Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENYAJIAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Y
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 20 Tahun
Agama : Islam
Suku : Bugis
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Anggota TNI
Status Pernikahan : Belum menikah
Status pasien : BPJS
Ruang : Ruang Perawatan Halimun
Masuk Bangsal Jiwa : 16 Januari 2019

II. RIWAYAT PSIKIATRIK


Data diperoleh dari autoanamnesis dan alloanamnesis dengan atasan
tentaranya yang membawa ke RS dan ibu kandung pada tanggal 16 Januari
2019 di ruang perawatan Halimun.
A. Keluhan Utama
Menurut atasan tentaranya, pasien berbicara sendiri
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Autoanamnesis dan Alloanamnesis pada tanggal 16 Januari 2019
Menurut atasan tentaranya, pasien dibawa ke Poli Jiwa RS Dustira
dengan keluhan berbicara sendiri. Pasien terkadang tidak nyambung
jika diajak berbicara. Pasien pernah teriak-teriak ingin pulang
kerumahnya yang berada di Makasar Pasien mengatakan bahwa pasien
mendengar suara bisikan yang menyuruhnya pulang kerumahnya yang
berada di Makasar. Keluhan yang dirasakan kurang lebih 1 bulan yang
lalu saat pasien dibawa ke RS dalam keadaan demam tinggi. Saat ini
pasien tampak murung, lemah, tidak bersemangat.
C. Riwayat Gangguan Dahulu
1. Riwayat gangguan psikiatri
Pada bulan Desember 2018 pasien didiagnosis GMO
2. Kondisi medis umum
Satu bulan setelah penempatan (sekitar bulan Agustus 2018)
pasien mengatakan ambeyen, pasien merasakan sakit perut dan nyeri
saat BAB sehingga pasien mengurangi makan dan sering menahan
BAB. Pasien mengatakan hanya diberikan obat anti nyeri oleh
dokter. Badan pasien mulai tampak kurus.
Pada bulan November 2018 pasien menjalani Operasi
Laparotomy eksplorasi e/c appendicitis perforasi di Sumedang.
Menurut ibu kandung, setelah melakukan operasi badan pasien
tampak semakin kurus.
Pada bulan Desember 2018 pasien di diagnosis GMO,
Malnutrisi, TB paru dan rutin mengonsumsi OAT hingga saat ini.
3. Riwayat penggunaan zat psikoaktif
Pasien tidak memiliki riwayat merokok, minum-minuman keras
ataupun penggunaan narkoba.

D. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Prenatal dan perinatal
Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pasien
memiliki 1 kakak laki-laki dan 1 adik perempuan. Pasien lahir
spontan dengan bantuan dukun beranak, dalam keadaan sehat dan
cukup bulan. Saat mengandung, ibu pasien tidak rutin mengonsumsi
suplemen dan vitamin yang didapat dari posyandu.
2. Masa kanak-kanak awal (1-3 tahun)
Tumbuh kembang pasien menurut pengakuan ibunya baik dan
normal sesuai dengan anak seumurannya.
3. Masa kanak-kanak pertengahan (3-11 tahun)
Pasien masuk Sekolah Dasar pada umur 6 tahun, pasien
menyelesaikan sekolah dasar pada usia 12 tahun. Pada masa kanak-
kanak pasien beraktivitas seperti biasa dan sering bermain bola pada
sore hari bersama tetangga. Pasien memiliki cita-cita ingin menjadi
seorang TNI.
4. Riwayat masa kanak akhir dari remaja
Setelah lulus SD, pasien langsung melanjutkan pendidikan ke
tahap SMP dan SMA. Setelah lulus SMA pasien langsung
mendaftarkan diri untuk menjadi Anggota TNI. Pada tes pertama
pasien tidak keterima sebagai Anggota TNI. Namun, pasien tetap
mencoba ditahun berikutnya dan keterima sebagai Anggota TNI.
Saat masa SMP hingga SMA pasien beraktivitas seperti biasa
dan sering bermain bola bersama tetangga. Pasien sering membuat
senjata mainan terbuat dari bambu berbentuk pistol. Pasien juga
sering ikut ayah kandungnya yang bekerja sebagai nelayan mencari
ikan. Pasien merupakan orang yang sering bercerita bersama ibu
kandung.

