Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN

MATA MERAH VISUS TURUN


Preseptor :

dr. Ika Rahmawati, Sp.M

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas CSS

Bagian Ilmu Penyakit Mata

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

RS-Muhammadiyah Bandung

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya lah penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan yang berjudul Mata Merah.

Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada dr. Ika Rahmawati Sp. M, selaku
preseptor di bagian Mata di RS MUHAMADIYYAH BANDUNG.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih banyak terdapat kesalahan.
Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna
perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya.

Semoga laporan ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya bagi para pembaca.

Bandung, Januari 2019

Kelompok Koas 13 FK Unisba 2018

2
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Mata akan terlihat merah bila bagian putih mata atau sklera yang ditutup
konjungtiva menjadi merah. Pada mata normal, sklera berwarna putih karena dapat
terlihat melalui bagian konjungtiva dan kapsul Tenon yang tipis dan tembus sinar.
Hiperemia konjungtiva terajadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun
berkurangnya pengeluaran darah seperti pada pembendungan pembuluh darah.
Mata merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada
peradangan mata akut, misalnya konjungtivitis, keratitis, atau iridosiklitis. Pada
keratitis, pleksus arteri perikornea yang lebih dalam akan melebar pada iritis dan
glaukoma akut kongestif. Pada konjungtivitis dimana pembuluh darah superfisial yang
melebar, maka bila diberi efinefrin topikal terjadi vasokonstriksi sehingga mata akan
menjadi putih.

II. Tujuan
Setelah mempelajari makalah ini diharapkan dapat mengetahui tinjauan pustaka
dari penyakit dengan gejala mata merah sehingga nantinya jika menemui kasus di
tempat praktek dapat melakukan tata laksana yang baik mengenai penyakit tersebut dan
penyakit mata lainnya.

3
BAB II

BAB III

MATA MERAH VISUS MENURUN

I. KERATITIS
Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut lapisan
kornea yang terkena; yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel atau
Bowman dan keratitis profunda atau keratitis interstisialis (atau disebut juga keratitis
parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma).
a. Keratitis Superfisialis
Bentuk klinis :
- Keratitis pungtata superfisialis
Berupa bintik-bintik putih pada permukaan kornea yang dapat disebabkan oleh
berbagai penyakit infeksi virus antara lain virus herpes, herpes zoster, dan
vaksinia.
- Keratitis flikten
Benjolan putih yang bermula di limbus tetapi mempunyai kecenderungan untuk
menyerang kornea.
- Keratitis Sika
Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar
lakrimal atau sel goblet yang berada di konjungtiva.
- Keratitis Lepra
Suatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan trofik saraf, disebut juga
keratitis neuroparalitik.
- Keratitis Numularis
Bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya multipel dan
banyak didapatkan pada petani.

4
Keratitis Superfisialis

Keratitis Herpes Simpleks

Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai Host, merupakan parasit intraselular
obligat, dapat ditemukan pada mukosa rongga hidung, rongga mulut, dan mata.
Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan jaringan mata, rongga hidung,
mulut, alat kelamin yang mengandung virus.

Bentuk infeksi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan
stromal; pada yang epitelial, mengakibatkan kerusakan sel epitel dan membentuk ulkus
kornea superfisialis. Pada yang stromal terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus
yang menyerang reaksi antigen-antibodi yang menarik sel radang ke dalam stroma. Sel
radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan
merusak jaringan stromal di sekitarnya. Pengobatan pada yang epitelial ditujukan
terhadap virusnya sedang pada yang stromal ditujukan untuk menyerang virus dan
reaksi radangnya.

Gambaran klinis infeksi primer herpes simpleks pada mata biasanya berupa
konjungtivitis folikulasris akut disertai blefaritis vesikuler yang ulseratif, serta
pembengkakan kelenjar limfa regional. Kebanyakan penderita juga disertai keratitis
epitelial dan dapat mengenai troma tetapi jarang. Pada dasarnya infeksi primer ini dapat
sembuh sendiri, akan tetapi pada keadaan tertentu di mana daya tahan tubuh sangat
lemah akan menjadi parah dan menyerang stroma.

Gambaran khas pada kornea adalah bentuk dendrit, akan tetapi dapat juga bentuk lain.
Secara subjektif, keratitis herpes simpleks epitelial kadang tidak dikeluhkan oleh
penderita, keluhan mungkin karena kelopak yang sedikit membengkak atau mata berair
yang bila sering diusap menyebabkan lecet kulit palpabra. Secara objektif didapatkan
iritasi yang ringan, sedikit merah, berair, dan unilateral.

Pada serangan berulang, kornea menjadi target utama dan menimbulkan keratitis
stroma yang dapat disertai dengan uveitis. Gambaran pada kornea adalah lesi disiformis
tetapi dapat juga bentuk-bentuk lain yang tidak spesifik dan lazim disebut keratitis
meta-herpetika. Pada keadaan ini penderita datang dengan keluhan silau, mata berair,

5
penglihatan kabur dan pada pemeriksaan didapatkan injeksi konjungtiva dan silier,
penderita menutup matanya karena silau, dan pada kornea didapatkan infiltrat stroma
yang dapat disertai uveitis dan hipopion.

