Anda di halaman 1dari 26

ASURANSI SYARIAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqh Muamalah Kontemporer

Dosen Pengampu: Nur Hidayah, PhD

Disusun oleh:

Kelompok 8

Irfan Gian Pratama 151401696


Asmawati 151401697
Lia Murdiani 151401694

EKONOMI SYARIAH-B/III

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SULTAN MAULANA HASANUDIN BANTEN

2016
Daftar Isi

Asuransi Syariah
Daftar Isi ..................................................................................................................................... i
Kata Pengantar ...........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
C. Tujuan.......................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3
A. Asuransi Syariah Dalam Perspektif Hukum Islam ...................................................... 3
B. Potensi Asuransi Syariah Di Indonesia ....................................................................... 7
C. Peraturan Perundang-Undangan Asuransi Syariah Di Indonesia ................................ 9
D. Manajemen Asuransi Syariah Di Indonesia .............................................................. 10
E. Peluang, Tantangan dan Permasaahan Asuransi Syariah Di Indonesia .................... 16
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 22
A. Kesimpulan................................................................................................................ 22
B. Saran .......................................................................................................................... 22
Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 23

i
Kata Pengantar

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah sederhana ini, meskipun sangat jauh dari
kata sempurna. Shalawat serta salam tak lupa kami panjatkan kepada junjungan kita Nabi
Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta para pengikut-pengikut beliau sampai akhir
zaman.

Tujuan dalam pembuatan makalah ini antara lain untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Fiqh Muamalah Kontemporer. Selain itu juga menambahkan wawasan para pembaca
sekalian tentang Asuransi Syaraiah . Mengingat hal tersebut sangat penting kedudukannya
dalam kehidupan kita. Semoga makalah ini mampu untuk menambah sedikit ilmu.

Makalah ini memang jauh dari kesempurnaan, baik dalam isi, susunan, maupun
penyajiannya. Untuk itu, segala kritik dan saran dari teman-teman semuanya dibutuhkan.
Agar selanjutnya dapat kami jadikan sebagai pijakan, supaya pada makalah berikutnya bisa
lebih baik lagi. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-
pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca dan khususnya bagi para mahasiswa.

Serang, Agustus 2016

Penyusun

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asuransi dalam perkembangannya di Indonesia berasal dari kata belanda


assurantie yang kemudian menjadi " asuransi " dalam Bahasa Indonesia. Secara
umum pengertian asuransi adalah perjanjian antara penanggung (perusahaan asuransi)
dengan tertanggung (peserta asuransi) yang dengan menerima premi dari
tertanggung,penanggung berjanji akan membayar sejumlah pertanggunan manakala
tertanggung. Sedangkan asuransi syariah secara terminologi adalah tentang tolong
memolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset
dan/atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko
tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Asuransi dalam dunia Islam menimbulkan berbagai macam perdebatan di
kalangan ulama. Sebagian setuju dan sebagian yang lainnya menolak adanya asuransi.
Mereka punya berbagai macam alasan tentang sebab-sebab mereka menolak dan
menerima keberadaan asuransi syariah. Terkait berbagai perdebatan yang terjadi di
kalangan masyarakat, membuat “jerat” baru untuk menghambat pertumbuhannya.
Masyarakat muslim sekarang sangat memerlukan asuransi untuk melindungi
harta dan keluarga mereka dari akibat musibah usaha. Usaha yang maju dan
menguntungkan mungkin bisa bangkrut dalam seketika ketika kebakaran melanda
dalam usahanya. Asuransi memang tidak bisa mencegah musibah tapi setidaknya bisa
menanggulangi akibat keuangan yang terjadi.

1
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pandangan hukum Islam mengenai asuransi syariah ?


2. Bagaimana potensi perkembangan asuransi syariah di Indonesia ?
3. Apa saja peraturan perundang -undangan asuransi syariah di Indonesia?
4. Bagaimana perkembangan manajemen asuransi syariah di Indonesia?
5. Apa saja peluang, tantangan dan permasalahan asuransi syariah di Indonesia?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam mengenai asuransi syariah.


2. Untuk mengetahui potensi perkembangan asuransi syariah di Indonesia.
3. Untuk mengetahui Apa saja peraturan perundang -undangan asuransi syariah di
Indonesia.
4. Untuk mengetahui perkembangan manajemen asuransi syariah di Indonesia.
5. Untuk mengetahui Apa saja peluang, tantangan dan permasalahan asuransi syariah
di Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Asuransi Syariah Dalam Perspektif Hukum Islam

1. Pengertian Asuransi

Asuransi berasal dari kata assurantie dalam bahasa Belanda,


atau assurance dalam bahasa perancis, atau assurance/insurance dalam bahasa
Inggris. Assurance berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi, sedang
Insurance berarti menanggung sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin terjadi.

Menurut sebagian ahli asuransi berasal dari bahasa Yunani,


yaitu assecurare yang berarti menyakinkan orang. Di dalam bahasa Arab asuransi
dikenal dengan istilah : at Takaful,atau at Tadhamun yang berarti : saling
menanggung. Asuransi ini disebut juga dengan istilah at-Ta’min, berasal dari
kata amina, yang berarti aman, tentram, dan tenang. Lawannya adalah al-khouf,
yang berarti takut dan khawatir. ( al Fayumi, al Misbah al Munir, hlm :
21 ) Dinamakan at Ta’min, karena orang yang melakukan transaksi ini (
khususnya para peserta ) telah merasa aman dan tidak terlalu takut terhadap
bahaya yang akan menimpanya dengan adanya transaksi ini.

