Anda di halaman 1dari 58

Uswatun Hasanah

“Jangan Ada Bully diantara Kita”

Pimpinan Pusat
Ikatan Pelajar Muhammadiyah
“Jangan Ada Bully diantara Kita”
© Uswatun Hasanah
Editor : Muh. Arif Indra Jaya

Diterbitkan oleh Bidang Ipmawati


Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah
Periode 2016 – 2018
Alamat: Jln. K.H.A Dahlan 103 Yogyakarta 55261
Jln. Menteng Raya No. 62 Jakarta 10340

Cetakan1 2018

1
Pengantar Penulis

Alhamdulillah atas segala rahmat yang diberikan oleh Allah Ta'ala


yang telah memberikan kemudahan bagi saya untuk menyelesaikan buku
ini. Sebuah kepuasan dan kesyukuran bagi saya bisa menyelesaikan buku
sederhana ini dan dilaunching pada saat pembukaan muktamar IPM 2018
XXI di Siduarjo.

Buku ini adalah bentuk komitmen dan edukasi bagi saya pribadi
dan juga bagi seluruh pelajar Indonesia khususnya kader IPM. Melalui
buku ini juga menjadi salah satu upaya untuk menciptakan lingkungan
sekolah dan organisasi pelajar yang kondusif dan bebas praktik bullying.

Terima kasih tak terhingga bagi teman-teman pimpinan pusat IPM


yang banyak membantu, memberikan kesempatan dan ruang bagi saya
untuk selalu mengembangkan diri. Terima kasih yang tak terhingga bagi
keluarga saya orangtua, saudara dan suami sebagai partner setia saya
dalam perjalanan hidup ini. Semoga buku sederhana ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua.

Nuun wal qalami wamaa yasthuruun

Uswatun Hasanah

Kabid Ipmawati PP IPM 2018

2
Kata Pengantar 2

Daftar Isi 3

1. Bullying itu apa ya?


- Sejak kapan bullying di kenal 5
- Bullying dan jenis-jenisnya 11
- Bullying zaman now 13
- Tempat yang berpotensi terjadinya bullying 14
- Kenali Pemeran Utama dalam Bullying 19
2. Mengapa bullying terjadi?
- Penyebab anak menjadi pembully 23
- Jenis-jenis Pelaku Bully 24
- Deteksi sejak dini 25
3. Mari kenali korban bully
- Penyebab anak menjadi korban 30
- Bahaya menjadi korban bullying 31
- Penyebab korban cenderung bungkam 32
- Kenali tanda-tanda anak menjadi korban bullying 33
- Saksi mata (berdaya dan tak berdaya) 35
4. Langkah-langkah penanganan bullying
- Bagi pelaku 41
- Bagi korban 42
- Bagi Bystander 45
- Sekolah bebas bullying 48
- Program anti bullying (Peer Counselor of IPM) 51

Referensi 55

Tentang Penulis 57

3
“ Rasulullah adalah panutan kita yang begitu
memperhatikan perasaan saudaranya. Perintah menjaga
lisan dan perbuatan adalah amalan terbaik yang
diajarkannya. Sebagai pelajar muslim seharusnya benar-
benar memegang teguh akan hal tersebut.”

Rafika Rahmawati (Ketua Perkaderan PP IPM 2016-2018)

4
Bagian I

Bullying itu apa?

Mengenal Bullying

Memiliki insting untuk terus bertahan hidup adalah hal umum


yang dirasakan setiap mahluk hidup. Persaingan yang terjadi antar
spesies dan perebutan sumberdaya alam yang cukup terbatas ini
berlangsung untuk menunjang hidup yang berkelanjutan.
Mempertahankan hidup (survive), melawan rintangan, dan perasaan
untuk lebih unggul serta suasana kompetitif yang dirasakan agar lebih
baik dari yang lain. Kekuatan-kekuatan tersebut dirasakan diberbagai
ranah kehidupan seperti pendidikan, sosial, budaya dan ekonomi.

Bercermin dari masyarakat Amerika Donegan (2012)


menjelaskanAmerika yang menganut ekonomi kapitalistik dan hirarki
sosial yang kompetitif mendorong keyakinan bahwa sukses dan kekayaan
dapat berjalan beriringan. Sejak anak Amerika masuk ke sekolah dasar, ia
diajari untuk selalu menjadi yang terbaik. Beragam cara dapat dilakukan
termasuk menggunakan cara-cara korup untuk merasa lebih baik dalam
hal pendidikan. Teknik intimidasi menekan siswa lain untuk memperoleh
jawaban dan nilai terbaik tersebut dilaukan. Kasus mengenai bullying
tersebut menjadi relevan dibahas dalam berbagai sektor selama
bertahun-tahun.

5
Bullying merupakan permasalahan yang telah ada sejak berabad-
abad yang lalu. Di Amerika sendiri bullying merupakan kasus yang telah
lama tertanam dalam benak masyarakat Amerika sejak negara itu
didirikan. Di Indonesia sendiri, kasus bullying atau penindasan ini mulai
terjadi secara masif sejak zaman penjajahan ketika beberapa negara-
negara di Eropa dan juga Jepang masuk ke Indonesia. Hegemoni yang
terjadi sejak masa kolonial sampai saat ini masih terasa. Pembentukan
karakteristik ras, status sosial ekonomi, dan lain sebagainya yang turut
menjadi standar nasional “idealnya” seorang Indonesia harus bisa
memiliki karakter seperti masyarakat barat seperti memiliki kulit putih,
hidung mancung, dan postur tinggi. Trend kencantikan mengenai postur
tubuh yang langsing atau badan yang montok juga menjadi standar
masyarakat pada masa itu tak jarang masih terjadi sampai saat ini. Oleh
karenanya apabila terdapat individu yang memiliki kulit lebih gelap,
bertubuh pendek, atau berbadan gemuk mendapatkan komentar miring
dan tak jarang memberi masukan bahkan melakukan bullying mengenai
norma kecantikan yang harusnya diterapkan. Inti dari perilaku bullying
yang terjadi sepanjang sejarah kehidupan manusia merupakan bentuk
eksploitasi dari individu atau kelompok lemah oleh kelompok kuat
dengan maksud dan tujuan tertentu.

Bullying juga sudah menjadi bagian dalam berbagai kelompok


perkembangan manusia, dimulai dari peradaban manusia paling awal
yang kemudian merambat keberbagai lini seperti kelompok agama,
sekolah, lingkungan tempat tinggal, pemerintahan, politik, keluarga, dan

6
tempat kerja. Secara harfiah bullying disebut perundungan atau
penindasan, sedangkan dari kamus umum Bahasa Indonesia kata bully
berarti menyekat dalam artian adalah mengganggu, mengusik dan
merintangi.

Isu mengenai bullying ini pertama kali diperkenalkan oleh Olweus


(1973) menyatakan bahwa bullying merupakan bentuk perilaku agresif
yang dilakukan secara sadar atau sengaja dengan tujuan untuk membuat
korban merasa terganggu, tertekan, trauma, dan perasaan tidak nyaman
lainnya. Bullying ini tidak hanya terjadi pada satu waktu saja, namun ini
adalah pola perilaku yang berlangsung secara terus menerus dalam
sebuah relasi yang tidak adanya keseimbangan kekuasaan maupun
kekuatan. Penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau
sekelompok ini tidak hanya dilakukan secara fisik namun juga secara
verbal, gestur, psikologis dan saat ini juga dirasakan via dunia maya
(cyberbullying).

Bullying yang terjadi seperti sebuah tradisi yang langgeng hingga


saat ini. Biasanya para pelaku bully sering mendapat perilaku tidak pantas
yang ia peroleh dari lingkungan keluarganya, lingkungan sekolah,
lingkungan pertemannya dan termanifestasi pada perilaku kekerasan
pada orang lain. Jika perlakuan yang anak peroleh dari lingkungannya
dapat mengoptimalkan keterampilan sosial yang dimiliki maka interaksi
kepada orang lain juga baik. Sebaliknya, bila anak mengalami proses
sosialisasi yang buruk maka proses perkembangan dan kemampuan

7
psikososialnya terhambat maka memculkan patologis sosial seperti
bullying.