Gambaran spesifik dendrit tidak memerlukan konfirmasi pemeriksaan yang lain.


Apabila gambaran lesi tidak spesifik maka diagnosis ditegakkan atas dasar gambran
klinik infeksi kornea yang relatif tenang, dengan tanda-tanda peradangan yang tidak
berat serta riwayat penggunaan obat-obatan yang menurunkan resistensi kornea seperti
anestesi lokal, kortikosteroid dan obat-obatan imunosupresif. Apabila fasilitas
memungkinkan dilakukan kultur virus dari jaringan epitel, dan lesi troma.

Diagnosis banding keratitis Herpes simpleks antara lain keratitis zoster, vaksinia, dan
keratitis stafilokokus.

Pengobatan topikal diberikan obat anti virus seperti IDU. Dapat pula dilakukan
kauterisasi dengan asam karbonat atau larutan yodium (7% dan 5% dalam larutan
alkohol). Tujuan kauterisasi adalah untuk mengancurkan sel-sel yang sakit dan
mencegah perluasan penyakit ini ke lapisan stroma atau lebih dalam lagi. Adapula yang
melakukan debridement dengan tujuan menghilangkan sel-sel yang sakit.
Kortikosteroid merupakan kontraindikasi untuk segala tingkatan keratitis herpes
simpleks. Untuk menekan proses radang pada keratitis stroma sebaiknya diberikan anti
inflamasi non steroid. Bila terdapat uveitis diberikan pengobatan untuk uveitisnya.

Keratitis Herpes Zoster

Disebabkan oleh virus varicella-zoster. Virus ini dapat menyerang saraf kranial V, VII,
dan VIII. Pada nervus trigeminus, bila yang terserang antara pons dan ganglion Gasseri,
maka akan terjadi gangguan pada ketiga cabang N V. Biasanya yang terganggu adalah
cabang oftalmik.

Bila cabang oftalmik yang terkena, maka terjadi pembengkakan kulit di daerah dahi,
alis, dan kelopak mata disertai kemerahan yang dapat disertai vesikel, dapat mengalami
supurasi, yang bila pecah akan menimbulkan sikatriks.

Bila cabang nasosiliar yang terkena, maka akan timbul vesikel di daerah hidung dan
kornea terancam. Kedua erupsi kulit tidak melewati garis median.

6
Biasanya penderita herpes zoster oftalmik pernah mengalami penyakit varisela
beberapa waktu sebelumnya. Dapat terjadi demam atau malaise dan rasa nyeri yang
biasanya berkurang setelah timbulnya erupsi kulit, tetapi kadang-kadang rasa nyeri ini
dapat berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

Secara subjektif, biasanya penderita datang dengan rasa nyeri disertai edema kulit yang
tampak kemerahan pada daerah dahi, alis, dan kelopak atas serta sudah disertai dengan
vesikel.

Secara objektif, tampak erupsi kulit pada daerah yang dipersarafi cabang oftalmik
nervus trigeminus. Erupsi ini unilateral dan tidak melewati garis median. Rima palpebra
tampak menyempit apabila kelopak atas mengaami pembengkakan. Bila cabang
nasosiliaris nervs trigemnus yang terkena, maka erupsi kulit terjadi pada daerah hidung
dan rima palpebra biasanya tertutup rapat. Bila kornea atau jaringan yang lebih dalam
terkena, maka timbul lakrimasi, mata yang silau dan sakit dan penderita tampak
kesakitan yang parah. Kelainan mata berupa bercak-bercak atau bintik-bintik putih
kecil yang tersebar di epitel kornea yang dengan cepat sekali melibatkan stroma. Bila
infeksi mengenai jaringan mata yang lebih dalam dapat menimbulkan iridosiklitis
disertai sinekia iris serta menimbulkan glaukoma sekunder. Komplikasi lain adalah
paresis otot penggerak mata serta neuritis optik.

Nyeri disertai erupsi kulit yang tidak melewati garis median adalah khas untuk infeksi
oleh herpes zoster.biasanya juga pembengkakan kelenjar pre-aurikler regional yang
sesuai dengan sisi cabang oftalmik N V yang terkena.

Pemberian asiklovir oral maupun topikal tampak menjanjikan; bila disertai infeksi
sekunder bakterial dapat diberikan antibiotik. Dapat diberikan pula obat-obatan yang
meningkatkan sistem imunitas tubuh, obat-obatan neurotropik, serta dapat dibantu
dengan vitamin C dosis tinggi.

Pada mata, pengobatan yang bersifat simtomatik adalah tetes metil selulose, siklopegia.

Pemberian kortikosteroid oral maupun topikal merupkan kontraindikasi karena dapat


meningkatkan aktivitas virus, memperpanjang perjalanan klinik penyakit, serta memicu
infeksi bakteri atau jamur.

7
Keratitis Vaksinia

Keratitis Vaksinia kadang-kadang dijumpai sebagai suatu kecelakaan atau komplikasi


dari imunisasi terhadap variola.

Vaksinia dapat pula mengenai kelopak mata dan apabila hal ini terjadi maka perlu
dicegah penyebaran infeksi terhadap kornea antara lain dengan pemberian suntikan
gamma globulin intra muskuler.

Upaya-upaya preventif terhadap infeksi bakterial sekunder adalah yang paling penting
untuk ditempuh.

