Anda di halaman 1dari 5

2.1.

5 Patofisiologi
Konsep patofisiologi dari PAD adalah adanya keseimbangan antara ketersediaan nutrien di
sirkulasi ke otot skelet dan oksigen, dengan kebutuhan nutrisi. Terdapat beberapa patofisiologi
yang berperan terhadap terjadinya PAD ini, tetapi secara umum proses aterosklerosis masih
menjadi penyebab yang paling sering. Apabila disebabkan oleh proses aterosklerosis, maka
akan terjadi pula kejadian yang sama di jantung dan otak sehingga ada peningkatan risiko untuk
terkena kejadian serebrovaskular, infark miokard dan kematian.3

Klaudikasio intermiten terjadi ketika kebutuhan oksigen dari otot skelet ini pada saat aktivitas
melebihi ketersediaan oksigen dalam darah yang menyebabkan teraktivasinya reseptor sensoris
lokal oleh akumulasi dari laktat atau metabolit lainnya.2

Pasien dengan iskemi tungkai kritis biasanya memiliki lesi oklusi multipel yang sering
mengenai arteri tungkai proksimal dan di distal, sehingga walaupun dalam keadaan istirahat,
ketersediaan darah akan berkurang dan tidak bisa memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh.2

Penentu utama dari inadekuatnya aliran darah ke ekstremitas adalah adanya lesi sehingga
membatasi aliran di arteri konduit. Aliran yang melewati arteri akan proporsional dengan
tekanan perfusi dan berbanding terbalik dengan resistensi vaskular. Bila aterosklerosis
menyebabkan stenosis, aliran yang melewati arteri akan berkurang, sebagaimana
dideskripsikan dalam persamaan Poiseuille berikut:2
Dimana : ΔP : perbedaan tekanan yang melewati stenosis
r : radius lumen tersisa (residu)
η : viskositas darah
l : panjang pembuluh darah yang terkena efek stenosis

Berdasarkan persamaan diatas, semakin berat stenosis, aliran akan semakin menurun secara
progresif. Perbedaan tekanan yang melewati stenosis akan meningkat tidak secara linear,
menunjukkan betapa besarnya pengaruh stenosis terhadap peningkatan kecepatan aliran.
Biasanya perbedaan tekanan akan tetap muncul saat istirahat bila stenosis yang terjadi
mengurangi diameter lumen lebih dari 50%, karena bila terjadi gangguan aliran, maka akan
ada kehilangan energi kinetik. Stenosis yang tidak menyebabkan perubahan tekanan saat
istirahat, dapat terjadi dikarenakan aliran darah yang meningkat sebagai konsekuensi dari
peningkatan curah jantung dan penurunan resistensi vaskular. Selanjutnya bila aliran yang
melalui stenosis meningkat, tekanan perufsi di distal menjadi tidak terjaga. Begitu pula, ketika
kebutuhan metabolik dari otot yang beraktivitas mulai melebihi ketersediaan oksigen,
metabolit lokal seperti adenosine, nitrit oksida, kalium dan ion hidrogen berakumulasi dan
terjadi dilatasi pembuluh darah perifer. Ini akan menghasilkan penurunan tekanan perfusi yang
lebih jauh. Sebagai tambahan, tekanan intramuskular meningkat selama aktivitas dan dapat
melebihi tekanan arterial distal dari oklusi, menyebabkan aliran darah meningkat. Aliran yang
melewati pembuluh darah kolateral juga dapat memenuhi kebutuhan metabolik akan tetapi
tidak cukup saat aktivitas/olahraga.2

Selain itu terjadi pula kelainan dalam reaktivitas vasomotor yang mempengaruhi aliran darah.
Kapabilitas vasodilator dari baik pembuluh darah konduit dan resistan, menurun pada pasien
aterosklerosis perifer. Pada keadaan normal, arteri akan berdilatasi sebagai respon terhadap
rangsang farmakologik dan biokimiawi seperti asetilkolin, serotonin, thrombin atau bradikinin
dan juga terhadap shear stress yang diinduksi peningkatan aliran darah. Respon vasodilatasi
ini dihasilkan dari pelepasan substansi biologis aktif dari endothelium, terutama nitrit oksida.
Vasodilatasi tergantung endotel akibat perangsangan aliran atau farmakologik inilah yang
terganggu pada arteri femoralis yang aterosklerotik.2
Kelainan di mikrosirkulasi juga berkontribusi terhadap patofisiologi dari iskemi tungkai kritis.
Pasien dengan iskemi tungkai yang berat mengalami penurunan jumlah kapiler kulit yang
terperfusi. Penyebab potensial lain penurunan perfusi ini adalah penurunan deformabilitas sel
darah merah, meningkatnya adhesivitas lekosit, agregasi platelet, fibrinogen, trombosis
mikrovaskular, vasokonstriktif eksesif dan edema interstisial, seperti ditunjukkan dalam tabel
berikut : 2