Korban dan pelaku bully tidak mengenal gender dan usia, bahkan
kasus bullying paling sering terjadi di lingkungan sekolah dan dilakukan
oleh remaja (Zakiyah dkk, 2017). Kasus bullying lebih marak terjadi dan
menyasar pada kelompok anak-anak hingga remaja. Relasi sosial yang
mulai dibangun pada masa tersebut membuat anak atau remaja
mengharuskan untuk berinteraksi dengan lingkungan keluarga maupun
lingkungan luar keluarganya. Pada masa remaja proses pengenalan
lingkunganpun jauh lebih luas lagi, remaja mulai melakukan interaksi
lebih banyak pada teman sebayanya. Kesenjangan kelas yang terbentuk
pada kehidupan remaja yang mulai memberi label, mengkotak-kotakan
diri dan kelompoknya menjadi kelompok yang punya power dan
kelompok kelas bawah. Pierre Bourdieu menyatakan bahwa gaya hidup,
selera,dan konsepsi kelas yang dimiliki menggambarkan dirinya hal
tersebut mempengaruhi peran sosial yang dimainkannya. Dari perbedaan
kelas ini juga menjadi pemicu terjadinya bullying yang dipengaruhi
perbedaan kepentingan, selera, gaya hidup, dan kekuatan yang dimiliki.

Disetiap benak orang dewasa memori yang paling banyak diingat


adalah ketika masa sekolah. Banyak diantara mereka yang memiliki
pengalaman menyenangkan di masa sekolah, namun tak jarang banyak
yang memiliki pengalaman buruk ketika menjadi korban bully, sebagian
orang mungkin mengingat ketika mereka menjadi pelaku yang menyiksa
dan meneror teman mereka. Bagaimanapun juga bullying yang terjadi
8
pada fase atau masa hidup tertentu turut mempengaruhi perkembangan
hidup seseorang. Pada dasarnya manusia itu tumbuh dan berkembang
dari masa ke masa dengan tidak meninggalkan apa yang ia peroleh dari
masa lalu dengan demikian bullying yang terjadi memiliki konsekuensi
berkelanjutan di masa depan, kondisi yang ditinggalkan tidak hanya
pengalaman masa kecil yang tidak menyenangkan. Conn (2004) melalui
tulisannya pada Bullying and Harassement menunjukkan terdapat
hubungan yang kuat antara bullying dan perilaku kekerasan di masa
depan dan menghubungkan dengan perilaku antisosial lainnya. Tidak
hanya terjadi pada pelaku, tapi bagi para korban juga berpotensi
melakukan balas dendam baik yang ditujukan kepada orang yang pernah
membullnya ataupun bukan orang yang melakukan bully kepadanya.

Besarnya pengaruh dan dampak yang akan dihasilkan dari


bullying tersebut menjadi sebuah kritik besar bagi dunia pendidikan dan
organisasi yang mewadahi pendidikan untuk melakukan tindakan secara
tegas dan tidak menganggap remeh persoalan ini. Untuk itu melalui
tulisan ini penulis akan membahas lebih lanjut dan secara sederhana
mengenai bullying, akibat dan penanganannya untuk memberikan
informasi dan meningkatkan kesadaran sedari dini kepada para pelajar
untuk mencegah bahkan melawan perbuatan tidak terpuji tersebut.

9
“Baik orangtua maupun guru harus peduli,
memberikan sanksi tegas jika ketahuan
anaknya melakukan bullying pada orang lain.
Kasus bulliying bukan sesuatu yang remeh!
Sosialisasi dan Pengawasan harus dilakukan
karena masa depan bangsa ini ada ditangan
anak-anak”.

Kak Seto (Pemerhati Anak)

10
Mengenal Jenis-jenis Bullying

Sebelum membahas lebih jauh perlu kita mengenali dan


membedakan mengenai bercanda, bertengkar, dan bullying karena hal
tersebut sangat sering terjadi dikehidupan sehari-hari. Bercanda
merupakan sebuah situasi yang berlangsung dengan menyenangkan,
kedua belah pihak sama-sama merasa senang. Pada situasi bercanda juga
tidak ada pihak yang dirugikan atau merasa tersakiti, dan dari kedua
belah pihak bisa sama-sama memutuskan untuk mengakhiri atau
meneruskan bercanda. Sedangkan bertengkar merupakan sebuah situasi
dimana kedua belah pihak sama-sama merasakan emosi marah, dimana
pada situasi ini ekspresi kekerasan dan perlawanan berlangsung yang
menandakan posisi kedua belah pihak setara. Pada situasi bertengkar
proses rekonsiliasi dimungkinkan terjadi.

Berbeda dengan bercanda dan bertengkar, bullying merupakan


perilaku verbal, fisik, dan psikis yang dimaksudkan untuk menyerang
orang lain yang lebih lemah. Sekilas ketiga perilaku tersebut kadang kita
tidak dapat membedakannya. Oleh karena itu Dan Olweus juga
menyebutkan bahwa yang dikatakan perilaku bully apabila mengandung
tiga unsur seperti; (1) bersifat menyerang atau adanya agresif negatif, (2)
intensitas secara berulang dan dilakuakn dalam waktu yang lama, (3)
terjadi ketidakseimbangan antara pihak korban dan pelaku. Adapun
bentuk-bentuk perilaku bullying yang terjadi antara lain:

11
Verbal Fisik Psikis/Rasional

•mengejek •mendorong •mengintimidasi


•menggertak •menampar •mengancam
•menghasut •memukul •menatap atau
•digosipkan •menendang melihat dengan
•menjadi sasaran •menyikut sinis/agresif
komentar negatif •meninju •memalak
atau yang •mencakar •pengabaian
melecehkan secara •mengucilkan
•meludahi
seksual •tawa mengejek
•merusak pakaian
•memberi julukan •bahasa tubuh yang
kasar

Kolom tersebut memberikan gambaran kepada kita mengenai


contoh-contoh perilaku bullying yang sering terjadi dalam kehidupan
sehari-hari. Bullying yang dilakukan secara fisik merupakan bullying yang
langsung menyerang atau dilakukan secara kasat mata. Sama halnya
dengan bullying fisik, bullying verbal dapat langsung terdeteksi karena
dirasakan langsung oleh indera pendengaran (Lestari, 2016). Bullying
verbal sangat mudah dilakukan dan terkadang tanpa disadari kita menjadi
pelaku bullying verbal. Terkadang kita mengabaikan bullying verbal ini
karena dianggap hanya sebagai dialog humor yang tidak memiliki makna
apapun. Bullying fisik dan verbal dikategorikan sebagai direct bullying,
sedangkan bullying secara psikis atau rasional dikategorikan sebagai
indirect bullying (Surilena, 2016). Lain halnya dengan bullying secara
psikis merupakan bullying yang terjadi secara tidak kasat mata namun
memiliki dampak yang luar biasa bagi korban dan langsung menyerang
12
kondisi mentalnya. Bullying jenis ini juga paling sulit terdeteksi oleh
korban maupun pengawas.

Bullying Zaman Now

Mungkin banyak dari kita yang hanya mengetahui bentuk bullying


secara verbal, fisik maupun psikis. Pada era perkembangan teknologi
komunikasi seperti saat ini, manusia tidak hanya menjalin interaksi
secara langsung atau bertatap muka, namun kini menggunakan media
internet atau tekonologi digital. Kini kita telah mengenal adanya telepon
genggam, pesan singkat elektronik (SMS), ada juga email, beragam situs
jejaring sosial (fb, twitter, instagram, Whatsapp, telegram, dll), dan
beragam media telekomunikasi lainnya. Pengiriman pesan melalui media
tersebut bertujuan untuk mengganggu, mengancam, mempermalukan,
menurunkan harga diri, mengucilkan, dan membuat ketidaknyamanan
pada penerima. Kehadiran nitizen sebagai penduduk dunia maya yang
terus aktif mengakses informasi dan mencari hiburan banyak dari mereka
yang berperan sebagai lovers dan ada tak jarang dari mereka yang
menjadi haters. Lovers adalah orang yang miliki rasa suka, menghargai,
dan memiliki kesopanan mengenai kehidupan orang lain di dunia maya.
Sedangkan haters adalah kebalikan dari lovers mereka adalah orang yang
memiliki rasa tidak suka yang kuat, menjalin permusuhan, bertindak tidak
sopan dan terkadang mehujat orang lain di sosial media.