Bila kornea sudah terkena maka pemberian injeksi gamma globulin tidak boleh
dilakukan karena akan meningkatkan bertambahnya infiltratnya sehingga tampak lesi
kornea melebar.

Keratitis Flikten

Flikten adalah benjolan berwarna putih kekuningan berdiameter 2-3 mm pada limbus,
dapat berjumlah 1 atau lebih. Pada flikten terjadi penimbunan sel limfoid, dan
ditemukan sel eosinofil serta mempunyai kecenderungan untuk menyerang kornea.
Pada kasus yang rekuran, penyakit ini timbul pada anak-anak yang mengalami kurang
gizi dan menderita TBC sistemik, karenanya penyakit ini diduga sebagai alergi terhadap
tuberkulo-protein (kuman TBC tidak pernah dijumpai dalam benjolan flikten).
Sekarang diduga juga merupakan reaksi imunologi terhadap stafilokokus aureus,
koksidiodes imiitis serta bakteri patogen lainnya.

Terdapat hiperemia konjungtiva, dan memberikan kesan kurangnya air mata. Secara
subjektif, penderita biasanya datang karena ada benjolan putih kemerahan di pinggiran
mata yang hitam. Apabila jaringan kornea terkena, maka mata berair, silau, dan dapat
disertai rasa sakit dan penglihatan kabur.

Secara objektif, terdapat benjolan putih kekuningan pada daerah limbus yang
dikelilingi daerah konjungtiva yang hiperemis.

Bila kornea terkena, dapat ditemukan keratitis dengan gambaran yang bermacam-
macam; yaitu infiltrat dan neovaskularisasi. Gambaran yang khas adalah terbentuknya

8
papula atau pustula pada kornea atau konjungtiva karena itu penyakit ini biasanya
disebut kerato –konjungtivits flikten.

Pada anak-anak disertai gizi buruk, keratitis flikten dapat berkembang menjadi tukak
kornea karena infeksi sekunder.

Penyembuhan yang terjadi pada keratitis flikten biasanya akan meninggalkan jaringan
parut yang disertai neovaskularisasi kornea.

Pengobatan dengan tetes mata steroid akan memberikan hasil yang memuaskan. Steroid
oral tidak dianjurkan apabila bila terdapat penyakit TBC yang mendasari.

Pada tukak dapat diberikan antibiotik topikal atau oral.

Keratitis Sika

Keratitis Sika adalah keratitis yang pada dasarnya diakibatkan oleh kurangnya sekresi
kelenjar lakrimal dan atau sel globet, yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit
atau keadaan sebagai berikut :

- Defisiensi kelenjar air mata (Sindrom Syogren, Syndrom Riley Day, tumor
kelenjar air mata, obat-obat diuretik, penggunaan atropin lama, usia lanjut).
- Defisiensi komponen lemak dari air mata (blefaritis menahun, pembedahan
kelopak mata)
- Defisiensi komponen musin (Sindrom Stevens Johnson, trauma kimia,
defisiensi vitamin A)
- Penguapan air mata yang berlabihan (Keratitis karena lagoftalmos, hidup di
lingkungan yang panas dan kering)
- Akibat parut pada kornea atau rusaknya mikrovili kornea (trauma kimia)

Secara objektif, pada tingkat dry-eye, kejernihan permukaan konjungtiva dan kornea
hilang, tes schirmer berkurang, tear-film kornea mudah pecah, tear break-up time
berkurang, sukar menggerakan kelopak mata.

9
Kelainan kornea dapat berupa erosi kornea, keratitis filamentosa, atau pungtata. Pada
kerusakan kornea yang lebih lanjut dapat terjadi ulkus kornea dengan segala
komplikasinya.

Apabila yang kurang adalah komponen air dari air mata, diberikan air mata tiruan;
sedangkan bila komponen lemaknya yang berkurang maka diberikan lensa kontak.

Keratitis Lepra

Morbus Hansen atau penyakit Lepra menyerang dan menimbulkan kerusakan pada
kornea melalui 4 cara :

- Gangguan trofik pada kornea yang disebabkan kerusakan saraf kornea oleh
mikobakterium lepra.
- Terjadinya ektropion dan lagoftalmos serta anestesi kornea sehingga
menyebabkan keratitis pajanan.
- Pada daerah yang endemik, sering disertai adanya penyakit trakoma yang
menyebabkan entropion dan trikiasis.
- Apabila terjadi denervasi kelenjar lakrimal, akan menyebabkan sindrom mata
kering.
Perubahan yang terjadi akibat serangan mikobakterium lepra adalah membesar dan
membengkaknya saraf kornea disertai bintil-bintil dalam benang (bead on a string).
Pembengkakan saraf kornea adalah patognomonik untuk infeksi oleh mkobakterium
lepra pada mata ataupun dapat mengindikasikan adanya suatu infeksi sistemik.

Masa inkubasi tidak diketahui secara pasti, begitu pula cara penularannya, diduga
melalui saluran pernapasan.

Secara subjektif, penderita datang karena adanya pembengkakan yang kemerahan pada
palpebra serta tanda-tanda lain pada bagian tubuh di luar mata.

