Anda di halaman 1dari 27

FRAMBUSIA

Ns. Nurdian Dwi Aini, S.Kep


Nama Lain Frambusia

Frambesia dari kata Framboise


(Raspberry) Bahasa Prancis
Epidemiologi Frambusia
Menurut WHO Indonesia termasuk negara endemis frambusia

Sejumlah provinsi masih melaporkan angka kejadian kasus. Pada tahun


2014 1.521 kasus frambusia di Indonesia, terutama di Provinsi Banten,
NTT, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua dan Papua Barat.

Sebagian menyatakan sudah tidak ada kasus lagi namun tidak didukung
dengan adanya laporan yang adekuat.

Perlu ada data terupdate agar Indonesia dapat dinyatakan Bebas


Frambusia.
Mengenal Frambusia

Manusia Kumam Penyebab Lingkungan


• Hanya hidup pada manusia • Treponema Pallidum • Banyak ditemukan di
• Sumber penularan (terutama Subspecies Pertenue daerah tropis dan lembab
usia <15 tahun) • Kuman tidak dapat • Penyediaan air bersih
• Skin to skin (kontak dengan menembus kulit yang intak kurang dan sanitasi
nanah/jaringan koreng) • Masa inkubasi 9-90 hari lingkungan yang buruk
(rerata 21 hari)
• PHBS yang buruk
• Menyerang kulit, tulang
• Cacat, Gangguan sosialisasi, dan tulang rawan
diskriminasi
Faktor Resiko

LINGKUNGAN YANG KUMUH, LEMBAB

JARANG MANDI

BERGANTIAN MENGGUNAKAN PAKAIAN YANG SAMA

LUKA TERBUKA
Lesi primer: mother yaws, buba madre
Lesi Primer: Krustopapiloma
• Papul dengan permukaan berjonjot, sering tertutup cairan eksudat yang
mengering menjadi krusta kekuningan
• Papilomata : kumpulan papilloma
• Permukaan dapat kering / basah tergantung kelembaban sekitar
Bila tidak diobati dalam beberapa minggu-bulan nodul mengalami ulserasi
Lesi Primer: Ulseropapiloma
• Beberapa papul bersatu menjadi
plak, dapat menjadi ulkus
disebut sebagai chancre of yaws,
frambesioma. Kadang ada lesi
satelit berupa papul-papul kecil
• Basah bergetah, mengandung
banyak kuman
• Dasar ulkus: raspberry like,
tertutup krusta kekuningan
Lesi Primer: penyembuhan
• Tanpa terapi, lesi dapat sembuh
spontan, masuk ke dalam fase
laten I setelah 3-6 bulan
• Gejala sisa berupa sikatriks atrofi
dengan hipopigmentasi sentral
atau dengan tepi yang gelap
• 9-15% kasus menetap
Lesi Sekunder
• Timbul setelah periode laten
selama 10-16 minggu, bisa sampai
2-5 tahun
• Sering disertai gejala konstitusi:
malaise, demam, anoreksia
• Limfadenopati generalisata, sering
artralgia
• Sembuh dengan / tanpa
meninggalkan jaringan parut
• Dapat berjalan simultan dengan
lesi primer
Lesi Tersier
• Bila tidak terapi, timbul lesi tersier setelah periode laten kedua (5-10 thn)
• Lokasi tersering: ketiak, anus dan sekitar mulut
• Tidak menular
• Sembuh dengan deformitas dan kontraktur
Algoritma Diagnosis
Diagnosis banding
Terapi
• Azitromisin: 30 mg/kgBB yang diberikan 1x. Dosis maksimal 2 gram
• Bentuk sediaan: sirup kering, Tablet dan Kaplet berwarna putih
berbentuk oval
• Cara minum: 1 jam sebelum makan atau 2 jam sesudah makan.
• Kontraindikasi: riwayat alergi azitromisin sebelumnya, ibu hamil,
gangguan hati dan jaundice (kuning) karena gangguan aliran empedu
Terapi – Pilihan Utama
UMUR NAMA OBAT DOSIS CARA PEMBERIAN LAMA PEMBERIAN
2 – 5 Tahun 500 mg (1 tablet)
1x/hari
6 – 9 Tahun 1.000 mg (2 tablet)
1x/hari
Azitromisin tablet PO Dosis Tunggal
10 – 15 Tahun 1.500 mg (3 tablet)
1x/hari
16 – 69 Tahun 2.000 mg (4 tablet)
1x/hari
*kasus < 2 tahun dan > 69 tahun, wanita hamil, sakit berat, alergi obat azitromisin, pengobatannya
konsultasikan ke dokter
EPIDEMIOLOGI KUSTA