E. Riwayat Masa Dewasa


1. Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien SMA, kemudian lanjut ke pendidikan
TNI.
2. Pekerjaan
Pasien bekerja sebagai anggota TNI dengan pangkat Prada di
kesatuan Yonif 301
3. Perkawinan
Pasien belum menikah
4. Agama
Pasien beragama Islam. Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien
kadang beribadah di masjid.
5. Aktivitas sosial
Sejak kecil pasien adalah anak yang suka bermain bola bersama
tetangga, pasien juga sering mencari ikan menemani ayahnya yang
bekerja sebagai nelayan. Sejak kecil pasien memiliki cita-cita
menjadi anggota TNI.
6. Riwayat militer
Pasien merupakan anggota TNI dengan pangkat Prada di Kesatuan
Yonif 301. Pasien melaksanakan pendidikan TNI selama 8 bulan di
Makassar. Selama 3 hari pasien penampungan di Rindam 3
Siliwangi. Pada bulan Juli 2018 pasien penempatan di Sumedang.
7. Riwayat pelanggaran hukum
Pasien tidak pernah melanggar hukum dan tidak pernah masuk
penjara.
8. Riwayat psikoseksual
Pasien memiliki orientasi seksual dengan perempuan

F. Riwayat Keluarga
Tidak terdapat satu pun keluarga yang memiliki kelainan yang
sama dengan yang dialami pasien. Riwayat terkena TB dan gangguan
jiwa dikeluarga disangkal.

G. Situasi Kehidupan Sekarang


Pasien tinggal bersama teman-temannya yang bekerja sebagai
anggota TNI di asrama yonif 301 Cimalaka Sumedang. Pasien termasuk
orang yang baik dan bersemangat. Namun semenjak sekitar satu bulan
setelah penempatan pasien tampak kurang bersemangat. Pasien
termasuk orang yang tertutup, pasien hanya bercerita kepada ibu
kandungnya.

H. Impian Fantasi dan nilai-nilai


Pasien ingin sembuh dan sehat kembali agar bisa bekerja

I. Persepsi Keluarga Tentang Pasien


Ibu kandung pasien merasa pasien tampak pendiam, tidak bersemangat,
dan tampak murung sejak masuk Rumah Sakit.
III. STATUS MENTAL
Diperiksa tanggal 16 Januari 2019
a. Deskripsi umum
1. Penampilan : Dekorum buruk, tampak
sakit
2. Perilaku terhadap pemeriksa : Tidak kooperatif
3. Karakteristik bicara : Tidak spontan
4. Tingkah laku dan aktivitas psikomotor : Kontak mata tidak adekuat
b. Mood, afek, dan keserasian
1. Mood : Anhedonia
2. Afek/emosi : Tumpul
3. Keserasian : Inappropriate
c. Pikiran/proses pikir
1. Bentuk : Autistik
2. Jalan Pikiran : Inkoheren
3. Isi : Waham (-)
d. Persepsi
1. Ilusi : Tidak ada
2. Halusinasi : Halusinasi Auditorik (+)
3. Depersonalisasi dan derealisasi : Tidak ada
e. Sensorium dan kognisi
1. Taraf kesadaran
Kuantitas : E4V5M6 (15)
Kualitas : Compos Mentis
2. Orientasi
Waktu : Cukup baik
Tempat : Cukup baik
Orang : Cukup baik
3. Daya ingat
Jangka panjang : Cukup baik
Jangka sedang : Cukup baik
Jangka pendek : Cukup baik
Segera : Cukup baik
4. Konsentrasi dan perhatian : Buruk
5. Kemampuan membaca dan menulis : Tidak dapat dinilai
6. Kemampuan visuospasial : Sulit dinilai
7. Kemampuan berpikir abstrak : Sulit dinilai
8. Bakat kreatif : Sulit dinilai
9. Kemampuan menolong diri sendiri : Buruk
f. Pengendalian impuls : Buruk
g. Daya nilai dan tilikan
1. Kesan nilai sosial : Terganggu.
2. Daya nilai realita : Terganggu.
3. Tilikan : Pasien menyalahkan faktor
lain sebagai penyebab dari penyakitnya (Tilikan 3)
4. Taraf dapat dipercaya
Pasien dapat dipercaya, karena pernyataan pasien berkaitan dengan
kenyataan

