PENDAHULUAN
Latar Belakang
Potensi panas bumi di Indonesia tersebar pada dua lingkungan geologi, yakni lingkungan geologi vulkanik
dan tektonik. Potensi panas bumi Indonesia sebagian besar tersebar mengikuti jalur sebaran gunung api yang
memanjang mulai dari ujung Sumatera hingga kepulauan Maluku. Panas bumi identik dengan keberadaan gunung
api sebagai sumber panas bumi, namun jarang sekali ditemukan sumber panas bumi di daerah yang tidak
mempunyai kaitan dengan gunung api. Sumber panas bumi non-vulkanik tersebut banyak ditemukan di daerah
Pulau Bangka seperti di Desa Pemali, Kabupaten Bangka, Desa Keretak, Kabupaten Bangka Tengah, Desa
Nyelanding dan Desa Permis Kabupaten Bangka Selatan. Pada beberapa daerah, keberadaan panas bumi diduga
akibat keberadaan tubuh batu granit yang telah terkekarkan dan diperkirakan menerus hingga kedalaman beberapa
meter di bawah keberadaan kolam air (Pitulima & Siregar 2016).
Keberadaan sumber air panas di Pulau Bangka yang disebabkan oleh aktivitas tektonik didasarkan atas
karakteristik lokasi. Menurut umar & jamaluddin (2017) menyatakan bahwa sumber air panas akibat tektonik
aktif dicirikan oleh air panas temperatur permukaan rendah dengan suhu antara 20 o– 100 oC, dijumpai berupa
travertin yakni bentuk batu kapur yang didepositkan oleh mata air mineral terutama air panas, dan memiliki
kandungan ion sulfat dan unsur sulfur yang relatif lebih rendah dibandingkan sumber air panas akibat aktivitas
vulkanik. Perbedaan karakteristik dasar lokasi sumber air panas di Pulau Bangka adalah pemanfaatannya yakni
sumber air panas Desa Nyelanding umumnya dimanfaatkan untuk sumber air minum, sumber air panas Desa
Permis digunakan untuk pemandian umum dan terapi kesehatan, sumber air panas Desa Keretak digunakan untuk
pemandian umum dan aktivitas mencuci, sumber air panas Desa Pemali digunakan untuk wahana rekreasi.
Sumber air panas merupakan salah satu lingkungan tempat kehidupan bagi beberapa organisme yang tahan
terhadap suhu air yang panas tersebut, seperti bakteri, fungi, ataupun alga yang bersifat termofilik. Sumber air
panas merupakan media pertumbuhan yang cocok bagi bakteri termofilik. Bakteri termofilik merupakan
kelompok bakteri yang mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang memiliki suhu tinggi, yaitu dengan
suhu berkisar 45°- 90°C (Nam et al. 2004).
Kemampuan adaptasi bakteri termofilik erat kaitannya dengan faktor lingkungan yakni suhu, Menurut
Brock (1986 diacu dalam Irena 2010), terdapat tiga faktor yang menyebabkan bakteri termofilik mampu bertahan
hidup dan berkembang biak pada suhu tinggi, yaitu kandungan enzim dan protein yang lebih stabil dan tahan
terhadap panas, molekul pensintesis protein yang stabil terhadap panas, dan membran lipid sel termofil
mengandung banyak asam lemak jenuh yang membentuk ikatan hidrofobik yang sangat kuat. Habitat alami
bakteri termofilik tersebar luas di seluruh permukaan bumi, diantaranya pada sumber-sumber air panas, kawah
gunung berapi atau daerah vulkanik (Labeda 1990 diacu dalam Martharina 2010).
2
Penelitian tentang bakteri termofilik dipelajari dan diteliti secara intensif karena alasan pengembangan
penelitian dasar dan aplikasi bioteknologi. Bakteri termofilik berpotensi sebagai sumber-sumber enzim khas yaitu
protease (Suhartono 2002), yang dapat digunakan pada proses pengolahan limbah maupun pelapukan mineral
(Brock 1986 diacu dalam Irena 2010). Faesal et al. (2017) menunjukan bahwa penggunaan bakteri termofilik
yang diisolasi dari limbah batang dan daun jagung di di Sulawesi Selatan yaitu genus Bacillus, Pseudomonas,
Escherichia dan Micrococcus mampu lebih cepat mengurai limbah dibandingkan kandungan Effective
Microorganisms 4 (EM4). Dang et al. (2018) juga berhasil mengisolasi bakteri termofilik dari pengomposan
residu pertanian di Vietnam yakni Bacillus sp. BCBT21. Limbah dari sampah rumah tangga dapat didaur ulang
serta dimanfaatkan menjadi pupuk organik (kompos) untuk mengurangi dampak pencemaran oleh adanya sampah
(Sinartani 2011).