Adapun asuransi menurut terminologi sebagaimana yang disebutkan dalam


Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992, : ” Asuransi atau pertanggungan
adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk
memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada
pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu
peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan ”

2. Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum Islam

Mengingat masalah asuransi ini sudah memasyarakt di Indonesia ini dan di


perkirakan ummat Islam banyak terlibat didalamnya maka perlu juga dilihat dari

3
sudut pandang agama Islam. Di kalangan ummat Islam ada anggapan bahwa
asuransi itu tidak Islami. Orang yang melakukan asuransi sama halnya dengan
orang yang mengingkari rahmat Allah. Allah-lah yang menentukan segala-
segalanya dan memberikan rezeki kepada makhluk-Nya sebagaimana firman
Allah SWT yang artinya “Dan tidak ada suatu binatang melata pun dibumi
mealinkan Allah-lah yang memberi rezekinya.”“?dan siapa yang memberikan
rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan
??” “Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keprluan hidup dan
makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.” Dari
ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah sebenarnya telah menyiapkan
segala-galanya utk keperluan semua makhluk-Nya termasuk manusia sebagai
khalifah dimuka bumi. Allah telah menyiapkan bahan mentah bukan bahan
matang. Manusia masih perlu mengolahnya mencarinya dan mengikhtiarkannya.
Orang yang melibatkan diri kedalam asuransi ini adl merupakan salah satu ikhtiar
utk mengahdapi masa depan dan masa tua. Namun krn masalah asuransi ini tidak
ada dijelaskan secara tegas dalam nash maka masalahnya dipandang sebagai
masalah ijtihadi yaitu masalah perbedaan pendapat dan sukar dihindari dan
perbedaan pendapat tersebut juga mesti dihargai.

Perbedaan pendapat itu terlihat pada uraian berikut

a. Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya temasuk asuransi jiwa.
Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq Abdullah al-Qalqii Yusuf
Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth’i . Alasan-alasan yang mereka
kemukakan ialah

 Asuransi sama dengan judi


 Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.
 Asuransi mengandung unsur riba/renten.
 Asurnsi mengandung unsur pemerasan krn pemegang polis apabila tidak
bisa melanjutkan pembayaran preminya akan hilang premi yang sudah
dibayar atau di kurangi.
 Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.
 Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.

4
 Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis dan sama halnya dengan
mendahului takdir Allah.

b. Asuransi di perbolehkan dalam praktek seperti sekarang.


Pendapat kedua ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf Mustafa
Akhmad Zarqa Muhammad Yusuf Musa dan Abd. Rakhman Isa . Mereka
beralasan bahwa :

o Tidak ada nash yang melarang asuransi.


o Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
o Saling menguntungkan kedua belah pihak.
o Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum sebab premi-premi
yang terkumpul dapat di investasikan utk proyek-proyek yang produktif
dan pembangunan.
o Asuransi termasuk akad mudhrabah
o Asuransi termasuk koperasi .
o Asuransi dianalogikan dengan sistem pensiun seperti taspen.

c. Asuransi yang bersifat sosial diperbolehkan dan yang bersifat komersial


diharamkan.
Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah .
Alasan kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi
yang bersifat komersial dan sama pula dengan alasan kelompok kedua dalam
asuransi yang bersifat sosial . Alasan golongan yang mengatakan asuransi
syubhat adl krn tidak ada dalil yang tegas haram atau tidak haramnya asuransi
itu. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa masalah asuransi yang
berkembang dalam masyarakat pada saat ini masih ada yang mempertanyakan
dan mengundang keragu-raguan sehingga sukar utk menentukan yang mana
yang paling dekat kepada ketentuan hukum yang benar.

Sekiranya ada jalan lain yang dapat ditempuh tentu jalan itulah yang
pantas dilalui. Jalan alternatif baru yang ditawarkan adl asuransi menurut
ketentuan agama Islam. Dalam keadaan begini sebaiknya berpegang kepada
sabda Nabi Muhammad SAW “Tinggalkan hal-hal yang meragukan kamu
kepada hal-hal yagn tidak meragukan kamu.” Asuransi menurut ajaran agama

5
Islam yang sudah mulai digalakkan dalam masyarakat kita di Indonesia ini
sama seperti asuransi yang sudah ada selama ini pada PT. Asuransi Bumi
Putera Asuransi Jiwasraya dan asuransi lainnya. Macamnya sama tetapi sistem
kerjanya berbeda yaitu dengan sistem mudharabah . Kita lihat dalam asuransi
Takaful berdasarkan Syariah ada beberapa macam diantaranya :

o Takaful Kebakaran

Asuransi takaful kebakaran memberikan perlindungan tehadap harta


benda seperti toko industri kantor dan lain-lainnya dari kerugian yang
diakibatkan oleh kebakaran kejatuhan pesawat terbang ledakan gas dan
sambaran petir.

o Takaful pengankutan barang

Asuransi bentuk ini memberikan perlindungan terhadap kerugian atas


harta benda yang sedang dalam pengiriman akibat terjadi resiko yang
disebabkan alat pengankutannya mengalami musibah atau kecelakaan.

o Takaful keluarga

Asuransi takaful kelurga ini tercakup didalamnya takaful berencana


pembiayaan berjangka pendidikan kesehatan wisata dan umroh dan takaful
perjalanan haji. Dana yang terkumpul dari peserta diinvestasikan sesuai
prinsip syariah. Kemudian hasil yang diperoleh dengan cara mudharabah
dibagi utk seluruh peserta dan utk perusahaan. Umpamanya 40% utk
peserta dan 60% utk perusahaan.

Sebagaimana telah disinggung diatas bahwa macam suransi


konvensional sama saja dengan asuransi yang berlandaskan syariah.
Namun dalam pelaksanaanya ada perbedaan mendasar yaitu bagi hasil
pada asuransi yang berlandaskan syariah dan tidak demikian pada asuransi
konvesional. Disamping itu ada alasan lain lagi yang perlu jadi bahan
pertimbangan terutama oleh golongan yang menghramkan asuransi
konvensional disebabkan oleh tiga hal yaitu

6
Gharar Dalam asuransi konvensional ada gharar krn tidak jelas akad
yang melandasinya. Apakah akad Tabaduli atau akad Takafuli .
Umpamanya saja sekiranya terjadi klaim seperti asuransi yang diambil
sepuluh tahun dan pembayaran premi itu adl gharar dan tidak jelas dari
mana asalnya. Berbeda dengan asuransi takaful bahwa sejak awal polis
dibuka sudah diniatkan 95% premi utk tabungan dan 5% diniatkan utk
tabarru . Jika terjadi klaim pada tahun kelima maka dan yang Rp.
7.500.000- itu tidak gharar tetapi jelas sumbernya yaitu dari dana
kumpulan terbaru/derma.

