Anda di halaman 1dari 19

1

LAPORAN KASUS

SKLEROSIS LATERAL AMIOTROFIK

OLEH:

ERIK AHMAD HASYIM


I4061172045

PEMBIMBING:

dr. Helly Habiballoh Luqmansyah, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK STASE NEUROLOGI

RSUD ADE MOH. DJOEN SINTANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2018
2

LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul:

“SKLEROSIS LATERAL AMIOTROFIK”

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Minor Neurologi

Sintang, 19 Agustus 2018

Pembimbing, Disusun oleh :

dr. Helly Habiballoh L, Sp.S Erik Ahmad Hasyim

I4061172045
3

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Motor Neuron Disease (MND) adalah suatu penyakit mematikan yang


sudah dikenal sejak abad ke-19. Penyakit ini unik karena ditemukannya tanda-
tanda Upper Motor Neuron (UMN) dan Lower Motor Neuron (LMN) secara
bersamaan pada seorang penderita. Karena relatif jarang ditemukan, sering
seorang dokter luput mendeteksi gejala-gejala penyakit ini bahkan banyak
yang mendiagnosanya sebagai stroke. Diantara klasifikasi MND yang cukup
sering adalah Sklerosis Lateral Amiotrofik (SLA). Pada SLA dijumpai adanya
degenerasi progresif yang khas dari medulla spinalis, batang otak dan korteks
serebri. Gejala klinisnya bervariasi dengan gambaran khas berupa disfungsi
saraf tipe UMN maupun LMN. Penyebab pastinya belum diketahui. Berbagai
macam obat telah dicoba dan diteliti, tetapi sampai saat ini tidak ada satu pun
yang efektif.1 Oleh karena itu, pada bahasan kali ini penulis mencoba untuk
memaparkan penyakit ini melalui refleksi kasus yang ada di RSUD Ade M.
Djoen Sintang, kemudian memformulasikan temuan klinis yang didapat
berdasarkan studi literatur mulai dari entitas patologis hingga tatalaksana yang
berkembang saat ini.
4

BAB II
TELAAH PUSTAKA

2.1 Definisi

Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) adalah gangguan paralitik


progresif yang ditandai dengan degenerasi neuron motorik pada sistem
saraf pusat. Onset bermula secara insidius dengan kelemahan fokal
kemudian menyebar secara progresif melibatkan sebagian besar otot,
termasuk diafragma. Biasanya, penyebab kematian adalah karena
kelumpuhan pernapasan yang terjadi dalam 3 sampai 5 tahun.2
5

Gambar 2.1 Sistem motorik2


2.2 Epidemiologi
Insidensi dan prevalensi ALS meningkat seiring bertambahnya
usia. Diperkirakan ada sekitar 800.000 kematian di AS akibat ALS.3
Sekitar 90% kasus ALS bersifat sporadis (terjadi tanpa riwayat keluarga).
Dalam kasus ALS sporadis, rasio laki-laki yang terkena dampak terhadap
perempuan yang terkena yakni 2:1 sedangkan pada ALS familial, rasionya
6

adalah 1: 1. ALS adalah gangguan neurodegeneratif yang paling sering


terjadi pada usia paruh baya, dengan onset di pertengahan 50-an hingga
akhir. Onset di akhir remaja atau awal tahun masa dewasa biasanya
menunjukkan ALS familial.2
2.3 Patofisiologi
Temuan patologis utama pada ALS adalah kematian neuron
motorik di korteks motorik dan saraf spinal.2 Degenerasi akson
kortikospinal menyebabkan penipisan dan jaringan parut (sklerosis) pada
aspek lateral sumsum tulang belakang. Selain itu, ketika batang otak dan
neuron motorik spinal mati, ada penipisan akar ventral dan atrofi
denervasional (amyotrophy) dari otot lidah, orofaring, dan anggota badan.
Pada fase akhir penyakit, ALS tidak mempengaruhi neuron yang
menginstervasi otot mata atau kandung kemih. Terjadinya degenerasi
neuron motorik disertai juga dengan proses neuroinflamasi, proliferasi
astroglia, mikroglia, dan sel oligodendroglial. 2,4,5
7