2. Creager MA, Libby P. Peripheral Arterial Disease. In: Libby P, Bonow RO, Mann DL,
Zipes DP, editors. Branunwald’s heart disease. A textbook of cardiovascular medicine.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008. P.1591-611.

2.1.6 Manifestasi Klinis


GEJALA KLINIS

Gejala yang paling umum PAD mencakup satu atau lebih dari gejala berikut : 1

 Klaudikasio, yaitu sakit pada tungkai yang terjadi ketika berjalan atau berolahraga dan
menghilang ketika orang menghentikan aktivitas.
 Kelelahan otot tungkai, kram tungkai, dingin di tungkai bawah dan kaki, atau mati rasa.
 Nyeri pada kaki atau jari kaki saat istirahat yang sering mengganggu tidur.
 Luka pada kaki atau jari kaki yang lambat untuk sembuh.
 Dalam kasus yang parah PAD disebut Iskemia Limb Kritis, kurangnya aliran darah ke
ekstremitas dapat menyebabkan ulser atau luka yang tidak kunjung sembuh.
 Jika ulser atau luka tidak diobati, luka tersebut dapat menyebabkan amputasi jari kaki, kaki
atau tungkai.

2.1.7 Diagnosis
Diagnostik PAD dimulai dengan riwayat medis, termasuk peninjauan faktor risiko dan gejala
terkait dengan PAD. Pemeriksaan aliran darah tungkai dan kaki juga dilakukan untuk
membantu menentukan apakah terdapat PAD. Namun, riwayat medis dan pemeriksaan saja
tidak cukup, karena hal berikut : 1

 Hanya sekitar 10 persen orang dengan PAD memiliki gejala klasik klaudikasio.
 Pemeriksaan nadi mungkin dapat menunjukkan hasil palsu aliran darah yang benar. Oleh
karena itu mendiagnosis PAD dengan akurat juga memerlukan indeks ankle-brachial (ABI)
tes.
Tes ABI sederhana, noninvasif dan hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit. ABI
menentukan seberapa baik darah mengalir dengan membandingkan tekanan darah sistolik
pergelangan kaki tertinggi dengan tekanan darah sistolik brakial tertinggi. Rasio 1,0-1,29
menunjukkan arteri normal yang sehat. Hasil 0,91-0,99 menunjukkan batas dari PAD,
sedangkan 0,41-0,90 menunjukkan PAD ringan hingga sedang. PAD yang parah dapat
ditemukan pada pasien dengan ABI hasil kurang dari 0,40.1
Jika ABI mengungkapkan rasio normal (1.3 atau lebih), salah satu dari tes berikut mungkin
disarankan : 1

 Tekanan jari kaki. Sebuah pengganti ABI ketika menilai aliran darah pada pasien dengan
kalsifikasi di pergelangan kaki.
 Tekanan segmental dan rekaman volume nadi. Mengukur tekanan pada betis, pergelangan
kaki dan paha.
 Pencitraan doppler dan USG (duplex). Visualisasi arteri dengan gelombang suara dan
mengukur darah yang mengalir dalam arteri untuk menunjukkan adanya penyumbatan.
 Computed tomografi Angiography (CTA). Menunjukkan arteri di panggul, perut dan kaki
dengan menggunakan x-ray dan agen kontras.
 Magnetic Resonance Angiography (MRA). Mirip dengan CT tapi tanpa menggunakan x-
ray. MRA berguna untuk memilih intervensi pengobatan yang sesuai.
 Tes angiografi. Pemeriksaan invasif pada titik yang tepat di lokasi penyumbatan di anggota
tubuh. X-ray dilakukan setelah menyuntikkan pewarna ke dalam arteri. Tes ini biasanya
digunakan untuk pengobatan.
1. Cardiovascular System Inc. 2012. Peripheral Arterial Disease (PAD). Didapat dari :
http://www.csi360.com/ diakses pada tanggal 15 Desember 2012

Anda mungkin juga menyukai