Anda di halaman 1dari 31

CASE REPORT

KEMATIAN AKIBAT TENGGELAM

Mata Kuliah :
OTOPSI DAN DIAGNOSIS

Oleh:

NPM:

Pembimbing:
dr., Sp.F

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Kematian akibat tenggelam disebabkan oleh terhambatnya aliran udara ke


dalam paru-paru akibat terendamkan tubuh dalam air atau cairan lainnya. Untuk
dapat tewas akibat tenggelam, tubuh korban tidak harus terendam air sepenuhnya.
Bahkan jika hanya wajah yang terendam dalam air, kematian akibat tenggelam
dapat terjadi.1,2
Kematian pada korban yang ditemukan dalam air tidak salalu disebabkan
oleh tenggelam. Melalui pemeriksaan autopsi, dapat ditentukan apakah korban
tewas akibat tenggelam, ataupun telah tewas sebelum masuk ke dalam air.
Pemeriksaan yang saksama juga dapat menentukan apakah korban merupakan
korban bunuh diri, kecelakaan, atau peembunuhan terkait dengan aspek
medikolegal. Kematian akibat tenggelam yang dipicu oleh pembunuhan jarang
terjadi selain pada anak-anak, bayi, atau seseorang dibawah pengaruh obat
tertentu. Kematian akibat tenggelam lebih sering terjadi pada kasus kecelakaan
maupun bunuh diri.1
Berikut dilaporkan satu kasus korban dengan tenggelam sebagai penyebab
kematian.
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Kronologis Kejadian


Pada tanggal 28 Februari 2017, pukul 19.10 WIB, Jenazah Mr.X dibawa ke
Instalasi Forensik RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung Bersama surat permintaan
jenazah dari Polres Cimahi.

2.2 Pemeriksaan Jenazah


Pada tanggal 28 februari 2017, pukul 19.10 WIB, dilakukan pemeriksaan
luar dan dalam terhadap jenazah atas dasar surat permintaan autopsi mayat dari
Polres Cimahi. Dari pemeriksaan didapatkan temuan-temuan sebagai berikut:

1. Jenazah dibungkus dengan kantong jenazah warna jingga yang bagian


depannya terdapat tulisan “Palang Merah Indonesia” warna hitam pada
bagian kiri depan terdapat logo PMI warna putih merah. Terdapat tali pada
setiap sudut kantong jenazah. Pada bagian dalam kantong jenazah terdapat
cairan berwarna merah. Pada kedua pergelangan tangan terikat police line,
warna kuning, ukuran seratus sebelas sentimeter kali delapan sentimeter,
dua simpul hidup. Pada seluruh tubuh menempel lumpur dan pasir. (Gambar
1)

Gambar 1: Jenazah terbungkus kantong jenazah


2. Identifikasi secara umum menunjukan jenazah adalah seorang laki-laki,
berumur sekitar dua puluh lima tahun, Melayu, warna kulit sawo matang,
zakar disunat, panjang badan seratus lima puluh sentimeter, berat badan
empat puluh enam kilogram. Jenazah menggunakan celana panjang bahan
jeans warna hitam. (Gambar 2).