Gambar 2.2 Tiga kategori utama patofisiologi pada ALS2


2.4 Diagnosis
Gejala utama yang menyokong diagnosis adalah adanya tanda-
tanda gangguan UMN dan LMN pada daerah distribusi saraf spinal tanpa
gangguan sensoris dan biasanya dijumpai fasikulasi spontan. Gambaran
khasnya berupa kombinasi tanda-tanda UMN dan LMN pada ekstremitas
dengan adanya fasikulasi lidah.1 Pemeriksaan elektrofisiologis, radiologis,
biokimiawi, imunologi, dan histopatologi mungkin diperlukan untuk
menyingkirkan penyakit lainnya. Elektromiografi (EMG) dapat
menunjukkan adanya fibrilasi dan fasikulasi yang khas pada atrofi akibat
denervasi. Biokimia darah penderita ALS biasanya dalam batas normal.
8

MRI dan CT-scan otot bermanfaat untuk membedakan atrofi otot


neurogenik dari penyakit miopatik dan dapat menunjukkan distribusi
gangguan penyakit ini.1

Gambar 2.3 Kriteria diagnosis ALS6

Gambar 2.4 tanda UMN dan LMN pada empat regio sistem saraf pusat6
Diagnosis banding ALS diantaranya syringomyelia, spondilitis
servikalis, neuropati motorik, neuropati hipertiroidi, spinal muscular
athropy, multiple entrapment neuropathies, multiple sclerosis, penyakit
vascular multifocal dan sindroma post poliomyelitis.1
2.5 Tata Laksana
Tidak ada terapi yang menawarkan manfaat klinis substansial
untuk pasien dengan ALS. Riluzole (Rilutek) adalah satu-satunya obat
yang disetujui FDA untuk pengobatan ALS. Tersedia dalam sediaan tablet
50 mg yang diminum dua kali sehari. Riluzole adalah agen antiglutamat
yang diduga bekerja melalui pemblokiran langsung eksitasi glutamat di
9

celah sinaps, pemblokiran nonkompetitif reseptor asam N-metil-d-aspartat,


dan secara langsung di voltage-dependent sodium channels, dengan begitu
mensupresi transmisi neuron motorik yang berlebihan.2 Saat ini, tata
laksana utama pada pasien dengan ALS adalah memulai intervensi sedini
mungkin untuk mengelola gejala, termasuk penggunaan NGT, pencegahan
aspirasi, dan penyediaan dukungan ventilasi.2 Tujuan terapi adalah
mempertahankan penderita dapat berfungsi dengan baik selama mungkin,
membantu stabilitas emosi dan menangani masalah fisik bila sudah timbul.
10

BAB III
PENYAJIAN KASUS

3.1 Inisial Pasien


Nama: Tn. J
Jenis kelamin: Laki-laki
Umur: 60 tahun
Alamat: Ketungau Tengah
Tanggal pemeriksaan: 11 Agustus 2018
No. RM: 32.08.55
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama: badan terasa lemah
Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien mengeluhkan kelemahan keempat
anggota gerak sejak 9 hari yang lalu sehingga sulit berjalan. Pasien juga
mengeluhkan nafsu makan berkurang sehingga pasien sedikit makan.
Mual (-). muntah (-), nyeri kepala (-), kejang (-), demam (-). Pasien juga
mengeluhkan pusing berputar saat 5 hari lalu dan telah menghilang saat
ini. Pasien telah beberapa kali berobat dengan dokter umum di daerahnya
namun belum ada perubahan dan gejala semakin memberat.
Riwayat Penyakit Dahulu:
- Keluhan serupa sekitar 2 tahun yang lalu dan semakin memberat
hingga saat ini.
- Riwayat operasi katarak mata kanan 1 tahun lalu, operasi berjalan
lancer.
- Riwayat maag (+)
- Riwayat stroke (-)
- Riwayat trauma (-)
- Riwayat diabetes (-)
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat vertigo (-)
- Riwayat alergi (-)
-
11

Riwayat Penyakit Keluarga:


- Keluhan serupa (-)
- Diabetes (-)
- Hipertensi (-)
- Pasien mengatakan bahwa orangtuanya tidak dapat berjalan karena
“sudah tua”
Riwayat Personal-sosial: pasien adalah seorang pensiunan petugas
kebersihan sekolah. Tinggal serumah dengan anak dan keponakan.
Merokok (-). Minum alkohol terakhir tahun 2013 dan jarang. Pasien juga
jarang berolahraga.
3.3 Pemeriksaan Fisik
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
Tanda vital :
Napas 20 x/min
Suhu 35,6 0C
SpO2 98%
Tensi 100/70
Nadi 90
Status Generalis

Kulit Ikterik (-), sianosis (-), petekie (-)

Kepala Normosefal, wajah sembab (-)

Mata Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), injeksi


konjungtiva (-/-), refleks cahaya langsung (+/+), refleks
cahaya tidak langsung (+/+), pupil isokor (2mm/2mm),
edema palpebra (-), mata cekung (-)

AS : sekret (-), meatus tidak eritem, tidak edem, membran


timpani tidak dinilai
Telinga
AD : sekret (-), meatus tidak eritem, tidak edem,
membran timpani tidak dinilai
12

Rinorrhea (-), edema mukosa (-/-), pernapasan cuping


Hidung
hidung (-), mimisan (-)

Stomatitis (-), typhoid tongue (-), bibir sianosis (-), bibir


Mulut
kering (-), bibir tampak pucat (-)

Faring hiperemis (-), tonsil (T1/T1) tidak hiperemis,


Tenggorok
detritus (-)

Pembesaran kelenjar getah bening tidak ditemukan, JVP


Leher
tidak dinilai, massa tiroid normal.

Dada Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)

Inspeksi : iktus kordis tidak dinilai

Palpasi : iktus kordis tidak dinilai

Jantung Perkusi : batas jantung tidak dinilai

Auskultasi : S1 tunggal/ S2 tunggal, reguler, gallop (-),


murmur (-)

Inspeksi : bentuk dada simetris, statis dan dinamis

Palpasi : fremitus tidak dinilai

Paru Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : suara napas dasar: vesikuler (+/+), rhonki


(+/+), wheezing (-/-), krepitasi (-/-)

Inspeksi : simetris, tampak benjolan/massa (-), distensi (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal, bruit (-)


Abdomen
Palpasi : supel (+), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba
13

Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen

Ekstremitas Akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik

3.4 Pemeriksaan Neurologis


a. Saraf Kranialis
- Nervus kranialis I: tidak diperiksa, pasien mengatakan dapat
mencium dan membedakan aroma
- Nervus kranialis II: ketajaman visus baik; lapang pandang
Penuh di semua kuadran
- Nervus kranialis III, IV, VI: gerakan ekstraokuler baik disemua
kuadran
- Nervus kranialis V: kekuatan otot temporal dan maseter baik, refleks
sensoris kornea tidak diperiksa
- Nervus kranialis VII: gerakan wajah baik, indera perasa tidak
diperiksa
- Nervus kranialis VIII: pendengaran baik secara bilateral terhadap
suara bisikan
- Nervus kranialis IX, X: gerakan menelan baik, refleks muntah tidak
diperiksa
- Nervus kranialis XI: kekuatan otot sternomastoideus dan trapezius
baik
- Nervus kranialis XII: tidak ada deviasi lidah
14

b. Motorik
- Atrofi thenar dan hipothenar palmar sinistra-dekstra
- Fasikulasi (+)
- Spastisitas (+) tungkai atas
- tetraparese (+)

4444 4444
4444 4444
c. Sensorik

d. Refleks Fisiologis

e. Refleks Patologis dan TRM


- Chaddock (-)
- Oppenheim (-)
- Hoffman-Tromner (-)
- Gordon (-)
- Schaefer (-)
- Babinsky (+)
- Kernig (-)
- Kaku kuduk (-)
- Brudzinski I (-)
- Brudzinski II (-)
- Brudzinski III (-)
15