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


a. Pemeriksaan tanda vital
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nafas : 18x/menit
Frekuensi nadi : 78x/menit
Suhu : 36,7 oC
BB : 41 kg
TB : 166 cm
Body mass index : 14,9
Kesan Gizi : Gizi buruk
b. Status generalis
Kulit : Warna kulit sawo matang, sianosis (-), tanda inflamasi (-)
Kepala : Normocephal, deformitas (-)
Rambut : Pendek, berwarna hitam
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+)
Telinga : Sekret (-/-), nyeri tragus (-/-)
Hidung : Deviasi septum nasi (-), perdarahan (-), mukosa
hidung hiperemis (-)
Mulut : Deviasi lidah (-), lidah kotor (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening leher (-), tiroid
membesar (-), deviasi trakea (-)
Jantung : Bunyi jantung S1S2 reguler, murmur (-), gallop(-)
Paru : Suara napas dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),
wheezing (-/-), sonor di kedua lapang paru
Abdomen : Tampak datar, bising usus normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Edema (-/-), akral hangat (+), CRT <2 detik

c. Status Neurologi
1. Glasgow Coma Scale (GCS)
E4M6V5 = 15
2. Pupil
Bentuk : Bulat (+), Isokor (+)
Diameter : 3mm/3mm
Refleks cahaya : Langsung (+/+), Tidak langsung (+/+)
3. Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : negatif
Brudzinsky I : negatif
Brudzinsky II : negatif
Kernig : negatif
Laseque : negatif
4. Pemeriksaan Fungsi Motorik
5 5
5 5
5. Pemeriksaan Refleks Fisiologis
Bicep : positif
Tricep : positif
Patella : positif
Achilles : positif
6. Pemeriksaan Refleks Patologis
Babinsky : negatif
Oppenheim : negatif
Chaddock : negatif
Tromner : negatif
Hoffman : negatif
7. Pemeriksaan Sensorik
Sensitibilitas : tidak dinilai
8. Pemeriksaan Saraf Otonom
Inkontinensia urin : Tidak ada
Inkontinensia alvi : Tidak ada

V. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI (16 Januari 2019)
HB 11,1 g/dl 13,0-18,0
WBC 7,1 x 103 4,0-10,0
RBC 3,7 x 106 4,0-5,5
Ht 32,2 % 38,0-51,0
PLT 363 x 103 140-392
MCV 87,5 fl 75,0-100,0
MCH 30,2 Pq 23,0-31,0
MCHC 34,5 g/dL 32,0-36,0
GDS 113 mg/dl 70-120
FUNGSI GINJAL (16 Januari 2019)
Ureum 16 mg/dl 10-50
Creatinin 0,4 mg/dl 0,9-1,3
FUNGSI HATI (16 Januari 2019)
SGOT 12 mg/dl <38
SGPT 6 mg/dl <41
Albumin 2,8 g/dl 3,5-5,2
ELEKTROLIT (17 Januari 2019)
Natrium 135 mmol/L 136-145
Kalium 2.90 mmol/L 3,60-5,20
Klorida 100 mmol/L 98-106
ELEKTROLIT (19 Januari 2019)
Natrium 131 mmol/L 136-145
Kalium 4.40 mmol/L 3,60-5,20
Klorida 100 mmol/L 98-106

VI. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Aksis 1 : F06.0 Halusinosis Organik
Aksis 2 : Z03.2 Tidak ada diagnosis aksis II
Aksis 3 : A.15 Respiratory Tuberculosis
E.46 Unspecified protein energy malnutrition
Aksis 4 : Masalah psikososial dan lingkungan lain
Aksis 5 : GAF Scale 40-31 Beberapa disabilitas dalam
hubungan dengan realita & komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa
fungsi.

VII. USULAN PEMERIKSAAN


1. Bilirubin total
2. Bilirubin direct

VIII. DAFTAR MASALAH


a. Organobiologis : Pasien diketahui memiliki penyakit TB Paru sejak
bulan desember 2018, saat ini sedang konsumsi OAT. Pasien juga
mengalami malnutrisi.
b. Psikologis : Penampilan dekorum buruk, sikap terhadap
pemeriksa tidak kooperatif , kontak mata tidak adekuat, karakteristik
bicara tidak spontan. Mood iritabel, afek/emosi tumpul, inappropriate.
Bentuk pikiran autistik, jalan pikiran inkoheren. Secara umum
kesadaran dan kognisi cukup baik namun konsentrasi serta perhatian
buruk, kemampuan membaca dan menulis, kemampuan visuospasialm
pikiran abstrak dan inteligensi sulit dinilai. Penilaian terhadap realita
terganggu, pasien mengakui bahwa kondisinya seperti ini karena
diguna-guna.
c. Sosial : Pasien termasuk orang yang tertutup, pasien hanya bercerita
kepada ibu kandungnya.