Maisir Mengenai judi jelas hukumnya yaitu haram sebagaimana di


firmankan Allah dalam surat al-Maidah 90. Dalam asuransi konvensional
judi timbul krn dua hal

Sekiranya seseorang memasuki satu premi ada saja kemungkinan dia


berhenti krn alasan tertentu. Apabila berhenti dijalan sebelum mencapai
masa refreshing pheriod dia bisa menerima uangnya kembali dan
jumlahnya kira-kira 20% dan uang itu akan hangus. Dalam keadaan seperti
inilah ada unsur judinya.

Sekiranya perhitungan kematian itu tepat dan menentukan jumlah polis


itu juga tepat maka pearusahaan akan untung. Tetapi jika salah dalam
perhitungan maka perusahaan akan rugi. Jadi jelas disini unsur judi .
Dalam asuransi takaful berbeda krn sipenerima polis sebelum mencapai
refreshing period sekalipun bila dia mengambil dananya maka hal itu di
bolehkan. Perusahaan asuransi ialah sebagai pemegang amanah. Malahan
kalu ada kelebihan/ untung maka pemegang polispun ada menerimanya.

B. Potensi Asuransi Syariah Di Indonesia

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, pertumbuhan asuransi


syariah setiap tahunnya selalu lebih besar dibandingkan asuransi
konvensional. Namun, porsi pangsa pasar asuransi syariah masih terbilang
kecil jika dibandingkan konvensional. "Ini karena memang, terus terang,
permintaannya masih banyak sekali. Cuma memang kalau dilihat porsinya,

7
syariah dengan konvensional memang masih kecil," ujar Kepala Eksekutif
Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani,
Senin(1/2). Firdaus menyatakan, pertumbuhan aset asuransi syariah terbilang
tinggi dibandingkan konvensional. Namun, porsi pangsa pasar asuransi syariah
masih sangat kecil. Sehingga, menurut dia, masih sulit bagi industri asuransi
syariah mengejar ketertinggalan dari konvensional. "Jadi pertumbuhan 30
persen belum berasa juga," jelasnya.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), IKNB syariah
memiliki nilai aset sebesar Rp 62,51 triliun pada November 2015 atau tumbuh
7,1 persen dari Rp 58,37 triliun. Sementara, aset IKNB konvensional hanya
tumbuh 5,1 persen. Dari data di atas, aset asuransi dan reasuransi syariah
tumbuh 13,58 persen menjadi Rp 25,4 triliun pada November 2015.
Meski begitu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia
(AASI) Tati Febriyanti menilai prospek asuransi syariah akan semakin baik,
apalagi kini pemerintah ikut berperan aktif. AASI pun yakin pertumbuhan
tahun ini bisa mencapai antara 10 hingga 30 persen.
"Beberapa yang kita usulkan ke pemerintah, bagaimana kalau beberapa project
pemerintah mulai menggunakan perbankan sama asuransi syariah. Kita
berharap banyak kepada pemerintah," kata Tati.
Selain itu, potensi pasar asuransi syariah akan semakin meningkat jika
didukung tumbuhnya perbankan syariah. Ia mencontohkan Bank Aceh yang
tengah berproses dalam hal syariah dan akan menjadi bank syariah.
"Itu akan otomatis berpengaruh ke total aset perbankan syariah. Dan otomatis
sekali, (jika) mereka mencanangkan diri sebagai perbankan syariah, dia wajib
menggunakan asuransi syariah. Itu kan menambah potensi pasar,"kata Tati.
Selain itu, beberapa regulasi yang terbit di tahun ini juga mendukung
pertumbuhan aset asuransi syariah, seperti regulasi uang muka yang lebih
rendah untuk industri multifinance. Dengan adanya regulasi itu, industri
syariah bisa ikut serta dalam pertumbuhan.
"Dengan kondisi ekonomi yang susah sekarang, multifinance kan punya
challenge untuk mendapatkan market. Dan kalau mereka bertumbuh, asuransi
syariahnya pasti ikutan. Itu yang secara signifikan," katanya.
Pihaknya juga berencana menambah jalur distribusi asuransi untuk
memperluas pangsa pasar asuransi syariah. Upaya tersebut misalnya dengan
8
menambah jalur distribusi ke pegadaian syariah serta bekerja sama dengan
Kementerian Koperasi dan UMKM, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan
industri keuangan non-bank (IKNB) syariah.

Berdasarkan data OJK, jumlah premi asuransi konvensional selama tahun


2015 sebesar Rp 181, 47 triliun, sedangkan jumlah klaim sebesar Rp 104,87
triliun. Selain itu, jumlah kontribusi asuransi syariah selama 2015 sebesar Rp
10,49 triliun, sedangkan jumlah klaim bruto sebesar Rp 3,34 triliun.
Premi asuransi tersebut berdasarkan 50 jumlah perusahaan asuransi
yang terdiri atas 50 perusahaan asuransi jiwa, 76 perusahaan asuransi umum, 6
perusahaan reasuransi, 3 asuransi wajib, dan 8 perusahaan asuransi syariah.
Selain itu, perusahaan jasa penunjang asuransi terdiri atas perusahaan pialang
asuransi, 37 perusahaan pialang reasuransi, dan 28 perusahaan penilai
kerugian asuransi. Fakta Angka Premi Asuransi 181,47 triliun. Premi asuransi
Syariah Rp 10,49 triliun. Pangsa pasar syariah 5,7 Persen dibandingkan
konvensional.

C. Peraturan Perundang-Undangan Asuransi Syariah Di Indonesia

o Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 426/


KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusa haan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Peraturan inilah yang dapat
dijadikan dasar untuk mendirikan asuransi syariah sebagaimana ketentuan
dalam Pasal 3 yang menyebutkan bahwa ”Setiap pihak dapat melakukan
usaha asuransi atau usaha reasuransi berdasarkan prinsip syariah…”
Ketentuan yang berkaitan dengan asuransi syariah tercantum dalam Pasal
3-4 mengenai persyaratan dan tata cara memperoleh izin usaha perusahaan
asuransi danperusahaan reasuransi dengan prinsip syariah, Pasal 32
mengenai pembukaan kantor cabang dengan prinsip syariah dari
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi konvensional, dan Pasal 33
mengenai pembukaan kantor cabang dengan prinsip syariah dari
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah.
o Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 424/
KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan

9
Perusahaan Reasuransi. Ketentuan yang berkaitan dengan asuransi syariah
tercantum dalam Pasal 15-18 mengenai kekayaan yang diperkenankan
harus dimiliki dan dikuasai oleh perusahaan asuransi dan perusahaan
reasuransi dengan prinsip syariah.
o Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Nomor Kep. 4499/
LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.
o Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 1999 tentang perubahan Atas
Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian.
o Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang
Pedoman Umum Asuransi
o Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad
Tabarru Pada Asuransi Syariah
o Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 51/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad
Mudharabah Musyarakah Pada Asuransi Syariah
o Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 52/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad
Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi Syariah Dan Reasuransi Syariah

D. Manajemen Asuransi Syariah Di Indonesia

1. Manajemen Asuransi Syariah

Dalam UU Hukum Dagang (KUHD) pasal 264 dijelaskan bahwa


asuransi adalah suatu perjanjian (timbal balik) dengan mana seorang
penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima
suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya, karena suatu krugian,
kerusakan dan kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan
dideritanya karena suatu peristiwa tak tentu.