Bullying sebagai konflik kuno ini telah menyamai laju evolusi


teknologi dan membuatnya lebih berbahaya dan memiliki dampak yang

13
juga serius. Kehadiran tekonologi dari ponsel, media sosial, dan bentuk
teknologi lainnya memungkinkan bullying terjadi secara meluas ke dunia
maya. Bentuk penyalahgunaan tersebut disebut dengan cyberbullying.
Hinduja dan Patchin (2014) menjelaskan bahwa cyberbullying merupakan
sebuah kerusakan, kekerasan, dan intimidasi yang disengaja berlangsung
berulang kali yang ditimbulkan oleh penggunaan media komunikasi
elektronik. Dalam hal ini para nitizenyangmenggunakan teknologi untuk
melecehkan, mengancam, mempermalukan, atau membuat keresahan
pada korban mereka. Tidak seperti bullying tradisional, cyberbullying
lebih berbahaya lagi karena memungkinkan pelaku untuk menutupi
identitasnya dengan cara membuat akun palsu. Anonimitas ini sangat
memudahkan para pelaku untuk melakukan intimidasi terhadap korban
tanpa harus melihat respon fisik yang terjadi, namun pengiriman pesan
kepada korban dengan menggunakan kata-kata lebih menyakitkan dan
memberi efek secara psikologis yang lebih berat.

Tempat Berpotensi Terjadi Bullying

Bullying bisa terjadi dimana saja dan kapan saja disemua tempat
yang terjalin interaksi antar manusia. Bullying dapat terjadi akibat
beberapa faktor seperti keluarga, lingkungan sekolah, media
massa/elektronik, peer group, sosial-budaya, lingkungan politik,
lingkungan ekonomi dan kegiatan perpeloncoan. Adanya hirarki pada
setiap tempat khususnya Lembaga formal memungkinkan bullying terjadi,
selalu akan ada pihak yang menduduki posisi superior dan inferior di
tempat tersebut. Selain tempat keterikatan mengenai masa/waktu dalam
14
menjadi anggota atau bagian dari lembaga memungkinkan perilaku
bullying semakin kuat karena sifatnya mengikat dan tetap. Bagi para
korban akan terus menjadi sasaran dari para pelaku selama masa waktu
yang telah ditentukan di lembaga tersebut. Sebagai contoh bullying yang
terjadi di lingkungan organisasi pelajar yang dilakukan oleh salah seorang
ketua kepada anggotanya. Kondisi ini akan terus berlanjut dan anggota
yang menjadi korban akan selalu merasa dirugikan hingga perbuatan
tersebut berakhir ketika masa jabatan mereka telah selesai dari
organisasi.

Tidak terbatas dari persoalan hirarki tapi dalam sebuah kelompok


atau lembaga terdapat nilai budaya yang telah berlaku sejak lama dan
masih dianut hingga saat ini, seperti dibeberapa tempat budaya senioritas
masih sangat dijunjung tinggi. Riana Cahyani menjelaskan kasus bullying
yang terjadi karena adanya kecemasan kelompok yang tidak terfasilitasi.
Tidak adanya sarana bagi anggota kelompok untuk melepaskan
ketegangan sosialnya. Lingkungan yang homogen dengan menolak
adanya perbedaan dan sengaja membiarkan tindakan-tindakan
diskriminatif berlangsung merupakan bentuk fasilitas dari bullying.

a. Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga merupakan tempat paling dekat dan
menjadi tempat pembelajaran pertama bagi anak. Keluarga juga
merupakan tempat datang dan kembali dari segala aktivitas yang
dijalankan dan dari segala hiruk pikuk kehidupan. Teori
tabularasa dalam hal ini di perkenalkan oleh John Lock yang
15
menyebutkan bahwa anak ibarat kertas putih dan keluarga yang
memberi warna. Dalam hal ini orangtua dan keluarga merupakan
orang-orang yang berperan besar dalam pembentukan
kepribadian anak. Pola asuh yang diberikan orangtua kepada anak
juga sangat memberi pengaruh pada anak dalam mengalami
masalah sosial seperti bullying. Lestari (2016) menjelaskan
orangtua dengan pola asuh yang terlalu over protective,
perceraian orangtua, pola komunikasi orangtua yang negatif
sarcasm (sindiran tajam), orangtua yang selalu mencaci,
bertengkar dihadapan anak, adanya kekerasan fisik serta verbal,
hal tersebut memicu tumbuhnya perilaku negatif pada anak.
Perilaku yang sering dilihat dan didengar anak memicu anak
untuk meniru kebiasaan tersebut dalam kesehariannya. Tak
jarang banyak orangtua yang menjadi pelaku bully kepada
anaknya sendiri apabila anaknya melakukan kesalahan dan tidak
dapat melakukan hal sesuai keinginan orangtua. Saudara kandung
juga berpotensi sebagai pelaku, hal ini bisa terjadi bila anak
menjadi yang berbeda dan tidak dapat diajak kerja sama dengan
saudara yang lain. Hingga akhirnya anak yang menjadi korban
bully dirumahnya sendiri dapat berpotensi menjadi pelaku dan
melampiaskan kemarahannya kepada orang lain.
b. Lingkungan Sekolah
Bullying yang terjadi di lingkungan sekolah tidak hanya terjadi
pada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) tetapi sudah mulai
ditemukan di Sekolah Dasar (SD). Contoh positif dan apresiasi
16
yang kurang diberikan guru kepada siswanya dalam mendidik
juga masih ditemukan, selain itu proses pendisiplinan kaku yang
berlangsung antar guru dan siswa semakin menguatkan bullying
di sekolah .Beberapa pihak sekolah cenderung masih
mengabaikan keberadaan masalah bullying disekolah sehingga
semakin memberi penguatan bagi para pelaku. Intervensi yang
diberikan oleh guru dalam hal ini kurang, dan terkadang
menyepelekan masalah yang terjadi. Sebagian guru menganggap
bahwa semakin besar usia anaksemakin minim pengawasannya.
Teman sebagai saksipun masih banyak yang membungkam
karena terlalu takut untuk melaporkan hal tersebut kepada guru.
Kasus-kasus yang sering terjadi dilingkungan sekolah berupa
memalak teman, mengancam untuk menyontek, merampas
barang berharga, dll. Tindakan kekerasan banyak berlangsung
seusai jam sekolah atau pada saat korban menuju pulang
kerumah, kekerasan fisik dapat terjadi dan biasanya dilakukan
secara berkelompok. Para pelaku memiliki kesempatan yang kecil
untuk melakukan kekerasan fisik pada saat jam sekolah
dikarenakan merekamasih menakuti beberapa aturan sekolah
dan juga guru.
c. Teman Sebaya
Memilki relasi positif sangat penting dan dapat memberikan
pengaruh positf juga bagi perkembangan kepribadian. Sebaliknya
bila memiliki relasi negatif pengaruh negatif juga akan memberi
pengaruh pada kepribadian. Relasi yang dijalani pada masa
17
remaja memiliki pengaruh pada kualitas pertemanan di masa
dewasa. Kelompok teman sebaya yang terbentuk di sekolah atau
dilingkungan sekitar rumah (genk) yang memiliki masalah di
sekolah akan memberi dampak kepada teman sebayanya seperti
berkata kasar, tidak menghormati guru, tidak menghargai teman,
dan perilaku membolos. Pada beberapa anak melakukan bullying
sebagai bentuk untuk mencari perhatian dan penerimaan kepada
teman sebayanya agar diterima dalam kelompoknya, meski secara
nurani mereka sendiri tidak merasa nyaman melakukan perilaku
tersebut. Dalam teman sebaya terdapat klasifikasi status dalam
pergaulan dan potensi terjadinya bullying pada status tersebut
yang telah di rangkum oleh ahli perkembangan Wentzel dan Asher
(Santrock, 2011):

•sering dipilih sebagai sahabat dan jarang tidak


Anak-anak popular disukai oleh teman sebayanya

Anak rata-rata •memperoleh angka rata-rata untuk dipilih secara


positif maupun negatif oleh teman sebayanya
(Ada pelaku , ada korban)

Anak yang diabaikan •jarang dipilih sebagai sahabat namun bukan karena
tidak disuka oleh teman sebayanya
(rentan kena bully)

Anak yang ditolak •jarang dipilih sebagai sahabat oleh seseorang dan
secara aktif tidak disuka oleh teman sebayanya
(rentan kena bully)

Anak yang kontroversial •sering dipilih sebagai kawan terbaik seseorang,


namun umumnya tidak disuka oleh teman
(rentan kena bully) sebayanya

18
d. Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya
Konteks sosial, ekonomi, dan budaya yang tidak stabil dapat
memicu perilaku bullying. Suasana politik dan pemerintahan yang
kacau, kesenjangan yang begitu tinggi, tingkat kemiskinan yang
tinggi, diskriminasi, munculnya prasangka, etnosentrisme, tidak
adanya toleransi antar masyarakat, dan konflik masyarakat yang
berkelanjutan. Kondisi ini tentu memberi pengaruh pada seluruh
lapisan masyarakat dan semakin menciptakan jarak antar satu
individu dengan individu lain, kelompok satu dan kelompok
lainnya.
e. Media
Media cetak atau elektronik yang banyak menyajikan tayangan
yang mengandung kekerasan juga dapat memicu terjadinya
bullying. Anak-anak kini banyak meniru perilaku kekerasan yang
mereka terima melalui televisi, sosial media, game yang
mengandung unsur kekerasan, dll. Meskipun anak tidak secara
langsung melakukan kekerasan secara fisik namun kata-kata yang
mengandung kekerasan diterima oleh anak dan diaplikasikan ke
kehidupan sehari-hari, serta meniru gaya hidup dari apa yang
mereka tonton atau peroleh di media menjadikannya sebagai
standar baru untuk menjadi lebih superior dikalangannya.

