Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH EPIDEMIOLOGI WABAH PENYAKIT KUSTA

MATA KULIAH EPIDEMIOLOGI

Dosen Pengampu Umaroh, SKM, MKes

Disusun Oleh :

1. Ellian Suci Tiwaningtyas


2. Yumna Zaada R
3. Henny Yuliyani
4. Agustin Tito M
5. Yuliyanti Silalahi
6. Adellya Anggita K
7. Diah Ikasumiwi
8. Peni Sancoyorini
9. Wa Ode Masna Ningsih
10. Hesti Ratri N
11. Henny Ernawati
12. Hilmah Hariyanti
13. Katharina Mutik Olo
14. Ima Nurcahyanti P

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN SEMARANG


JURUSAN KEBIDANAN POLTEKKES SEMARANG
TAHUN 2019
A. PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI
Epidemiolgi adalah ilmu yang mempelajari distriusi frekuensi dan

faktor-faktor yan menentuan kejadian penyakit yang berhubungan dengan

masalah kesehatan pada masyarakat dan aplikasinya dengan pengendalian

masalah tersebut.

Timbulnya penyakit merupakan suatu interaksi antara berbagai

faktor penyebab yaitu penjamu (host) kuman (agen) dan lingkungan

(environment) melalui suatu proses yang dikenal sebagai rantai penularan

yang terdiri dari 6 komponen yaitu:

a. Penyebab

b. Sumber penularan

c. Cara keluar dari sumber penularan

d. Cara penularan

e. Cara masuk ke pejamu

f. Pejamu

1. Tabel distribusi penykait kusta menurut geografi


2. Tabel distribusi penyakit kusta di Indonesia

Data diatas menunjukkan di beberapa benua mengalami penuruanan

prevalensi, namun tiak di Asia Tenggara. Bahkan terjadi kenaikan yang

signifikan. Ditambah di Gambar 1 yang memprihatinkan adalah Indonesia

menduuki posisi ketiga penyumbang prevalensi tersebut dan menjadi nomer

3 secara global setelah Brazil dan India.


Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur penerita kusta masih tinggi hal

ini dibuktikan dengan angka prevalensi kusta 4013 di wilayah provinsi Jawa

Timur.

Hal ini bukanlah suatu prestasi, namun jadi nilai merah pemerintah

Indonesia. Dihubungkan denga kusta adalah penyakit yang biasa diiap oleh

sosio ekonomi rendah maka tergambar bahwa masyarakat Indonesia makin

banyak yang bersosiekonimi rendah. Meskipun IPM tiap tahunnya ada

kenaikan meskipun meskipun tidak signifikan. Apalagi kusta sangat erat

dengan stigma. Ini snagat berdampak pada proktifitas negara juga banyak

yang mengidap kusta dan akhirnya lebih memilih memasung diri di rumah

agar tidak terlabel oleh masyarakat.

3. Distribusi menurut faktor resiko

a. Penyebab

Penyebab penyakit kusta yaitu Mycoacterium leprae. M. Leprae

hidup intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf

dan sel dari system retikulo endothelial. Waktu pembelahan sangat

lama yaiu 2-3 mingu. Dilau tubuh manusia kuman kusta dari sekret

nasal dapat bertahan idup sampai 9 hari.

b. Sumber penularan

Sampai saat ini hanya manusia satu-satunya yang dianggap sebagai

sumber penularan walaupun kuman kusta dapat hidup pada

armadillo, simpanse dan pada telapak kaki tikus ynag tida

mempunyai kelenjar tymus.


c. Cara keluar dari pejamu ( tuan rumah/host)

Kuman kusta banyak ditemuan di mukosa hidung manusia. Teal

terbukti bahwa saluran napas bagian atas dari pasien lepromatosa

merupakan sumber kuman.

d. Cara Penularan

Kuman kusta mempunyai masa inkubasi rata-rata 2-5tahun akan

tetapi dapat uga bertahun-tahun. Penularan nterjadi apabila M

Leprae yang utuh atau hidup keluar dari tubuh pasien dan masuk ke

dalam tubuh orang lain.

e. Cara masuk ke dalam pejamu

Menurut teori cara masuknya kuman ke dalam tubuh adalalh melalui

saluran napas bagian atas dan melalui kontak kulit.

f. Pejamu

1. Pejamu yang memiliki kekebalan tubuh tinggi merupakan

kelompok terbesar yang telah atau akan menjadi resisten terhadap

kuman kusta

2. Pejamu yang memmpunyai kekebalan renah terhadap kuman

kusta bila menderita penyakit kusta biasanya tipe PB

3. Pejamu yang tidak mempunyai kekebalan terhadap penyakit

kusta merupakan kelompok terkecil bila menderita kusta biasnya

tipe MB
A. PEMERIKSAAN, PENGOBATAN, PERAWATAN DAN ISOLASI

PENDERITA TERMASUK TINDAKAN KARANTINA

1. Penemuan Pasien

a. Penemuan Pasien Secara Pasif (Sukarela)

Adalah pasien yang ditemukan karena datang ke puskesmas / sarana

kesehatan lainnya atas kemauan sendiri atau saran orang lain

b. Penemuan Pasien secara Aktif

Adalah pasien yang ditemukan secara aktif, melalui kegiatan-

kegiatan seperti :

1) Pemeriksaan kontak, melalui kunjungan ke rumah pasien yang

baru ditemukan (kasus indeks).