Manajemen asuransi adalah sebuah cara dalam mengelola perusahaan


asuransi supaya operasionalnya berjalan dengan baik dan dapat diharapkan
menghasilkan return positif bagi perusahaan beserta para staf yang bekerja di
dalamnya. Sebuah perusahaan yang bergerak dalam pengelolahan keuangan,
semacam asuransi, akan berjalan dengan baik dan mempunyai kinerja yang
sehat jika dikelola dengan manajemen yang baik dan sesuai dengan norma
peraturan yang berlaku. Karena asuransi adalah bisnis berkaitan erat dengan

10
risiko (risk) maka sebuah manajemen asuransi juga tidak dapat dilepaskan dari
bagaimana cara mengelola risiko itu sendiri.

Penerapan manajemen risiko oleh sebuah perusahaan menurut


TB.M.Najmudin Sutawinangun bertujuan untuk mengidentifikasi risiko-risiko
perusahaan, mengukurnya, dan mengatasinya pada tingkat toleransi tertentu.
Lebih spesifik, manajemen risiko dalam perusahaan asuransi lebih diarahkan
untuk mengidentifikasikan risiko, menghilangkan dan megurangi
kemungkinan kerugian yang ditimbulkan oleh risiko.

Orang matematika melihat risiko dari sudut tingkah laku daripada


fenomenanya, risiko adalah tingkat penyebaran nilai dalam suatu distribusi di
sekitar nilai rata-ratanya. Ini berarti, makin besar tingkat penyebarannya,
akan makin besar risikonya.

a. Risiko Spekulatif dan Risiko Murni

Kejadian sesungguhnya kadang-kadang menyimpang dari


perkiraan(expectations) ke salah satu dari dua arah. Artinya, ada kemungkinan
penyimpangan yang menguntungkan dan ada pula penyimpangan yang
merugikan. Jika kedua kemungkinan itu ada, maka kita katakan risiko itu
bersifat spekulatif.

Lawan dari risiko spekulatif adalah risiko murni, yaitu risiko yang hanya ada
kemungkinan kerugian. Seorang pemilik rumah terbuka kemungkinan
terhadap kemungkinan kerugian karena kebakaran. Risiko ini hanyalah
mempunyai kemungkinan kerugian dan tidak mempunyai kemungkinan
untung. Semua orang berharap umur panjang, tetapi ia mungkin mati muda.
Risiko ini adalah juga risiko murni karena hanya bergerak ke satu arah yaitu
ke arah kemungkinan kerugian.

Risiko murni yang dihadapi seseorang, keluarga, perusahaan, dan organisasi


lain dapat digolong-golongkan ke dalam risiko pribadi, risiko harta, dan risiko
pertanggungjawaban. Risiko pribadi adalah risiko kemungkinan kerugian atas
diri orang itu, seperti kematian atau cacat. Risiko harta adalah risiko kerugian
atas harta seperti pencurian mobil. Risiko tanggung gugat (risiko pertanggung-
jawaban) adalah kemungkinan bertanggung jawab secara hukum untuk
membayar kerusakan terhadap orang atau barang lain.

b. Sumber Risiko

Risiko menimbulkan kondisi yang kondusif terhadap bencana yang


menyebabkan kerugian. Kerugian adalah penyimpangan yang tak diharapkan.
Kemungkinan kejadian demikian yang kita namakan risiko. Walaupun ada
beberapa overlaping(tumpang tindih) di antara kategori-kategori itu, namun
penyebab kerugian dan risiko dapat diklasifikasikan sebagai risiko sosial,

11
risiko fisik, dan risiko ekonomi.Menentukan sumber risiko adalah penting
karena akan mempengaruhi cara penanganannya.

Ada beberapa cara dalah menangani risiko. Antara lain :

o Menghindari Risiko (risk avoidance)

Berkaitan dengan cara menghindari risiko itu sendiri. Hal tersebut dapat
diartikan bahwa untuk menghindari risiko jangan melakukan kegiatan apapun
yang memungkinkan terjadinya risiko atau memberi peluang rugi.

o Mengurangi Risiko (risk reduction)

Tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi risiko kerugian yang mungkin
timbul. Artinya, kemungkinan rugi tidak dihilangkan, akan tetapi sedapat
mungkin diperkecil kemungkinan terjadinya.

o Retensi Risiko (risk retention)

Merupakan cara yang paling umum dalam menangani masalah risiko. Reensi
risiko berarti kita tidak melakukan apa- apa terhadap risiko tersebut. Kita
menyadari bahwa kita memiliki risiko, tetapi diputuskan untuk tidak
melakukan apa- apa terhadapnya. Ini adalah retensi risiko yang bersifat
volunteer. Retensi risiko secaravoluntary ini adalah risiko yang biasanya dapat
menimbulkan kerugian yang relatif kecil secara finansial, atau bila ada
peluang kerugian biasanya nilainya sangat kecil.

o Membagi Risiko (risk sharing)

Kadang-kadang, bila suatu risiko tidak dapat dihindari, dan retensi akan
memberikan peluang kerugian yang amat besar, kita dapat memilih risk
sharingsebagai salah satu cara menangani risiko. Dengan membagi risiko
dengan pihak-pihak lain, maka potensi kerugian dapat dibagi dengan pihak
tang bersangkutan.

o Mentransfer Risiko (risk transfer)

Transfer risiko berarti memindahkan risiko kerugian kepada pihak lain,


biasanya kepada perusahaan asuransi yang bersedia dan mampu memikul
beban risiko. Pengalihan atau pemindahan tersebut dapat berupa risiko
spekulatif maupun risiko murni. Dalam organisasi perusahaan asuransi,
menurut Huggins, dapat berjalan secara efektif jika didukung oleh lima faktor,
yakni: Responsibility, Authority, Accountability, Delegation, Dan
Coordination.