Mengenal Pemeran Utama dalam Bullying

Kasus bullying tidak terjadi begitu saja, kasus ini tak luput dari
pihak-pihak yang berperan di dalamnya seperti pelaku, korban, pelaku-
19
korban, bystander, dan pihak prososial. Kejadian bullying bukanlah kasus
tunggal yang terjadi begitu saja, namun ada kejadian dan penyebab yang
telah terjadi sebelumnya.

Pelaku

Pelaku-
Bullying Korban
Korban

Bystander

Pelaku bullying merupakan orang yang agresif kepada orang lain


tapi mereka bukan korban bullying. Pelaku-korban mereka tidak hanya
agresif tapi mereka juga menjadi korban dari pelaku lain. Lain dengan
korban, mereka adalah orang-orang pasif dan tidak agresif terhadap
bullying. Kejadian bullying juga melibatkan saksi mata atau bystander yang
tak jarang kita abaikan keberadaannya. Mereka ini orang-orang yang
berperan sebagai pelaku dan korban juga. Mereka merupakan teman-
teman dari para pelaku dan juga korban, mereka tahu akan kejadian
tersebut namun membiarkannya tetap terjadi atau malah
mendiamkannya. Seharusnya para saksi mata ini dapat berperan untuk

20
mencegah atau membela korban tapi tak jarang dari mereka yang
menonton dan menertawan aksi yang sedang berlangsung. Tak jarang
dari beberapa kasus terdapat orang-orang yang prososial terlibat dalam
kejadian, mereka memiliki perilaku positif seperti berbagi, menolong, dan
berempati. Mirisnya kehadiran kelompok prososial ini tidak begitu
dominan dalam setiap masalah bullying.

“Tontonan, lingkungan, dan pendidikan sangat


mempengaruhi. Semua harus bersinergi untuk
melakukan pencegahan agar memangkas generasi
bullying dan menciptakan narasi positif untuk selalu
mencintai perbedaan menjauhi perbuatan
intoleran.” – Maharina Novi (Ketua Bidang PIP PP
IPM 2016-2018)

21
Bagian II

Mengapa Bullying Terjadi?

Kasus mengenai bullying bukan menjadi masalah yang asing lagi


dalam permasalahan yang ada di masyarakat khususnya dalam
lingkungan pendidikan. Para pelaku bullying ini diantara mereka banyak
yang tidak bisa terdeteksi sejak dari rumah. Pada saat di rumah mereka
memiliki perilaku yang cenderung baik dan tidak agresif. Banyak dari
orangtua merasa heran dan tidak percaya bila anaknya menjadi pelaku
karena keseharian di rumah menunjukkan perilaku yang baik.

Kasus bullying merupakan kasus yang unik, para pelaku terdorong


melakukan bullying karena untuk menjadi lebih superior dan
mendominasi korban-korbannya. Berikut beberapa alasan mengapa anak
membully:

 Mereka merasa cemburu atas apa yang dimiliki oleh korban


 Perasaan ingin mendominasi
 Mencari identitas dan mengejar eksistensi
 Ingin mendapatkan pengakuan dari teman sebaya
 Sering melihat adegan kekerasan dan memiliki keinginan untuk
memperaktikannya
 Kurang perhatian

22
 Ikut-ikutan teman sebaya
 Ada kesempatan

Penyebab Anak Menjadi Pelaku Bully

Banyak pemasalahan yang terjadi dibalik peristiwa bullying.


Banyak dari para pengawas dalam hal ini guru dan juga orangtua merasa
tidak percaya pada para pelaku yang membully temannya. Tak jarang
para pengawas kesulitan menangani kasus bullying karena tidak mampu
melihat permasalahan secara holistik. Mereka hanya berfokus pada satu
kejadian yang terlihat. Ada banyak faktor mengapa anak menjadi pelaku
bully, seperti:

1. Pola asuh dan ketidakharmonisan dalam rumah tangga


Anak-anak yang menjadi pelaku bully kerap mendapatkan
kekerasan oleh orangtua tak jarang dari mereka yang mendapat
kekerasan secara verbal. Kondisi tersebut berlangsung lama, anak
tidak dapat mengekspresikan kemarahannya, sehingga
perilakunya termanifestasi dalam perilaku bullying di luar rumah.
Komunikasi yang berlangsung tidak efektif serta orangtua yang
tidak perhatian.
2. Suasana sekolah yang tidak nir kekerasan
Banyak diantara sekolah-sekolah yang memiliki kebiasaan
berkelahi seperti tawuran, mengejek, dll kondisi tersebut dapat
mempengaruhi peserta didik dan memicu mereka untuk
melakukan perilaku seperti apa yang mereka lihat. Kemudian

23
senioritas yang masih dijunjung tinggi dimana mereka
menganggap bahwa senior harus dihargai, disegani, dan
menerima perlakuan meski sewenang-wenang dari senior. Para
senior tersebut tak jarang dari mereka yang membuat label bagi
juniornya untuk membuat orang lain tertawa dan membuat orang
lainpun menggunakan label tersebut untuk memanggil junior atau
temannya. Kondisi ini dianggap sepele dikarenakan mereka yang
merasa senior sebelumnya juga sudah pernah mendapatkan
perlakuan demikian dari pendahulunya.
Pola mengajar yang masih menggunakan kekerasan sebagai
bentuk pendisiplinan menjadi pemicu para peserta didik untuk
melakukan bully.
3. Mereka pernah menjadi korban atau bystander
Para pengawas masih menyepelekan perihal korban ataupun
orang-orang yang pernah mengamati kejadian bullying. Perlunya
penanganan secara lanjut bagi mereka yang menjadi korban dan
pengamat karena dapat memicu untuk menjadi pelaku di masa
mendatang.

24
Jenis-Jenis Pelaku Bully

Secara umum ada empat jenis pelaku bully yang telah dirangkum
oleh Cahyani (2017):
a. Pembully agresif, mereka terbuka dalam membully korban dan
sering memakai kekerasan fisik dalam aksinya. Identifikasi oleh
guru dan orangtua cukup mudah.
b. Pembully pasif, mereka tidak mudah diidentifikasi oleh guru dan
orangtua. Memiliki hubungan yang tidak harmonis dengan
keluarga, memiliki kepercayaan diri rendah dan sulit untuk
disukai.
c. Pembully-korban, mereka tidak mudah dikenali, pembully ini
lebih lemah dari jenis sebelumnya namun lebih kuat dibanding
korbannya. Mereka juga merupakan korban namun tempat
kejadiannya berbeda dari tempat menjadi pelaku.
d. Pembully murni, mereka adalah anak-anak biasa yang tidak begitu
menonjol dan tampak menikmati kehidupan sekolahnya. Mereka
melakukan bully sebagai sarana untuk mendominasi orang lain
dan mencari kesenangan pada saat membully.

Deteksi Pelaku Sejak Dini

Berikut adalah beberapa ciri-ciri dari pelaku bully dan para


pengawas patut mewaspadai. Jika dari beberapa perilaku tersebut anak
terlihat melakukan lebih dari satu hal berarti anak memiliki potensi
untuk menjadi pelaku bullying.