Secara objektif, terdapat keratitis avaskuler berupa lesi pungtata berwarna putih seperti
kapur yang secara perlahan batasnya akan mengabur dan sekelilingnya menjadi seperti
berkabut. Lesi ini akan menyatu dengan lesi di sebelahnya dan menyebabkan kekeruhan
sub-epitelial seperti nebula. Dalam nebula ini terdapat sebaran seperti deposit kalsium

10
dan sering disertai destruksi membran Bowman. Pada fase lanjut terjadi
neovaskularisasi superfisial yang disebut plannus lepromatosa.

Pembengkakan saraf kornea disertai bead on a string adalah khas untuk keratitis lepra.
Gambaran klinis pada bagian tubuh lain akan lebih memperkuat keyakinan diagnosis.

Terhadap mikobakterium lepra diberikan dapsone dan rifampisin. Apabila terdapat


deformitas palpebra yang akan mengkibatkan kerusakan kornea dilakukan koreksi
pembedahan.

Keratitis Nummularis

Keratitis nummularis adalah bentuk keratitis yang ditandai dengan infiltrat bundar
berkelompok dan tepinya berbatas tegas. Keratitis ini berjalan lambat, sering kali
unilateral dan pada umumnya didapatkan pada petani yang bekerja di sawah.

Secara subjektif, pasien mengeluh silau.

Secara objektif, mata yang terserang tampak merah karena injeksi siliar, disertai
lakrimasi.

Infiltrat multipel dan bundar yang terdapat di lapisan kornea bagian superfisial biasanya
tidak menyebabkan ulserasi.

Pemberian kortikosteroid lokal memberikan hasil yang baik yaitu hilangnya tanda-
tanda radang dan lakrimasi tetapi penyerapan infiltrat terjadi dalam waktu yang lama,
dapat 1-2 tahun.

b. Keratitis Profunda
Bentuk klinis :
- Keratitis interstisial luetik atau keratitis sifilis kongenital
- Keratitis sklerotikans

Keratitis Interstisial Luetik

11
Merupakan manifestasi lanjut dari sifilis kongenital. Didapatkan pada anak berusia
5-15 tahun. Keratitis Interstisial Luetik adalah suatu reaksi imunologik terhadap
treponema palidum karena kuman ini tidak dijumpai di kornea fase akut.
Peradangan berupa edema, infiltrasi limfosit, dan vasularisasi pada stroma. Proses
peradangan kornea ini sembuh sendiri.
Secara subjektif, pasien mengeluh sakit, silau, dan kabur pada fase akut.
Secara objektif, keratitis interstisial luetik merupakan bagian dari trias Hutchinson,
yaitu Keratitis interstisial, gangguan pendengaran hingga tuli, dan kelainan pada
gigi seri atas (Hutchinson teeth).
Pada fase akut , infiltrat stroma berupa bercak-bercak yang dapat mengenai seluruh
kornea dan menyebabkan kekeruhan seperti kaca susu.
Pembuluh darah dari a. siliaris anterior memasuki stroma pada seluruh kuadran
dengan arah radial menuju ke bagian sentral kornea yang keruh. Tepi kornea merah,
sedangkan di bagian tengahnya merah keabu-abuan, gambaran ini disebut bercak
Salmon.
Dalam beberapa minggu proses peradangan akan menjadi tenang, kornea
berangsur-angsur menjadi bening kembali, pembuluh darah yang masuk ke dalam
stroma menjadi kecil dan kosong. Gejala iritasi menghilang dan tajam penglihatan
membaik. Walaupun proses ini telah menjadi tenang, pada pemeriksaan selalu
ditemukan kekeruhan yang radial di kornea karena proses beningnya kembali
kornea berlangsung lama.
Pada kasus-kasus yang sangat parah, kornea tetap menebal dan gelatineus. Pada
fase peradangan aktif jaringan uvea bagian anterior selalu terlibat dalam bentuk
uveitis granulomatosa, juga dapat terjadi koroiditis yang disertai kekeruhan badan
kaca.
Diagnosis peradangan pada kornea ini pada dasarnya akan sembuh sendiri.
Pemberian penisilin atau derivatnya untuk sifilis sistemik perlu, tetapi tidak banyak
pengeruhnya pada kondisi peradangan mata. Pengobatan mata ditujukan pada
uveitis yang dapat menyebabkan perlekatan-perlekatan iris dengan pemberian tetes
mata kotikosteroid dan sulfas atropin atau skopolamin.

Keratitis Sklerotikans (Sklerokeratitis)

12
Keadaan dimana terjadi peradangan skelra dan kornea, biasanya unilateral, disertai
dengan infiltrasi sel radang menahun pada sebagian sklera dan kornea. Keratitis
sklerotikans akan memberi gejala berupa kekeruhan kornea lokal berbentuk segi
tiga dengan puncak mengarah ke kornea bagian sentral. Apabila proses peradangan
berulang, kekeruhan dapat mengenai seluruh kornea.

Secara Subjektif, penderita mengeluh sakit, fotofobia tetapi tidak ada sekret. Secara
objektif, kekeruhan kornea yang terlokalisasi dan berbatas tegas, unilateral, kornea
terlihat putih menyerupai sklera, serta dapat disertai iritis non granulomatosa.