IX. PENATALAKSANAAN
a. Non-farmakologi
 Rawat inap dan informed consent perawatan
 Edukasi keluarga pasien mengenai gangguan yang dialami
 Observasi TTV dan pemberian obat
b. Farmakologi
 Abilify 10 ml 1x1
 Hepabalance tab 1x1

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia
Quo ad sanactionam : dubia
XI. FOLLOW UP HARIAN
Tanggal S O A P
17 Januari Tenang (+), TD : 120/80 GMO Sp.KJ :
2018 Makan/minum HR : 70 x/menit TB Paru Abilify 10 ml (1-0-
(HR 1) (+), melihat RR : 18 x/menit Hipokalemi 0)
bayangan (-), T : 36,6 Hipoalbumin Hepabalance 1x1
mendengar Dekorum buruk, Malnutrisi
bisikan (-), tampak bingung, Sp.P
Demam (-), kontak mata tidak R : 450 mg
Tampak lemas ade kuat, autistic, H : 300 mg
inkoheren, Z : 1000 mg
anhedonia. E : 1000 mg

Sp.Pd
Drip KCL 25 meq
dalam 300 cc RL
habis dalam 6 jam
dapat diulang 2x +
aspar K 3x1
Diet tinggi kalium

Sp. Gz
Diet : 1750 kkal
P : 88 gram
L : 53 g
Extra Putel 2
B : nasi
Frekuensi 3 x + 2
buah
Channa 2x C1
18 Januari Tenang (+), TD : 120/80 GMO Sp.KJ :
2019 Makan/minum HR : 76 x/menit TB Paru Abilify 10 ml (1-0-
(HR 2) (+), melihat RR : 20 x/menit Hipokalemi 0)
bayangan (-), T : 36,6 Hipoalbumin Hepabalance 1x1
mendengar Dekorum buruk, Malnutrisi
bisikan (-), tampak bingung, Sp.P
Demam (-), kontak mata tidak R : 450 mg
Tampak lemas ade kuat, autistic, H : 300 mg
inkoheren, Z : 1000 mg
anhedonia. E : 1000 mg

Sp.Pd
Drip KCL 25 meq
dalam 500 cc RL
KSR 3x1
Diet tinggi kalium

Sp. Gz
Diet : 1750 kkal
P : 88 gram
L : 53 g
Extra Putel 2
B : nasi
Frekuensi 3 x + 2
buah
Channa 2x C1
19 Januari Tenang (+), TD : 100/60 GMO Sp.KJ :
2019 Makan/minum HR : 78 x/menit TB Paru Abilify 10 ml (1-0-
(HR 3) (+), melihat RR : 18 x/menit Hipokalemi 0)
bayangan (-), T : 36,6 Hipoalbumin Hepabalance 1x1
mendengar Dekorum buruk, Malnutrisi
bisikan (-), tampak bingung, Sp.P
Demam (-), kontak mata tidak R : 450 mg
Tampak lemas ade kuat, autistic, H : 300 mg
inkoheren, Z : 1000 mg
anhedonia. E : 1000 mg

Sp.Pd
Drip KCL 25 meq
dalam 500 cc RL
KSR 3x1
Diet tinggi kalium

Sp. Gz
Diet : 1750 kkal
P : 88 gram
L : 53 g
Extra Putel 2
B : nasi
Frekuensi 3 x + 2
buah
Channa 2x C1
21 Januari Tenang (+), TD : 120/80 GMO Sp.KJ :
2019 Makan/minum HR : 76 x/menit TB Paru Abilify 10 ml (1-0-
(HR 5) (+), melihat RR : 18 x/menit Hipokalemi 0)
bayangan (-), T : 36,6 Hipoalbumin Hepabalance 1x1
mendengar Dekorum buruk, Malnutrisi
bisikan (-), tampak bingung, Hiponatremi Sp.P
Demam (-) kontak mata tidak ringan R : 450 mg
ade kuat, autistic, H : 300 mg
inkoheren, Z : 1000 mg
anhedonia, mulai E : 1000 mg
tenang,
komunikasi mulai Sp.Pd
ada terbatas Infus NaCl 0,3% 2
liter/hari

Sp.Gz
Diet : 1950 kkal
P : 98 gram
L : 58 g
KH : 259 gr
Putel 1
B : nasi
Channa 2x C1
22 Januari Tenang (+), TD : 110/70 GMO Sp.KJ :
2019 Makan/minum HR : 78 x/menit TB Paru Abilify 10 ml (1-0-
(HR 6) (+), melihat RR : 18 x/menit Hipokalemi 0)
bayangan (-), T : 36,6 Hipoalbumin Hepabalance 1x1
mendengar Dekorum buruk, Malnutrisi
bisikan (-), tampak bingung, Hiponatremi Sp.P
Demam (-) kontak mata tidak ringan R : 450 mg
ade kuat, autistic, H : 300 mg
inkoheren, Z : 1000 mg
anhedonia, mulai E : 1000 mg
tenang
Sp.Pd
Infus NaCl 0,3% 2
liter/hari

