Disusun Oleh:
Pembimbing:
dr. Arinta Setyasari, Sp.JP, FIHA
Telah disetujui,
Cimahi, Februari 2019
Pembimbing Penulis
1.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama: Sesak Napas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit, dan dirasakan memberat sejak 6 jam sebelum masuk
rumah sakit. Sesak dirasakan terus menerus, dirasakan semakin memberat
setelah pasien melakukan aktivitas seperti berjalan dan sesak dirasakan
berkurang saat pasien duduk dan beristirahat. Pasien lebih nyaman tidur
menggunakan 3 bantal atau lebih. Pasien mengaku sering terbangun
tengah malam karena sesak dan batuk.
Pasien juga mengeluhkan dada yang dirasakan berdebar hilang
timbul sejak 1 hari SMR. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak
berwarna putih sejak 2 hari SMRS. Keluhan mual (+), Pasien juga
mengeluhkan kedua kaki bengkak. Keluhan nyeri dada dan demam
sebelumnya disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya pada
tahun 2016, namun keluhan dirasakan tidak seberat keluhan saat ini dan
pasien hanya berobat jalan. Terdapat riwayat hipertensi yang diketahui
sejak 3 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Pasien mengatakan bahwa terdapat saudara kandung pasien yaitu
kakak pasien yang memiliki riwayat hipertensi.
Riwayat Sosial:
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol.
Diketahui pasien jarang berolahraga.
Elektrolit (11/02/2019)
Natrium : 139 mmol/L (Normal: 136-145)
Kalium : 4.60 mmol/L (Normal: 3.60-5.20)
Klorida : 101 mmol/L (Normal: 98-106)
a. Irama : aritmia
b. Frekuensi: ireguler, HR 140 kali/menit
c. Frontal Axis: Normal
d. Horizontal Axis : Normal
e. Gelombang P tidak ada
f. Interval PR tidak dapat dinilai
g. Kompleks QRS : 0,08s
h. Segmen ST : 0,24s
i. Gelombang T : lebar 0,12s , tinggi 4 mm
Kesimpulan: Atrial Fibrilasi Rapid Ventrikular Response
1.6. TATALAKSANA
a. Oksigenasi : O2 2-4 liter via nasal kanul
b. Terapi Nonfarmakologi
- Bed rest
o
- Posis semi fowler / posisi kepala 30
- Diet rendah garam
- Retriksi cairan 1,5-2 liter
a. Terapi Farmakologi
- Digoxin 0,5 mg bolus IV bila HR ≥110 bolus 1/2ampul (0,25) dosis
max 1,5mg/24jam
- Inj. Furosemid 3x1 ampul
- Spironolakton 1x25mg
- Ramipril 1x2,5mg
- Simarc 1x2mg
1.7. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanactionam : dubia ad bonam
Pasien atas nama Ny.M datang dengan keluhan sesak napas yang dirasakan
sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, dan memberat sejak 6 jam sebelum masuk
rumah sakit. Sesak dirasakan terus menerus, dirasakan semakin memberat setelah
pasien melakukan aktivitas seperti berjalan dan sesak dirasakan berkurang saat
pasien duduk dan beristirahat. Pasien lebih nyaman tidur menggunakan 3 bantal
atau lebih. Pasien mengaku sering terbangun tengah malam karena sesak dan
batuk.
Pasien juga mengeluhkan dada yang dirasakan berdebar hilang timbul sejak
1 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak berwarna putih sejak 2 hari
SMRS. Keluhan mual (+), Pasien juga mengeluhkan kedua kaki bengkak. Keluhan
nyeri dada dan demam sebelumnya disangkal.
Keluhan dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas dan
merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonar. Penyebab dari sesak nafas
dapat dibagi menjadi 4 tipe, yaitu tipe kardiak, tipe pulmoner, tipe campuran
kardiak dan pulmoner serta tipe non kardiak dan non pulmoner. 1 Penyebab utama
sesak pada pasien dalam kasus ini adalah tipe kardiak yaitu disebabkan oleh gagal
jantung. Oleh karena menurunnya perfusi jaringan, tubuh berusaha untuk
mengambil oksigen lebih banyak untuk diedarkan. Peningkatan kebutuhan oksigen
berdampak pada peningkatan frekuensi pernapasan, yang mana frekuensi
pernapasan pada pasien adalah 30x/menit.
