleh satker-satker inaktif atau
satker likuidasi.
4 Pelaksanaan Penilaian Kembali BMN Membuat aturan teknis tersendiri dengan Membuat aturan teknis tersendiri KPKNL hanya menerima data awal Aset Tetap Seluruh satker 5 5 5 Tinggi Y
yang berada di Luar Negeri tidak peraturan dirjen dengan peraturan dirjen dari UAKPB sebagai satker pengusul
dilakukan secara paripurna/seluruhnya. tanpa mengkoreksi ke lokasi BMN

5 Salah pendekatan dalam pelaksanaan Penilaian dilakukan oleh KPKNL Penilaian dilakukan oleh KPKNL Aset Tetap Seluruh satker 1 1 1 Rendah T
Penilaian BMN.
6 Hasil revaluasi secara desktop valuation Mengandalkan data BMN Mengandalkan data BMN Tidak pengendalian untuk Aset Tetap Seluruh satker 5 5 5 Tinggi Y
(untuk gedung dan bangunan serta Jalan, memastikan bahawa gedung dan
Jembatan, dan Bangunan Air) untuk bangunan serta Jalan, Jembatan, dan
melihat apakah nilai hasil revaluasi telah Bangunan Air yang dinilai kembali
mempertimbangkan kondisi fisik aset telah mempertimbangkan kondisi fisik
(asersi penilaian). aset (asersi penilaian).
7 Penilaian dilakukan terhadap: a. BMN Reviu secara berjenjang Reviu secara berjenjang Aset Tetap Seluruh satker 1 1 1 Rendah T
yang telah mendapat persetujuan
penghapusan atau pemindahtanganan
dari Pengelola Barang/Pengguna Barang;
dan b. BMN yang secara fisik tidak
ditemukan berdasarkan laporan hasil
Inventarisasi. Hasil Penilaian BMN untuk
Penilaian Kembali dituangkan dalam
laporan hasil Penilaian.
8 Laporan hasil Inventarisasi dan Penilaian Pembuatan format Laporan Pembuatan format Laporan Aset Tetap Seluruh satker 0 #DIV/0! #DIV/0! T
tidak lengkap dan tidak dilakukan oleh
setiap tingkatan.
9 Perubahan penyajian kelompok BMN Reviu secara berjenjang Reviu secara berjenjang Pada saat Inventarisasi tidak Aset Tetap Seluruh satker 5 5 10 5 Tinggi Y
yang semula sebagai intrakomptabel dilakukan pemastian barang yang
menjadi ekstrakomptabel dan sebaliknya. dinilai masuk ektrakomptabel dan
intrakomptable
10 Kesalahan koreksi nilai perolehan dan Operator yang melakukan input data Akumulasi Seluruh satker 5 5 5 Tinggi Y
akumulasi penyusutan Aset Tetap. ke Aplikasi Simak BMN harus Penyusutan
memilah-milah akulasi penyusutan
sehingga sulit dilakukan rekonsialisasi
setelah dilakukan posting jurnal
koreksi
11 Tidak dilakukan penyusutan selama sisa Aset Tetap dan Seluruh satker 1 1 1 Rendah T
masa manfaat dari BMN yang Akumulasi
bersangkutan. Penyusutan
12 Kesalahan penentuan masa manfaat baru Tabel Masa Manfaat Tabel Masa Manfaat Beban Seluruh satker 1 1 1 Rendah T
atas BMN yang bersangkutan oleh Tim Penyusutan dan
Pelaksana. Akumulasi
Penyusutan
13 Laporan Monitoring dan evaluasi atas Monitoring dan Evaluasi dilakukan secara Monitoring dan Evaluasi dilakukan Seluruh satker 0 #DIV/0! #DIV/0! T
pelaksanaan Penilaian Kembali BMN tidak berjenjang dan telah dibuatkan format secara berjenjang dan telah
lengkap dan tidak dilakukan oleh setiap isian minimal yang dievaluasi dibuatkan format isian minimal yang
tingkatan. dievaluasi
Lamp 5