Gambar 2: Identifikasi jenazah secara umum


3. Kaku mayat pada seluruh tubuh, lengkap, mudah dilawan. Lebam mayat
pada tengkuk, belakang telinga, perut bagian samping, punggung, pinggang,
warna merah keunguan, tidak hilang dengan penekanan. Kulit perut kanan
bawah belum tampak warna biru kehijauan.
4. Identifikasi khusus pada jenazah sebagai berikut :
 Pada daun telinga sebelah kiri bagian bawah, 0,5 cm dari tepi bawah
telinga, terdapat lubang ukuran dengan diameter 1 cm, bentuk bulat.
 Pada dada, tepat pada garis tengah, 5 cm dari puncak bahu, terdapat
sekumpulan tahi lalat seluas 35 cm x 15 cm, ukuran terbesar 0,8 cm x
0,3 cm, ukuran terkecil 0,1 cm x 0,1 cm, berbentuk bulat, warna hitam.
 Pada puting susu kanan, terdapat benjolan, kenyal, dapat digerakkan,
ukuran 1 cm x 0,5 cm x 0,3 cm.
 Pada perut, 4 cm dari garis tengah ke arah kiri, 33 cm dari puncak
bahu, terdapat jaringan parut, ukuran 0,9 cm x 0,8 cm, warna putih
kecoklatan.
 Pada hampir seluruh lengan kiri dan kanan, atas dan bawah, terdapat
sekumpulan bercak warna putih, ukuran rata-rata 1 cm x 0,5 cm, batas
tegas. Bentuk tidak teratur.
 Mulai dari bokong hingga hampir seluruh tungkai kiri dan kanan, atas
dan bawah, terdapat sekumpulan bercak warna putih dengan ukuran
terbesar 2,5 cm x 2.5 cm, batas tegas, bentuk tidak teratur.
 Pada punggung kaki kiri, tepat pada garis tengah, 4 cm dari
pergelangan kaki terdapat sekumpulan jaringan parut, seluas 4 cm x 4
cm, ukuran terbesar 2 cm x 1 cm dan ukuran terkecil 0,3 cm x 0,2 cm,
bentuk tidak teratur, batas tegas, warna putih kecokelatan.
 Mulai dari pergelangan kaki kiri hingga punggung kaki, tepat pada
garis tengah depan, terdapat sekumpulan keropeng seluas 10 cm x 4
cm, ukuran terbesar 2 cm x 1,5 cm, ukuran terkecil 0,2 cm x 0,1 cm,
batas tegas, bentuk tidak teratur, warna kecoklatan.
 Pada tungkai kanan atas, 5 cm dari gari tengah depan ke arah luar, 5
cm dibawah lipat paha terdapat jaringan parut ukuran 2 cm x 1,5 cm,
bentuk tidak teratur, batas tidak tegas, warna putih kecoklatan.
 Pada tungkai kanan bawah, 6 cm dari garis tengah depan ke arah luar,
8 cm dari pergelangan kaki, terdapat keropeng ukuran 2 cm x 1 cm,
bentuk tidak teratur, batas tegas, warna kecoklatan.
 Pada lutut kanan, tepat pada garis tengah depan, terdapat sekumpulan
jaringan parut seluas 9,5 cm x 4 cm, ukuran terbesar 0,5 cm x 0,4 cm,
ukuran terkecil 0,1 c, x 0,1 cm, bentuk tidak teratur, batas tegas, warna
kecoklatan.
5. Kepala bentuk simetris. Mata kanan dan kiri tertutup. Selaput kelopak mata
kanan dan kiri warna pucat. Selaput bola mata kanan dan kiri warna
kemerahan. Selaput bening mata kanan dan kiri keruh.
6. Bentuk hidung simetris, Lubang hidung kanan dan kiri tampak cairan
berwarna kemerahan disertai busa halus. Telinga simetris. Pada bagian
dalam kedua telinga tampak kotor dan terdapat lumpur. Mulut terbuka 1 cm.
Bibir warna merah kebiruan, tebal bibir atas 1 cm, tebal bibir bawah 1,5 cm.
Gigi geligi jumlah 31 buah. Pada rahang kiri atas berjumlah 8 buah. Pada
rahang kanan atas berjumlah 8 buah. Pada rahang kanan bawah berjumlah 7
buah. Gigi geraham kecil kedua tanggal. Pada rahang kiri bawah berjumlah
8 buah. Tulang rahang atas dan tidak tampak kelainan. Lubang kelamin
keluar cairan berwarna kemerahan. Anus keluar kotoran warna kecoklatan
7. Dari pemeriksaan luka-luka ditemukan hal-hal berikut:
 Pada seluruh tungkai kanan dan kiri tampak pori-pori yang melebar.
 Kulit kedua telapak tangan dan kaki tampak keriput.
 Pada kelopak atas mata kiri, 5 cm dari garis tengah, 1 cm dibawah alis,
terdapat luka terbuka, ukuran 1,5 x 0,2 cm, kedalaman 0,2 cm, tepi
tidak rata, dasar otot, bentuk tidak teratur, warna merah kecoklatan,
disekitarnya terdapat luka memar ukuran 4 cm x 1 cm, batas tidak
tegas, bentuk tidak teratur, warna kebiruan.
 Pada dahi bagian tengah, 1 cm di atas alis, terdapat sekumpulan luka
lecet seluas 9 cm x 4 cm, ukuran terbesar 2,5 cm x 1 cm, ukuran
terkecil 0,5 x 0,2 cm, batas tegas, bentuk tidak teratur, warna merah
kecoklatan, disekitarnya terdapat luka memar seluas 4 cm x 2 cm,
ukuran terbesar 2 cm x 1,5 cm, ukuran terkecil 0,5 cm x 0,5 cm, batas
tidak tegas, bentuk tidak teratur, berwarna kebiruan.
 Tepat 1 cm dari sudut luar mata kanan ke arah luar, terdapat luka
terbuka, ukuran 0,6 cm x 0,4 cm, kedalaman 0,2 cm, tepi tidak rata ,
dasar jaringan bawah kulit, warna merah kecoklatan.
 Pada pipi, 4,5 cm dari garis tengah ke arah kanan, 7 cm di bawah alis,
terdapat sekumpulan luka lecet, luas 7 cm x 3 cm, ukuran terbesar 1
cm x 0,1 cm, ukuran terkecil 1 cm x 0,1 cm, batas tegas, bentuk tidak
teratur, warna merah kecoklatan.
 Pada pipi, 6 cm dari garis tengah ke arah kiri, 2 cm dari sudut mata kiri
terdapat luka memar ukuran 1,5 cm x 1,5 cm, batas tidak tegas, bentuk
tidak teratur, warna kebiruan.
 Pada dada, 9 cm dari garis tengah ke arah kiri, 7,2 cm di bawah puting
susu, terdapat sekumpulan luka memar seluas 10 cm x 8 cm, ukuran
terbesar 0,5 cm x 0,2 cm dan ukuran terkecil 1,1 cm x 0,8 cm, batas
tidak tegas, bentuk tidak teratur, warna biru kehijauan .
 Pada punggung, 11 cm dari garis tengah ke arah kanan, 3 cm dari
puncak bahu, terdapat 2 buah luka lecet dengan ukuran masing-masing
6 cm x 2 cm dan 3 cm x 2 cm, batas tegas, bentuk tidak teratur, warna
merah kecoklatan.
 Pada punggung, 9 cm dari garis tengah ke arah kanan, 8 cm dari
puncak bahu, terdapat sekumpulan luka memar, seluas 8 cm x 7 cm,
ukuran terbesar 5 cm x 0,3 cm dan ukuran terkecil 0,2 cm x 0,2 cm,
batas tidak tegas, bentuk tidak beraturan, warna merah kebiruan.
 Pada punggung, 9 cm dari garis tengah belakang ke arah kiri, 16 cm
dari puncak bahu, terdapat luka memar, ukuran 7 cm x 3 cm, batas
tidak tegas, bentuk tidak beraturan, warna merah kebiruan.
 Pada lengan kanan atas, 4 cm dari garis tengah depan ke arah luar, 12
cm dari lipat siku, terdapat luka lecet, ukuran diameter 0,2 cm, batas
tegas, bentuk bulat, warna kemerahan.
 Pada telapak kaki kiri, 2,5 cm dari garis tengah ke arah dalam, 4 cm
dari tumit, terdapat luka terbuka ukuran 2 cm x 0,5 cm, kedalaman 1
cm, tepi tidak rata, dasar otot, terdapat jembatan jaringan, bentuk tidak
teratur, warna putih.
8. Dari pemeriksaan dalam ditemukan :
 Jaringan lemak dada dan perut warna kuning, tidak tampak kelainan.
 Jaringan otot dada dan perut, warna merah, tidak tampak kelainan.
 Selaput dinding perut warna abu kekuningan, tirai usus menutupi
sebagian usus. Dalam rongga perut terdapat cairan warna merah
sebanyak seratus mililiter.
 Tulang dada, tulang selangka, tulang belikat, tulang iga, tulang
belakang tidak tampak kelainan. Sekat rongga dada kanan setinggi
sela iga ke enam dan sebelah kiri setinggi sela iga ke tujuh, tidak
tampak kelainan.
 Kulit leher bagian dalam tidak tampak kelainan. Otot - otot leher,
pembuluh nadi leher, pembuluh balik leher tidak tampak kelainan. Lidah
warna merah kecoklatan, tidak tampak kelainan. Kelenjar amandel,
katup pangkal tenggorok, pita suara tidak tampak kelainan. Tulang-
tulang leher tidak tampak kelainan.
 Kerongkongan kosong, selaput lendir berwarna abu kecoklatan. Batang
tenggorok berisi lendir warna kemerahan, terdapat benda asing berupa
pasir, selaput lendir warna kemerahan.
 Dalam rongga dada kanan terdapat cairan warna merah sebanyak 230 ml.
Dalam rongga dada kiri terdapat cairan warna merah, sebanyak dua ratus
mililiter.