Sp.Gz
Diet : 1950 kkal
P : 98 gram
L : 58 g
KH : 259 gr
Putel 1
B : nasi
Channa 2x C1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 RESUME HASIL PEMERIKSAAN


Seorang laki-laki usia 19 tahun datang dibawa oleh atasan tentarannya
ke poli jiwa karena berbicara sendiri. Menurut atasan tentaranya, pasien
dibawa ke RS Dustira dengan keluhan berbicara sendiri. Pasien terkadang
tidak nyambung jika diajak berbicara. Pasien pernah teriak-teriak ingin
pulang kerumahnya yang berada di Makasar Pasien mengatakan bahwa
pasien mendengar suara bisikan yang menyuruhnya pulang kerumahnya
yang berada di Makasar. Keluhan yang dirasakan kurang lebih 1 bulan yang
lalu saat pasien dibawa ke RS dalam keadaan demam tinggi. Saat ini pasien
tampak murung, lemah, tidak bersemangat.
Sekitar bulan Agustus 2018, 1 bulan setelah penempatan pasien selalu
mengeluhkan ambeyen dan nyeri pada perut setiap setelah BAB. Keluhan
yang dirasakan membuat pasien tidak mau makan banyak dan sering
menahan BAB dikarenakan pasien tidak ingin merasakan rasa sakit tersebut.
Hal ini menyebabkan pasien mulai tampak kurus. Pada bulan November
2018 pasien menjalani Operasi Laparotomy eksplorasi e/c appendicitis
perforasi di Sumedang. Menurut ibu kandung, setelah melakukan operasi
badan pasien tampak semakin tampak kurus. Pada bulan desember 2018
pasien rawat inap di RS Dustira dengan diagnosis Malnutrisi, TB paru dan
rutin mengonsumsi OAT hingga saat ini.
Pada tanggal 10 Desember 2018 dikonsul kepada Spesialis Jiwa dimana
pasien sering melamun, malas beraktivitas, tampak sedih, tampak murung,
lebih banyak diam, kadang sulit tidur pada malam hari, teriak-teriak dan
berbicara sendiri karena ada yang membisikan pasien untuk pulang ke
rumah yang berada di Makasar. Pasien didiagnosis GMO.
Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pasien lahir spontan
dengan bantuan dukun beranak, dalam keadaan sehat dan cukup bulan. Saat
mengandung, ibu pasien tidak rutin mengonsumsi suplemen dan vitamin
yang didapat dari posyandu. Tumbuh kembang pasien menurut pengakuan
ibunya baik dan normal sesuai dengan anak seumurannya. Pasien
menyelesaikan sekolahnya hingga SMA kemudian melanjutkan pendidikan
TNI. Pasien merupakan anggota TNI dengan pangkat Prada di Kesatuan
Yonif 301. Pasien melaksanakan pendidikan TNI selama 8 bulan di
Makassar. Selama 3 hari pasien dipenampungan di Rindam 3 Siliwangi.
Pada bulan Juli 2018 pasien penempatan di Sumedang. Pasien termasuk
orang yang baik dan bersemangat. Namun semenjak sekitar satu bulan
setelah penempatan pasien tampak kurang bersemangat. Ibu kandung pasien
merasa pasien tampak pendiam, tidak bersemangat, dan tampak murung
sejak masuk Rumah Sakit.
Dari pemeriksaan status psikiatri didapatkan penampilan dekorum
buruk, sikap terhadap pemeriksa tidak kooperatif , kontak mata tidak
adekuat, karakteristik bicara tidak spontan. Mood iritabel, afek/emosi
tumpul, inappropriate. Bentuk pikiran autistik, jalan pikiran inkoheren.
Secara umum kesadaran dan kognisi cukup baik namun konsentrasi serta
perhatian buruk, kemampuan membaca dan menulis, kemampuan
visuospasialm pikiran abstrak dan inteligensi sulit dinilai. Penilaian
terhadap realita terganggu, pasien mengakui bahwa kondisinya seperti ini
karena diguna-guna.
Dari pemeriksaan hasil laboratorium menunjukkan adanya hipokalemi,
hipoalbumin, dan hipnatremi ringan.

