ANALISIS IMPLEMENTASI AKUNTANSI PENYUSUTAN ASET TETAP BERDASARKAN PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN NOMOR 07 DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2010 PADA KANTOR DISPERINDAG PROVINSI KALBAR.docx
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
635 tayangan7 halaman
ANALISIS IMPLEMENTASI AKUNTANSI PENYUSUTAN ASET TETAP BERDASARKAN PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN NOMOR 07 DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2010 PADA KANTOR DISPERINDAG PROVINSI KALBAR.docx
ANALISIS IMPLEMENTASI AKUNTANSI PENYUSUTAN ASET TETAP
BERDASARKAN PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
NOMOR 07 DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2010 PADA KANTOR DISPERINDAG PROVINSI KALBAR
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (Good Governance) diperlukan adanya akuntabilitas dan transparansi dari Instansi Pemerintah dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya kepada masyarakat. Dengan akuntabilitas, setiap kegiatan dan hasil akhir atas kegiatan pemerintahan harus dapat dipertanggung jawabkan, serta memberikan hal yang positif kepada masyarakat sebagai inti dari suatu Negara ataupun daerah. Salah satu media yang digunakan untuk memenuhi hal tersebut adalah dengan menyajikan laporan keuangan yang handal yang dapat dipertanggung jawabkan. Dan salah satu bagian yang terdapat didalam laporan keuangan adalah aset tetap. Organisasi sektor publik saat ini tengah menghadapi tekanan untuk lebih efisien dalam memperhitungkan biaya ekonomi dan sosial (Kustaman dan Marsus, 2007), baik itu organisasi sektor publik maupun sektor swasta dituntut untuk dapat bersaing secara efektif dalam lingkungan yang selalu berubah dan berkembang dari waktu ke waktu. Laporan keuangan merupakan salah satu kegiatan yang menjadi tolak ukur keberhasilan suatu pemerintahan yang ditekankan pada aktiva tetap (aset tetap). aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau di bangun terlebih dahulu yang digunakan dalam operasi perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun (PSAK 16). Untuk instansi pemerintah laporan keuangannya harus disusun dan disajikan mengacu pada Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) yang disusun dan dikembangkan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP) sedangkan untuk entitas komersil berpedoman kepada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Hal ini dikarenakan tujuan penggunaan dari laporan keuangan tidak sama sehingga dalam pengakuan, pengukuran dan pencatatan untuk kedua entitas tersebut tidak sama. Mengenai aset tetap tertuang penjelasannya didalam PSAP No. 07. Akun aset tetap adalah komponen neraca yang memiliki nilai material. Penyajian akun aset tetap yang tidak mengacu pada SAP dapat memberikan informasi yang mungkin dapat menyesatkan bagi penggunanya. karena Akuntansi Sektor Publik merupakan alat informasi yang digunakan oleh pemerintah dalam proses pengendalian manajemen dimulai dari pengendalian strategik, pembuatan program, penganggaran, evaluasi kirja dan pelaporan kinerja. Mardiasmo (2006), mengungkapkan bahwa akuntansi sektor publik memiliki kaitan erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada domain publik yang memiliki wilayah lebih luas dan kompleks dibandingkan sektor swasta atau bisnis. Akuntansi sektor publik terkait dengan tiga hal pokok, yaitu penyedia informasi, pengendalian manajemen, dan akuntabilitas. Pemerintah Daerah harus menyampaikan pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan daerah dalam bentuk laporan keuangan, yang berupa neraca, Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan pada pasal 04 yang menyampaikan bahwa PSAP nomor 01 tentang Penyajian Laporan keuangan, PSAP nomor 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran, PSAP nomor 03 tentang Laporan arus Kas, PSAP nomor 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan, PSAP nomor 05 tentang Akuntansi Persediaan, PSAP nomor 06 tentang Akuntansi Investasi, PSAP nomor 07 tentang Akuntansi Aset tetap, PSAP nomor 08 tentang Akuntansi Konstruksi dan Pengerjaan, PSAP nomor 09 tentang Akuntansi Kewajiban, PSAP nomor 10 tentang Koreksi Kesalahan, serta PSAP nomor 11 tentang Laporan Keuangan konsolidasian, Laporan keuangan diharapkan disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi pemerintahan. Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 terjadi berbagai perubahan dan penyesuaian didalamnya. Lingkup pengaturan Peraturan Pemerintah ini meliputi SAP Berbasis Akrual dan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual. SAP Berbasis Akrual terdapat pada Lampiran I dan berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat segera diterapkan oleh setiap entitas. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual pada Lampiran II berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual. SAP Berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan keuangannya menggunakan basis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan berbasis kas, serta mengakui aset, utang, dan ekuitas dana berbasis akrual. Neraca merupakan Laporan keuangan yang menyajikan posisi keuangan pemerintah pada masa tahun berjalan. Menurut Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP) yang dijelaskan dalam Buletin Teknis (Bultek) Nomor 02, tentang penyusunan Neraca Awal Pemerintah Daerah, Sebagai pedoman bagi instansi Pemerintah Daerah dalam menyusun Neraca Awal sesuai SAP, yang dimaksud dengan posisi keuangan adalah posisi tentang aset, kewajiban, dan ekuitas. Dalam Buletin Teknis No 02 menjelaskan bahwa : Kewajiban merupakan utang yang harus diselesaikan oleh Pemerintah Daerah di masa yang akan datang, ekuitas mencerminkan kekayaan bersih pemerintah Daerah yaitu selisih antara aset dan kewajiban. Aset mencakup seluruh sumber daya yang memberikan manfaat ekonomi dan/atau sosial yang dimiliki dan/atau dikuasai Pemerintah Daerah.