Gagal jantung merupakan kumpulan gejala yang kompleks dimana
seorang pasien harus memiliki tampilan berupa gejala gagal jantung (nafas pendek
yang tipikal saat istirahat atau saat melakukan aktifitas disertai/ tidak kelelahan),
tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki dan dapat disertai
dengan adanya bukti objektif dari gangguan struktur fungsi jantung saat
istirahat.2,3
3
Tabel 2.1. Tanda dan Gejala Gagal Jantung
14
lebih tinggi dan resiko gagal jantung 3 kali lebih tinggi disbanding pasien tanpa
atrial fibrilasi. Fibrilasi atrium dapat menyebabkan gagal jantung melalui
mekanisme peningkatan tekanan atrium, peningkatan beban volume jantung,
disfungsi katup dan stimulasi neurohormonal yang kronis.5
Patofisiologi terjadinya atrial fibrilasi dipercaya bersifat multifactorial,
dengan konsep yang banyak dianut adalah 1) adanya faktor pemicu (trigger); dan
2) faktor-faktor yang melanggengkan. Proses remodelling atrium karena penyakit
jantung struktural dapat menyebabkan gangguan elektris antara serabut otot dan
serabut konduksi di atrium, serta menjadi factor pemicu sekaligus faktor yang
melanggengkan terjadinya FA. Sistem saraf simpatis maupun parasimpatis di
dalam jantung juga memiliki peran yang penting dalam patofsiologi FA, yaitu
melalui peningkatan Ca2+ intraselular oleh sistem saraf simpatis dan pemendekan
periode refrakter efektif atrium oleh sistem saraf parasimpatis (vagal). Stimulasi
pleksus ganglionik akan memudahkan terangsangnya FA melalui vena pulmoner
(VP), sehingga pleksus ganglionik dapat dipertimbangkan sebagai salah satu
target ablasi.1
Terdapat 2 mekanisme utama dalam terjadinya fibrilasi atrium yaitu
adanya mekanisme fokal dan mekanisme reentri mikro (multiple wavelet
hypothesis). Mekanisme fokal merupakan mekanisme fibrilasi atrium pada daerah
tertentu yakni daerah terbesar adalah pada vena pulmonal (72%). Mekanisme
seluler dari aktivitas fokal mungkin melibatkan mekanisme triggered activity dan
reentri. Vena pulmoner memiliki potensi yang kuat untuk memulai dan
melanggengkan takiaritmia atrium, karena VP memiliki periode refrakter yang
lebih pendek serta adanya perubahan drastis orientasi serat miosit. Sedangkan
dalam mekanisme reentri mikro, fibrilasi atrium dilanggengkan oleh adanya
konduksi beberapa wavelet independen secara kontinu yang menyebar melalui
otot-otot atrium dengan cara yang kacau. Hipotesis ini pertama kali dikemukakan
oleh Moe yang menyatakan bahwa FA dilanggengkan oleh banyaknya wavelet
yang tersebar secara acak dan saling bertabrakan satu sama lain dan kemudian
padam, atau terbagi menjadi banyak wavelet lain yang terus-menerus merangsang
atrium. Oleh karenanya, sirkuit reentri ini tidak stabil, beberapa menghilang,
sedangkan yang lain tumbuh lagi. Sirkuit-sirkuit ini memiliki panjang siklus yang
15
bervariasi tapi pendek. Diperlukan setidaknya 4-6 wavelet mandiri untuk
5
melanggengkan FA.
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit, dan dirasakan memberat sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit.
Sesak dirasakan terus menerus, dirasakan semakin memberat setelah pasien
melakukan aktivitas seperti berjalan dan sesak dirasakan berkurang saat pasien
duduk dan beristirahat. Pasien lebih nyaman tidur menggunakan 3 bantal atau
lebih. Pasien mengaku sering terbangun tengah malam karena sesak dan batuk.
Pasien juga mengeluhkan dada yang dirasakan berdebar hilang timbul sejak
1 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak berwarna putih sejak 2 hari
SMRS. Keluhan mual (+), Pasien juga mengeluhkan kedua kaki bengkak. Keluhan
nyeri dada dan demam sebelumnya disangkal.
Pada pemeriksaan foto rotngen thorak didapatkan kesan kardiomegali pada
jantung. Pada pemeriksaan EKG didapatkan atrial fibrilasi rapid ventricular
response, dengan HR 140x/menit. Pasien ini diterapi dengan terapi oksigenasi
nasal kanul 2-4 liter per menit dengan pemberian digoxin 0,5mg bolus IV untuk
mengendalikan laju ventrikel pasien, Inj. furosemid 3x1 ampul IV, ramipril
1x2,5mg dan warfarin sodium (Simarc) 1x2 mg.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lilly LS. Acute Coronary Syndrome. Rhe JW, Sabatine MS and Lilly LS
editor in: Pathophysiology of Heart Disease : A Collaborative Project Of
Medical Students And Faculty. 5th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins. 2011
2. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung Pada Penyakit Kardiovaskular. Edisi
Pertama. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015.
3. ESC Guidelines For The Diagnosis And Treatment Of Acute And Chronic
Heart Failure. European Heart Journal. 2016.
4. ESC Guidelines For The Management of Atrial Fibrilation Devloped in
Collaboration with EACTS. European Heart Journal. 2016.
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tata
Laksana Fibrilasi Atrium. PERKI; 2014.
6. Opie, L.H. dan Gersh, B.J., 2017, Drugs For The Heart. Elsevier Inc.,
Philadelphia.