2.2 PEMBAHASAN
Seorang laki-laki usia 19 tahun datang dibawa oleh atasan tentarannya
ke poli jiwa karena berbicara sendiri. Menurut atasan tentaranya, pasien
dibawa ke RS Dustira dengan keluhan berbicara sendiri, terkadang tidak
nyambung jika diajak berbicara. Pasien pernah teriak-teriak ingin pulang
kerumahnya yang berada di Makasar Pasien mengatakan bahwa pasien
mendengar suara bisikan yang menyuruhnya pulang kerumahnya yang
berada di Makasar. Keluhan yang dirasakan kurang lebih 1 bulan yang lalu
saat pasien dibawa ke RS dalam keadaan demam tinggi.. Pasien memiliki
riwayat penyakit TB paru yang saat ini sedang konsumsi OAT. Gangguan
mental dapat disebabkan oleh gangguan medis umum menyatakan bahwa
klinis, dan data yang tersedia berpikir bahwa gejala psikiatrik adalah bagian
dari suatu sindroma yang disebabkan oleh kondisi medis nonpsikiatrik.
Gangguan mental karena kondisi medis umum juga berarti bahwa gejala
psikiatrik adalah cukup berat untuk membutuhkan pengobatan sebagai suatu
masalah. Adanya penyakit fisik sistemik pada pasien ini yaitu infeksi TB
Paru dan malnutrisi yang memerlukan pengobatan yang cukup lama
membuat pasien tampak murung, lemah, tidak bersemangat, dan merasakan
adanya bisikan menyuruhnya pulang ke Makassar pada saat pasien
merasakan adanya demam. Jika tidak adanya demam maka pasien tidak
merasakan adanya bisikan hal ini menunjukkan kesembuhan dari gangguan
mental organik setelah perbaikan atau dihilangkannya penyebab yang
mendasarinya. Pada prognosis ini bervariasi, bergantuang pada keadaan
penyakitnya yang dapat diobati memiliki hasil yang lebih baik.

2.3 DIAGNOSIS
2.3.1 Aksis I
F06.0 Halusinosis Organik
Gangguan mental organik adalah gangguan mental yang
berkaitan dengan penyakit atau gangguan sistemik atau otak yang
dapat didiagnosis. Gangguan mental organik termasuk gangguan
mental simtomatik dimana pengaruh terhadap otak merupakan akibat
sekunder dari penyakit atau gangguan sistemik di luar otak
(extracerebral). Gangguan mental organik pada pasien ini merupakan
manifestasi dari kondisi medisnya berupa TB paru. Kriteria
diagnosis halusinosis organik menurut PPDGJ III, adalah sebagai
berikut :
1. Kriteria umum Gangguan mental lainnya akibat kerusakkan dan
disfungsi otak dan penyakit fisik :
 Adanya penyakit, kerusakan atau disfusngsi otak, atau
penyakit fisik sistemik yang diketahui berhubungan dengan
salah satu sindrom mental yang tercantum
 Adanya hubungan waktu (dalam beberapa minggu atau
bulan) antara perkembangan penyakit yang mendasari dengan
timbulnya sindrom mental
 Kesembuhan dari gangguan mental setelah perbaikan atau
dihilangkannya penyebab yang mendasarinya
 Tidak adanya bukti yang mengarah pada penyebab
alternative dari sindrom mental ini (seperti pengaruh yang
kuat dari riwayat keluarga atau pengaruh stress sebagai
pencetus)
2. Adanya halusinasi dalam bentuk (biasanya visual atau
auditorik), yang menetap atau berulang
3. Kesadaran yang jernih (tidak berkabut)
4. Tidak ada penurunan fungsi intelek yang bermakna
5. Tidak ada gangguan afektif yang menonjol
6. Tidak jelas adanya waham (sering kali insight masih utuh)

2.3.2 Aksis II
Z03.2 Tidak ada diagnosis aksis II

2.3.3 Aksis III


A.15 Respiratory Tuberculosis
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mysobacterium Tuberculosis. Kuman tuberculosis yang masuk
melalui saluran nafas akan bersarang dijaringan paru. Tuberkulosis
paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru). Gejala klinik tuberkulosis dapat
dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik (atau gejala
organ yang terlibat) dan gejala sistemik.