2) Rapid Village Survey (RVS), pertemuan kelompok potensial

masyarakat desa / kelurahan atau unit yang lebih kecil yaitu

dusun.

3) Chase Survey, penemuan pasien kusta dengan mengunjungi

wilayah tertentu berdasarkan informasi dari berbagai sumber,

penyuluhan.

4) Pemeriksaan anak sekolah SD sederajat,diproritaskan pada

wilayah yang terdapat kasus anak.

5) Leprosy Elimination Campaign (LEC), menggalang dukungan,

peran serta masyarakan dan lintas sektor.


6) Special Action Program for Elimination Leprosy (SAPEL),

proyek khusus pemberian MDT sekaligus 1 paket dibawah

pengawasan kader atau keluarga.

2. Klasifikasi Kusta

a.Tanda utama pada kusta pada tipe PB dan MB

Tanda Utama PB MB
Bercak Kusta Jumlah 1-5 Jumlah > 5
Penebalan saraf tepi Hanya 1 saraf Lebih dari 1 saraf
disertai gangguan
fungsi (mati rasa dan
atau kelemahan otot
didaerah yang
dppersarafi saraf
yang bersangkutan)
Kerokan jaringan BTA negatif BTA positif
kulit

b. Tanda lain untuk klasifikasi kusta


PB MB
Distribusi Unilateral atau Bilateral simetris
bilateral asimetris
Permukaan Kering, kasar Halus,mengkilap
bercak
Batas bercak Tegas Kurang tegas
Mati rasa Jelas Biasanya kurang jelas
pada bercak
Deformitas Proses terjadi Terjadi pada tahaplanjut
lebih cepat
Ciri=ciri khas - Madarosis, hidung
pelana, Wajah singa
(facies leonina),
ginekomastia pada laki-
laki

3. Pemeriksaan Klinis
a. Anamnesis

b. Pemeriksaan fisik

- Pemeriksaan kulit / dermatologis

- Pemeriksaan saraf tepi

- Pemeriksaan fungsi saraf

c. Pemeriksaan Penunjang, Bakteriologis

4. Pengobatan

a. Pasien Pausi Basiler

1) Dewasa

a) Pengobatan bulanan: hari pertama (obat diminum didepan

petugas)

- 2 kapsul rifampisin @ 300 mg (600 mg)

- 1 tablet dapson / DDS 100 mg

b) Pengobatan harian : hari ke 2- 28

- 1 tablet dapson / DDS 100 mg

Satu Blister untuk 1 bulan. Dibutuhkan 6 blister yang

diminum selama 6-9 Bulan.

b. Pasien Multibasile
a) Pengobatan bulanan: hari pertama (obat diminum didepan

petugas)

- 2 kapsul rifampisin @ 300 mg (600 mg)

- 3 tablet Lamperan @ 100 mg (300 mg)

- 1 tablet dapson / DDS 100 mg

b) Pengobatan harian : hari ke 2- 28

- 1 tablet Lamperan 50 mg

- 1 tablet dapson / DDS 100 mg

Satu Blister untuk 1 bulan. Dibutuhkan 12 blister yang

diminum selama 12-18 bulan.

c. Peran Berbagai Sarana Kesehatan

a. Peran Puskesmas

1) Menemukan dan mengobati pasien

2) Melakukan pemeriksaan fungsi saraf tepi danmemberikan

pengobatan bila terjadi reaksi.

3) Melakukan perawatan luka, dan melatih pasien untuk

melakukan perawatan diri di rumah sesuai tingkat dan bagian

tubuh yang cacat.

4) Bila diperlukan dan memungkinkan, puskesmas melakukan

program Kelompok Perawatan Diri (KPD / self care group)

5) Memberikan konseling kepada pasien

6) Memberikan penyuluhan kepada keluarga pasien dan

masyarakat.
7) Mengarsipkan kartupasien dan kohort

8) Merujuk pasien tepat waktu

b. Peran Rumah Sakit Umum

1) Pengobatan pasien kusta dengan reaksi berat disertaipenyulit.

2) Perawatan kasus efek samping obat.

3) Perawatan luka yang dikirim oleh puskesmas.

4) Melakukan Operasi (amputasi, operasi septik, dekompresi

saraf).