Tidak ada pengobatan yang spesifik. Pemberian kortikosteroid dan anti randang non
steroid ditujukan terhadap skleritisnya, apabila teradapat iritis, selain kortikosteroid
dapat diberikan tetes mata atropin.

II. ULKUS KORNEA


Ulserasi kornea dapat meluas ke dua arah yaitu melebar dan mendalam. Ulkus yang
kecil dan superfisial akan lebih cepat sembuh, kornea dapat jernih kembali.
Pada ulkus yang menghancurkan membran Bowman dan stroma, akan menimbulkan
sikatriks kornea.
Gejala Subjektif sama seperti gejala keratitis. Gejala Objektif berupa injeksi siliar,
hilangnya sebagaian jaringan kornea, dan adanya infiltrat. Pada kasus yang lebih berat
dapat terjadi iritis disertai hipopion.

a. Tukak karena Bakteri


Tukak streptokokus
Bakteri ini sering dijumpai pada kultur dari infeksi tukak kornea adalah :

- Streptokokus Pneumonia, Streptokokus Viridans, Streptokokus Pyogenes,


Streptokokus Faecalis

Gambaran tukak kornea khas, tukak yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea
(serpinginous). Tukak berwarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram dengan tepi
tukak yang menggaung. Tukak cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi
kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh Streptokokus Pneumonia.

13
Pengobatan dengan Sefazolin, Basitrasin dalam bentuk tetes, injeksi subkojungtiva,
dan intravena.

Tukak stafilokokus

Di antara Stafilokokus Aureus, Epidermidis, dan Saprofitikus, yang pertamalah


yang paling berat, dapat dalam bentuk infeksi tukak kornea sentral, infeksi tukak
marginal, dan tukak alergi.

Infeksi tukak kornea oleh Stafilokokus Epidermidis biasanya terjadi bila ada faktor
pencetus sebelumnya seperti keratopati bulosa, infeksi herpes simpleks dan lensa
kontak yang telah lama digunakan.

Pada awalnya berupa tukak yang berwarna putih kekuningan disertai infiltrat secara
adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan infiltrasi sel
lekosit. Walaupun terdapat hipopion tukak seringkali indolen yaitu reaksi
radangnya minimal. Tukak kornea marginal biasanya bebas kuman dan disebabkan
oleh reaksi hipersensitifitas terhadap Stafilokokus Aureus.

Tukak Pseudomonas

Berbeda dengan yang lain, bakteri tukak ini ditemukan dalam jumlah yang sedikit.
Bakteri ini bersifat aerob obligat dan menghasilkan eksotoksin yang menghambat
sintesis protein, Keadaan ini menerangkan mengapa jaringan kornea cepat hancur
dan mengalami kerusakan. Bakteri ini dapat hidup dalam kosmetika, cairan
fluoresein, dan cairan lensa kontak.

Biasanya dimulai dengan tukak kecil di bagian sentral kornea dengan infiltrat
berwarna keabu-abuan disertai edema epitel dan stroma. Trauma kecil ini dengan
cepat melebar dan mendalam serta menimbulkan perforasi kornea. Tukak
mengeluarkan discharge kental berwarna kuning kehijauan.

Pengobatan diberikan Gentamaisin, tobramisin, karbensilin yang diberikan secara


lokal subkonjungtiva serta intravena.

14
b. Tukak Virus
Tukak kornea oleh virus herpes simpleks cukup sering dijumai. Bentuk khas dendrit
dapat diikuiti oleh vesikel-vesikel kecil di lapisan epitel yang bila pecah akan
menimbulkan tukak. Tukak dapat juga terjadi pada bentuk diiform bila mengalami
nekrosis di bagian sentral.

c. Tukak Jamur
Tukak kornea oleh jamur akhir-akhir ini banyak ditemukan, hal ini dimungkinan
oleh :
- Penggunaan antibiotik secara berlebihan dalam waktu yang lama atau
pemakaian kortikosteroid jangka panjang
- Fusarium dan sefalosporim menginfeksi kornea setelah suatu trauma yang
disertai lecet epitel, misalnya kena ranting pohon atau binatang yang terbang
mengindikasikan bahwa jamur terinokulasi di kornea oleh benda atau binatang
yang melukai kornea dan bukan dari adanya defek epitel dan jamur yang berada
di lingkungan hidup.
- Infeksi oleh jamur lebih sering didapatkan di daerah yang beriklim tropik, maka
faktor ekologi ikut memberikan kontribusi.
Kontak dengan pertanian atau trauma yang terjadi di luar rumah bukan merupakan
faktor timbulnya tukak atau keratitis oleh kandida.
Pengobatan obat anti jamur dengan spektrum luas. Apabila memungkinkan
dilakukan pemeriksaan laboratorium dan tes sensitivitas untuk dapat memilih obat
jamur yang spesifik.

d. Tukak karena Hipersensitifitas


Tukak Marginal
Tukak marginal adalah kornea bagian perifer dapat berbentuk bulat atau dapat juga
rektangular dapat satu atau banyak dan terdapat daerah kornea yang sehat antara
tukak dengan limbus.
Pada biakan hasil kerokan tukak, tidak ditemukan mikro-organisma penyebab
sehingga diduga terjadi oleh karena proses alergi terhadap kuman stafilokokus.