1. Gejala respiratorik
 batuk ≥ 3 minggu
 batuk darah
 sesak napas
 nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada
gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi.
Kadang penderita terdiagnosis pada saat medical check up. Bila
bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka penderita
mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena
iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang
dahak ke luar. 
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari
organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan
terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah
bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas &
kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
2. Gejala sistemik
• Demam
 Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam,
anoreksia, berat badan menurun
TB paru dibagi dalam :
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak
menunjukkan hasil BTA positif
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan
BTA positif dan kelainan radiologik menunjukkan
gambaran tuberkulosis aktif
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan
BTA positif dan biakan positif
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA
negatif, gambaran klinik dan kelainan radiologik
menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons
dengan pemberian antibiotik spektrum luas
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA
negatif dan biakan M.tuberculosis positif
 Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA
belum diperiksa
Berdasarkan Tipe Penderita, Tipe penderita ditentukan
berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe
penderita yaitu :
1. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat
pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
2. Kasus kambuh (relaps)
Adalah penderita tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA
positif atau biakan positif. 
Bila hanya menunjukkan
perubahan pada gambaran radiologik sehingga dicurigai lesi
aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan
seperti Infeksi sekunder, Infeksi jamur, TB paru kambuh
3. Kasus pindahan (Transfer In) adalah penderita yang sedang
mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian
pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan
tersebut harus membawa surat rujukan/pindah
4. Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat
paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih,
kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita
tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA
positif.
5. Kasus Gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap

positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5
(satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau penderita dengan
hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA
positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran
radiologik ulang hasilnya perburukan
6. Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang
kategori 2 dengan pengawasan yang baik
7. Kasus bekas TB
 Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada
fasilitas) negatif dan gambaran radiologik paru
menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologik
serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat
pengobatan OA T yang adekuat akan lebih mendukung
 Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi
TB aktif, namun setelah mendapat pengobatan OA T
selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan gambaran
radiologik
Tatalaksana pada pasien TB dapat diberikan OAT, dosisi
pemberiannya ialah :
 Rifampisin . 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/
minggu atau 
BB > 60 kg : 600 mg, 40-60 kg : 450 mg,
< 40 kg : 300 mg. Dosis intermiten 600 mg / kali
 INH 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg /kg BB 3 X

seminggu, 15 mg/kg BB 2 X semingggu atau 300
mg/hari 
untuk dewasa. lntermiten : 600 mg / kali
 Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3
X 
semingggu,
50 mg /kg BB 2 X semingggu atau :
BB > 60 kg: 1500 mg
BB 40-60 kg : 1 000 mg
BB <
40 kg: 750 mg
 Etambutol : fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15
mg /kg BB, 30mg/kg BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2
X seminggu atau :
BB >60kg : 1500 mg 
BB 40 -60
kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
Dosis intermiten
40 mg/ kgBB/ kali
 Streptomisin:15mg/kgBB atau BB >60kg : 1000mg

BB 40 - 60 kg : 750 mg 
BB < 40 kg : sesuai BB
E.46 Unspecified protein energy malnutrition
Malnutrisi adalah keadaan gizi individu akibat kekurangan
maupun kelebihan asupan energi, protein, atau zat gizi tertentu
yang berdampak pada perubahan komposisi tubuh dan fungsi
organ. Malnutrisi makronutrien biasa disebut sebagai gizi
buruk/KKP (Kekurangan Kalori Protein) atau disebut juga MEP
(Malnutrisi Energi Protein) yaitu keadaan kurang gizi yang
disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam
makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi AKG. (Mansjoer,
2000). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
malnutrisi, antara lain:
 Konsumsi makanan. Konsumsi makanan secara langsung
sangat berpengaruh pada tercukupinya kebutuhan asupan
gizi bagi tubuh.
 Produksi pangan. Produksi pangan merupakan suatu
penyediaan pangan bagi keluarga. Produksi pangan dapat
dilakukan dengan cara membeli atau memproduksi sendiri.
 Keadaan infeksi. Ada hubungan erat antara infeksi (virus,
bakteri, parasit) dengan malnutrisi. Ada interaksi yang kuat
antara penyakit infeksi dengan malnutrisi. Infeksi akan
mempengaruhi status gizi dan mempercepat malnutrisi.
Mekanismenyapun bermacam-macam dapat secara sendiri-
sendiri maupun secara bersamaan seperti penurunan asupan
gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorbsi,
pengurangan makan pada saat sakit, peningkatan
kehilangan cairan atau zat gizi akibat muntah-muntah dan
diare, meningkatnya kebutuhan baik dari kebutuhan akibat
sakit dan parasit yang ada didalam tubuh (Scrimshaw et al
1995).
 Pengaruh budaya. Banyak hal yang perlu diperhatikan
dalam pengaruh budaya antara lain sikap terhadap makanan,
produksi pangan, dan penyebab penyakit. Konsumsi
makanan yang rendah dapat disebabkan dengan adanya
penyakit terutama penyakit saluran pencernaan. Produksi
pangan juga dapat mempengaruhi konsumsi zat gizi
keluarga.
 Faktor sosial dan ekonomi. Faktor sosial dan ekonomi ini
meliputi keadaan keluarga (hubungan antar setiap anggota
keluarga, jarak kelahiran setiap anak), pendidikan, keadaaan
penduduk dalam suatu masyarakat, pekerjaa, pendapatan
dan pengeluaran setiap keluarga, harga makanan tergantung
pada pasar dan variasi musim.
 Pelayanan kesehatan dan pendidikan. Meskipun tidak
secara langsung berpengaruh, faktor pelayanan kesehatan
dan pendidikan merupakan faktor tidak langsung dari
penyebab terjadinya malnutrisi.