Dalam manajemen asuransi diperlukan:

a. Marketing

12
b. Aktuaria

c. Underwriting

d. Costumer Service

e. Administrasi

f. Klaim

g. Investasi

h. Akuntansi

i. Hukum

1. Tiga Belas Nilai Utama Manajemen Asuransi Syariah

Menurut Prof. Dr. M. Amin Suma, SH., MA., MM dalam bukunya


yang berjudul Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional terdapat tiga belas
nilai utama manajemen asuransi syariah:

 Tauhid / pemahaesaan Allah atau percaya kepada Nya.

Dalam teologi Islam, tauhidullah (pemahaesaan Allah) adalah pangkal


segala keimanan dan semua aktivitas. Termasuk aktivitas ekonominya yang
tidak boleh berbau kemusyrikan sekecil apapun. Bagi ummatan muslimatan,
tidak kecuali para pebisnisnya, aktivitas apapun yang dilakukannya
harusberlandaskan tauhidullah dalam konteksnya yang sangat luas dan
menyeluruh.

 percaya akan adanya hari akhir, pahala dan siksaan.

Dalam keyakinan Islam, aktivitas bisnis dan aktivitas-aktivitas yang


lain, bukanlah jangka pendek yang akan selesai begitu saja urusannya,
melainkan bisnis adalah aktivtas yang memiliki akibat jangka panjang
terutama dalam sistem pertanggung jawabannya di hadapan Allah s.w.t.
Dengan kalimat lain, Islam mengajarkan pemeluk-pemeluknya bahwa urusan
bisnis tidaklah semata-mata bersifat duniawi yang hanya mengacu ke masa
kini, akan tetapi juga masih memiliki beban kewajiban yang harus
dipertanggung-jawabkan di masa depan di hadapan rabb al-‘izzati.

 Kemandirian.

dalam pengertian bahwa seseorang hanya bergantung kepada Allah


semata. Bagi manusia Muslim, Allah yang Maha Tunggal (Allahu ahad)-lah
satu-satunya tempat untuk bergantung (Allahus-shamad), tidak kepada orang
lain. Jika ini yang dijadikan filsafat hidup dalam mengelola dan memasarkan
sistem ekonomi dan keuangan Syariah termasuk asuransinya, maka para

13
manajer asuransi Syariah tentu akan memiliki rasa percaya diri yang kokoh
dalam melakukan kompetisi dengan pasar-pasar asuransi yang menjadi
pesaingnya.

 Tanggung jawab dan dapat dipertanggung jawabkan.

Dalam sistem Islam, setiap orang pada dasarnya adalah manajer


(kullukum ra’in) terhadap apa yang dipercayakan kepadanya. Termasuk ketika
seorang manajer Muslim diberi amanat untuk mengelola asuransi dan lain
sebagainya.

 Pengambilan bagian.

Pada dasarnya, Islam menganjurkan pemeluknya supaya aktif ambil


bagian dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi umat manusia.
Temasuk persoalan ekonomi dan keuangan pemilahan kewajiban kepada
kewajiban individu (fardu ain) dan kewajiban kolektif (fardu kifayah), paling
sedikit mengisyaratkan anjuran participation ini.

 Keadilan .

Manajemen asuransi Syariah, bahkan manajemen lembaga keuangan


lainnya yang beroperasi menurut prinsip-prinsip Syariah, harus mendasarkan
segala sesuatunya termasuk pemasaran kepada prinsip keadilan (justce).
Sebab, ihwal keadilan itu sendiri sesungguhnya bukanlah monopoli hukum
khususnya pengadilan, melainkan keadilan itu merupakan sesuatu yang
bersifat universal dan keberadaannya mutlak dibutuhkan hampir atau bahkan
seluruh lini kehidupan.

 Kepercayaan.

Merupakan salah satu faktor penting dalam manajemen asuransi


Syariah. Terutama dalam bentuk pelayanan (services) sebagai tindak lanjut
dari proses pemasaran yang dilakukan perusahaan asuransi.

 Dialog atau percakapan dwicakap.

Dalam pemasaran asuransi Syariah, dialog dwi-cakap sesungguhnya


merupakan suatu keniscayaan yang bukan saja dilakukan pada saat melakukan
transaksi (akad) atau bahkan sebelum itu, melainkan juga seyogyanya terus
berjalan sampai akad itu sendiri menjadi berakhir. Lebih-lebih ketika
dihubungkan dengan hubungan wakalah (perwakilan) antara perusahaan
asuransi sebagai muwakkil (yang menerima mandat perwakilan) dengan
nasabah sebagai pemberi wakalah (al-wakil).

 Efisiensi pembiayaan.

14
Efisiensi dalam pembiayaan,merupakan salah satu unsur penting dalam
manajemen pemasaran, termasuk pemasaran asuransi Syariah. Dengan
menggunakan pendekatan mafhum mukhalafah (pemahaman terbalik),
larangan boros (tabdzir) dalam sejumlah ayat al-Qur’an, pada intinya
memerintahkan kita supaya berlaku efisien dalam mengelola ekonomi dan
keuangan. Termasuk tentunya efisiensi dalam melakukan pemasaran.

 Efisiensi waktu.

Al-Qur’an wanti-wanti mengingatkan kita untuk tidak menyia-nyiakan


waktu berlalu tanpa menghasilkan sesuatu (manfaat). Surat wal-‘ashri dan
sejumlah ayat lain yang senada mengisyaratkan hal itu. Lebih tepat lagi ketika
efisiensi waktu (time efficiency) dihubungkan dengan dunia bisnis dan
pemasaran sebagaimana tersimbolkan dalam ungkapan time is money, meski
ungkapan ini tidak harus difahami secara kaku.

 Perhatia dan menguntungkan.