3.5 Pemeriksaan Penunjang


a. Gula darah sewaktu: 87 mg/dL
b. Kreatinin: 1,3 mg/dL
c. BUN/urea: 30,4 mg/dL
d. Leukosit: 5960 /ʋL
e. Trombosit: 156.000 /ʋL
f. Ht: 35,3%
g. Eritrosit: 4,07 106/ʋL
h. HbsAg: non reactive
i. HIV: non reactive
j. Na: 137 mmol/L
k. K: 3,8 mmol/L
l. Cl: 105 mmol/L
m. GOT/AST: 24 UI
n. GPT/ALT: 19 UI

3.6 Diagnosis
a. Sklerosis Lateral Amiotrofik
Diagnosis topis: cervical spinal cord
Diagnosis etiologis: unknown
3.7 Terapi
a. Inj. Mecobalamin 500 mcg 3x1 ampul
b. Drip neurobion 1 ampul dalam RL/D5 20 tpm
c. P.O Betahistin 3x6 mg
3.8 Plan
a. EMG
b. Biopsi otot
3.3 Prognosis
a. Ad Vitam : Dubia
b. Ad Fungsionam : Dubia
c. Ad Sanationam : Dubia ad malam
16

BAB IV
DISKUSI

Tn. J 60 th datang dengan keluhan badan terasa lemah. Pada anamnesis


didapatkan pasien mengalami kelemahan keempat anggota gerak sejak 9 hari yang
lalu sehingga sulit berjalan. Pasien juga mengeluhkan nafsu makan berkurang
sehingga pasien sedikit makan. Mual (-). muntah (-), nyeri kepala (-), kejang (-),
demam (-). Pasien juga mengeluhkan pusing berputar saat 5 hari lalu dan telah
menghilang saat ini. Pasien telah beberapa kali berobat dengan dokter umum di
daerahnya namun belum ada perubahan dan gejala semakin memberat.
Kelemahan anggota gerak dapat terjadi akibat lesi disepanjang jaras motorik,
sentral maupun perifer atau keduanya. Kondisi seperti stroke atau cedera servikal
dapat juga menyebabkan tetraparese, namun demikian hal ini kurang didukung
oleh riwayat perjalanan penyakit dan komorbid yang dimiliki pasien. Keluhan
nafsu makan menurun dapat terjadi oleh berbagai kondisi yang luas, dalam hal ini
penyebab yang mungkin adalah riwayat dispepsia yang dimiliki pasien. Pada saat
evalusai, pasien menyatakan bahwa keluhan tersebut membaik saat dirawat di
rumah sakit, sehingga nafsu makannya kembali.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien tampak sakit sedang,
membuka mata spontan dapat berkomunikasi dengan baik dan kooperatif terhadap
perintah. Tanda-tanda vital dan status generalis dalam batas normal. Pemeriksaan
nervus kranialis tidak menunjukkan makna yang berarti. Manifestasi ALS
biasanya limb-onset, namun sekitar 1/3 kasus merupakan manifestasi bulbar-
onset, ditandai dengan kesulitan mengunyah, berbicara atau menelan. Penegakkan
diagnosis utamanya berdasarkan pemeriksaan fisik dan EMG untuk
mengkonfirmasi luas denervasi dan pemeriksaan laboratorium untuk
mengeksklusi penyebab reversible yang menyerupai ALS. Pemeriksaan motorik
menunjukkan tanda-tanda atrofi thenar dan hipothenar palmar sinistra-dekstra,
fasikulasi pada jari-jari tungkai atas, dan spastisitas. Didapatkan juga tetraparese
dengan kekuatan motorik bernilai 4 dikeempat tungkai, distal dan proksimalnya.
Hal ini berarti pasien dapat menggerakkan tungkainya melawan gravitasi namun
tidak mampu melawan tahanan dari pemeriksa.
17