25
deteksi dini pelaku bullying
•memiliki empati yang kurang
•rasa bersalah yang kurang
•lebih mudah marah
•lebih egois
•berusaha untuk dominan
•senang mencari perhatian dalam hal memamerkan kekerasan di
hadapan orang lain
•terlihat lebih agresif
•senang melihat orang lain mengalami kesusahan dan susah melihat
orang lain merasa senang
•pandai berbohong dan menyembunyikan perilaku bullying
dihadapan guru atau orangtua
•suka bertengkar dan melawan
•tidak mau menerima saran dari orang lain
•memiliki kelompok yang patuh atas perintahnya
•sengaja dan bangga melanggar aturan

Bullying pada pelaku harus dihentikan karena mereka akan


berpotensi untuk mnejadi pelaku kekerasan dan kejahatan di masa
depan. Tidak hanya itu mereka berpotensi untuk menjadi pecandu
rokok, miras, dan hubungan seks pra-nikah.

26
Dinamika Bullying Pada Pelaku

Adaptasi dari Sullivan (2000)

TAHAP I Mulai mengenal dinamika dalam kelas atau sekolah


dan mulai mengamati orang-orang yang akan
“Mengamati
dijadikan target bully
dan
menunggu”

TAHAP II Melakukan tindakan simbolis dan masih kecil. Mulai


meminta dukungan dari yang lain.
“uji coba”

TAHAP III Mulai melakukan kekerasan fisik dan lebih parah lagi

“sesuatu Melakukan evaluasi terhadap korban


yang lebih
substansial
terjadi”

TAHAP IV Situasi menjadi lebih buruk. Korban diintimidasi


tidak hanya di sekolah namun mulai berlangsung
“terjadi
hingga ke luar sekolah. Para pelaku semakin
peningkatan
menjadi-jadi
intimidasi”

27
TAHAP V Intimidasi terjadi dalam lingkup yang lebih luas lagi.
Berakhir pada kriminalitas dan perbuatan kejam
“intimidasi
lainnya.
semakin
menguat”

28
Bagian III

Mengenal Korban Bully

Korban bully umumnya mereka menempati posisi pasif atau


inferior di lingkungannya, mereka tidak memiliki daya untuk melawan.
Umumnya mereka tidak melaporkan kejadian bully yang mereka terima.
Korban sering kali memiliki ketakutan yang berlebihan pada pelaku dan
tak jarang dari mereka takut mengadu kepada orang yang memiliki kuasa
lebih karena takut dijauhi oleh pertemanannya. Korban bullying adalah
mereka yang merasa terintimidasi, memiliki ketakutan yang berlebihan
yang diakibatkan oleh tindakan pelaku baik secara fisik, verbal, maupun
psikis.

Tanda-tanda anak menjadi korban (Sucipto, 2012)

mengalami performa akademik

menarik diri dari lingkungan

adanya penurunan kehadiran di sekolah

berkurangnya minat mengerjakan pekerjaan


rumah atau sekolah
penurunan minat pada kegiatan sekolah atau
ekstra sekolah

konsentrasi menurun

keluar dari kegiatan yang sebelumnya ia geluti

29
Penyebab Anak Menjadi Korban

Para korban bullying selalu saja memiliki daya tarik tersendiri


bagi para pelaku. Meskipun para korban tidak melakukan apapun, tetap
saja mereka selalu menjadi bulan-bulanan bagi pelaku untuk memuaskan
hasrat pribadinya. Berikut tipe anak yang berpotensi menjadi korban

memiliki
kondisi yang
berbeda dari
orang lain
memiliki
kondisi
perekonomia terlihat tidak
n yang berdaya
berbeda dari
kelompoknya

berasal dari
memiliki
budaya, ras,
teman yang
dan agama
sedikit
yang berbeda

faktor kepercayaan
intelektual diri rendah

30
Melihat tipe anak yang cenderung menjadi korban bully diatas kita
dapat melihat bahwa mereka yang tampak berbeda dari orang lain pada
umumnya. Perbedaan tersebut dapat terlihat dari kondisi fisik seperti bila
anak lebih kecil atau lebih besar dari teman-teman pada umumnya, warna
kulit yang berbeda misal terlalu hitam, memiliki ciri fisik yang khas pada
tubuh. Anak-anak berkebutuhan khusus juga sering kali menjadi sasaran
korban terbanyak, bahkan kekerasan yang dilakukan bisa lebih kejam
dibanding anak biasa lainnya. Anak dengan perbedaan fisik atau ABK
tersebut selalu terlihat lebih lemah dari para pelaku, mereka lebih mudah
untuk ditakut-takuti dan digertak.

Korban bully yang memiliki perbedaan yang mencolok seperti


perbedaan budaya, ras, agama, ekonomi, dan intelektual cenderung
menjadi sasaran pelaku. Pelaku cenderung mencari orang yang memiliki
perbedaan karena sifat mereka yang intoleran dan tidak memiliki
pemikiran yang terbuka. Para korban yang memiliki relasi atau teman
yang sedikit cenderung menjadi korban. Jika memiliki banyak teman,
mereka memiliki kemungkinan untuk mendapat pertolongan dan dapat
mengurangi sasaran tindakan bullying.

Bahaya Menjadi Korban Bully

Bullying telah menjadi patologi sosial yang dapat menimbulkan


ketidakseimbangan baik pada korban, pelaku, dan orang sekitar. Proses
optimalisasi potensi bagi anak yang menjadi korban bully bisa terhambat

31
dan dapat mempengaruhi performanya di masa depan. Banyak dari
korban bullying akan mengalami:

 Gangguan cemas
 Psikosomatis
 Gangguan makan dan tidur
 Menarik diri
 Berpotensi menjadi pelaku dan memperaktikkannya kepada
saudara atau orang yang lebih lemah darinya baik saat ini atau di
masa mendatang
 Depresi
 Mengancam atau mencoba melakukan praktik bunuh diri

Penyebab Korban Membungkam

Diamnya korban bullying disebabkan oleh banyak hal. Secara


naluri mereka ingin mengungkapkan, berkeluh kesah, dan
mengekspresikan kesedihannya atas perlakuan yang diperolehnya.
Sayangnya, mereka tidak semudah itu dapat melakukannya. Para korban
cenderung diredam oleh rasa takut dan malu untuk mengungkapkannya,
mereka juga takut kepada teman sekitarnya bila ia menceritakan
masalahnya kelak mereka akan dijauhi atau malah menjadi bumerang
baginya untuk dibully lagi.

Fasilitas yang belum mengampu para korban bully untuk


bercerita dan kesadaran orang sekitar akan pentingnya pemberian
pertolongan pada korban. Mirisnya, masih ditemukan penguatan pada
32
perilaku bullying di sekolah oleh guru dan murid yang saling membully.
Hal ini disebabkan juga karena kebiasaan membuat lelucon oleh guru dan
pelaku dengan maksud sebagai penanda keakraban yang pada akhirnya
akan semakin menguatkan perilaku bullying.

Tanda anak menjadi korban bullying

Untuk mendeteksi apakah anak menjadi korban bullying adalah


dengan melihat perubahan perilaku dan kondisi emosional dari korban.
Berikut beberapa tanda-tanda anak menjadi korban dan sebaiknya
dilanjutkan dengan langkah untuk menyelidikinya:

 Mengalami luka berdarah, memar, atau adanya goresan pada


bagian tubuh
 Sering mengalami kehilangan barang atau barang pribadi yang
mengalami kerusakan
 Sering mengalami sakit kepala, sakit perut, dan penyakit lainnya
(psikosomatis)
 Insomnia disetiap malam
 Pola makan yang berubah
 Terjadi perubahan berat badan secara drastis
 Minat ke sekolah kurang dan sering bolos
 Menurunnya performa akademik
 Muncul perilaku destruktif
 Menarik diri dari lingkungan

33
Saat kita mendapati satu dari tanda-tanda tersebut ada baiknya
kita mencari tahu lebih lanjut apakah anak benar-benar mengalami
bullying atau mengalami permasalahan lain. Kondisi ini bisa juga di
konsultasikan kepada guru dan ahli seperti konselor, psikolog, dan
psikiater.

Dinamika Bullying Pada Korban

Adaptasi dari Sullivan (2000)

TAHAP I Sedang diatur oleh pelaku dan ditargetkan untuk


menjadi korban bullying

TAHAP II Korban tidak bisa mengendalikan kekerasan secara


simbolis, merasa hal memalukan terjadi, merasa tidak
nyaman, namun cenderung mengabaikan

TAHAP Merasa tidak berguna, merasa bersalah karena tidak


III berdaya melawan para pelaku, namun disini korban
masih mentolerir perbuatan pelaku

TAHAP Merasakan intimidasi secara jelas dan intens. Mulai


IV tumbuh rasa putus asa, trauma dan rasa harga diri
yang rendah

34
TAHAP V Merasa bahwa dunia adalah tempat yang mengerikan
dan tidak aman. Memilih antara balas dendam,
mencari bantuan atau bunuh diri.