5) Merawat orang yang pernah mengalami kusta dengan keluhan

penyakit lain setara dengan pasien umum lainnya.

6) Merujuk pasien kusta tepat waktu ke Rumah Sakit Khusus

lainnya (RS Orthopedi, RS Rehabilasi Medis).

c. Peran RS Kusta

1) Melakukan POD dan Rehabilitasi Medis (protesa,orthesa, terapi

kerja dan fisioterapi).

2) Melakukan bedah rekonstruksi, amputasi, operasi septik,

dekompresi saraf.

3) Pengobatan pasien kusta dengan reaksi berat disertai penyulit.

4) Mengobati pasien dengan efek samping obat yang berat.

B. PENCEGAHAN DAN PENGEBALAN

Menurut teori Leavell dan Clark (1956) ada 5 langkah pencegahan

1) Promosi kesehatan berupa edukasi mengenai kusta

2) Perlindungan khusus, seperti imunisasi BCG


3) Diagnosis dini dan pengobatan segera. Menggunakan metode Multi Rug

Therapy

4) Pembatasan cacat

5) Rehabilitasi

Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah. Membangun

perekonomian bangsa salah satunya, ditambah dengan perlinungan

hukum dan perlindunagn hak asasi pengidap kusta haruslah

diperjuangkan.

Adapula strategi WHO dalam eliminasi kusta :

1) Memastikan akses dan tidak terganggunya pelayanan MDT yang

tersedia untuk penderita dengan pengantaran obat ke pasien atau

pasien bisa mengambil ke pelayanan kesehatan terdekat

2) Memberanikan pelaporan untuk mendapatkan pengobatan segera

dengan mempromdosikan tingkat kesaran komunitas dan presepsi

tentang kusta

Adapun strategi lain dalam pemebrantasan kusta

1) Membangun kerjasama (networking) dengan berbagai pihak untuk

bidang atau tugas diluar tupoksi subdit kusta/ Kemenkes/ Dinkes

2) Menghilangkan berbagai hambatan agar klien bisa mengakses

program pembangunan yang ada di masyarakat (Inklusi). Rehabilitasi

bagi orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) yang mengalami


kecacatan menjadi bagian dari rehabilitasi umum sehingga tidak perlu

dipisahkan.

3) Mendukung (pemberdayaan) klien untuk bisa berpartisipasi,

bernegosiasi, mempengaruhi, mengendalikan hidup agar bisa lebih

mandiri.

Upaya penuntasan mata rantai penularan penyakit kusta dapat dilakukan

melalui:

1. Pengobatan MDT pada pasien kusta

Pengobatan MDT adalah pengobatan kusta menggunakan Multi

Drug Treatment (MDT) dapat menyembuhkan kusta dalam beberapa

bulan. Namun nama pengobatan akan berpengaruh terhadap reaksi kusta,

reaksi kusta yang terjadi selama pengobatan diduga disebabkan oleh

meningkatnya respon imun seluler secara cepat terhadap kuman kusta

dikulit dan saraf penderita sehingga timbul reaksi kusta.

2. Vaksinasi BCG

Dari hasi peneitian di Malawi, tahun 1996 didapatkan bahwa

pemberian vaksinasi BCG satu dosis dapat memberikan perlindungan

sebesar 50% dengan pemberian 2 dosis dapat memberikan

perlindungan terhadap kusta hingga 80%. Namun demikian penemuan

ini belum menjadi kebijakan program di indonesia dan masih

memerlukan penelitian lebih lanjut, karena penelitian dibeberapa

negara memberikan hasil yang berbeda.


Pengebalan penyakit kusta dengan kekebalan dipengaruhi oleh respon

imun seluler (cell mediated immunity atau CMI). Karena sifat M.Leprae yang

obligat intrasaluler maka penghacuran yang efektif harus melalui respon imun

seluler. Pada individu yang sehat, rangkaian respon imun seluler akan terjadi

hingga berakhir dengan penghacuran kuman M. Leprae baik penghacuran

kuman didalam makrofag maupun penghacuran melalui sel target oleh sel-sel

sitotoksik. Respon imun celuler pada penyakit kusta bertujuan untuk

mengeliminasi kuman M. Leprae yang hidup dan berkembang di dalam sel-sel

tubuh

C. PEMUSNAHAN DAN PENYEBAB PENYAKIT

Upaya pemutusan/ pemusnahan mata rantai penularan penyakit kusta

dapat dilakukan melalui :

1. Pengobatan MDT yang bertujuan untuk :

a. memutus mata rantai penularan.

b. Mencegah resistensi obat.

c. Memperpendek masa pengobatan.

d. Meningkatkan keteraturan berobat.

e. Mecegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang

sudah ada sebelum pengobatan

2. Pemberian vaksi BCG.


D. PENANGANAN JENAZAH AKIBAT WABAH

PERSIAPAN
1. Sarung tangan untuk semua yang akan menangani jenazah

2. Gaun pelindung

3. Masker

4. Kacamata

5. Kain bersih penutup jenazah

6. Gunting

7. Plester kedap air

8. Kapas atau kasa

9. Pembalut

10. Wadah barang berharga

11. Tempat barang bekas/ kotor

PROSEDUR

1. Mencuci tangan

2. Semua petugas dan keluarga yang akan menangani jenazah

harus mengenakan sarung tangan dan gaun pelindung.