Gambar 3: Organ-organ dada


 Kandung jantung tampak 11 cm diantara kedua tepi paru-paru, berisi
cairan warna Kemerahan, sebanyak 60 ml. Jantung tidak tampak
kelainan. Ukuran katup serambi bilik kanan 7 cm, kiri 8 cm, katup nadi
paru-paru 8 cm, katup batang nadi 6,5 cm, tebal otot bilik kanan 1 cm,
kiri 1,2 cm. Pembuluh nadi jantung tidak tampak kelainan. Sekat jantung
tidak tampak kelainan. Batang nadi diameter 2 cm, tidak tampak
kelainan.
 Selaput paru – paru kanan dan kiri tidak terdapat perlekatan.
 Paru-paru kanan terdiri dari 3 baga, warna merah kehitaman, berat 575
gram, tampak perlekatan antar baga, irisan penampang terdapat busa
halus dan benda asing berupa pasir. Paru-paru kiri terdiri dari 2 baga,
warna merah kehitaman, berat 250 gram, tampak perlekatan antar baga,
irisan penampang tampak busa halus dan benda asing berupa pasir.
 Lambung berisi sisa makanan berwarna abu-abu sebanyak 80 ml, selaput
lendir warna abu kekuningan.
 Usus dua belas jari panjang 27 cm, selaput lendir warna kuning
kecoklatan. Usus halus panjang 476 cm, selaput lendir warna kuning.
Usus buntu panjang 7 cm, diameter 0,5 cm, selaput lendir warna kuning
kecoklatan. Usus besar panjang 100 cm, selaput lendir warna kuning
kecoklatan.
 Limpa warna coklat kehitaman, berat 175 gram, tidak tampak kelainan.
 Hati warna kecoklatan, permukaan licin, berat 1350 gram, tidak tampak
kelainan, pada irisan penampang tidak tampak kelainan.
 Kandung empedu berisi cairan kuning kehijauan sebanyak 3 ml, saluran
empedu tidak tampak sumbatan.
 Kelenjar liur perut warna merah kekuningan, berat 40 gram, tidak tampak
kelainan.
 Ginjal kanan warna merah kehitaman, berat 125 gram, irisan penampang
tidak tampak kelainan. Ginjal kiri warna merah kehitaman, berat 150
gram, irisan penampang tidak tampak kelainan.
Gambar 4 : ginjal
– Saluran kencing tidak tampak sumbatan. Kandung kencing berisi cairan
warna kemerahan sebanyak lima mililiter, warna selaput lendir
kemerahan.
– Kulit kepala bagian dalam tampak warna merah kehitaman. Tulang atap
tengkorak tidak tampak kelainan. Perkiraan usia berdasarkan
pemeriksaan sutura sagitalis sekitar 25 tahun. Tulang dasar tengkorak
tidak tampak kelainan.

Gambar 5. Sutura sagital


– Selaput tebal menempel pada tulang atap tengkorak. Otak besar berat
1200 gram, tampak adanya pelebaran pada lekuk permukaan otak dan
penyempitan celah otak, irisan penampang tidak tampak kelainan. Bilik
otak tidak tampak kelainan. Otak kecil berat seratus lima puluh gram,
tidak tampak kelainan, irisan penampang tidak tampak kelainan. Batang
otak tidak tampak kelainan, irisan penampang tidak tampak kelainan.
Lingkaran pembuluh nadi dibawah otak tidak tampak kelainan.

2.3 Kesimpulan
Telah dilakukan pemeriksaan luar dan dalam terhadap mayat seorang laki-
laki, berumur sekitar dua puluh lima tahun, Melayu, warna kulit sawo matang,
gizi baik, zakar disunat, panjang badan seratus lima puluh sentimeter, berat badan
empat puluh enam kilogram.
Kematian orang tersebut di atas disebabkan oleh masuknya benda asing ke
dalam saluran napas yang dapat menghambat saluran napas; dan sembab pada
paru-paru.
Terdapat luka terbuka pada kelopak atas mata kiri, satu sentimeter dari
sudut luar mata kanan. Terdapat luka lecet pada dahi, pipi kanan, punggung, dan
lengan kanan atas. Terdapat luka memar pada kelopak atas mata kiri, dahi, pipi
kiri, dada dan punggung. Seluruh kelainan tersebut akibat trauma tumpul.
Terdapat luka terbuka pada telapak kaki kiri yang terjadi setelah kematian.
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

3.1 Defnisi Tenggelam


Tenggelam secara harfiah diartikan sebagai “kematian akibat tidak dapat
bernapas oleh perendaman (submersion) dalam air atau cairan lainnya”.
Sementara perendaman berarti “posisi seseorang berada di dalam air”.
Perbedaannya sangat kentara, tenggelam didefinisikan sebagai kematian yang
terjadi akibat perendaman sementara “perendaman” dapat memiliki arti yang luas
dalam konteks ini, seseorang dapat meninggal akibat tenggelam atau sesudahnya
setelah tubuhnya keluar dari dalam cairan. Karenanya, pada proses autopsi, perlu
dicermati perbedaan antara keduanya.2
Kematian akibat tenggelam dapat terjadi oleh serangkaian gangguan
fisiologis dan biokimia, tidak sesederhana kematian akibat asfiksia walaupun
memang berperan penting dalam menyebabkan kondisi yan fatal. Tiga faktor
utama yang memengaruhi reaksi manusia terhadap proses tenggelam adalah:
kondisi tubuh korban sebelumnya, komponen kimiawi dalam air, dan jumlah
cairan yang terinhalasi. Kematian akibat tenggelam dapat terjadi ketika lubang
hidung dan mulut teroklusi oleh air atau cairan lainnya.1,2

3.2 Jenis-Jenis Tenggelam


3.2.1. Tenggelam “Basah” atau Tipikal (Wet Drowning)
Jenis tipikal dari tenggelam dimana air tertelan dan terinhalasi kemudian
menyumbat jalan napas. Paru-paru korban akan menunjukan gambaran tipikal
“drowning lungs” disertai dengan temuan “klasik” lainnya pada kasus tenggelam
baik dalam air tawar maupun laut.2

3.2.2. Tenggelam “Kering” atau Atipikal (Dry Drowning)


Terminologi ini mencakup kematian pada perendaman yang disebabkan
oleh:2
1. Inhibisi vagal (immersion syndrome).
2. Spasme laring
3. Perendaman pada korban yang hilang kesadaran atau tenggelam dalam
air dangkal

3.2.3. Inhibisi Vagal (Immersion Syndrome)


Kondisi ini biasanya ditemukan pada zona bersuhu dingin. Kematian
disebabkan oleh henti jantung akibat refleks inhibisi vagal, yang diakibatkan oleh
stimulasi nervus vagal yang dapat terjadi oleh sebab berikut:2
1. Masuknya air secara mendadak ke dalam nasofaring atau laring
2. Jatuh atau menyelam ke dalam air dalam posisi abdomen terlebih dulu,
terutama regio epigastrik
3. Masuknya air bersuhu dingin yang mendadak ke dalam telinga
Faktor predisposisi yang memungkinkan adalah perenang usia muda dibawah
pengaruh alkohol, emosi yang tinggi atau rasa antusias saat berenang. Penurunan
kesadaran dapat terjadi hampir seketika, dan diikuti oleh kematian tak lama
sesudahnya, bahkan dalam hitungan menit.1,2