Bystander (Saksi Mata) berdaya atau tidak berdaya

Para saksi mata dalam kasus bullying merupakan pemeran utama


yang dianggap dan kadang tidak dianggap penting keberadaannya. Saksi
mata ini adalah mereka yang secara langsung melihat, mendengar, dan
ada yang turut andil dalam bullying. Mereka ini tidak lain adalah teman
dari korban atau pelaku itu sendiri. Para saksi mata jarang melakukan
intervensi karena tidak tahu harus berbuat apa. Pada umumnya mereka
sebenarnya merasa tidak nyaman ketika melihat bullying. Rasa khawatir
takut akan menjadi korban selanjutnya atau malah takut membela korban
karena akan memperkeruh suasana dan makin memberatkan korban.

Perilaku bullying sering kali bergantung pada reaksi dari saksi


mata baik pasif ataupun aktif menyoraki. Saksi mata ini memiliki tipe yang
sangat beragam atas dasar motivasi dan dengan siapa dia memihak.
Berikut tipe-tipe saksi mata (Cahyani, 2017):

 Asisten : memihak dan membantu para pelaku


 Pendukung : memberikan dukungan positif pada
pelaku, meski hanya menertawakan.
 Penghindar : tidak mendukung, tidak bergabung, tidak

35
berperan sebagai asisten, namun juga
tidak mencegah terjadinya bullying
 Pembela : saksi mata yang membela dan
melindungi korban (kelompok
prososial).

Perilaku bullying oleh pelaku turut dipengaruhi oleh hadirnya


saksi mata yang mendukung secara pasif dan kadang memberi penguatan
perilaku mereka. Para pelaku semakin menikmati proses intimidasi
tersebut karena merasa semakin mendapatkan kekuatan dari para saksi
mata baik yang hanya mengamati terlebih yang menyoraki.

Papler dan Craig menyebutkan terdapat beberapa pengaruh saksi mata


yang melihat aktifitas bullying secara langsung:
1. Saksi mata yang terlibat dalam situasi bullying karena memiliki
hasrat ingin menyerang yang ditimbulkan dari melihat aktivitas
bullying sehingga muncul dorongan untuk menyerang korban.
2. Perhatian positif pada pelaku, berpihak, menghormati, memiliki
rasa takut untuk melawan yang terjadi pada penonton akan
semakin memberikan reinforcement atau penguatan pada
dominasi pelaku.
3. Saksi mata yang tidak mendukung pelaku dan memberi perhatian
kepada korban akan berpotensi sebagai korban selanjutnya.
4. Saksi mata yang berpihak pada pelaku akan semakin agresif dan
tidak sensitif terhadap penderitaan korban. Harapan untuk

36
mendapatkan perlindungan dan status sosial lebih tinggi dari
pelaku.

Saksi mata dalam hal ini dapat memiliki peran penting dalam
penanganan dan pencegahan bullying. Jika para saksi mata tidak
melakukan apa-apa malah justru menyemangati pelaku maka perilaku
bullying akan semakin menjadi-jadi. Mereka enggan untuk melapor
karena takut karena beragam alasan seperti:

 Takut menjadi korban selanjutnya


 Tidak memiliki kekuatan untuk melawan
 Tidak suka pada korban
 Merasa acuh tak acuh dengan masalah
 Takut jika melapor adalah hal yang sia-sia

Padahal jika saksi mata memiliki keberanian pasti akan ada yang
bergerak untuk mendukung. Saksi mata adalah kunci untuk mencegah
jatuhnya lebih banyak korban.

Dinamika Bullying pada Bystander

TAHAP Orang-orang yang menetap di sekolah.


I
Memberikan indikasi dari bahasa tubuh atau bentuk
lainnya agar dia tidak mudah ditindas.

37
TAHAP Secara psikis merasa tidak nyaman. Bisa bertindak
II menarik diri atau mungkin memberi dukungan.

TAHAP Merasa tidak berdaya dan mulai muncul rasa bersalah


III atas kejadian.

Namun, merasa untuk tidak turut campur

TAHAP merasa untuk melindungi diri adalah hal yang paling


IV utama.

Memilih untuk mengabaikan atau tidak mendukung


pelaku

Merasa korban tidak layak dibela

Bersikap didasari rasa takut

TAHAP Merasa tidak berdaya posisinya di masyarakat.


V
Memilih untuk menjaga diri sendiri.

38
Bagian IV

Langkah-langkah Penanganan

Pencegahan masalah bullying yang dialami pada anak dan remaja


bukan hanya menjadi tugas orangtua ataupun guru sebagai pendidik,
namun ini adalah tugas bersama. Semua yang terlibat dalam perilaku
bullying baik itu pelaku, korban, korban-pelaku, ataupun bystander semua
sama-sama perlu penanganan dan membutuhkan dukungan.

Secara umum prosedur untuk penanganan bullying sama. Berikut


langkah-langkah secara umum untuk melakukan penanganan bullying
yang telah dirangkum dari buku “Living with Peer Pressure and Bullying”
karya Thomas Paul Tharsis:

 Tahap I : memastikan anda memahami apa yang dimaksud


dengan bullying dan mengenali jenis-jenis perilaku bullying.
Banyak orang yang telah merasa bahwa seseorang yang tidak
dirugikan secara fisik atau materi maka mereka tidak mengalami
perilaku bullying dan tidak mendapatkan perhatian khusus dari
orang sekitar.
 Tahap II : berani mengatakan kepada pelaku untuk
mengghentikan tingkah lakunya meskipun hal ini berat dilakukan
oleh beberapa orang. Namun, jangan khawatir karena beberapa
39
pelaku tidak akan berani untuk melakukan intimidasi kepada
mereka yang berani melawan atau menegur tindakannya karena
pelaku merasa seseorang yang berani menegur memiliki kekuatan
yang sama dengannya.
 Tahap III: mengawasi para pelaku bullying dengan
mengumpulkan data catatan tanggal kejadian bahkan memfoto
atau merekam adegan tersebut sebagai barang bukti yang dapat
ditindak lanjuti oleh pihak yang berwenang.
 Tahap IV : mulai berbicara dengan guru dan staf sekolah dengan
menunjukkan data yang telah di peroleh sebelumnya.
 Tahap V : mulai mengadvokasi orangtua atau orang dewasa
lainnya sebagai langkah pencegahan bila nantinya pelaku akan
menjadikan anda sebagai target bullying selanjutnya. Namun, bila
merasa bisa menyelesaikan hal ini sendiri anda tidak perlu
menceritakan secara detil kepada orangtua.
 Tahap VI: membangun kerja sama antara guru dan orangtua
sebagai pencegahan dan penanganan
 Tahap VII : melibatkan sistem hukum jika dari pihak sekolah tidak
dapat secara maksimal menyelesaikan permasalahan. Hampir
disemua negara memiliki kebijakan hukum dan mengatur
perlindungan terhadap korban dalam undang-undang.
 Tahap VIII : bekerja sama dengan konselor, psikolog, dan dokter
jika anda melihat korban mengalami perubahan emosional dan
perilaku akibat bullying yang dialaminya. Hal ini sangat penting

40
dilakukan untuk mencegah perubahan perilaku yang dapat
merugikan.