3. Kenakan masker dan pelindung mata bila ada kemungkinan

terjadi percikan

4. Bila ada luka tutup dan plester kedap air

5. Lepaskan pakaian kotor dan tempatkan pada tempat yang

tersedia
6. Atur jenazah dalam posisi terlentang

7. Tutup kelopak mata, telinga, mulut dan seluban dengan kapas

lembab

8. Bersihkan jenazah

9. Tempatkan jenazah di tempat yang tersedia

Pemulasaraan jenazah penderita penyakit menular dilaksanakan

dengan selalu menerapkan Kewaspadaan Universal tanpa

mengabaikan budaya dan agama yang dianut. Setiap petugas

kesehatan harus dapat memberikan nasehat dan mengambil tindakan

yang sesuai agar penanganan jenazah tidak menambah risiko

penularan penyakit menular seperti AIDS, kolera, TBC.

Prinsip Kewaspadaan Universal adalah memperlakukan setiap cairan

tubuh, darah, dan jaringan tubuh manusia sebagai bahan infeksius.

Prosedur Kewaspadaan Universal Pemulasaraan Jenazah :

1. Periksa ada atau tidaknya luka terbuka pada tangan atau kaki

petugas yang akan memandikan jenazah. Jika didapatkan luka

terbuka atau borok pada tangan atau kaki, petugas tidak boleh

memandikan jenazah.

2. Kenakan gaun pelindung.

3. Kenakan sepatu boot dari karet.

4. Kenakan celemek plastik.

5. Kenakan masker pelindung mulut dan hidung.

6. Kenakan kacamata pelindung.


7. Kenakan sarung tangan karet.

8. Setelah jenazah selesai dimandikan, siram meja tempat

memandikan jenazah dengan larutan klorin 0,5%, lalu bilas dengan

air mengalir.

9. Rendam tangan yang masih mengenakan sarung tangan karet

dalam larutan klorin 0,5%, lalu bilas dengan sabun dan air

mengalir.

10. Lepaskan kacamata pelindung, lalu rendam dalam larutan klorin

0,5%.

11. Lepaskan masker pelindung, buang ke tempat sampah medis.

12. Lepaskan celemek plastik, buang ke tempat sampah medis.

13. Lepaskan gaun pelindung, rendam pada larutan klorin 0,5%.

14. Celupkan bagian luar sepatu pada lautan klorin 0,5%, bilas dengan

air bersih lalu lepaskan sepatu dan letakkan di tempat semula.

15. Terakhir lepaskan sarung tangan plastik, buang ke tempat sampah

medis

E. PENYULUHAN KESEHATAN MASYARAKAT

Peranan penyuluh kesehatan dalam hal ini adalah memberikan anjuran

kepada penderita untuk terus berobat secara teratur

Materi Penyuluhan yang dapat diberikan kepada masyarakat antara lain :


1. Ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta

2. Sekurang kurangnya 80 % dari semua orang tidak mungkin terkena

kusta

3. 6 dari 7 kasus kusta tidaklah menular pada orang lain

4. Kasus kasus menular tidak akan menular setelah diobati kira kira 6 bulan

secara teratur

5. Diagnosa dan pengobatan dini dapat mencegah sebagian besar kecacatan

fisik.

F. UPAYA PENANGGULAN LAIN

Upaya lain yang harus dilakukan sebagai upaya terobosan untuk

percepatan eliminasi kusta di Indonesia antara lain:

1. Peningkatan penemuan kasus secara dini di masyarakat

2. Pelayanan kusta berkualitas, termasuk layanan rehabilitasi, di

integrasikan dengan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan

3. Penyebarluasan informasi tentang kusta di masyarakat

4. Eliminasi stigma terhadap orang yang pernah mengalami kusta dan

keluarganya

5. Pemberdayaan orang yang pernah mengalami kusta dalam berbagai

aspek kehidupan dan penguatan partisipasi mereka dalam upaya

pengendalian kusta

6. Kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan


7. Peningkatan dukungan pada program kusta melalui penguatan advokasi

kepada pengambil kebijakan dan penyedia layanan lainnya untuk

meningkatkan dukungan terhadap program kusta

8. Penerapan pendekatan yang berbeda berdasarkan endemisitas kusta.

Anda mungkin juga menyukai