3.2.3.1. Spasme Laring


Masuknya air secara mendadak ke dalam laring dapat memicu spasma
laring untuk mencegah masuknya air ke dalam jalan napas. Kematian disebabkan
oleh asfiksia namun hanya sedikit air yang ditemukan dalam jalan napas. Jumlah
air yang terinhalasi dan derajat “emfisema aquosum” dapat bervariasi antara satu
korban dengan yang lainnya dalam insiden yang sama. Spasme laring dapat
menjadi faktor penyebab kematian utama dimana gambaran asfiksia dapat kentara
terlihat tanpa adanya sumbatan air (waterlogged) atau balonisasi paru-paru.3

3.2.4. Perendaman Pada Korban Tidak Sadarkan Diri (Tenggelam dalam


Air Dangkal)
Alkoholik, bayi, penderita epilepsi, pengguna narkoba, penderita kelainan
jantung, cedera kepala, dan lain-lain, dapat tenggelam dalam air yang dangkal
seperti parit, kubangan air, atau di mana pun dengan genangan air dengan
kedalaman yang dangkal. Pada kasus korban dengan cedera kepala, perlu
diperhitungkan adanya kemungkinan pembunuhan kecuali dapat dibuktikan
dengan pasti sebaliknya. Pada kasus tersebut, gambaran kematian akibat
tenggelam tidak akan ditemukan dengan jelas. Balonisasi paru-paru dapat tidak
ditemukan dan peembentukan busa dapat terlihat minimal.1,2

3.2.5. Tenggelam Sekunder atau Sindrom Pasca Perendaman (Near


Drowning)
Korban selamat setelah 24 jam pasca pengeluaran korban dari air disebut
sebagai kejadian “nyaris tenggelam”. Korban dapat hidup atau meninggal
setelahnya. Cedera pada sistem saraf pusat (SSP) menjadi penentu selamatnya
korban dan morbiditas jangka panjang. Hipotermia dan penurunan transportasi
oksigen kepada jaringan organ vital, terutama otak, merupakan faktor kontribusi
penting terhadap morbiditas dan mortalitas dari kasus ini. Temuan pulmoner dan
SSP pada autopsi akan sangat bergantung pada jumlah kerusakan oleh aspirasi air
atau vomitus dan hipoksemia dengan terapi oksigen atau terapi lainnya yang telah
dilakukan.4

3.3 Media Penenggelaman


Umumnya media penenggelaman berupa air, namun korban dapat pula
jatuh ke dalam jenis fluida lain seperti cat atau cairan kimia lainnya. Karenanya,
komposisi media penenggelaman harus diidentifikasi. Jika media tersebut
mengandung suatu substansi tertentu, maka substansi tersebut akan ditemukan di
dalam jalan napas atau lambung korban, sehingga harus diidentifikasi komposisi
dari media penenggelaman. Identifikasi ini peenting untuk menentukan bahwa
korban memang tenggelam dalam media tersebut.5

3.4 Mekanisme Tenggelam


Gravitasi spesifik dari tubuh manusia secara keseluruhan adalah 1,08.
Gravitasi spesifik dari tiap bagian tubuh tersaji dalam Tabel 1. Ketika korban,
yang tidak mampu berenang, jatuh ke dalam air, korban cenderung tenggelam
sampai pada kedalaman yang proporsional terhadap momentum yang terjadi
ketika jatuh, berat dan gravitasi spesifik tubuh dan jenis pakaian yang dikenakan.
Korban dapat tewas seketika oleh cedera kepala akibat jatuh dari ketinggian, gagal
jantung oleh penyakit arteri koroner, atau henti jantung oleh inhibisi vagal,
terutama jika air berada pada suhu dingin.1,2

Tabel 1. Gravitasi spesifik Berbagai Organ dalam Tubuh Manusia


Tulang 2,01
Otot 1,08
Organ lunak lainnya 1,05
Otak 1,04
Paru-paru (inhalasi) 0,94
Lemak 0,92

Pada umumnya korban akan kembali naik ke permukaan baik oleh gaya
apung tubuh, udara yang terperangkap dalam pakaian, dan gerakan akstremitas
korban yang berusaha naik. Saat korban mencapai permukaan, umumnya korban
akan berteriak minta tolong, saat itulah kemungkinan inhalasi air dapat terjadi.
Ketika korban berusaha bernapas, selain udara, air juga dapat masuk ke dalam
mulut dan jalan napas sehingga memicu refleks batuk. Korban, dipicu oleh rasa
lelah, akan cenderung mengepalkan tangan dan berusaha mencengkram apapun
yang dapat diraih sehingga menyebabkan tubuhnya timbul-tenggelam. Setiap kali
kepala korban tenggelam, sejumlah air akan masuk ke dalam jalan napas. Air ini
akan mengiritasi membran mukosa jalan napas dan memicu sekresi mukus.
Mukus ini kemudian akan bercampur dengan air dan surfaktan dari paru-paru dan
membentuk busa akibat turbulensi dari usaha napas yang dilakukan korban. Usaha
inspirasi yang dilakukan mungkin cukup untuk menarik udara masuk, melewati
obstruksi tersebut, namun usaha ekspirasi yang dilakukan tidak cukup untuk
mendorong udara, air, dan busa keluar. Pada akhirnya korban akan kelelahan dan
tenggelam dari permukaan, mulut membuka, berusaha untuk menghidup udara
namun hanya air yang dapat masuk ke dalam jalan napas. Biasanya akan terjadi
konvulsi sebelum kematian. Tubuh akan terus tenggelam hingga kembali terapung
setelah terbentuk gas dekomposisi.1,2,6

3.5. Patofisiologi Pada Kasus Tenggelam


Urutan kejadian akan berbeda bergantung pada media penenggelaman, air
tawar atau air laut. Ketika air tawar memasuki spasi alveolus, air tersebut akan
langsung diserap ke dalam sirkulasi pulmoner, menghasilkan hemodilusi lokal.
Dalam jangka waktu 3 menit, sirkulasi darah akan terdilusi sebanyak 72%, dan
peningkatan masif dari volume darah ini akan berujung pada pecahnya sel darah
merah, melepaskan kalium (racun miokardial poten). Kadar kalium plasma akan
meningkat disertai dengan penurunan kadar natrium. Kondisi ketidakseimbangan
elektrolit ini dapat memicu fibrilasi ventrikular. Selain itu, kondisi anoksia
serebral berat akan berlanjut dan menjadi penyebab kematian (Bagan 1A).2

Bagan 1. Efek tekanan osmotik yang umumnya ditemukan pada kasus tenggelam dalam:
(A) air tawar; (B) air laut.