2.3.4 Aksis IV
Diagnosa aksis IV ini adalah yang berkaitan dengan masalah
psikososial dan lingkungan lain
2.3.5 Aksis V
Diagnosis aksis V pada pasien ini adalah 40-31 beberapa disabilitas
dalam hubungan dengan realita dan komunikasi, serta disabilitas
berat dalam beberapa fungsi

2.4 PENATALAKSANAAN
2.5.1 Non- Farmakologi
a. Rawat Inap
Pasien diindikasikan untuk dirawat di rumah sakit untuk
menangani agitasi akibat keluhan psikotik akut yang diderita serta
mencari dan mengobati penyakit yang mendasari timbulnya gejala-
gejala yang ada pada pasien.
b. Terapi Psikososial
Terapi interpersonal dan keluarga dimaksudnya agar pasien dan
keluarga memahami kondisi fisik dan mental pasien serta keadaan
yang mendasarinya sehingga pasien dan keluarga mau
mengupayakan perbaikan keadaan pasien.
c. Edukasi
Edukasi perlu diberikan terutama kepada pasien dan keluarga
pasien. Tujuan edukasi terhadap pasien diharapkan dapat memahami
gangguannya, bagaimana cara pengobatannya, serta efek samping
yang kemungkinan dapat muncul. Kesadaran dan kepatuhan dalam
hal meminum obat merupakan bagian yang penting dalam
mengedukasi pasien, terutama karena pasien merupakan pasien
dengan penyakit TB yang harus rutin minum obat
2.5.2 Farmakologi
a. Abilify 10 ml 1x1
Aripiprazole (abilify) merupakan anti psikotik atipikal terbaru
dengan mekanisme kerja agonis parsial reseptor dopamine D2.
Konsentrasi plasma puncak dicapai dalam 3 hingga 5 jam. Dosis
aripiprazole terlihat efektif dalam kisaran dosis 10 hingga 30 mg per
hari, dosis terendah didalam percobaan ini tidak lebih efektif
dibandingkan dosis 10 atau 15 mg per hari. Obat ini memperbaiki
dua jenis hendaya yang memiliki ciri khas skizofrenia seperti :
1. Gejala positif seperti halusinasi, waham, pikiran terganggu,
dan agitasi
2. Gejala negative seperti menarik diri, afek datar, anhedonia,
miskin pembicaraan, katatonia, dan hendaya kognitif.
Aripiprazole (abilify) memiliki efek samping ekstrapiramidal
yang rendah, sedasi ringan, penambahan berat badan ringan,
peningkatan prolactin. Efek samping terkait yang paling lazim
mencakup sakit kepala ansietas, dan insomnia.

b. Hepabalance tab 1x1

BAB III
KESIMPULAN
Pasien laki-laki berusia 20 tahun didiagnosis gangguan mental lainnya
akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik berupa halusinosis
organik berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan psikiatri. Berdasarkan
PPDGJ III, Halusinosis organik karena adanya penyakit fisik sistemik,
adanya kesembuhan dari gangguan mental setelah perbaikan atau
dihilangkannya penyebab yang mendasarinya, dan tidak adanya bukti yang
mengarah pada penyebab alternative dari sindrom mental ini, adanya
halusinasi auditorik berupa bisikan untuk pulang kerumah yang berada di
Makasar. Setelah pemberian terapi, diharapkan terjadi perbaikan kondisi
klinis pasien sehingga pada akhirnya pasien dapat berkativitas secara
mandiri dengan kualitas hidup yang lebih baik. Selain terapi yang diberikan,
dukungan keluarga dan juga kepatuhan minum obat berpengaruh terhadap
prognosis dari pasien tersebut.

Anda mungkin juga menyukai