Keanekaragaman bakteri termofilik memberikan gambaran potensi yang dapat dimanfaatkan dalam
beberapa aspek salah satunya yakni sebagai bakteri dekomposer dalam pengelolahan sampah berupa
pengomposan. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pengaktifan
dan tahap pematangan. Pada tahap pengaktifan, suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Suhu akan
meningkat hingga di atas 40 oC – 70 oC. Mikrob yang aktif pada kondisi ini adalah mikrob Termofilik, yaitu
mikrob yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi penguraian bahan organik yang sangat aktif.
Mikrob-mikrob di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2,
uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami
penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos yaitu pembentukan komplek liat humus (Sulistyorini 2005).
Penelitian tentang bakteri termofilik telah berkembang baik di luar negeri maupun di Indonesia, namun
belum pernah dilaporkan di Provinsi Kepulaauan Bangka Belitung. Panda et al. (2012) mendapatkan satu isolasi
bakteri termofilik yang berhasil diisolasi dari Sumber Air Panas Tarabalo, India yaitu dari genus Bacillus. Pratita
dan Putra (2012) juga berhasil mengisolasi dari berbagai sumber air panas di Songgoriti, Kota Batu, Provinsi
Jawa Timur dan didapat dua isolat yaitu dari genus Vibrio dan Bacillus. Selain itu, bakteri termofilik juga
berhasil diisolasi dari sumber air panas Way Panas Bumi Natar, Lampung Selatan, Provinsi Lampung yakni satu
isolat dari genus Bacillus (Tuntun dan Huda 2014).
Kemampuan bakteri termofilik dalam beradatasi dengan faktor lingkungan yakni suhu tinggi dan potensinya
sebagai bakteri dekomposer dalam proses pengoposan, sangat bermanfaat bagi pemangku kepentingan di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung. Informasi terkait hal itu belum pernah dilaporkan di Pulau Bangka, padahal
informasi tersebut dibutuhkan sebagai bahan pertimbangan bagi pemangku kepentingan di Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung dalam pengembangan bioteknologi. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah awal untuk
menguatkan harapan di atas dengan mengisolasi dan mengarakterisasi bakteri termofilik serta menganalisis
hubungan faktor lingkungan dengan bakteri termofilik dari sumber air panas di Pulau Bangka.
Rumusan Masalah
Timbulan sampah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung semakin tahun semakin bertambah seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Berbagai upaya telah dilakukan
oleh pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut, akan tetapi masih belum menghasilkan hasil yang maksimal.
Pemanfaatan bakteri termofilik berpotensi sebagai sumber-sumber enzim khas dapat digunakan pada proses
pengolahan limbah bisa menjadi alternatif sebagai bakteri dekomposer, akan tetapi penelitian mengenai penelitian
terkait bakteri termofilik belum pernah dilakukan, khususnya di Pulau Bangka. Oleh karena itu, rumusan masalah
dalam penelitian ini:
1. berapa isolat bakteri termofilik dari sumber air panas di Pulau Bangka?
2. apa saja karakteristik isolat bakteri termofilik dari sumber air panas di Pulau Bangka?, dan
3. apa hubungan antara faktor lingkungan dengan bakteri termofilik dari sumber air panas di Pulau Bangka?
3
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. menghitung jumlah isolat bakteri termofilik dari sumber air panas,
2. mengarakterisasi bakteri termofilik yang ditemukan pada sumber air panas di Pulau Bangka, dan
3. menganalisis hubungan antara faktor lingkungan dengan bakteri termofilik yang ditemukan pada sumber air
panas di Pulau Bangka.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam pemanfaatan isolat bakteri
termofilik bagi pemangku kepentingan dalam upaya pengolahan sampah berupa produk kompos pupuk organik di
Pulau Bangka, terutama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
METODELOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 2019 hingga Agustus 2019 (Tabel 1). Lokasi penelitian
dilakukan di Sumber Air Panas yang tersebar di Pulau Bangka seperti di Kabupaten Bangka Selatan yaitu sumber
air panas Desa Nyelanding yang terletak pada koordinat 106 16’23.0” BT dan 2 42’02.3” LS juga sumber air
panas Desa Permis yang terletak pada koordinat 105 55’59.2” BT dan 2 34’38.6” LS, sumber air panas Desa
Keretak Kabupaten Bangka Tengah yang terletak pada koordinat 106 02’19.3” BT dan 2 19’12.2” LS, serta
Sumber air panas Desa Pemali Kabupaten Bangka yang terletak pada koordinat 106 02’46.5” BT dan 1 15’37.5”
LS.