Pada pemeriksaan sensorik terhadap rangsang sentuhan ringan, tekanan,


dan nyeri didapatkan penurunan fungsi, perasaan tebal dan seperti di tusuk
terutama daerah kaki. Gangguan sensoris biasanya tidak dijumpai pada MND,
tetapi kadang-kadang bisa dijumpai parestesia, perasaan dingin dan perasaan tebal
(numbness). Pemeriksaan refleks fisiologis didapatkan hiperefleks dikedua
tungkai atas dan bawah. Pada kasus lesi UMN, terdapat eksitasi berlebihan
serabut motorik aferen gamma dan alfa akibat inhibisi suplai inhibitor dari UMN
yang menyebabkan hiperefleksia. Refleks patologis yang ditemukan positif adalah
pemeriksaan babinski sedangkan pada pemeriksaan tanda rangsang meningeal
tidak menunjukkan hasil bermakna. Refleks babinski diperiksa dengan cara
menggoreskan bagian bawah palu refleks pada telapak kaki bagian lateral dari
arah posterior ke anterior sehingga didapatkan ekstensi ibu jari kaki dan
pengembangan jari kaki lainnya. Refleks babinski dapat normal terjadi pada bayi
baru lahir dan akan menghilang ketika system saraf pusat matur. Terdapatnya
refleks ini setelah umur tiga tahun atau munculnya kembali refleks ini pada fase
kemudian masa kehidupan menunjukkan disfungsi traktus piramidalis. Hasil
pemeriksaan laboratorium didapatkan dalam batas normal,
Pemeriksaan biokimiawi darah penderita MND kebanyakan berada dalam
batas normal. Kadar plasma kreatinin kinase (CK) meninggi sampai 2-3 kali ini
kali normalnya pada sebagian penderita tetapi penulis lain menyatakan kadarnya
normal atau hanya sedikit meninggi. Pemeriksaan penunjang yang disarankan
adalah EMG dan biopsi otot. Elektromiografi (EMG) adalah pemeriksaan yang
paling bermanfaat untuk menegakkan diagnosis ALS. EMG dapat menunjukkan
adanya fibrilasi dan fasikulasi yang khas pada atrofi akibat denervasi. Biopsi otot
mungkin perlu dilakukan untuk membedakan MND yang menimbulkan slowly
progressive proximal weakness dari miopati. Bila dilakukan biopsi otot, terlihat
serabut otot yang mengecil dan hilangnya pola mosaik yang normal dari serabut-
serabut otot. Terapi yang diberikan pada pasien hanya bersifat suportif dan
simtomatik dikarenakan belum ada terapi yang efektif pada penyakit ini.
18

BAB V
KESIMPULAN

Tn. J berusia 60 tahun mengalami keluhan badan terasa lemah sejak 9 hari
SMRS. Kelemahan anggota gerak dapat terjadi akibat lesi disepanjang jaras
motorik, sentral maupun perifer atau keduanya. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang diperoleh, pasien dapat
didiagnosa dengan Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS). Tatalaksana yang
dilakukan berupa terapi suportif dan simtomatik sesuai evidence based medicine
dari penyakit yang dialami.
19

DAFTAR PUSTAKA

1. Rambe, A. S. 2004. Motor Neuron Disease. rsup. Hamm


2. Brown, R. H., & Al-Chalabi, A. 2017. Amyotrophic lateral sclerosis. New
England Journal of Medicine, 377(2), 162-172.
3. Johnston CA, Stanton BR, Turner MR, et al. Amyotrophic lateral sclerosis in
an urban setting: a population based study of inner city London. J Neurol
2006; 253: 1642-3.
4. Philips T, Rothstein JD. Glial cells in amyotrophic lateral sclerosis. Exp
Neurol 2014; 262 Pt B: 111-20.
5. Kang SH, Li Y, Fukaya M, et al. Degeneration and impaired regeneration of
gray matter oligodendrocytes in amyotrophic lateral sclerosis. Nat Neurosci
2013; 16: 571-9.
6. Brooks BR, Miller RG, Swash M, et al. El Escorial revisited: revised criteria
for the diagnosis of amyotrophic lateral sclerosis. Amyotroph Lateral Scler
Other Motor Neuron Disord. 2000;1:293-299.
7. Petsko, Gregory A., Dagmar Ringe, and Shulin Ju. "Treatment of
amyotrophic lateral sclerosis." U.S. Patent Application No. 14/434,737.

Anda mungkin juga menyukai