Ns. Nurdian Dwi Aini, S.Kep


EPIDEMIOLOGI KUSTA DI INDONESIA
6 Provinsi belum mencapai target eliminasi kusta di Indonesia:
Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.

3 6 Kementrian Kesehatan RI
Mencatat berdasarkan data per
24 Januari 2022, tercatat
Indonesia peringkat ketiga Kasus
13.487 kasus Kusta aktif,
Kusta terbanyak di Dunia dengan penemuan sebanyak
7.146 kasus baru.
FAKTOR – FAKTOR YANG MENENTUKAN
TERJADINYA SAKIT KUSTA

Environment
(Lingkungan)

Agent Host
(Kuman) (Pejamu)

Melalui suatu proses yang dikenal sebagai rantai infeksi yang terdiri dari
6 komponen :
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Penyebab Sumber Penularan Cara keluar dari Cara Penularan Cara masuk ke Host
sumber penularan Host
1) Penyebab
o Kusta merupakan penyakit inflamasi kronik yang disebabkan
Mycobacterium Leprae
o Menyerang saraf tepi dan kulit
o Waktu pembelahan 2-3 minggu di luar tubuh manusia (dalam kondisi
tropis)

2) Sumber penularan
Hanya manusia satu-satunya sampai saat ini yang dianggap sebagai sumber
penularan.

3) Cara keluar dari pejamu (Host)


Mukosa hidung telah lama dikenal sebagai sumber dari kuman.
4) Cara penularan
Kuman Kusta mempunyai masa inkubasi rata-rata 2-5 tahun. Penularan terjadi apabila
M. Leprae yang utuh (hidup) keluar dari tubuh penderita dan masuk kedalam tubuh
orang lain. Penderita yang sudah minum obat sesuai regimen WHO tidak menjadi
sumber penularan kepada orang lain.

5) Cara masuk kedalam pejamu


Tempat masuk kuman Kusta ke dalam tubuh pejamu sampai saat ini belum dapat
dipastikan. Diperkirakan cara masuknya adalah melalui saluran pernapasan bagian
atas dan melalui kontak kulit yang tidak utuh.

6) Pejamu (Host)
Hanya sedikit orang yang akan terjangkit kusta setelah kontak dengan penderita. Hal
ini disebabkan karna adanya imunitas. M. Leprae termasuk kuman yang obligat
intraseluler.
Sebagian besar (95%) manusia kebal terhadap kusta, hanya sebagian kecil yang dapat
ditulari (5%). Dari 5% yang tertular 70% dapat sembuh sendiri, 30% yang menjadi
sakit.
Upaya Pengendalian

• Pengobatan MDT pada penderita Kusta


• Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis Rifampicin dosis tunggal sebagai salah satu
kegiatan penanggulangan kusta (kemenkes No. 11 tahun 2019)
Cara pemutusan Mata Rantai Penularan Penyakit Kusta

Menjadi sakit dan


tubuh mereka menjadi
tempat perkembangan
Tuan rumah/Host: M. Leprae Penderita kusta
yang kekebalannya menjadi sumber
kurang penularan

Cara masuk ke host:


dari saluran Cara keluar: dari
pernafasan saluran nafas
Cara penularan utama:
melalui percikan
droplet
TERIMA KASIH…

Anda mungkin juga menyukai