15
Tukak marginal dapat ditemukan pada orang tua dan sering dihubungkan dengan
penyakit rematik atau debilitas. Dapat juga terjadi bersama-sama dengan radang
konjungtiva yang disebabkan oleh Moraxella, basil Koch Weeks dan Proteus
Vilgaris. Pada bebrapa keadan dapat berhubungan dengan alergi terhadap makanan.
Secara histopatologik terlihat sebagai ulkus atau abses epitelial/sub epitelial.
Secara subjektif penglihatan pasien dengan tukak marginal dapat menurun disertai
rasa sakit, lakrimasi dan fotofobia.
Secara objektif terdapat blefarospasme, injeksi konjungtiva, infiltrat, atau tukak
yang sejajar dengan limbus.
Pemberian kortikosteroid topikal akan sembuh dalam 3-4 hari, tetapi dapat
rekurens.
Antibiotika diberikan untuk infeksi stafilokokus atau kuman lainnya. Disensitisasi
dengan toksoid stafilokok dapat memberikan penyembuhan yang efektif.

Tukak Cincin

Tukak ini unilateral, letak tukak tepat di bagian dalam limbus dan hampir
mengelilingi limbus. Berbeda dengan tukak marginal pada tukak cincin tidak ada
hubungan dengan konjungtivitis atau blefaritis. Tukak cincin biasanya berhubungan
dengan penyakit sistemik seperti disentri basiler, arhritis rematoid, dan poliarthritis
nodosa.

Pemberian steroid lokal memberikan hasil yang baik.

III. RADANG UVEA


Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu infeksi
atau merupakan fenomena alergi terhadap antigen dari luar atau antigen dari dalam.
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga
terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos yang tampak
pada penyinaran miring menggunakan sentolop atau akan lebi jelas bila menggunakan
slit lamp, berkas sinar yang disebut fler.
Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman akan tetapi justru
mengakibatkan perlekatan-perlekatan misalnya perlekatan iris pada permukaan lensa
(sinekia posterior).

16
Sel-sel radang yang terdiri atas limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk
presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel kornea.
Apabila presipitat keratik ini besar, berminyak disebut mutton fat keratic precipitate.
Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebut Koeppe nodules,
bila di permukaan iris disebut Busacca nodules, yang bisa ditemukan juga pada
permukaan lensa dan sudut bilik mata depan.
Pada iridosiklitis yang berat sel radang dapat sedemikian banyak hingga menimbulkan
hipopion.
Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang dan pupil akan miosis dan
dengan adanya timbunan fibrin serta sel0sel radang dapat terjadi seklusio maupun
oklusio pupil. Bila terjadi seklusio dan oklusio total, cairan di dalam bilik mata
belakang tidak dapat mengalir sama sekali mengakibatkan tekanan dalam bilik mata
belakang lebih besar dari tekanan dalam bilik mata depan sehingga iris tampak
menggelembung ke depan yang disebut iris bombans.
Gangguan produksi humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar menyebabkan
tekanan bola mata turun. Eksudat protein, fibrin, dan sel-sel radang dapat berkumpul di
sudut bilik mata depan terjadi penutupan kanal Schlemm sehingga terjadi gaukoma
sekunder.
Pada fase akut terjadi glaukoma sekunder karena gumpalan-gumpalan pada sudut bilik
depan, sedang pada fase lenjut glaukoma sekunder terjadi karena adanya seklusio pupil.
Naik turunnya tekanan bola mata disebutkan pula sebagai akibat perna asetilkolin dan
prostaglandin.

Uveitis Anterior
Gejala Subjektif Iridosiklitis
Keluhan pasien pada awalnya dapat berupa sakit di mata, sakit kepala, fotofobia, dan
lakrimasi.
Sakit mata lebih nyata pada iridosiklitis akut daripada iridosiklitis kronik dan sangat
hebat bila disertai dengan keratitis. Sakit terbatas di daerah periorbita dan mata serta
bertambah sakitnya bila dihadapkan pada cahaya dan tekanan.
Derajat fotofobia bervariasi dan dapat demikian hebat sampai kelopak mata tidak bisa
dibuka pada waktu pemeriksaan mata.
Lakrimasi yang terjadi biasanya sebanding dengan derajat fofobia.

17
Pada uveitis anterior supuratif dapat disertai gejala umum sepertii panas, gelisah,
menggigil, dan sebagainya.

Gejala Objektif Iridosiklitis

Terdapat injeksi siliar, presipitat keratik, fler serta sel dalam bilik mata depan serta
endapan fibrin pada pupil yang dapat menyebabkan sinekia posterior.

Pada jenis granulomatosa didapatkan presipitat keratik Mutton fat pada endotel kornea,
nodul Koeppe atau nodul Busacca pada iris.

Pada uveitis intermediate didapatkan vitreitis anterior.