Bagi Pelaku

Bagi kita yang mengetahui orang terdekat menjadi pelaku pastikan


untuk tetap tenang dan tidak menghadapi anak dengan emosi marah atau
malah membalas dengan kekerasan. Untuk setiap penanganan harus
dilakukan dengan penuh cinta, kasih sayang, dan penerimaa kepada anak.
Adapun langkah yang dilakukan untuk memberikan penanganan pada
pelaku:

 Sebelum melakukan rehabilitasi pastikan orangtua atau orang


yang akan membantu penanganan dapat menjadi role model yang
baik bagi pelaku
 Mengumpulkan data dan memastikan anak adalah benar pelaku.
 Bantu pelaku untuk menumbukan self esteemnya (harga diri)
dengan baik.
 Memulai komunikasi dengan baik dan mulai membahas secara
pelan dan tenang mengenai kasus bullying yang dilakukannya
 Selalu memegang prinsip mendengarkan, mendorong pelaku
untuk menyadari kesalahannya, mengajak untuk meminta maaf.
Hal-hal tersebut dapat membantu pelaku untuk menyembuhkan
luka batin , membuatnya pulih, dan menghilangkan rasa dendam.
 Mengajak pelaku untuk berinteraksi dengan kegiatan da
kelompok positif

41
 Tak lupa memberikan konsekuensi pada pelaku dengan memberi
hukuman yang sifatnya lebih membangun .
 Memberikan penguatan dengan reward pada pelaku bila
melakukan kegiatan positif. Reward ini dapat diberikan oleh
siapapun dan selalu mengingatkan pada pelaku bila terjadi tanda-
tanda ingin mengulanginya lagi.
 Peran guru bimbingan konseling sangat dibutuhkan dalam proses
rehabilitasi
 Jika permasalahan begitu berat carilah bantuan profesional
seperti psikolog dan konselor. Akses untuk mendapatkan bantuan
dari konselor dan psikolog kini mudah didapatkan di beberapa
kota besar, bisa ditemui di rumah sakit, puskesmas, dan praktek
pribadi. Namun, bila aksesnya sulit saat ini banyak layanan
konseling online yang dapat diakses dimana saja dan kapan saja.

Bagi Korban

Penanganan yang dilakukan teruntuk bagi korban bullying adalah:

 Selalu menghadapi masalah dengan tenang, tidak memberi


label dan tidak menghakimi korban.
 Meyakinkan anak bahwa dia berada pada posisi yang aman
dan akan mendapat pelindungan dari pelaku
 Memastikan lebih lanjut dan memeriksa data atau bukti yang
ada apakah anak benar adalah korban

42
 Meminta bantuan dari guru atau pihak terkait untuk
melakukan penyelidikan
 Membantu anak menemukan dan menyadari self esteemnya.
Anak yang memiliki self esteem akan memiliki pribadi yang
positif, menyadari potensi dirinya, menghargai diri sendiri
dan orang lain, serta berani menyuarakan haknya.
 Mendengarkan sepenuh hati mengenai keluhan anak dan
memdorong anak untuk menceritakan apa yang terjadi
padanya
 Bekerja sama dengan konselor dan teman sebaya sebagai
kelompok prososial untuk memberikan perlindungan dan
rasa aman pada anak di sekolah
 Membantu dan mendorong anak untuk membangun
pergaulan positif, memperkenalkan dengan kegiatan-kegiatan
yang sifatnya membangun keterampilan sosial dan juga
potensinya.
 Perbanyak teman dan mengajak berteman pada siswa yang
sendirian
 Jangan lupakan reinforcement dengan memberikan reward
pada anak bila anak tidak takut pada pelaku.
 Memberikan edukasi pada anak mengenai bullying, nilai-nilai
toleransi, dan hak-hak diri.
 Mengajarkan strategi dalam menangani bullying dan
menghadapi pelaku

43
 Bila mengalami trauma dan mengalami perubahan kondisi
emosi sebaiknya membawa anak kepada profesional seperti
psikolog, konselor, dokter, dan psikiater.
 Bila anak adalah korban dari guru sebaiknya melaporkan
kepada pihak yang berwenang

Pengembangan keterampilan sosial dalam menghadapi pelaku


ataupun bystander yang berpihak pada pelaku sangat diperlukan bagi
korban. Para korban perlu memahami bahwa para pelaku dalam
melakukan aksinya biasanya ingin menjadi pusat perhatian. Penting bagi
para korban untuk tidak merasa takut, tetap merasa tenang, dan jangan
mudah marah bila pelaku memulai aksinya. Berikut strategi yang dapat
dilakukan oleh korban bila menghadapi bullying:

 Selalu menunjukkan posisi yang percaya diri karena pelaku akan


segan untuk membully
 Pandanglah pelaku dengan cara melihat matanya dan jangan
merunduk bila pelaku melakukan aksinya.
 Jauhi para pelaku dan jangan berjalan sendirian
 Berusaha untuk tidak melawan dan mencoba meredam amarah
karena hanya akan memperkeruh suasana. Semakin korban
merasa tenang para pelaku akan semakin merasa gagal dalam
melakukan aksinya.
 Jangan biarkan pelaku mengatur, tegaslah dan berani menolak.
 Berani mendokumentasikan setiap kejadian bullying yang dialami
 Carilah bantuan segera
44
 Bangunlah pertemanan dan mengajak anak yang sendirian
berteman.
 Jangan berpenampilan mencolok, mengenakan perhiasan
berlebihan, membawa uang dalam jumlah besar dan membawa
barang mahal ke sekolah karena pelaku sangat tertarik pada
mereka yang memiki sesuatu yang berlebihan.

Penanganan pada Bystander

Banyak dari kita yang mengabaikan posisi bystander pada kasus


bullying. Posisi bystander harus diperhatikan dan diperlukan
penanganan kepada mereka agar pencegahan bullying dapat
ditangani secara menyeluruh. Berikut:

 Mengedukasi mengenai bullying dan bahaya yang


ditimbulkannya
 Tetap tenang dan tidak menghadapi dengan emosi negatif
 Mengajarkan bystander untuk tidak menjadi penonton dan
pendukung
 Memastikan bystander juga mendapat perlindungan agar
tidak menjadi sasaran selanjutnya
 Bekerja sama dengan guru dan konselor di sekolah untuk
bystander berani menegur dan membela korban bila bullying
berlangsung
 Mengajak bystander untuk berteman dengan korban.

45
 Bila bystander mengalami trauma karena terlalu sering
terpapar dan melihat kejadian bullying diperlukan kerja sama
dari orangtua, guru, dan profesional untuk menangani
permasalahannya.

Strategi menghadapi dan menghentikan bullying bagi bystander:

 Berani menghentikan pelaku dan tidak ikut-ikutan untuk


membully.
 Merangkul korban dan mengajak korban menghindari pelaku
 Berani mencari bantuan kepada orang dewasa atau pihak
berwenang agar merasa aman
 Berani mendokumentasikan setiap kejadian bullying yang
berlangsung sebagai barang bukti untuk diproses lebih lanjut
 Berteman dengan korban
 Tidak menghadapi pelaku dengan emosi membara, membalas
kekerasan fisik, atau berkelahi. Hadapi pelaku dengan tenang.
 Menghindari lokasi rawan bullying tempat dimana pelaku sering
berkumpul dengan kelompoknya.

46
Selalu di Ingat!

 Bullying merupakan tindakan berulang dengan tujuan untuk


menyakiti, mengintimidasi, atau merusak korban secara fisik,
sosial, mental, dan materi
 Banyak dari orang mudah terpengaruh bila sering melihat
perilaku bullying, minimal terpengaruh untuk menertawai korban
 Hampir semua sekolah mengalami bullying
 Ada 5 kelompok dalam bullying; pelaku, korban, korban-pelaku,
bystander, dan kelompok prososial
 Para korban, pelaku, dan bystander berpotensi mengalami
masalah kesehatan mental

47
Pencegahan Bullying di Sekolah

Sekolah merupakan rumah kedua bagi anak, untuk itu diperlukan


lingkungan yang ramah dan aman bagi anak dan bebas praktik bullying.
Meskipun tidak ada keharusan dari pemerintah untuk membuat
kebijakan bebas bullying di sekolah, namun hal tersebut telah diatur
dalam undang-undang perlindungan anak No. 23 Th 2002 Pasal 54:

“Anak di dalam dan lingkungan sekolah wajib dilindungi dari


tindakan-tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola,
atau teman-temannya di dalam sekolah bersangkutan, atau lembaga
pendidikan lainnya.”