laminar air flow, lemari pendingin, mikroskop, mikropipet, neraca analitik, oven, pembakar bunsen, penangas
listrik, pipet mohr, pipet volume, tabung reaksi dan termometer. Alat yang digunakan untuk analisis faktor
lingkungan antara lain yaitu DO meter digunakan untuk mengukur kadar oksigen terlarut didalam air, meteran
untuk mengukur luasan lokasi, pH meter untuk mengukur derajat keasaman atau kebasaan suatu cairan,
refraktometer untuk mengukur nilai konsentrasi bahan/zat yang mudah terlarut, secchidisk untuk mengukur
kejernihan air, spektrofotometer UV-Vis digunakan dalam menganalisa suatu senyawa kimia., TDS meter ntuk
mengukur partikel padatan terlarut di air, TSS meter untuk mengetahui zat padat yang tersuspensi dalam air dan
termometer untuk mengukur suhu.
Bahan yang digunakan untuk survei pendahuluan dan pengambilan sampel air yaitu air panas. Bahan yang
digunakan untuk isolasi, enumerasi dan karakterisasi yakni media agar thermus (agar, polypepton, yeast extract
dan NaCl), alkohol, iodin, karboksimetil selulase (CMC), kovacs reagent, kristal violet, media agar urea, media
kaldu karbohidrat, media Metil Red Voges Proskauer (MRVP), media Sulfida indole motility (SIM), media Triple
Sugar Iron Agar (TSIA), media sitrat, safranin dan phenol red. Bahan yang digunakan untuk analisis faktor
lingkungan yaitu air panas, H2SO4, H2C2O4 dan KMnO4.
Metode Penelitian
1. Metode penentuan lokasi
Metode penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling (Sugiyono 2010), yakni penentuan
lokasi berdasarkan ciri-ciri khusus dan pertimbangan keberadaan sumber air panas di suatu lokasi. Penguatan
penentuan lokasi penelitian juga dilakukan yakni dengan melakukan wawancara ke instansi-instansi terkait seperti
pemerintahan daerah, pemerintahan desa, pengelola swasta, tokoh adat serta masyarakat setempat.
2. survei pendahuluan
Survei pendahuluan dilakukan untuk menentukan lokasi keberadaan sumber air panas. Survei yang
dilakukan berupa observasi dan penjelajahan lokasi penelitian sebagai langkah awal untuk mengetahui kondisi
lingkungan penelitian.
3. Metode pengambilan sampel
Metode pengambilan sampel air berdasarkan SNI 6989.57:2008. Botol dengan volume 1000 mL yang telah
disterilkan disiapkan, kemudian sampel air diambil dengan cara memegang botol steril bagian bawah dan botol
dicelupkan pada kedalaman 20 cm di bawah permukaan air. Pengambilan air diulangi sebanyak 5 kali dan
dikompositkan hanya 1 L sampel air panas. Sampel yang telah didapatkan dimasukkan ke dalam termos untuk
menjaga kestabilan suhu dan dilakukan analisis di laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Univeristas Bangka
Belitung.
4. Isolasi dan enumerasi bakteri
Sampel air diambil sebanyak 100µL dan ditambahkan ke dalam 10 ml media thermos broth. Larutan
tersebut diinkubasi selama 2 hari di dalam inkubator dengan suhu 55 °C. media yang telah iinkubasi diambil
sebanyak 10 µL dan dilakukan pengenceran hingga 10 -12. Hasil pengenceran tersebut lalu diambil 10 µL dan
dipindahkan ke media agar thermus lalu diratakan menggunakan stik L dengan metode spread plate (cawan sebar)
dan diinkubasi selama 1 hari. Koloni bakteri yang nampak dipindahkan ke media agar yang telah steril. Isolat
Bakteri tersebut diberi nama A, B, C dan D (Nunes & Martin 2001). Enumerasi mikrob adalah teknik yang
digunakan untuk mengestimasi jumlah mikroorganisme dalam suatu bahan atau sampel. Teknik enumerasi yang
digunakan yakni enumerasi secara tidak langsung dengan metode total plate count (TPC). Menurut Tortora et al.