Pada kasus tenggelam dalam air laut, terjadi aliran balik osmotik akibat
kadar garam yang lebih tinggi pada air laut. Cairan intravaskuler akan masuk ke
dalam spasi alveolus menimbulkan hemokonsentrasi lokal pada sirkulasi
pulmoner dan edema pulmoner masif. Pertukaran elektrolit dari air laut terhadap
darah juga menimbulkan hemokonsentrasi dan peningkatan kadar natrium plasma.
Akibat hemokonsentrasi, sel darah merah menjadi mengkerut (crenated).
Perubahan bentuk ini masih dapat ditoleransi untuk dapat menjalankan peranya
dalam sirkulasi untuk mempertahankan fungsi jantung sehingga kematian pada
kasus ini dapat berlangsung lebih lama. Pada kasus ini, fibrilasi ventrikular
bukanlah penyebab utama kematian, melainkan anoksia miokardial, dan seiring
dengan meningkatnya viskositas darah, gagal jantung akan terjadi (Bagan 1B).1,2.

3.6. Periode Fatal


Kematian oleh air tawar dapat terjadi selama 4-5 menit, sedangkan pada
air laut memakan waktu 8–12 menit.1

3.6.1. Periode Kritis


Mekanisme tenggelam yang ditelaah oleh Modell menunjukan bahwa
sekitar 10% dari korban tenggelam tidak menghirup air tetapi tewas akibat
asfiksia oleh spasme laring.7 Pada korban nyaris tenggelam, tidak ditemukan
perubahan signifikan pada kadar elektrolit kecuali hipoksemia berat dan asidosis.
Hal ini diyakini disebabkan oleh gangguan pada surfaktan sebagai agen anti
tegangan permukaan dan fosfolipid yang mengelilingi permukaan alveolus pada
paru-paru manusia. Air tawar akan menghancurkan surfaktan dengan resultan
langsir alveolar (resultant alveolar shunting). Air laut yang bersifat hipertonis
tidak memberikan pengaruh besar terhadap surfaktan, namun dapat menyebabkan
pertukaran osmotik dari darah ke dalam alveoli dan mengakibatkan edema
pulmoner yang relatif lebih berat. Derajat reaksi yang terjadi dalam hal ini
bervariasi, bergantung pada jumlah air yang terinhalasi. Ancaman terbesar adalah
hipoksemia arterial persisten, suatu proses yang memerlukan jumlah aspirasi
minimal untuk dapat terjadi.2
Aspirasi cairan sebanyak 1–3 ml/kg dapat mengakibatkan gangguan
pertukaran gas secara signifikan. Perubahan pada volume darah dapat terjadi pada
aspirasi sebanyak 11 ml/kg dan perubahan signifikan pada kadar elektrolit dapat
terjadi pada aspirasi lebih dari 22 ml/kg.7 Perlu diselidiki pula penyebab korban
tidak dapat menyelamatkan diri dari dalam air seperti tidak mampu berenang,
penyakit jantung, kejang, hipotermia, penggunaan narkoba dan konsumsi alkohol,
kelelahan, dan lain-lain.6

3.7. Diagnosis Kematian Akibat Tenggelam


Diagnosis kematian akibat tenggelam dapat ditegakan berdasarkan
observasi terhadap hal-hal berikut: (i) tanda-tanda eksternal, (ii) tanda-tanda
internal, (iii) Pemeriksaan biokimia dan biofisika dan (iv) analisis material
diatomal (Tabel 2).1

3.7.1. Tanda-Tanda Eksternal


Tanda-tanda ini bergantung pada lamanya perendaman dan lamanya
pengangkatan korban pasca mortem. Terdapat beberapa faktor yang dapat
berpengaruh dalam proses dekomposisi. Faktor endogen mencakup umur, jenis
kelamin, dan jenis pakaian dan kondisi tubuh korban sebelumnya. Faktor eksogen
mencakup kondisi air yang mengalir atau tergenang, kotor atau bersih, tawar atau
asin, dan musim pada saat itu. Faktor utama yang memengaruhi proses
dekomposisi adalah temperatur air. Wajah dan kepala korban akan menunjukan
perubahan warna terkait dekomposisi terlebih dulu sementara bagian tubuh
lainnya dapat berada dalam kondisi yang masih “segar”. Hal ini disebabkan oleh
postur umum ketika korban terapung, yaitu, posisi wajah dan kepala berada pada
level yang lebih rendah dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya karena
memiliki massa yang lebih berat. Batang tubuh berada pada posisi teratas akibat
paru-paru dan saluran gastrointestinal yang terisi oleh gas. Hal ini menyebabkan
darah bertumpuk pada wajah dan kepala sehingga dekomposisi pada bagian tubuh
ini berlangsung lebih cepat. Proses pembusukan akan lebih kentara ketika tubuh
korban diangkat dari permukaan air akibat kelembapan tinggi dan suhu yang lebih
mendukung daripada suhu dalam air.2,6
Gambaran pada kasus tenggelam yang “segar”, contohnya ketika korban
diangkat dari dalam air dalam beberapa jam passca tenggelam dan dilakukan
autopsi segera, dapat menunjukan tanda-tanda sebagai berikut:2
1. Tubuh dan pakaian masih basah. Noda pasir atau lumpur dapat ditemukan
pada tubuh dan pakaian.
2. Permukaan tubuh pucat dan dingin, dapat pula kehijauan atau menyerupai
tembaga. Wajah membengkak dan berubah warna akibat proses
pembusukan. Pola perubahan warna pada kulit dapat tersebar ireguler
akibat pergerakan tubuh dalam air. Lidah dapat nampak menjulur dan
terkadang ditemukan bekas marka gigi. Seringkali ditemukan kongesti
pada mata dan, jarangkali, ptekie. Genitalia pria dapat terkontraksi, ereksi,
atau semi-ereksi. Identifikasi jenazah dapat dilakukan dengan memeriksa
sidik jari atau pola dermal.
3. Hipostasis pasca mortem dapat terlokalisir pada bagian kepala, leher, dan
bagian depan dada atas, berwarna merah muda. Kemunculan warna ini
diakibatkan oleh paparan dan oksigenasi dari darah, dan persebarannya
dipengaruhi oleh posisi tubuh ketika mengapung dalam air. Warna merah
muda ini menyerupai warna yang muncul pada kasus keracunan karbon
monoksida atau jenazah yang disimpan dalam lemari pendingin.
4. Terbentuknya cutis anserina dapat menjadi tanda diagnostik. Cutis
anserina merupakan gambaran granular dan kerutan pada kulit yang
terjadi oleh kontraksi dari otot pilorum erektor kulit yang terjadi akibat
kontak kulit dengan air dingin. Gambaran ini juga dapat terjadi jika tubuh
pasca mortem ditenggelamkan dalam air segera setelah kematian ketika
otot tersebut masih dapat berkontraksi atau sebelum adanya kematian
molekuler. Tanda ini juga dapat terjadi pada perubahan pasca mortem
akibat rigor mortis pada otot pilorum erektor.
5. Maserasi pada kulit dapat membantu estimasi durasi perendaman.
Kecepatan pembusukan dan estimasi durasi perendaman bergantung pada:
pertama, durasi relatif terkait posisi tubuh yang terendam dalam air.
Misalnya ketika tubuh berada pada air mengalir, tubuh korban pada
akhirnya akan terdampar di hilir dan keluar dari dalam air. Kedua,
penenggelaman mekanik yang menyebabkan tubuh korban tetap terendam
dan berada dalam suhu yang lebih dingin sehingga dapat memperlambat
proses pembusukan. Ketiga, ketidakpastian kondisi tubuh awal.
Perendaman menyebabkan maserasi progresif pada kulit, terutama bagian
tangan, kaki, dan area yang dapat terpapar oleh friksi seperti ujung jari, telapak
tangan, dan telapak kaki. Setelah perendaman yang lama, area maserasi meluas ke
daerah permukaan ekstensor lutut dan siku. Kulit pada area ini berubah menjadi
putih, bengkak, bantat, keriput, dan bergelombang. Selanjutnya, epidermis
melonggar, diikuti kuku, kemudian lepas mulai dari tangan dan kaki (pola glove
and stocking). Perubahan ini tidak dipengaruhi oleh kondisi antemortem maupun
postmortem melainkan hanya berbicara tentang lamanya tubuh korban terendam
dalam air. Perubahan ini terkait dengan imbibisi air ke dalam lapisan luar kulit.
Tanda ini biasanya dapat terlihat di ujung-ujung jari pada 3-4 jam pertama,
kemudian di seluruh tangan dalam 24 jam. Durasi perendaman dapat ditentukan
berdasarkan perubahan-perubahan berikut:1,2
1. Pengerutan kulit ditemukan dalam beberapa jam pertama.
2. Pemutihan kutikula dalam 12 jam.
3. Pemutihan, kutikula bergelombang dan bantat dalam 24 jam.
4. Kutikula mulai terlepas dari tangan atau kaki dalam 48 jam pasca kematian;
dapat terkelupas dengan mudah setelah 3-4 hari.
5. Pengapungan terjadi setelah 24 jam pada musim panas dan 2-3 hari pada
musim dingin.
Tanda-tanda tersebut harus dievaluasi kembali bersama faktor-faktor terkait
korban sebagai berikut:2,6
1. Rumput, lumpur, atau vegetasi akuatik lainnya dapat ditemukan dalam
genggaman tangan, kaki, atau sela kuku korban akibat spasme kadaver.
Fenomena ini dapat menunjukan adanya tanda kehidupan ketika korban
terendam dalam air. Karenanya, pemeriksaan kerikan kuku dapat menjadi
petunjuk penting dalam autopsi.
2. Pemeriksaan eksternal juga dapat menunjukan adanya cedera yang
mungkin terjadi baik sebelum, selama, maupun setelah tenggelam dalam
air. Jika tubuh baru dikeluarkan dari dalam air, pemeriksaan luka pada
permukaan kulit harus ditunda hingga tubuh benar-benar kering. Luka
abrasi tidak dapat terlihat jelas sampai tubuh mengering. Ketika tubuh
mengering, luka abrasi akan nampak kecoklatan dan mudah terlihat. 8
3. Tanda busa yang dapat ditemukan pada lubang hidung, mulut, atau
keduanya mungkin tidak terlihat begitu korban diangkat dari permukaan
air, namun dapat terlihat jika dilakukan penekanan pada dada korban. Busa
dapat bercampur dengan darah yang berasal dari robekan jaringan paru-
paru akibat peningkatan tekanan dalam paru-paru. Busa juga dapat
bercampur dengan debris dan isi perut. Busa yang muncul berjumlah
banyak, dan akan terus keluar setelah diapus. Konsistensi gelembung
terbentuk sangat kecil dan tidak lansung hancur dengan ujung pisau.9