Perhatian atau kecermatan dan keuntungan dalam suatu manajemen


perusahaan merupakan dua hal yang saling terkait. Perusahaan yang
manajemennya mengabaikan perhatian teruatama kepada pelanggan dapat
diduga kuat tidak akan memberikan keuntungan kepada perusahaan; sebab
keuntungan pada dasarnya merupakan buah dari kerja keras pemasaran yang
memerlukan perhatian serius.

 ramah/ kasih sayang terhadap sesama (manusia), binatang, dan


lingkungan.

Dalam pandangan Islam, semua makhluk Allah pada dasarnya harus


disikapi/ disentuh dan atau diperlakukan dengan ramah dan kasih sayang.
Terutama perlakuan terhadap hewan dan lingkungan. Al-Qur’an mengingatkan
tentang status hewan yang juga sama-sama sebagai makhluk Allah.

 Hasrat belajar.

Dimensi belajar memiliki cakupan yang sangat luas tidak harus


diartikan dengan duduk dibangku sekolah/kuliah, akan tetapi juga digunakan
untuk pengertian mempelajari berbagai persoalan yang dibutuhkan oleh setiap
insan. Termasuk para pebisnis dalam hal ini pemasaran yang tidak ada henti-
hentinya.

15
E. Peluang, Tantangan dan Permasaahan Asuransi Syariah Di Indonesia

1. Peluang

Asuransi syariah di Indonesia sudah berjalan selama 14 (empat belas)


tahun semenjak pertama kali didirikan pada tahun 1994 yaitu dengan
diresmikannya PT. Takaful Keluarga. Dibandingkan dengan asuransi
konvensional yang sudah beroperasi sejak tahun 1912 dengan berdirinya asuransi
Bumiputera maka usia asuransi syariah masih tergolong relative muda. Namun
dilihat dari jumlah pertumbuhan perusahaan, asuransi syariah sangatlah
menggembirakan yaitu 40 % setiap tahun sementara yang konvensional hanya 25
%.

Melihat pertumbuhan yang pesat ini menunjukkan betapa besar


peluang asuransi syariah untuk lebih berkembang lagi. Setidaknya ada dua faktor
penting yang bisa menjadi momentum berharga bagi berkembangnya asuransi
syariah di Indonesia, yaitu :

1. Ruang penetrasi produk asuransi di Indonesia masih sangat luas mengingat


persentase pemegang polis individual di Indonesia baru mencapai kisaran tiga
persen (6,6 juta) dari total penduduk sebesar 220 juta jiwa
2. Mayoritas penduduk Indonesia merupakan umat Islam, dan kehadiran produk
yang sejalan dengan konsep serta nilai-nilai beragama berpeluang besar untuk bisa
diterima oleh masyarakat luas.

Sedikitnya masyarakat Indonesia yang ikut berasuransi menjadi


peluang bagi asuransi syariah untuk meningkatkan pangsa pasar, sejalan dengan
meningkatnya kebutuhan masyarakat akan jasa asuransi misalnya untuk
kebutuhan meningkatkan pendidikan anak, meningkatnya biaya kesehatan dan
lain-lainnya.

16
Di samping itu besarnya penduduk Indonesia yang beragama Islam
menjadikan asuransi syariah berpeluang besar untuk lebih berkembang lagi. Hal
ini karena bagi orang muslim menjalankan aktifitas yang sesuai dengan tuntunan
Islam tentunya akan menjadi pilihan utama, demikian juga dalam hal pilihan
berasuransi tentunya seorang muslim akan lebih memilih yang sesuai dengan
ajaran Islam yaitu asuransi syariah dari pada asuransi konvensional yang selama
ini masih diragukan kehalalannya.

Keunggulan konsep asuransi syariah yang dapat memenuhi rasa


keadilan juga menjadi peluang bagi berkembangnya asuransi syariah, misalnya
konsep bagi hasil dalam asuransi syariah dimana jumlah yang dibagi tergantung
hasil yang didapat sehingga tidak ada yang dirugikan. Konsep bagi hasil ini pula
yang membuat perusahaan asuransi syariah dapat bertahan terhadap krisis
ekonomi tahun 1997, sehingga banyak perusahaan asuransi konvensional mulai
melirik produk asuransi syariah.

Konsep yang sesuai dengan syariah ini pula yang menjadikan asuransi
syariah tidak hanya hadir di negara yang berpenduduk
mayoritas muslim melainkan juga di negara-negara yang berpenduduk non
muslim. Hingga kini di seluruh dunia sudah ada sekitar 45 (empat puluh lima)
asuransi syariah, misalnya di Singapura, Swiss, Amerika Serikat, Jeneva,
Bahamas dan lain-lain.

2. Tantangan

Perkembangan asuransi syariah di Malaysia bisa disimak sebagai


contoh yang bagus. Asuransi syariah di Malaysia mulai muncul pada tahun 1984,
dimana Pemerintah Malaysia ketika menumbuhkan asuransi syariah terlebih
dahulu membuat Takaful Act atau Islamic Banking Act baru kemudian
dikeluarkanlicense pembukaan perusahaan.

Berbeda dengan Malaysia, di Indonesia asuransi syariah berkembang


dengan cepatnya sedangkan perundang-undangan khusus asuransi syariah belum
ada hingga sekarang. Keadaan ini merupakan tantangan bagi berkembangnya
asuransi syariah karena dikhawatirkan akan menimbulkan kesemrawutan.

17
Menurut Agus Edi Sumanto, Sekretaris Jenderal Asosiasi Asuransi
Syariah Indonesia, payung hukum asuransi syariah masih sangat minim idealnya
mesti ada undang-undang yang secara khusus mengatur asuransi syariah.

Izin pendirian perusahaan asuransi syariah yang mudah menjadikan


banyaknya perusahaan asuransi syariah yang apabila tanpa dukungan aturan yang
lengkap justru dikhawatirkan membawa dampak negatif. Pasar
menjadi sesak dalam waktu singkat, iklim kompetisipun meningkat sehingga
dikhawatirkan dalam kondisi ini para pemain mulai permisif terhadap praktek-
praktek yang sesungguhnya tidak sesuai dengan syariah.

Secara stuktural, landasan operasional asuransi syariah di Indonesia


masih menginduk pada peraturan yang mengatur usaha perasuransian secara
umum (konvensional).