Seluruh pihak khususnya pengelola sekolah bertanggung jawab untuk


mencegah dan menjaga agar para siswa terlindungi dari segala bentuk
tindak kekerasan dan intimidasi. Selain itu koordinasi harus selalu
dilakukan oleh pihak guru kepada orangtua agar dapat bersinergi dan
melakukan penanganan dan pencegahan secara tepat. Berikut
karakteristik sekolah yang aman dan bebas bullying:

 Lingkungan fisik sekolah selalu aman dan nyaman


 Metode pembelajaran yang nir kekerasan dan menanamkan nilai
toleransi
 Semua warga sekolah menerapkan perilaku disiplin
 Adanya strategi pengelolaan perilaku yang sifatnya lebih
mendukung dan menggali potensi positif siswa
 Menyediakan tempat pelayanan untuk konseling dan terapi
48
 Guru dan staf sekolah harus menjadi role model
 Terjalinnya hubungan baik antara warga sekolah, orangtua, dan
masyarakat
 Sosialisasi yang jelas mengenai visi dan misi sekolah

Iklim sekolah yang ramah dan bebas bullying tersebut dapat menjadi
langkah preventif dalam pencegahan bullying pada siswa. Keterikatan
emosional dapat terjalin dengan baik karena semua warga sekolah
merasa sama-sama memiliki tanggung jawab menjaga keamanan sekolah

memiliki tujuan
jelas dan menaati
norma yang ada

adanya hubungan
berkolaborasi dan
yang saling
melibatkan semua
mendukung antar
pihak
warga sekolah

Lingkungan
sekolah

Tidak hanya iklim sekolah yang harus dibangun, merancang


kebijakan sekolah yang nir kekerasan dan menerapkannya dalam
kurikulum disetiap mata pelajaran merupakan langkah penting dalam
menciptakan keamanan dan kenyamanan sekolah yang didukung juga

49
dengan sosialisasi berkelanjutan, penegakan aturan sekolah dan
penguatan dengan adanya reward dan punishment bagi seluruh warga
sekolah.

50
Program Anti Bullying persembahan dari IPM

Peer Counselor of IPM sebuah langkah dalam mengatasi Bullying

Ikatan Pelajar Muhamadiyah merupakan salah satu organisasi


otonom daripersyarikatan Muhammadiyah yang menaungi pelajar dan
remaja di Seluruh Indonesia. Jumlah kader IPM yang tersebar di 34
provinsi dan hampir disetiap daerah di Indonesia memiliki cabang
pergerakannya. Hampir semua kader IPM adalah anak berusia sekolah
dan masih menduduki status sebagai pelajar sekolah, baik itu di sekolah
milik muhammadiyah ataupun sekolah umum. Melihat potensi yang luar
biasa tersebut dan permasalahan yang terjadi pada pelajar mengenai
bullying IPM menjadi organisasi pelajar yang mulai menerapkan nilai-nilai
nir kekerasan dan ramah terhadap hak-hak anak. IPM selama ini telah
melakukan advokasi terhadap permasalahan-permasalahan yang telah
dialami oleh remaja dan berusaha untuk mengkajinya secara
berkelanjutan dalam pencegahan dan penanganannya.

Sesuai judul dalam buku ini dan dengan menggunakan nafas


pergerakan IPM maka dilakukan rancangan kegiatan dalam rangka
meminimalisir terjadinya bullying di sekolah. PCI (Peer Counselor of IPM)
merupakan program yang diinisiasi oleh bidang Ipmawati Pimpinan Pusat
Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) Periode 2016 – 2018. PCI
bergerak dalam ranah kesehatan diusia pelajar dan pemberdayaan teman
sebaya. Sasaran pelajar ini sesuai dengan anggaran dasar IPM pasal 8
terkait basis massa IPM yaitu pelajar.

51
Oleh karena itu, PCI adalah wadah berkumpulnya para pelajar
untuk berbagi kepedulian terhadap sesama dalam bentuk pendampingan
teman sebaya melalui upaya promotif (promosi) - prefentif (prefentif),
konsultatif, dan partisipatif dalam ranah kesehatan dan pemberdayaan
teman sebaya, guna membentuk pelajar yang bernilai, berpengetahuan,
dan memiliki skill untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Alur PCI :

Ruang lingkup program PCI meliputi kegiatan yang bersifat


promotif –preventif, konsultatif, dan partisipatif terhadapsegala
bentuk hal dalam upaya meningkatkan kesehatan dan kesehatan
reproduksi pelajar dengan penjelasan sebagai berikut :
a. Promotif – preventif adalah PCI sebagai upaya untuk
melakukan promosi dan pencegahan terhadap isu – isu
52
kesehatan, kesehatan reproduksi pelajar dan pemberdayaan
teman sebaya. Kegiatannya dapat berupa pembuatan media
promosi kesehatan, seminar, talkshow, workshop, peer grup
discution, bedah film atau buku, out bond, mengadakan hari
penting nasional, hari kesehatan, hari kesehatan mental, dan
hari bebas kekerasan. Bekerjasama dengan mitra lain untuk
mengadakan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan pelajar,
lomba - lomba, pentas seni, penggalangan dana dll
b. Konsultatif yaitu PCI sebagai sarana untuk konsultasi dan
sharing antar pelajar dalam berkeluh kesah dan
menyelesaikan permasalahan yang menyangkut remaja.
c. Partisipatif yaitu PCI sebagai wadah pendekatan untuk
mengajak sesama pelajar ikut serta dalam upaya meningkatkan
kesehatan, pemberdayaan teman sebaya dan kesehatan
reproduksi pelajar atau remaja sesuai dengan kompetensi
masing – masing.
Selengkapnya mengenai PCI bisa mengunduh dan memperoleh
buku panduan Peer Counselor of IPM di Kantor Pusat Ikatan Pelajar
Muhammadiyah.

53
“Fenomena bullying diibaratkan fenomena gunung es, yang
terlihat tidak sebanding dengan yang tak terlihat dan
dampaknyapun seperti es, yang dalam kondisi tertentu dapat
sangat menyakitkan bahkan mematikan.”

Annisa Nur Fitriana (Bidang Ipmawati PP IPM 2016-2018)

54
Referensi
Cover: lawernegotiation.hatenadiary.com

Cahyani, Riana. 2017. Bullying di Sekolah. Yogyakarta: Cahaya Pustaka.

Conn, Kathleen. 2004. Bullying and Harassement. Virginia, USA:


Association for Supervision and Curriculum Development.

Donegan, Richard. 2012. Bullying and Cyberbullying: History, Statistic, Law,


Prevention, and Analysis. The Elon Journal Vol. 3 No. 1. Spring.

Hinduja, S. & Patchin, J. W. 2014. Cyberbullying Identification, Prevention,


and Response. Cyberbullying research centre (www.cyberbullying.us)

Lestari, Windy. 2016. Analisis Faktor Penyebab Bullying di Kalangan


Peserta Didik. Jurnal Sosio Didaktika. Universitas Islam Negeri Jakarta.

Martono, Nanang. 2012. Kekerasan Simbolik di Sekolah. Jakarta: Rajawali


Press.

Olweus, Dan. 1997. Bully/Victim Problem in School: Fact and Intervention.


Vol. 12: 495-510. European Journal of Psychology and Education.
University of Bergen Norway

Pepler, D.J. & Craig W. M. 2000. Making a Difference in Bullying. Lamarsh


Report 59. Toronto: NY University

Poerwadarminta,W. 1983. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai


Pustaka.

Rudi, Trisna. 2010. Informasi Perihal Bullying. Indonesia Anti Bullying

Santrock, J.W. 2011. Life Span Development. Jakarta: Penerbit Erlangga

55
Sucipto. 2012. Bullying dan Upaya Meminimalisasinya. Jurnal Bimbingan
dan Konseling Psikopedogogia, Vol. 1, No. 1. UAD.

Sullivan, K. 2000. The Anti Bullying Handbook. UK: Oxford University


Press.

Surilena. 2016. Perilaku Bullying (Perundungan) Terhadap Anak dan


Remaja. Jurnal CDK-236/Vol. 63, No:1. Jakarta: Universitas Katolik Atma
Jaya.

Thomas, Tarshis. 2010. Living with Peer Pressure and Bullying. York: Maple
Vail Book.

Zakiyah, Ela., Humaedi, S., Santoso, Melanny. 2017. Faktor yang


Mempengaruhi Remaja dalam Melakukan Bullying. Jurnal Penelitian &
PPM, Vol. 4, No. 2: 129-389. Universitas Padjajaran.

56
Tentang Penulis

Uswatun Hasanah merupakan kader IPM dan pernah menjabat sebagai


Ketua Bidang Ipmawati PP IPM Tahun 2018. Penulis merupakan aktivis
literasi Rumah Baca Komunitas Yogyakarta sejak tahun 2015. Selain
itu, penulis merupakan Alumni Fakultas Psikologi Universitas Gadjah
Mada dan pernah bekerja di Konsultan Psikologi PersonaGaMa. Saat ini
banyak menggeluti kegiatan pemberdayaan masyarakat khususnya
perempuan dan anak.

57

Anda mungkin juga menyukai