3.7.2. Tanda-Tanda Internal


Sistem pernapasan dapat menunjukan bukti paling baik pada kasus
tenggelam. Lumen laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus dapat menunjukan
adanya busa yang bercampur dengan debris dalam jumlah yang bervariasi.
Terkadang regurgitasi isi lambung dapat pula ditemukan dalam saluran napas
akibat refleks muntah yang seringkali dipicu oleh efek hipoksia pada pusat
medula, dan isi lambung dapat keluar melalui jalan napas akibat usaha bernapas
oleh korban saat muntah.2
Paru-paru akan nampak besar, berair, dan over-inflasi, mengisi rongga
dada dan menimpa jantung. Paru-paru akan nampak seperti balon dan pada
permukaannya dapat ditemukan bekas tapak tulang rusuk. Ketika dibelah, akan
nampak busa bercampur darah merembes keluar. Paru-paru nampak berwarna abu
pucat akibat keluarnya darah oleh kompresi pembuluh darah pada septum
interalveolar karena adanya udara dan air dalam alveolus. Dapat pula ditemukan
area yang masih berwarna kemerahan jika masih terdapat darah pada area tersebut.
Area hemoragik yang luas (Paltauf’s haemorrhages) dapat diamati pada
subpleura. Tanda ini dapat ditemukan ketika dinding alveolus mengalami ruptur
akibat peningkatan tekanan selama usaha ekspirasi berlebih. Perdarahan ini
umumnya ditemuka pada permukaan anterior dan marginal dari paru-paru.
Tardieu spot yang sering ditemukan pada kasus penekanan leher secara mekanik
pada leher jarang ditemukan pada kasus tenggelam. Seluruh tanda ini dapat
disebut sebagai emfisema akuosum.3 Namun, jika korban tidak sadar ketika
tenggelam maka air akan masuk begitu saja ke dalam paru-paru tanpa adanya
pembentukan busa, disebut juga sebagai edema akuosum. Ketika jenazah dibuang
ke dalam air, maka air dapat masuk ke dalam paru-paru, kondisi ini disebut juga
dengan “paru-paru hidrostatik”, tanpa ditemukan adanya gambaran “paru-paru
tenggelam” seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.2

Tabel 2. Perbedaan antara tenggelam antemortem dan postmortem


Gambaran Tenggelam Antemortem Tenggelam Postmortem
Busa Busa halus pada mulut -
dan hidung.
Paru-paru Membengkak, menutupi Air dapat ditemukan
jantung, terdapat bekas dalam paru-paru.
lekukan tulang rusuk,
edema.
Spasme kadaver Rerumputan dapat -
ditemukan pada kepalan
tangan.
Cedera Biasanya tidak Cedera yang
ditemukan. Cedera menyebabkan kematian.
kepala atau cedera
lainnya dapat ditemukan
sebagai tanda kekerasan
atau benturan yang
terjadi sepanjang aliran
air.
Tanda-tanda asfiksia Ditemukan. Tanda-tanda kematian
akibat sebab lain dapat
ditemukan, seperti
renjatan, koma, dll.
Motif Biasanya kecelakaan Umumnya pembunuhan.
atau bunuh diri. Penyebab kematian
Pebunuhan umumnya disamarkan sebagai
terjadi pada anak-anak kasus tenggelam akibat
atau lansia. kecelakaan atau bunuh
diri.