Penilaian awal aset tetap dilakukan dengan melakukan kualifikasi terhadap barang berwujud untuk dapat diakui sebagai suatu aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap, pada awalnya harus diukur berdasarkan biaya perolehan. aset tetap yang tidak diketahui harga perolehannya disajikan dengan nilai wajar dalam hal terjadi perubahab harga secara signifikan, pemerintah dapat melakukan penilaian kembali atas aset tetap yang dimiliki agar aset tetap pemerintah yang ada saat ini mencerminkan nilai wajar sekarang. Dalam pencatatan aset tetap terdapat metode penyusutan yang merupakan yang merupakan alat untuk mendapatkan penyajian yang wajar atau nilai terkini dari aset tersebut yang tercantum didalam neraca dari tahun ke tahun. Nilai penyusutan untuk masing-masing periode dicatat pada akun Akumulasi Penyusutan dengan lawan akun diinvestasikan dalam aset tetap dan disajikan sebagai pengurang aset tetap (Beams, 2007). Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 07 mendefinisikan penyusutan sebagai Penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu aset. pencatatan penyusutan ini merupakan salah satu tanda berlakunya basis akrual dalam SAP. PSAP nomor 07 mengatur penyusutan pada bagian pengukuran berikutnya terhadap pengakuan awal. aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap tersebut dikurangi akumulasi penyusutan. Apabila terjadi kondisi yang memungkinkan penilaian kembali, maka aset tetap akan disajikan dengan penyesuaian pada masing - masing akun aset tetap dan akun Diinvestasikan dalam aset tetap. Penyusutan aset tetap bukan merupakan metode alokasi biaya untuk periode yang menerima manfaat aset tetap tersebut sebagaimana diberlakukan di sektor komersial. penyesuaian nilai ini lebih merupakan upaya untuk menunjukkan pengurangan nilai karena pengkonsumsian potensi manfaat aset oleh karena pemakaian dan atau pengurangan nilai karena keusangan dan lain-lain. penyesuaian nilai aset tetap dilakukan dengan berbagai metode yang sistematis sesuai dengan masa manfaat. Metode penyusutan yang digunakan harus dapat menggambarkan manfaat ekonomi atau kemungkinan jasa (service potential) yang akan mengalir ke pemerintah. Praktik akuntansi subsequent measurement atas aset tetap pada kementerian/lembaga sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 233/PMK.05/2011 belum sesuai dengan SAP karena belum mengimplementasikan akuntasi penyusutan aset tetap. Kegagalan implementasi akuntansi penyusutan tersebut akan menghasilkan informasi yang menyesatkan/misleading dan berpotensi menimbulkan kesalahan dalam pengambilan keputusan terkait dengan aset tetap (Kastowo, 2012). Adanya penyusutan aset tetap akan memungkinkan pemerintah untuk setiap tahunnya memperkirakan sisa manfaat suatu aset tetap yang diharapkan masih dapat diperoleh dalam masa beberapa tahun kedepan. Di samping itu, penyusutan memungkinkan pemerintah mendapat suatu informasi tentang keadaan potensi aset yang dimilkinya. Hal ini akan memberi informasi kepada pemerintah suatu pendekatan yang lebih sistematis dan logis dalam menganggarkan berbagai belanja pemeliharaan atau bahkan belanja modal untuk mengganti atau menambah aset tetap yang sudah dimiliki. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pemerintah membutuhkan informasi tentang nilai aset tetap yang memadai. Hal tersebut dapat dipenuhi apabila pemerintah menyelenggarakan perlakuan akuntansi aset tetap yang tepat. Tanpa penyusutan aset tetap, nilai aset tetap yang disajikan dalam neraca akan terdiri dari harga perolehan atau nilai wajar saat aset tetap diperoleh dan tidak mengindikasikan potensi sisa manfaat aset. kondisi tersebut dapat menimbulkan kesalahan interpretasi dan berpotensi menimbulkan kesalahan dalam pengambilan keputusan terkait dengan pengelolaan aset tetap. Pengaruh yang juga terjadi pada akhirnya adalah Kalimantan barat mendapat hasil opini Wajar Dengan Pengecualian dari Badan Pemerikasaan Keuangan untuk Laporan Keuangan tahun 2010 dan 2011. Penyusutan akan sangat berpengaruh pada aset tetap berupa Peralatan dan Mesin; Bangunan dan Gedung karena memiliki nilai perolehan yang amat besar, yang termasuk didalam pos Peralatan dan Mesin di Laporan Buku Inventaris Inspektorat Provinsi Pontianak, yaitu: Alat-alat Berat; Alat-alat Angkutan; Alat-alat Bengkel dan Alat Ukur; Alat-alat Pertanian/Peternakan; Alat-alat Kantor dan Rumah Tangga; Alat-alat Studio dan Komunikasi; Alat-alat kedokteran; Alat-alat Laboratorium; Alat-alat Keamanan dan pada pos gedung dan bangunan terdapat Gedung Kantor; Gedung rumah Dinas; Gedung dan Bangunan Lain. Dimana Pos tersebut adalah jenis aset tetap yang memiliki harga perolehan yang cukup besar dan dibutuhkan untuk menunjang aktivitas dari sebuah entitas tetapi akan terjadi penyusutan yang membuat nilai dari pos tersebut semakin berkurang dan pada akhirnya akan dihapuskan. Hal ini akan sangat berpengaruh pada neraca bilamana perlakuan akuntansi penyusutannya kurang tepat sehingga dapat memberikan informasi yang kurang tepat karena tidak menunjukkan nilai yang seharusnya. berikut adalah Tabel aset Inspektorat Provinsi Tahun 2010, 2011 dan 2012 beserta jumlah persentase asetnya :