base yang dihadapi KPP Pratama tersebut. Sehingga ada kemungkinan KPP
Pratama yang realisasi penerimaan pajaknya melampaui target penerimaan terjadi
karena basis pajaknya jauh di atas target penerimaan. Sebaliknya, KPP Pratama
yang realisasi penerimaan pajaknya tidak dapat melampaui target penerimaan ,
terjadi karena basis pajaknya be rada di bawah target penerimaan.
Perencanaan tahunan
Penyusunan dokumen penetapan kinerja
Pelaporan akuntabilitas kinerja
Evaluasi kinerja instansi pemerintah, dan
Pemantauan dan pengendalian kinerja pelaksanaan program dan kegiatankegiatan.
Terkait dengan format pelaporan LAKIP, berikut ini merupakan beberapa hal
yang harus terdapat di dalam pelaporan LAKIP yang disampaikan oleh DJP dan
instasi di bawahnya.
i. Pengantar
Pada bagian ini disajikan kata pengantar dari pimpinan unit kerja, tentang
bagaimana alur penyusunan sasaran strategis, program, kegiatan dan
ii.
iii.
iv.
v.
subkegiatan,
bagaimana
kondisi
umum
pelaksanaan
program/kegiatan/subkegiatan pada tahun yang bersangkutan serta apa
komitmen dari seluruh jajaran unit kerja dalam pencapaian sasaran.
Ikhtisar Eksekutif
Pada bagian ini disajikan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam
rencana stratejik serta sejauh mana unit kerja mencapai tujuan dan sasaran
utama tersebut, serta kendalakendala yang dihadapi dalam pencapaiannya.
Disebutkan pula langkah-langkah apa yang telah dilakukan untuk mengatasi
kendala tersebut dan langkah antisipatif untuk menanggulangi kendala yang
mungkin akan terjadi pada tahun mendatang
Pendahuluan
Pada Bagian ini dijelaskan hal-hal umum tentang unit kerja (tupoksi) serta uraian
singkat mandat apa yang dibebankan kepada unit kerja, peran strategis instansi
yang bersangkutan serta sistematika pelaporan
Rencana Strategis dan Penetapan Kinerja
Pada bagian ini disajikan gambaran singkat mengenai: Rencana Stratejik dan
Rencana Kinerja. Pada awal bab ini disajikan gambaran secara singkat sasaran
yang ingin diraih unit kerja pada tahun yang bersangkutan serta bagaimana
kaitannya dengan capaian visi dan misi DJP. Rencana Stratejik berisi Uraian
singkat tentang rencana stratejik unit kerja, mulai dari visi dan misi DJP, tujuan,
sasaran serta kebijakan dan program unit kerja. Sedangkan Penetapan Kinerja
menyajikan penjelasan mengenai Sasaran Strategis (SS), Indikator Kinerja,
realisasi tahun lalu dan target tahun yang bersangkutan
Akuntabilitas Kinerja.
Pada bagian ini disajikan beberapa hal terkait capaian Indikator Kinerja Utama
(IKU), evaluasi dan analisis atas kinerja, kinerja lainnya yang berisi
kegiatankegiatan ad hoc dan kinerja yang tidak terukur di dalam BSC, serta
akuntabilitas keuangan.
Adapun capaian IKU dijabarkan dalam suatu tabel seperti berikut ini.
Sasaran Strategis
IKU
Target
Realisasi
vi. Penutup
Mengemukakan tinjauan secara umum tentang tingkat capaian, permasalahan
dan kendala utama yang berkaitan dengan kinerja unit kerja yang bersangkutan
serta strateji pemecahan masalah yang akan dilaksanakan di tahun mendatang.
vii. Lampiran
Berisi formulir pengukuran kinerja dan dokumen lainnya yang dipandang perlu
untuk dilampirkan. Adapun format formulir pengukuran kinerja dapat berupa
tabel beikut ini.
Sasaran
Strategis
Indikator
Kinerja
Target
Realisasi
Subkegiatan
Output/
Komponen
Anggaran
Pagu
Realisasi
kegiatan yang dilaksanakan dengan pencapaian visi dan misi pemerintah. Demikian
pula dalam mengevaluasi kinerja, juga dipakai sistem berjenjang
Namun, jika kita memperhatikan format pengukuran kinerja, kita tidak
menemukan suatu pembobotan perhitungan yang pada akhirnya menghasilkan
suatu nilai tungal. Nilai tunggal tersebut berguna dalam penilaian organisasi
maupun perbandingan kinerja antar organisasi untuk keperluan insentif organisasi.
Disamping itu, sistem pembobotan juga berguna untuk mendistribusikan nilai suatu
IKU, karena pada dasarnya ukuran keberhasilan suatu IKU bisa memiliki nilai yang
lebih tinggi dibandingkan dengan IKU lainnya. Misalnya IKU yang bersifat strategis
memiliki nilai yang lebih tinggi daripada IKU yang bersifat administratif saja.
Meskipun sudah mengakomodir IKU di dalam dokumen BSC, IKU di dalam LAKIP
tidak diklasifikasikan berdasarkan perspektif di dalam BSC. IKU masih
diklasifikasikan berdasarkan sasaran strategis berdasarkan unit organisasi.