3.7.3. Kontibusi Histologis dalam Diagnosis Kematian akibat Tenggelam


Pemeriksaan histologis dapat memberikan petunjuk mengenai perubahan
dalam proses tenggelam dan media yang melingkupi korban. Setidaknya
diperlukan satu potongan sentral dan perifer dari tiap lobus. Potongan hepar, otot
jantung, dan ginjal juga diperlukan untuk melihat adanya tanda defisiensi oksigen
akut dan asfiksia.2
Temuan histologis pada paru-paru umumnya berupa dilatasi avleolus akut
dengan ekstensi, elongasi, dan penipisan septum dan kompresi pada kapiler
alveolus. Intensitas ekspansi alveolus dapat diperanguhi oleh posisi dan durasi
perendaman, usia, dan penyakit paru yang mungkin diderita korban.1,2,6
Pada kasus tenggelam yang terjadi dalam waktu yang relatif lama dan
korban timbul-tenggelam beberapa kali sambil berusaha menghirup udara,
ekspansi alveolus yang ditemukan secara histologis dapat terlihat dengan kentara.
Pada kasus tenggelam yang cepat, ekspansi emfisema, ruptur parsial pada septum
alveolus, spasi kosong pada alveolus dan dilatasi kapiler merupakan tanda-tanda
utama. Sementara pada kasus tenggelam yang lama, tanda-tanda serupa dapat
ditemukan hanya saja dalam kuantitas yang lebih sedikit.1,2
3.7.4. Perubahan pada Jantung dan Pembuluh Darah
Obstruksi sirkulasi pulmoner akibat inhalasi air dapat berujung pada
distensi jantung kanan dan pembuluh vena besar yang umumnya terisi oleh darah
berwarna kehitaman. Dilusi darah oleh air yang terinhalasi umumnya mencegah
proses koagulasi.2
Pemeriksaan Gettler merupakan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan
dengan menghitung perbedaan konsentrasi klorida, magnesium (pada kasus
tenggelam dalam air laut), dan gravitasi spesifik dari darah dibandingkan antara
kedua ruang jantung untuk mendiagnosa kematian akibat tenggelam. Pada
tenggelam dalam air tawarm konsentrasi klorida dalam darah pada ruang kanan
jantung akan lebih rendah dari bagian kiri, sedangkan pada kasus tenggelam
dalam air laut, konsentrasi magnesium akan lebih tinggi pada ruang jantung
kanan.1

3.7.5. Isi Lambung pada Kasus Tenggelam


Lambung dapat terisi oleh air dan material asing seperti pasir, lumpur,
rumput, dan lain-lain. Tidak ditemukannya air dalam lambung dapat menandakan
kematian mendadak akibat inhibisi vagal, renjatan, kondisi tidak sadar sebelum
jatuh ke dalam air, dan spasma laring. Air dapat masuk ke dalam lambung pada
kondisi pasca mortem.10 Karenanya, penting untuk memeriksa jumlah air yang
masuk dan komposisinya dalam lambung secara mikroskopis dan kimiawi, apakah
sesuai dengan komposisi cairan dimana korban ditemukan tenggelam.

3.7.6. Perdarahan pada Telinga Tengah


Mekanisme perdarahan pada telinga tengah dan mastoid masih belum
dapat dijelaskan secara pasti. Hal ini kemungkinan terjadi akibat barotrauma;
adanya perbedaan tekanan antara telinga tengah dan air yang menghasilkan
kondisi vakum relatif dan tekanan negatif diantara ruang tertutup ini akan menarik
membran timpani ke arah dalam dan menimbulkan perdarahan. 11

3.8. Analisis Material Diatomal


Diatom atau bacillariophyceae adalah kelas alga uniseluler yang dapat
ditemukan dimanapun yang mengandung air dan cahaya yang cukup untuk
melakukan fotosintesis. Terdapat sekitar 15.000 spesies; sekitar setengahnya
hidup dalam air tawar dan sisanya dalam air laut atau payau. Klasifikasi umum
dari diatom adalah (i) diatom oligohalofilik yang hidup dalam air tawar dengan
kadar garam kurang dari 0,05% dan (ii) diatom mesohalofilik dan polihalofilik
yang hidup dalam air payau dan air laut dengan kadar garam lebih dari 0,05%.
Portal masuk diatom ke dalam aliran darah kapiler alveolus adalah melalui
robekan mikroskopis pada dinding alveolus yang terjadi selama usaha inspirasi
dan ekspirasi berlebih (Gambar 6). Ketika diatom telah memasuki aliran darah,
diatom akan tersebar ke seluruh tubuh. Jika korban telah tewas sebelum dibuang
ke dalam air, maka diatom mungkin dapat mencapai paru-paru oleh penapisan
pasif tetapi tidak kepada organ lain karena telah hilangnya sirkulasi darah. Karena
itu, pemeriksaan rutin yang perlu dilakukan harus mencakup paru-paru, hepar,
otak, dan sumsum tulang.1,2

Gambar 6. Prinsip pemeriksaan diatom pada kasus tenggelam berdasar pada fakta bahwa
ketika jenazah dibuang ke dalam air, diatom dapat mencapai paru-paru oleh penapisan
pasif tetapi tidak akan ditemukan pada organ yang jauh akibat hilangnya sistem sirkulasi.
Terdapat beberapa hal yang dapat mengaburkan pemeriksaan diatom pada
suatu jenazah:12
1. Beberapa kasus kematian akibat tenggelam tidak ditemukan adanya
diatom.
2. Diatom dapat ditemukan pada organ jenazah yang tewas akibat sebab lain
selain tenggelam (kemungkinan disebabkan oleh konsumsi makanan
mengandung diatom seperti kerang).
Faktor-faktor tersebut dapat diatasi dengan cara sebagai berikut:2
1. Membandingkan jumlah dan variasi diatom pada organ dengan diatom
yang terdapat pada media penenggelaman.
2. Memerhatikan tipe tenggelam, jumlah air yang terinhalasi, dan musim.

