Kelompok 1
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Fakultas Ekonomi
2022
Proses Penyusunan Anggaran
Proses penyusunan RAPBN hingga menjadi APBN Lebih lanjut, dikutip dari laman resmi
Kementerian Keuangan (Kemenkeu), tahap penyusunan APBN adalah sebagai berikut:
Tahap 1: Perencanaan dan penetapan RAPBN yang disusun oleh kementerian/lembaga yang
menghasilkan rencana kerja pemerintah yang mengacu pada asumsi dasar ekonomi makro.
Tahap 2: Pembahasan dan penetapan APBN yang dilakukan pemerintah dan DPR dengan
pertimbangan masukan DPD.
Dalam penyusunan APBN sampai dengan tahun Anggaran 1999/2000, digunakan model T-
Account. Secara konseptual struktur APBN tersebut mengikuti struktur anggaran yang ada dalam
The Government Finance Statistic (GFS) dan The System of Nation Account (SNA) yang
dikembangkan oleh PBB. Struktur APBN disusun menurut T-account dimana di sisi kiri
merupakan penerimaan dan sisi kanan merupakan pengeluaran. Dalam model T-Account, jumlah
A dan B selalu sama dengan C+D, sedangkan dalan realisasi APBN, total penerimaan dan total
pengeluaran dari tahun ke tahun kurang lebih sama. Namun dalam kenyataannya selalu terjadi
defisit anggaran yang umumnya dibiayai oleh penerimaan pembangunan yang berupa hibah dan
utang luar negeri. Sebaliknya berdasarkan GFS dan SNA yang dikatakan surplus atau deficit
secara keseluruhan adalah selisih antara seluruh penerimaan diluar pinjaman dengan total
pengeluaran. Bila selisihnya positif maka terjadi surplus anggaran sebaliknya negatif maka
terjadi defisit anggaran.
Perbedaan penyusunan Anggaran Tahun 2020 dan 2021 pada Kanwil DJBC Jawa Timur II
Dalam penyusunan anggaran di perlukan alokasi untuk bisa menyusun anggaran pada suatu
instansi. Alokasi yang dibutuhkan dalam penyusunan anggaran pada Kanwil DJBC Jawa Timur
II pada tahun 2020 sebesar Rp. 10,967,003,000, ini merupakan angka yang tinggi dalam
menyusun anggaran. Sedangkan di tahun 2021 alokasi yang dibutuhkan sebesar,
Rp.9,114,852,000. Jadi setiap tahun dalam menyusun anggaran aloksi yang dibutuhkan tidak
sama dan semua alokasi yang dibutuhkan itu bersifat positif dalam menyusun anggaran. Dengan
alokasi yang ada setiap program kegiatan/outpun/input memiliki perhitungan jumlah biaya
anggaran yang berbeda juga setiap tahun dan setiap subkomp program kegiatan juga berbeda.
Setiap kantor memilki operasional dan pemeliharaannya masing-masing dan setaip operasional
dan pemeliharaan membutuhkan biaya anggaran, setiap tahun biaya anggaran yang dikeluarkan
untuk biaya operasional dan biaya pemeliharaan berbeda seprti di tahun 2020 Kanwil DJBC
Jawa Timur II mengeluarkan biaya anggaran untuk biaya operasional dan pemeliharaan sebesar,
Rp. 4,227,267,000. Sedangkan untuk biaya operasional dan pemeliharaan di tahun 2021 sebesar,
Rp. 2,110,859,000. Jadi biaya operasional dan pemeliharaan kantor setiap tahun biaya anggaran
yang di keluarkan tidak sama atau berbeda.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah merilis hasil pemeriksaan laporan keuangan pemerintah
pusat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP)
2020. Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan, meski memberikan opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP), lembaganya menemukan sejumlah temuan masalah yang bisa berujung
pada kerugian negara. “Permasalahan itu terdiri dari 28 persen kelemahan sistem, 29 persen
ketidakpatuhan, dan 43 persen ketidakhematan, ketidakefisienan, hingga ketidakefektifan,” jelas
Agung dikutip dari Kompas TV, Minggu (27/6/2021). Pada masalah akibat ketidakpatuhan, BPK
melaporkan ada 2.026 permasalahan dengan nilai kerugian mencapai Rp 12,64 triliun.
Rinciannya terdiri dari 729 masalah yang menyebabkan kerugian senilai Rp 1,24 triliun, 151
masalah dengan potensi kerugian senilai Rp 1,89 triliun, dan 293 masalah karena kurang
penerimaan senilai Rp 9,51 triliun. “Selain itu, terdapat 853 permasalahan ketidakpatuhan yang
mengakibatkan penyimpangan administrasi. Kemudian BPK juga menemukan 2.988
permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan yang nilainya mencapai Rp
3,98 triliun,” ungkap Agung.
Terdiri dari 175 permasalahan ketidakhematan sebesar Rp654,34 miliar, 13 permasalahan
ketidakefisienan sebesar Rp 1,50 miliar, dan 2.800 permasalahan ketidakefektifan sebesar Rp
3,33 triliun. Atas permasalahan yang ditemukan, BPK memberikan 13.363 rekomendasi.
“Terhadap rekomendasi BPK tersebut, beberapa pejabat entitas telah menindaklanjuti antara lain
dengan menyerahkan aset atau menyetor ke kas negara/daerah/perusahaan sebesar Rp 156,49
miliar atau 1,2 persen dari nilai permasalahan ketidakpatuhan yang berdampak finansial sebesar
Rp12,64 triliun,” jelas Agung. Masalah pengelolaan dana PEN Sementara itu dikutip dari
Kontan, BPK juga menyebutkan ada permasalahan dalam pelaksanaan program penanganan
Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PC-PEN) dan program di luar PC PEN. Khusus
program yang tidak terkait PC-PEN, BPK setidaknya menemukan 6 permasalahan. Pertama,
pelaporan beberapa transaksi pajak belum lengkap menyajikan hak negara minimal sebesar Rp
21,57 triliun dan 8,26 juta dollar AS serta kewajiban negara minimal sebesar Rp 16,59 triliun
sesuai basis akuntansi akrual. Serta saldo piutang daluwarsa belum diyakini kewajarannya
sebesar Rp 1,75 triliun.
Keenam, pemerintah belum menetapkan pedoman perhitungan kewajiban jangka panjang atas
program pensiun. “Atas permasalahan-permasalahan tersebut, BPK memberikan rekomendasi
kepada pemerintah untuk perbaikan pengelolaan dan pertanggungjawaban APBN tahun
mendatang, untuk ditindaklanjuti,” ujar Agung saat rapat paripurna DPR, Selasa (22/6). Selain
itu, temuan BPK terkait program PC PEN antara lain, mekanisme pelaporan kebijakan keuangan
negara untuk menangani dampak pandemi Covid-19 pada laporan keuangan pemerintah pusat
(LKPP) belum disusun. Lalu, realisasi insentif dan fasilitas perpajakan dalam rangka PC-PEN
tahun 2020 minimal sebesar Rp 1,69 triliun tidak sesuai ketentuan.