Perspektif di dalam BSC memberikan gambaran bagaimana posisi suatu IKU, baik di
dalam suatu organisasi dalam kontribusinya mendukung IKU yang menjadi tujuan
utama organisasi maupun posisinya di antara IKU yang lainnya. Ditambah dengan
ketiadaan pembobotan IKU, maka presentasi tabel pengukuran kinerja sulit
mencerminkan kinerja suatu organisasi.
Disamping itu, jika kita memperhatikan format pelaporan LAKIP, format tersebut
relatif rumit. Sehingga pembaca laporan cenderung hanya membaca ringkasan
eksekutif saja.
c. Balanced Score Card
Dengan dimulainya program reformasi birokrasi yang ditetapkan melalui
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 30/KMK.01/2007 tentang Reformasi Birokrasi
Departemen Keuangan (saat ini Kementerian Keuangan) maka dimulai juga
manajemen kinerja Kemenkeu berbasis Balanced Scorecard (BSC).
Pengelolaan kinerja berbasis BSC di lingkungan Kementerian Keuangan
(Kemenkeu) didasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 12/ KMK.01/2010
tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Departemen Keuangan yang telah
diperbaharui dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 454/KMK.01/2011
tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. Keputusan
tersebut mengatur tentang penetapan pengelola kinerja, kontrak kinerja,
penyusunan dan perubahan peta strategi, Indikator Kinerja Utama (IKU), dan target,
serta pelaporan capaian kinerja triwulanan kepada Menteri Keuangan.
Pada dasarnya BSC Kemenkeu harus diturunkan (cascaded) ke seluruh unit
organisasi yang ada di bawahnya. BSC Kemenkeu ini disebut Kemenkeu-Wide
sedangkan setelah di-cascade ke unit organisasi di bawahnya yaitu ke eselon I
disebut Kemenkeu -One, ke eselon II disebut Kemenkeu -Two, ke eselon III disebut
Kemenkeu -Three, ke eselon IV disebut Kemenkeu -Four, dan kelevel pelaksana
disebut Kemenkeu -Five. Sehingga, setiap tujuan kinerja dari Kemenkeu akan
diturunkan kepada unti di bawahnya sampai dengan pelaksana. Di sisi lain,
pencapaian setiap unsur organisasi Kemenkeu pada akhirnya mendukung
pencapaian Kemenkeu. Dengan kata lain, konsep BSC dapat digunakan sebagai
pengukuran kinerja sekaligus perencanaan kinerja.
DJP sebagai salah satu unit eselon I di bawah Kemenkeu juga
mengimplementasikan konsep BSC ini. Adapun implementasinya menggunakan
Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-105/PJ/2012 tentang Pedoman Pengelolaan
Kinerja di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
Dokumen BSC organisasi DJP terdiri dari peta strategis dan Indikator
Utama.Berikut ini merupakan peta strategis DJP pada tahun 2014 yang merupakan
hasil cascade dari peta strategis Kemenkeu Wide berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 29/KMK.01/2014 tentang Penetapan Peta Strategi dan Indikator
Utama Tingkat Kementerian dan Unit Eslon I di Lingkungan Kementeran Keuangan
Tahun 2014.
Secara lebih rinci, peta strategis tersebut dijelaskan di dalam Indikator Kinerja
Utama DJP sebagai berikut.
PERSPEK
TIF
Stakeholde
r
Pelanggan
Proses
Internal
BOBOT
PENJELASAN IKU
30%
20%
20%
Pembelajar
an
dan
Pertumbuh
an
30%
Presentase WP terdaftar
Audit Coverage Ratio
Tingkat efektivitas pemeriksaan pajak
Persentase keberhasilan pelaksanaan joint audit
Persentasi hasil penyidikan yang dinyatakan lengkap
oleh Kejaksaan
Presentase pencairan piutang pajak
Indeks Kesehatan Organisasi
Presentase implementasi inisiatif transformasi
kelembagaan
Persentase penyelesaian pembangunan dan
pengembangan modul sistem informasi yg dapat
dikaitkan dengan Renstra DJP
Persentase pejabat yang telah memenuhi standar
kompetensi jabatan
Persentase penyerapan anggaran dan pencapaian
output belanja
TARGET
Rp 1.110,19
T
3,94 (skala
5)
100%
70%
81%
71 (skala
100)
71 (skala
100)
40,2%
100%
85%
72%
50%
25%
68 (skala
100)
100%
100%
81%
95%
Dalam perhitungan tersebut, setiap IKU akan memiliki bobot yang berbeda,
demikian pula setiap perspektif sesuai dengan ketentuan yang disepakati
sebelumnya. Pelaporan dilaksanakan setiap triwulanan untuk mengantisipasi
adanya perubahan target akibat perubahan asumsi penyusunan kontrak kinerja di
dalam BSC.
Jika kita membandingkan model BSC ini dengan LAKIP, maka model ini memiliki
beberapa kelebihan sebagai berikut.
i.
Tampilan laporan yanglebih sederhana dan lebih mudah dipahami oleh
pembaca laporan.
ii.
Adanya aspek pembobotan dalam penilaian IKU
iii.
Adanya Nilai Kinerja Organisasi yang dapat digunakan sebagai acuan penilaian
kinerja organisasi secara keseluruhan serta dasar pemberian insentif
organisasi.