Peraturan asuransi syariah yang masih menginduk kepada peraturan


asuransi konvensional ini menyebabkan asuransi syariah terbentur ketentuan
perpajakan yaitu tentang premi, sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun
2000 Tentang Perpajakan, penerimaan premi harus dicatat sebagai pendapatan
perusahaan dengan demikian premi merupakan objek pajak. Perlakuan ini tidak
sejalan dengan fatwa Dewan Syariah Nasional yang menempatkan premi pada
asuransi syariah bukan milik atau pendapatan perusahaan, melainkan tetap milik
nasabah. Perusahaan hanya pemegang amanah untuk mengelola premi itu
sehingga tidak bisa dijadikan objek pajak. Begitu juga dengan pembayaran bagi
hasil kepada nasabah oleh Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 disetarakan
dengan dividen perusahaan kepada pemegang polis, sehingga terkena ketentuan
pajak sebesar 15 %. Padahal bila Dewan Syariah Nasional menetapkan premi
asuransi syariah bukan objek pajak maka bagi hasilpun bukan objek pajak, karena
bagi hasil akan menjadi biaya underwriting perusahaan yang bukan merupakan
dividen.[ Juga menjadi tantangan bagi asuransi syariah adalah dalam hal
mengembangkan produk asuransi yang memang beda dengan asuransi
konvensional, sehingga adanya anggapan bahwa asuransi syariah hanya
mensyariahkan produk asuransi konvensional dapat dieliminasi.

Menurut Muhaimin Iqbal, Ketua Asosiasi Asuransi Syariah dan Agus


Edi Sumanto, Direktur Utama Asuransi Takaful Keluarga, bahwa asuransi syariah
hanya sekedar memodifikasi produk asuransi konvensional.

18
Dalam hal PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) asuransi
syariah kebanyakan juga masih memodifikasi dari PSAK asuransi konvensional,
karenanya perbedaan hakiki dari asuransi konvensional dengan syariah menjadi
tidak terlihat misalnya dana tabarru tidak bisa disajikan dalam laporan keuangan
resmi yang ada hanya total premi demikian juga dengan entry bagi hasil tidak
terlihat. Padahal PSAK ini penting untuk dimiliki asuransi syariah untuk membuat
pengukuran kinerja asuransi syariah menjadi lebih valid.

Modal yang kecil juga menjadi tantangan bagi perkembangan asuransi


syariah di Indonesia. Di dalam Keputusan Nomor 426 Tahun 2003, Menteri
Keuangan hanya mensyaratkan modal kerja perusahaan 2 milyar sehingga
menurut Muhammad Syakir Sula, Ketua Islamic Insurance Society banyak yang
asal membuka cabang
syariah, padahal dengan dana sekecil itu perhitungan bisnisnya menjadi
kurang masuk akal. Karena itulah Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI)
mendorong pelaku industri asuransi syariah untuk meningkatkan modal.

Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal di bidang asuransi dan


syariah sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan asuransi syariah di
Indonesia, sayangnya menurut Walter L. Gaol, Direktur Asuransi Jiwa Great
Eastern bahwa salah satu kendala penting yang dihadapi adalah kurangnya SDM
syariah. Demikian juga Agus Haryadi menyebutkan bahwa salah satu tantangan
bagi perkembangan asuransi syariah di Indonesia adalah langkanya ketersediaan
SDM yang “qualified” dan memiliki semangat syariah.

Kesadaran masyarakat untuk ikut berasuransi juga menjadi kendala


bagi perkembangan asuransi syariah di Indonesia, ini terbukti dari jumlah total
penduduk Indonesia, pemegang polis individual baru mencapai kisaran 3 %.
Perkembangan asuransi konvensional yang kurang begitu menggembirakan
dibandingkan dengan kemajunan yang dicapai oleh negara lain walaupun telah
dibuat Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Perasuransian dengan
maksud untuk meningkatkan gairah masyarakat untuk
memanfaatkan jasa asuransi yang sekaligus juga sebagai sarana mobilisasi
dana untuk pembangunan. Hal ini karena dipengaruhi adanya keraguan tentang
kehalalan jasa asuransi konvensional. Kesadaran masyarakat yang masih rendah
ini menjadi tantangan bagi asuransi syariah untuk memberikan pemahaman
tentang asuransi syariah yang terlepas dari unsur maisir, gharar dan riba.

19
3. Masalah
Masalah terbesar yang dihadapi oleh industri asuransi syariah
bersumber pada dua hal utama yaitu permodalan dan sumber daya manusia.
Masalah-masalah lain seperti masalah, ketidaktahuan masyarakat terhadap
produk asuransi syariah, image dan lain sebagainya merupakan akibat dari dua
masalah utama tersebut.
 Minimnya Modal

Beberapa hal yang menjadi penyebab relative rendahnya


penetrasi pasar asuransi syariah dalam sepuluh tahun terakhir adalah
rendahnya dana yang memback up perusahaan asuransi syariah, promosi dan
edukasi pasar yang relative belum dilakukan secara efektif (terkait dengan
lemahnya dana), belum timbulnya industri penunjang asuransi syariah seperti
broker-broker asuransi syariah, agen, adjuster, dan lain sebagainya, produk
dan layanan belum diunggulkan diatas produk konvensional, posisi pasar yang
masih ragu antara penerapan konsep syariah yang menyeluruh dengan
kenyataan bisnis di lapangan yang terkadang sangat jauh dari prinsip syariah,
dukungan kapasitas reasuransi yang masih terbatas (terkait jua dengan dana)
dan belum adanya inovasi produk dan layanan yang benar-benar digali dari
konsep dasar syariah.

 Kurangnya SDM yang Profesional

Terus bertambahnya perusahaan asuransi syariah merupakan


kabar baik bagi perkembangan industri tersebut. Namun, sayangnya hal itu
tidak diimbangi dengan ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) asuransi
syariah yang berkualitas. Seringkali, pembukaan cabang atau divisi asuransi
syariah baru hanya didukung jumlah SDM terbatas.