Tingkat Risiko Pada Akun


Pengendalian Kunci Asersi Pengujian Proses Bisnis (Setelah Control Test)
Akun Prioritas
No. Risiko Audit Analisis Kelemahan Pengendalian Lokasi Satker Tingkat
Pengendalian yang dilakukan Terpengaruh Pembukuan dan Total Rata-rata (Y/T)
Pengendalian sesuai ketentuan Keterjadian Kelengkapan Akurasi Klasifikasi Timing Risiko
dientitas Pengikhtisasaran
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17)
14 Perbedaan nilai dalam Laporan Pembuatan Format untuk setiap tingkat Pembuatan Format untuk setiap Seluruh satker 1 1 1 Rendah T
Pelaksanaan Penilaian Kembali pada: a. pelaporan dan dilakukan secara tingkat pelaporan dan dilakukan
tingkat KPKNL; b. tingkat Kanwil DJKN; c. berjenjang secara berjenjang
tingkat nasional; d. tingkat Koordinator
Wilayah Pengguna Barang; e. tingkat
Eselon I Pengguna Barang; dan f. tingkat
Pengguna Barang.

Jumlah 5,00 11,00 20,00 0,00 5,00 0,00

Keterangan
Skor Pengaruh Resiko Keterangan Total Risiko Total
Skor 1 Jika, semua unsur pengendalian kunci Asersi Pengujian Proses Bisnis (Setelah Control Test)
terpenuhi.
Skor 3 > 50% unsur pengendalian kunci Keterjadian Kelengkapan Akurasi Pembukuan dan Klasifikasi Timing
terpenuhi Pengikhtisasaran
Skor 5 < 50% unsur pengendalian kunci Rata-rata 5,00 3,67 2,50 0,00 5,00 0,00 3,23
Jika pengendalian kunci hanya ada satu maka penilaian hanya memberikan skor 1 To A.13.3 kolom (3)
jika pengendalian kunci dilaksanakan dan Tingkat Risiko Tinggi Sedang Sedang Rendah Tinggi Rendah Sedang
5 jika tidak dilaksanakan.
prinsip dalam memberikan mempertimbangkan judgment auditor.
penilaian/pembobotan/ skoring.
Nilai Tingkat CR
Proses Bisnis
4–5 Tinggi
2 - 3,99 Sedang
0 - 1,99 Rendah
Lampiran 6
Matriks Penilaian Risiko
Tingkat AR = 5%
Risk of Material
Inhernt Risk (From Lamp Control Risk H/M/L Detection Risk Reff P2 Terinci
Nilai dalam Laporan Mistatement (RoMM) (IR
No Akun Signifikansi Siklus Terkait 4) (From Lamp 5) (DR=AR/(IRXCR) Strategi Pemeriksaan (Pengujian
Keuangan 2016 XCR)
Substantif)
H/M/L % H/M/L % H/M/L % H/M/L %
1 2 3 4 5 4 3 4 6 7 8
NERACA
1 Tanah 1.014.770.924.509.300,00 Signifikan Pengelolaan H 100% M 70% H 70% L 7% Menjadi Fokus pemeriksaan dengan pemeriksaan Lampiran 6
BMN mendalam
2 Peralatan dan Mesin 429.336.179.594.261,00 Signifikan Pengelolaan H 100% M 70% H 70% L 7% Menjadi Fokus pemeriksaan dengan pemeriksaan Lampiran 6
BMN mendalam
3 Gedung dan Bangunan 248.289.310.177.760,00 Signifikan Pengelolaan H 100% M 70% H 70% L 7% Menjadi Fokus pemeriksaan dengan pemeriksaan Lampiran 6
BMN mendalam
4 Jalan, Irigasi dan Jaringan 606.677.449.768.757,00 Signifikan Pengelolaan H 100% M 70% H 70% L 7% Menjadi Fokus pemeriksaan dengan pemeriksaan Lampiran 6
BMN mendalam
5 Aset Tetap Lainnya 58.830.898.663.776,00 Signifikan Pengelolaan M 70% M 70% M 49% L 10% Menjadi fokus pemeriksaan dengan cek fiisik Lampiran 6
BMN keberadaan khusnya Aset Tetap Renovasi
6 Konstruksi dalam Pengerjaan 119.108.395.644.75 Tidak Signifikan Pengelolaan M 70% M 70% M 49% L 10% Tidak menjadi fokus pemerikaan, Prosedur analitis Lampiran 6
BMN mendalam
7 Akumulasi Penyusutan (555.218.820.789.172 Signifikan Pengelolaan H 100% M 70% H 70% L 7% Prosedur analitis mendalam Lampiran 6
BMN