3.8.1. Metode Identifikasi Diatom


Jaringan otak atau paru-paru sejumlah 2–5 gm atau sekitar 40 gm sumsum
tulang diletakan pada botol Kjeldahl dan ditambahkan dengan asam nitat
konsentrasi tinggi sedikit demi sedikit hingga larut. Botol tersebut kemudian
dipanaskan selama 1-2 jam hingga berwarna kuning transparan dengan supernatan
lemak diatasnya, kemudian lakukan sentrifugasi. Deposit tersentrifugasi ini
kemudian diteteskan ke atas kaca preparat dan ditutup dengan cover glass selagi
basah. Air dari media penenggelaman juga harus diperiksa akan presensi diatom
(Gambar 7). Sebelum pemeriksaan, teteskan beberapa tetes larutan iodin untuk
membunuh mikroorganisme lain dan biarkan semalaman sebelum pemeriksaan.
Dengan membandingkan jumlah, distribusi, dan habitat diatom yang
tergantung dalam organ dan media penenenggelaman, dapat disimpulkan bahwa
korban tersebut tewas akibat tenggelam dan lokasi kematian berdasarkan habitat
diatom yang ditemukan.2
Gambar 7. Ragam variasi diatom

3.9. Daya Apung Tubuh dalam Air


Satu-satunya elemen tubuh yang lebih ringan dari air adalah lemak.
Gravitasi spesifik lemak adalah sebesar 0,92. Daya apung dari paru-paru dan
ringannya lemak tidak diibangi dengan berat tulang sehingga tubuh manusia
cenderung tenggelam dalam air. Perempuan memiliki daya apung yang lebih
tinggi karena proporsi lemak yang lebih besar dan massa tulang yang lebih ringan.
Begitu juga dengan bayi dan anak-anak. Ketika seseorang masuk ke dalam air,
ekspansi dada akan menurunkan gravitasi spesifik dengan perbandingan yang tipis
dengan air sehingga gerakan kecil dari ekstremitas akan menjaga tubuh tetap
terapung. Kondisi paru-paru memengaruhi daya apung tubuh. Seseorang dengan
kapasitas paru yang besar akan mudah terapung. Karenanya, jika korban berteriak,
hal itu akan memperkecil jumlah udara dalam paru sehingga korban sulit untuk
terapung. Pakian yang longgar dan ringan juga dapat mempermudah pengapungan
tubuh.
Tubuh tanpa busana yang telah tewas memiliki berat jenis yang lebih tinggi
dibanding air dan akan tenggelam dalam air. Setelah beberapa saat, jenazah akan
terapung kembali ke permukaan. Periode pengapungan ini dipengaruhi oleh
faktor-faktor endogen dan eksogen. Pada negara dengan empat musim,
pengapungan dapat terjadi umumnya dalam 24 jam di musim panas, dan 2-3 hari
di musim dingin.1,2

3.10. Bunuh Diri, Kecelakaan atau Pembunuhan


Kebanyakan kasus kematian akibat tenggelam diakibatkan oleh kecelakaan
atau bunuh diri.1 Luka pada tubuh harus diperhatikan dengan saksama. Luka dapat
terjadi sebelum, selama, atau sesudah korban masuk ke dalam air atau akibat
kekerasan fisik. Cedera tersebut dapat menjadi petunjuk penyebab kematian alih-
alih tenggelam. Luka pada permukaan tubuh dapat terjadi selama tubuh terseret
oleh arus air. Luka yang terjadi pasca kematian dapat ditentukan dengan tidak
ditemukannya perdarahan pada luka.13
Pada kasus tenggelam dalam air dangkal, perlu dilakukan pemeriksaan
tanda-tanda kekerasan dengan teliti atau adanya pengaruh alkohol atau narkoba
pada korban. Bekas cekikan memberikan bukti yang kuat akan adanya usaha
pembunuhan. Situasi lainnya yang dicurigai merupakan kasus pembunuhan adalah
tanda perlawanan pada lokasi tenggelam terutama adanya jejak bukti yang
ditemukan pada korban.1,2,6
Analisis kadar alkohol menjadi pemeriksaan yang penting untuk
menentukan adanya kecelakaan pada kasus tenggelam. Tanda yang dapat
ditemukan berupa vasodilatasi pada kulit oleh alkohol, meningkatkan suhu kulit,
kemudian meningkatkan efek pendinginan yang mendadak. Mekanisme yang
sama dapat terjadi pada seseorang dalam kondisi lelah langsung berendam dalam
air dingin tanpa membiarkan suhu kulit turun terlebih dulu.2
BAB IV
KESIMPULAN

1. Kematian akibat tenggelam diartikan sebagai kematian yang terjadi akibat


terhambatnya udara ke dalam saluran napas akibat terendamnya korban dalam
air atau cairan lainnya.
2. Jenis-jenis tenggelam mencakup tenggelam “basah”, “kering”, sekunder,
tenggelam dalam air dangkal, dan immersion syndrome.
3. Mekanisme kematian akibat tenggelam dapat berbeda bergantung pada jenis air;
tawar atau laut.
4. Penyebab kematian pada kasus tenggelam dapat berupa asfiksia, inhibisi vagal,
cedera kepala (concussion), syncope, perdarahan serebral, kelelahan, dan
cedera lainnya.
5. Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan tanda cutis anserina, spasme kadaver
dengan tanaman air dalam genggaman, dan maserasi, sedangkan pada
pemeriksaan dalam dapat ditemukan busa pada saluran respirasi, perdarahan
Paltauf , balonisasi paru-paru, dan air serta benda asing pada lambung sesuai
dengan medium tempat korban diduga tenggelam.
6. Pemeriksaan diatom dapat menjadi penentu diagosis kematian akibat
tenggelam.
DAFTAR PUSTAKA

1. RK Sharma. Concise Textbook of Forensic Medicine and Toxicology. 3rd ed.


2011. Elsevier India: New Delhi. Hal. 60-64.
2. Vij K. Textbook of Forensic Medicine and Toxicology. Edisi kelima. 2011.
Reed Elsevier India Private Limited: New Delhi. Chapter 6. Asphyxial
Deaths. Hal 134-145.
3. Kohlase C, Maxeiner H. Morphometric investigation of emphysema aquosum
in the elderly. Forensic Sci Int. 2003;134:93–8.
4. Froede RC. Handbook of Forensic Pathology, 2 ed. 2003. Northfield, IL:
CAP Press.
5. Taylor AS, Mant AK. 1984. Taylor's Principles and practice of medical
jurisprudence. Edinburgh: Churchill Livingstone.
6. Dolinak D, Matshes EW, Lew EO. Forensic Pathology: Principles and
Practice. 2005. Elsevier Academic Press: London. Chapter 9. Drowning. Hal
227-237.
7. Modell JH, Davis JH. Electrolyte changes in human drowning victims.
Anesthesiology 1969;30:414–20..
8. Saukko P, Knight B. Knight’s Forensic Pathology. 4th ed. 2016. CRC Press:
Boca Raton
9. Polson CJ. The Essentials of Forensic Medicine. 1965. Springfield, IL:
Charles C Thomas Publisher.
10. Spitz WU. Medicolegal Investigation of Death, 3rd ed. 1993. Springfield, IL:
Charles C Thomas Publisher.
11. Robbins RD, Sekhar HKC, Siverls V. Temporal bone histopathologic
findings in drowning victims. Arch Otolaryngol Head Neck Surg
1988;114:1020–3.
12. Thomas F, Van Hecke W, Timperman J. The detection of diatoms in the bone
marrow as evidence of death by drowing. J Forensic Med. 1961;8:142-4.
13. Di Maio VJM, Di Maio DJ. Forensic Pathology, 2 ed. 2001. Boca Raton, FL:
CRC Press.

Anda mungkin juga menyukai