Berdasarkan data Islamic Insurance Society (IIS) per Maret


lalu, sekitar 80 persen dari seluruh cabang atau divisi asuransi syariah belum
memiliki ajun ahli syariah. IIS mengestimasi asuransi syariah Indonesia per
Maret lalu memiliki sekitar 200 cabang dan hanya didukung 30 ajun ahli
syariah. Jumlah yang cukup sedikit bila dibandingkan kondisi SDM di
asuransi konvensional. Per Maret lalu, sebagian besar cabang asuransi
konvensional telah memiliki sedikitnya seorang ajun ahli asuransi syariah.
Jumlah tersebut sesuai dengan ketentuan departemen keuangan (Depkeu).

20
Padahal, keahlian ajun ahli syariah sangat dibutuhkan dalam
mendorong perkembangan inovasi produk asuransi syariah. Hal tersebut
berdampak pada kurang berkembangnya produk inovatif di industri asuransi
syariah. Saat ini, sebagian besar cabang atau divisi asuransi syariah lebih
memilih untuk meniru produk asuransi konvensional lalu dikonversi menjadi
syariah (mirroring).

 Ketidaktahuan Masyarakat Terhadap Produk Asuransi Syariah

Ketidaktahuan mengenai produk asuransi syariah (takaful) dan


mekanisme kerja merupakan kendala terbesar pertumbuhan asuransi jiwa ini.
Akibatnya, masyarakat tidak tertarik menggunakan asuransi syariah, dan lebih
memilih jasa asuransi konvensional.

Itulah hasil riset Synovate mengenai alasan pemilihan asuransi


syariah. Ketua Umum Asuransi Syariah Indonesia Mohammad Shaifie Zein
mengatakan, dari hasil survei Synovate, sebagian besar responden tidak
tertarik kepada asuransi jiwa syariah.

 Dukungan Pemerintah Belum Memadai

Meski sudah menunjukkan eksistensinya, masih banyak


kendala yang dihadapi bagi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Soal
pemahaman masyarakat hanya salah satunya. Kendala lainnya yang cukup
berpengaruh adalah dukungan penuh dari para pengambil kebijakan di negeri
ini, terutama menteri-menteri dan lembaga pemerintahan yang memiliki
wewenang dalam menentukan kebijakan ekonomi.

Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang pada


masa kampanye pemilu kemarin menyatakan mendukung ekonomi syariah,
belum sepenuhnya mewujudkan dukungannya itu dalam bentuk program kerja
tim ekonomi kabinetnya.

Kendala lainnya adalah masalah regulasi. Penerapan syariah


yang makin meluas dari industri keuangan dan permodalan membutuhkan
regulasi yang tidak saling bertentangan atau tumpang tindih dengan aturan
sistem ekonomi konvensional. Para pelaku ekonomi syariah sangat
mengharapkan regulasi untuk sistem ekonomi syariah ini bisa memudahkan
mereka untuk berekspansi bukan malah membatasi. Saat ini, peraturan tentang
permodalan masih menjadi kendala perbankan syariah untuk melakukan
penetrasi dan ekpansi pasar.

 Image

Salah satu masalah besar bisnis asuransi syariah di Indonesia


dan negara lainnya, menurut Zein, adalah meyakinkan masyarakat akan
keuntungan menggunakan asuransi syariah. “Perlu sekali mensosialisasikan

21
asuransi syariah bukan saja berasal dari agama, tetapi memperlihatkan
keuntungan.” Kenyataan di lapangan menunjukkan, bahwa para pelaku
ekonomi syariah masih menghadapi masalah berat untuk menanamkan prinsip
syariah sehingga mengakar kuat dalam perekonomian nasional dan umat
Islamnya itu sendiri.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Perkembangan asuransi syariah di Indonesia umumnya sangat signifikan dari tahun ke


tahun. Namun tetap saja belum bisa melawan besarnya perkembangan asuransi konvensional
untuk beberapa tahun ke depan. Walaupun demikian, besarnya persentase perkembangan
asuransi syariah ketimbang asuransi konvensional memberikan angin segar bagi para
pengguna investasi asuransi agar berpindah menggunakan asuransi syariah.

Di samping tidak adanya unsur-unsur yang tidak diperbolehkan oleh syariat Islam,
asuransi syariah lebih jelas dalam setiap transaksi yang dilaksanakan. Baik masalah premi
dan besarnya jumlah biaya yang di klaim oleh nasabah. Hal tersebut membuat para pemilik
modal tertarik untuk mengembangkan asuransi syariah. Sehinnga diharapkan kedepannya
asuransi yang berbasis syariah dapat berkembang lebih pesat lagi.

Kami juga yakin bahwa dengan melihat kondisi sekarang, suatu saat nanti asuransi
syariah dapat menenggelamkan asuransi konvensiona.

B. Saran

Makalah ini memang jauh dari kesempurnaan, baik dalam isi, susunan,
maupun penyajiannya. Banyak sekali hambatan dalam menyelesaikan makalah ini.
Mulai dari kurangnya sumber referensi buku yang tersedia hingga kekompakan antar
anggota kelompok yang belum maksimal. Untuk itu, segala kritik dan saran dari

22
teman-teman semuanya dibutuhkan. Agar selanjutnya dapat kami jadikan sebagai
pijakan, supaya pada makalah berikutnya bisa lebih baik lagi.

Daftar Pustaka

Ali, AM. Hasan. 2004. Asuransi Dalam Perspektif hukum Islam. Jakarta: Prenada
Media.
Antonio, Muhammad Syafi’I. 1994. Asuransi Dalam Perspektif Islam. Jakarta : STI.
Aziz, Abdul. 2010. Manajemen Investaisi Syariah. Bandung: Alfabeta.
Dewan Syariah Nasional. 2003. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Edisi
Kedua.Jakarta: DSN-MUI.
Dewi,Gemala. 2005. Aspek-aspek Hukum dalam perbankan dan perasuransian di
Indonesai.Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Kasmir. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. edisi Keenam.
ctk.Kedelapan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Masail Fiqhiyah; Zakat Pajak Asuransi dan Lembaga Keuangan. M Ali


Hasan.Sumber file al_islam.chm

http://www.aasi.or.id/main/berita/Industri-asuransi-syariah-tumbuh-melesat-Tapi-ada-
satu-hal-yang-masih-menjadi-pr. Di akses pada tanggal 27 Agustus 2016.

http://bukanpinokio.blogspot.co.id/2013/01/regulasi-asuransi-syariah-di-
indonesia.html. Di akses pada tanggal 27 Agustus 2016.

23

Anda mungkin juga menyukai