Pengobatan Iridosiklitis

- Tetes mata sulfas atropin 1 %, prinsipnya untuk membuat pupil selebar-


lebarnya dan tetap tinggal lebar selama 2 minggu.
- Midriatikum yang lain : hydrobromas-scopolamine
- Hal yang harus diingat pada pemberian atropin adalah serangan glaukoma.
Karena atropin melebarkan pupil, maka sudut bilik mata depan menjadi sempit,
aliran cairan keluar menjadi insufisiensi sehingga menimbulkan serangan
glaukoma.
o Bila terjadi glaukoma, atropin tetap diberikan, tetapi di samping itu
diberikan diamox.
o Bila atropin tidak berhasil meebarkan pupil, karena adhesi iris pada
lensa sudah kuat, maka beri midriatikum yang lebih kuat : Sol sulfat
atropin 1% + kokain 5%
o Untuk membuat midriasis lebih kuat lagi dapat diberi injeksi
subkonjungtival atropin atau adrenalin 1 permil.
- Tetes mata steroid 4-6 x sehari tergantung pada beratnya penyakit.
- Bila tetes mata steroid forte frekuensi penggunaanya akan lebih sedikit.
- Kortikosteroid oral diberikan apabila pemberian lkal dipertimbangkan tidak
cukup.
- Antibiotik diberikan apabila mikro-organisme penyebab diketahui.

18
IV. GLAUKOMA KONGESTIF AKUT
Seseorang yang datang dalam fase serangan akut glaukoma memberi kesan seperti
orang yang sakit berat dan kelihatan payah; mereka diantar oleh orang lain atau
dipapah. Penderita sendiri memegang kepalanya karena sakit, kadang-kadang pakai
selimut. Hal inilah yang mengelabui dokter umum; sering dikiranya seorang penderita
dengan suatu penyakit sistemik.
Dalam anamnesis, keluarganya akan menceritakan bahwa sudah sekian hari penderita
tidak bisa bangun, sakit kepala dan terus muntah-muntah, nyeri dirasakan di dalam dan
di sekitar mata. Penglihantannya kabur sekali dan dilihatnya warna pelangi di sekitar
lampu.
Pada pemeriksaan, ditemukan kelopak mata bengkak, konjungtiva bulbi yang sangat
hiperemik (kongestif), injeksi siliar dan kornea yang suram. Bilik mata depan dangkal
dapat dibuktikan dengan memperhatikan bilik mata depan dari samping. Pupil tampak
melebar, lonjong miring agak vertikal atau midriasis yang hampir total.
Refleks pupil lambat atau tidak ada. Tajam penglihatan menurun sampai hitung jari.
Sebenarnya dengan tanda-tanda luar ini ditambah anamnesis yang teliti sudah cukup.
Diagnosis baru dapat ditegakkan kalau tekanan bola mata diukur, lalu didapatkan tinggi
sekali. Mereka yang tidak biasa untuk mentransfer harus dipakai cara digital.
 Diagnosis banding :
- Iritis akut
o Nyeri mata pada iritis tidak sehebat glaukoma akut
o Fotofobia lebih hebat daripada glaukoma akut
o Kornea masih mengkilat
o Pupil kecil
o Bilik mata depan tidak terlalu dangkal atau normal
o Tekanan bola mata biasa atau rendah
- Konjungtivitis akut
o Tak ada nyeri atau mungkin hanya sedikit
o Tak ada perubahan tajam penglihatan
o Ada sekret mata
o Hiperemi konjungitva berat; tidak ada hiperemi perikorneal.
Diagnosis banding penting sekali karena berhubungan dengan pengobatan.
Glaukoma diobatai dengan miotikum, pada iritis harus diberi midriatik. Bila salah
diberikan, akan berabahaya.
19
 Penyulit Glaukoma Akut
- Sinekia anterior perifer
Apabila glaukoma akut tidak cepat diobati, terjadilah perlengketan antara iris
bagian tepi dan jaringan trabekulum. Akibatnya adalah bahwa penyaluran
keluar humor lebih terhambat.
- Katarak
Di atas permukaan kapsul depan lensa acapkali terlihat bercak putih sesudah
suatu serangan akut. Tampaknya seperti yang tertumpah di atas meja. Gambaran
ini dinamakan Glaucomfleckle yang menandakan pernah terjadi serangan akut
pada mata tersebut.
- Atrofi saraf optik
Karena serangan yang mendadak dan hebat, papil saraf optik mengalami
pukulan yang berat hingga menjadi atrofi. Kalau glaukomanya tidak diobati dan
berlangsng terus, dapat terjadi ekskavasi dan atrofi. Unsur-unsur saraf di retina
pun sangat menderita.
- Glaukoma kongestif kronik atau glaukoma tidak terkendali atau terabaikan
dipakai untuk glaukoma akut yang tidak diobati dengan tepat atau mungkin
tidak diobati sama sekali karena kesalahan diagnosa.
Keadaan ini sering dijumpai, pada pemeriksaan akan ditemukan penglihatan
yang sudah sangat buruk (goyang tangan atau hanya melihat cahaya saja).
Penderita tampak tidak terlalu kesakitan seperti pada waktu serangan akut.
Kelopak mata sudah tidak begitu membengkak, konjungtiva bulbi hanya
menunjukkan hiperemi perikornea tanpa edema, kornea agak suram, pupil
sangat lebar. Tekanan bola mata walaupun masih tinggi tetapi sudah lebih
rendah daripada waktu serangan. Dianggap bahwa mata sudah menyesuaikan
diri pada keadaannya.
- Glaukoma absolut adalah istilah untuk suatu glaukoma yang sudah terbengkalai
sampai buta total. Bola mata demikian nyeri, bukan saja karena tekanan bola
mata yang masih tinggi tetapi juga karena kornea mengalami degenerasi hingga
mengelupas (keratopati bulosa).
20
 Pengobatan
Harus diingat bahwa kasus glaukoma akut adalah masalah pembedahan. Pemberian
obat hanya untuk tindakan darurat agar segera dirujuk ke rumah sakit yang memiliki
fasilitas pembedahan mata.
Pengobatan dengan obat :