Catatan RoMM DR
Signifikan 50% dari PM Range Tingkat Range Tingkat
1% - 21% Low (L) 1% - 10% Low (L)
22% - 50% Medium (M) 11% - 32% Medium (M)
51% - 100% High (H) 33% - 56% High (H)
Lampiran 7
LANGKAH PENGUJIAN SUBSTANTIF PENILAIN KEMBALI ASET TETAP

ASERSI PENGUJIAN
No. INDEKS TUJUAN PEMERIKSAAN DAN LANGKAH PENGUJIAN Keberadaan atau Hak dan Penilaian dan Penyajian dan TEMPLATE KKP DOKUMEN SUMBER LINK Ke
Kelengkapan
Keterjadian Kewajiban Alokasi Pengungkapan
B.1.2.1.ST.02 Menguji Penilaian Kembali (Revaluasi) BMN
1. Dapatkan data aset yang telah/akan direvaluasi per kelompok aset V B.1.2.1.ST.02 Data awal BMN pada KPKNL
(Tanah Bangunan, Jalan Irigasi dan Jembatan dan Bangunan Air). dan Laporan Hasil
Pastikan bahwa seluruh objek revaluasi sudah masuk dalam data awal dan Inventarisasi dan Penilaian
aset tetap dalam kelas yang sama.

2. Lakukan pengujian untuk memastikan keandalan SPI dan kepatuhan V B.1.2.1.ST.02 Laporan hasil Inventarisasi,
proses penilaian kembali apakah sudah sesuai dengan PMK Nomor Data Pendukung Penilaian
111/PMK.06/2017 dan 118/PMK.06/2017 serta peraturan teknis lainnya
yang terkait

3. Analisis dan identifikasi perbedaan nilai antara aset yang telah V B.1.2.1.ST.02 Laporan Hasil Penilaian Aset
direvaluasi dan belum direvaluasi. Tetap dan SIMAK BMN

4. Lakukan pengujian substantif untuk memastikan bahwa seluruh hasil V B.1.2.1.ST.02 Laporan Hasil Inventarisasi
revaluasi aset tetap (tanah, gedung dan bangunan, jalan, irigasi jembatan dan Penilaian
dan bangunan air) telah dicatat dalam SIMAK BMN. Bandingkan
pencatatan pada SIMAK BMN dengan semua LHIP.

5. Lakukan pengujian secara sampel atas hasil revaluasi secara desktop V B.1.2.1.ST.02
valuation (untuk gedung dan bangunan serta Jalan, Jembatan, dan
Bangunan Air) untuk melihat apakah nilai hasil revaluasi telah
mempertimbangkan kondisi fisik aset (asersi penilaian).

6. Lakukan pengujian secara uji petik atas hasil revaluasi, apakah revaluasi V V B.1.2.1.ST.02
yang dilakukan: (a) telah mencakup seluruh aset yang seharusnya di
revaluasi (asersi kelengkapan) dan (b) dilakukan atas aset yang secara
fisik memang benar-benar ada (asersi keberadaan).

7. Pastikan bahwa Pelaksanaan Penilaian Kembali BMN yang Berada di V B.1.2.1.ST.02


Luar Negeri dilakukan secara keseluruhan

8. Lakukan pemeriksaan apakah hasil penilaian kembali BMN telah V B.1.2.1.ST.02 CaLK
diungkapkan secara memadai dalam CaLK? Yakni: a. Dasar peraturan
untuk menilai kembali aset tetap; b. Tanggal efektif penilaian kembali; c.
Jika ada, nama penilai independen; d. Hakikat setiap petunjuk yang
digunakan untuk menentukan biaya pengganti; dan e. nilai tercatat setiap
jenis aset tetap.

Anda mungkin juga menyukai