(2010), jumlah koloni yang baik untuk dihitung pada setiap cawan petri berkisar antara 30 sampai 300 koloni.
5
8. Analisis Data
Perbedaan jumlah koloni bakteri yang ditemukan pada setiap lokasi penelitian dianalisis dengan ANOVA
dengan menggunakan perangkat lunak SPSS versi 17.0 dengan memperhatikan variabel bebas yakni jumlah isolat
bakteri dari tiap sumber air panas dan variebel terikat berupa faktor lingkungan terhadap pertumbuhan bakteri.
Selain analisis dengan ANOVA, variabel juga dianalisis dengan PCA (Principle Component Analysis) Biplot.
Analisis biplot bersifat deskriptif yakni dengan menyajikan suatu kumpulan objek (isolat penentu) dan variabel
(jumlah isolat, faktor fisik dan faktor kimia) dalam satu grafik yang berbentuk bidang datar secara visual (Sartono
2003).
DAFTAR PUSTAKA
Dang TC, Nguyen DT, Thai Hoang, Nguyen TC. 2018. Plastic degradation by thermophilic Bacillus sp. BCBT21
isolated from composting agricultural residual in Vietnam. Adv. Nat. Sci: Nanosci. Nanotechnol: 9.
Faesal, Nurasiah, Soenartiningsih. 2017. Seleksi Efektivitas Bakteri Dekomposer terhadap Limbah Tanaman
Jagung. Sulawesi Selatan: Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Irena A. 2010. Isolasi dan Optimasi Protease Bakteri Termofilik dari Sumber Air Panas Tangkuban Perahu
Bandung. [skripsi]. Bogor: Departemen Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut
Pertanian Bogor.
Machmud M. 2001. Teknik Penyimpanan dan Pemeliharaan Mikrob. Buletin Agrobio. 4: 24-32.
Martharina D. 2010. Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Termofilikdari Kawah Putih Gunung Pancar Bogor.
[skirpsi]. Bogor: Departemen Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian
Bogor.
6
Nam ES, Choi JW, LIM JH. 2004. β-Galaktosidase gene of Thermus thermophilus KNOUC 112 isolated from hot
springs of a volcano area in New Zealand: identification of bacteria, cloning, and expression of the gene in
Escherichia coli. J Anim Sci 17: 1591-1598.
Nunes. A, Martin, 2001. Isolation, Properties and Kinetics of Growth of Thermophilic Bacillus. Brazillian
Journal of Microbiology. 32: 271-275.
Panda MK, Sahu MK, Tayung K. 2012. Isolation and Characterization of a thermophilic Bacillus sp. With
protease Activity Isolated from Hot Spring of Tarabalo, Odisha, India. J Microbiol Iran. 5: 159-165.
Pitulima J, Siregar RN. 2016. Identifikasi Struktur Geologi Sumber Air Panas Non Volkanik Desa Nyelanding
Bangka Selatan dengan Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner. Di dalam: Prosiding SNRT
(Seminar Nasional Riset Terapan) Politeknik Negeri Banjarmasin: Banjarmasin, 9-10 Nov 2016.
Pratita MY,Putra SR. 2012. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Termofilik dari Sumber Mata Air Panas di Songgoriti
setelah Dua Hari Inkubasi. J Teknik Pomits. 1: 1-5.
Sartono B, Affendi FM, Syafitri UD, Sumertajaya IM, Anggraeni Y. 2003. Analisis Peubah Ganda. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Sinartani. 2011. Agroinovasi: Pupuk Organik dari Limbah Organik Sampah Rumah Tangga. Jakarta: Balai
Litbang Pertanian.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&G. Bandung: Penerbit Alfabeta Bandung.
Sulistyorini L. 2005. Pengelolaan Sampah Dengan Cara Menjadikannya Kompos. J Kesehatan Lingkungan. 2:
77- 85.
Tortora GJ, Funke BR, Case CL. 2010. Microbiology: An introduction, 10th edition. San Francisco: Benjamin
Cummings.
Tuntun M, Huda M. 2014. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Termofilik dari Sumber Air Panas Way Panas Bumi
Natar Lampung Selatan. J Analisis Kesehatan. 3:297-304.
Umar EP, jamaluddin. 2017. Karakteristik Fisik dan Kimia Mata Air Panas Daerah Barasanga Kabupaten Konawe
Utara Provinsi Sulawesi Utara. J Geocelebes. 1: 62-65.