- Miotik : pilokarpin 2-4 % tetes mata yang diteteskan setiap menit 1 tetes selama
5 menit, kemudian disusul 1 tetes tiap jam sampai 6 jam. Hasilnya adalah liosis
dan karenanya melepaskan iris dari jaringan trabekulum. Sudut mata depan
akan terbuka.
- Carbonic Anhidrase Inhibitor : asetazolamid @ 250 mg, 2tablet sekaligus,
kemudian disusul tiap 4 jam 1 tablet sampai 24 jam. Kerja obat ini adalah
dengan mengurangi pembentukan akuos humor.
- Obat hiperosmotik :
o larutan gliserin, 50% yang diberikan oral. Dosis 1-1.5 gram/kg BB (0.7-
1.5 cc/kgBB). Untuk praktisnya dapat dipakai 1 cc/kgBB. Obat ini harus
diminum sekaligus.
o Mannitol 20% yang diberikan per infus ± 60 tetes/menit.
Kerja obat hiperosmotik adalah mempertinggi daya osmosis
plasma.
- Morfin : injeksi 10-15 mg mengurangi sakit dan mengecilkan pupil.

21
KESIMPULAN

Konjungtivitis Keratitis/ Iritis akut Glaukoma akut


Tukak Kornea
Kornea Jernih Fluoresein +++/- Presipitat Edema
Penglihatan N <N <N <N
Sekret (+) (-) (-) (-)
Fler - -/+ ++ -/+
Pupil N <N <N >N
Tekanan N N <N> N+++
Vaskularisasi a.konjungtiva Siliar Pleksus Siliar Episkleral
posterior
Injeksi Konjungtival Siliar Siliar Episkleral
Pengobatan Antibiotic Antibiotika Steroid Miotika diamox
sikloplegik sikloplegik +
bedah
Uji Bakteri Sensibilitas Infeksi local Tonometri

Gejala Glaucoma Uveitis keratitis Konjungtivitis Konjungtivitis Konjungtivitis


subyektif akut akut bakteri virus virus
Visus +++ +/++ +++ - - -
Rasa ++/+++ ++ ++ - - -
nyeri
Fotofobia + +++ +++ - - -
Halo ++ - -- - - -
Eksudat - - -/+++ +++ ++ +
Gatal - - - - - ++
Demam - - - - -/++ -
22
Kondisi Sakit Fotofobia Visus Injeksi
Konjungtivitis Ringan/sedang Tak ada ringan Suram ringan Kelopak dan
karena kotoran mata
Episkleritis Sedang Tak ada Normal Pembuluh2
dalam sclera
sering lokal
a. Ulkus Tak ada sampai Bervariasi Biasanya Difus
kornea hebat menurun sering
karena mencolok
bakteri atau
jamur
b. Ulku kornea Rasa benda asing Sedang Menurun ringan Ringan-sedang
karena virus
Luka bakar Sedang Hebat Menurun Sedang
kornea non
akali
(ultraviolet atau
lain-lain)
Uveitis Ringan sampai Ringan sampai Normal atau Dekat limbus
sedang sedang menurun sedang
Glaukoma Hebat atau Hebat atau Menurun karena Difus
(akut) ringan ringan edema kornea
Selulitis orbita Tak ada hebat Tak ada hebat Normal atau Difus dengan
menurun kemosis
Endoftalmitis hebat Sedang- Menurun secara Hebat
mencolok mendadak

Gejala Glauco Uveitis keratitis Konjungtivitis Konjungtivitis Konjungtivitis


subyektif ma akut bakteri virus alergi
akut
Injeksi siliar + ++ +++ - - -
Injeksi ++ ++ ++ +++ ++ +
konjungtival
Kekeruhan +++ - +/++ - -/+ -
kornea
Kelaianan Midrias Miosis Normal/ N N N
pupil is non- ireguler miosis
reaktif
Kedalaman dangkal Normal N N N N
COA
Tekanan Tinggi Rendah N N N N
intraocular
23
Sekret - + + ++/+++ ++ +
Kelenjar - - - - + -
preaurikular

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas,Sidharta. Katarak lensa mata Keruh. Glosari Sinopsis. Cerakan Kedua. Balai Penerbitan
FKUI. Jakarta. 2007.

Ilyas, Sidharta; Mailangkay; Taim, Hilman; Saman,Raman; Simarmata,Monang;


Widodo,Purbo. Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Edisi
kedua. Sagung Seto. Jakarto. 2002.

Ilyas,Sidharta. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ketiga. Balai Penerbitan FKUI. Jakarta. 2006.

Vaughan, Daniel; Asbury, Taylor; Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum. Edisi Empat belas.
KDT. Jakarta. 2006.

Radjamin, Tamin, dkk. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran.
Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia. Airlangga University Press. Surabaya. 1984.

24

Anda mungkin juga menyukai