Nurul Romadhona
Abdullah
Nadila Ayu Karisa
3. DM tipe lain
a. Defek genetik sel beta pankreas
b. Defek genetik kerja insulin
c. Pankreas : pankreatitis, tumor, fibrokalkulus
d. Endokrinopati : akromegali, Cushing, hipertiroidism
e. Akibat Obat : glukokortikoid, tiroksin, tiazid, dll
f. Infeksi : Rubella kongenital, CMV
g. Imunologi : antibodi anti insulin (jarang)
h. Sindr. Genetik : sindrom Down, Klinefelter, Turner
4. DM Gestasional (DMG)
Kriteria diagnosis DM
Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu ≥200mg/dL (11:1 mmol/L)
Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
Atau
Gejala klasik DM + Kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dL (7mmol/L)
Puasa diartikan sebagai pasien tidak mendapat kalori tambahan
sedikitnya 8 jam
Atau
Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO ≥ 200mg/dL (11.1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi criteria normal atau DM maka
dapat digolongkan kedalam kelompok toleransi glukosa yang terganggu
(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) tergantung dari hasil
yang diperoleh.
TGT: glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dL
GDPT: glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dL
KOMPLIKASI DIABETES
Komplikasi
Akut
Hipoglikemi
Ketoasidosis Komplikasi
Status Kronik
Hiperglikemik • Makroangiopati
Hiperosmolar • Mikroangiopati
• Neuropati
• Rentan Infeksi
PATOGENESIS
PATOGENESIS KE KOMPLIKASI.docx
NEUROPATI DIABETIK
Definisi
Kematian neuron atau tingkat lanjut, yaitu terjadi penurunan kepadatan serabut saraf
akibat kematian neuron. Pada fase ini ireversibel. Kerusakan serabut saraf pada
umumnya dimulai dari distal menuju ke proksimal, sedangkan proses perbaikan mulai
dari proksimal ke distal. Oleh karena itu lesi distal paling banyak ditemukan, seperti
polineuropati simetris distal.
b. Menurut serabut saraf yang terkena
Tabel 1. Klasifikasi neuropati diabetik
Neuropati sensorimotor Distal simetrik polineuropati
Fokal neuropati
Diabetik mononeuropati
Mononeuropati multiplex
Diabetik amiotropi
Neuropati
diabetik dengan
prevalensi 12-50%
3. Patogenesis
1. Faktor Metabolik
Hiperglikemia persisten menyebabkan aktivasi jalur
poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim
aldose-reduktase, yang merubah glukosa menjadi
sorbitol, yang kemudian dimetabolisme oleh sorbitol
dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol
dan fruktosa dalam sel saraf merusak sel saraf
akibatnya menyebabkan keadaan hipertonik
intraseluler sehingga mengakibatkan edema saraf.
Cont.
2. Kelainan Vaskuler
Mekanisme kelainan mikrovaskuler tersebut dapat
melalui penebalan membrana basalis; trombosis
pada arteriol intraneura; peningkatan agregasi
trombosit dan berkurangnya deformitas eritrosit;
berkurangnya aliran darah saraf dan peningkatan
resistensi vaskular; stasis aksonal, pembengkakan
dan demielinisasi pada saraf akibat iskemia akut.
Cont.
3. Mekanisme Imun
Mekanisme patogeniknya ditemukan adanya
antineural antibodies pada serum sebagian
penyandang DM. Autoantibodi yang beredar
ini secara langsung dapat merusak struktur
saraf motorik dan sensorik yang bisa
dideteksi dengan imunoflorensens indirek
dan juga adanya penumpukan antibodi dan
komplemen pada berbagai komponen saraf
suralis.
4. Peran Nerve Growth Factor (NGF)
NGF diperlukan untuk mempercepat dan
mempertahankan pertumbuhan saraf. Pada
penyandang diabetes, kadar NGF serum cenderung
turun dan berhubungan dengan derajat neuropati.
NGF juga berperan dalam regulasi gen Substance P
dan Calcitonin-Gen-Regulated peptide (CGRP).
Peptide ini mempunyai efek terhadap vasodilatasi,
motilisasi intestinal dan nosiseptif, yang kesemuanya
itu mengalami gangguan pada neuropati diabetik.
DIAGNOSIS
(Anamnesis)
Saluran Pencernaan
Konstipasi
Diare
Cepat kenyang
Mual setelah makan
Perut membengkak
Muntah
Jantung dan paru
Perubahan tekanan darah yang
dipengaruhi posisi dan
menyebabkan pusing ketika
berdiri.
Sesak napas pada saat beraktivitas
atau berolah raga
Saluran kemih
Kesulitan dalam berkemih
Rasa tidak lampias setelah berkemih
Mengompol
Keluhan lain
Keringat berlebih atau berkurang (abnormal)
Perubahan ejakulasi pada pria
Impotensi
Vagina kering dan kesulitan orgasme pada wanita
Penurunan berat badan
Pemeriksaan
Kardiovaskular
Evaluasi hipotensi ortostatik dengan postural blood
pressure testing.
Resting heart rate
Valsava maneuver
R - R variation (beat to beat heart rate variation)
Test Method/Parameters
Resting heart rate > 100 beats/min is abnormal.
Beat-to-beat With the patient at rest and supine (no overnight coffee or hypoglycemic episodes),
heart rate breathing 6 breaths/min, heart rate monitored by EKG or ANSCORE device, a difference
in heart rate of > 15 beats/min is normal and < 10 beats/min is abnormal, R-R
variation* inspiration/R-R expiration > 1.17. All indices of HRV are age-dependent.**
Heart rate response During continuous EKG monitoring, the R-R interval is measured at beats 15 and 30 after standing.
to standing* Normally, a tachycardia is followed by reflex bradycardia. The 30:15 ratio is normally > 1.03.
Heart rate response to The subject forcibly exhales into the mouthpiece of a manometer to 40 mmHg for 15 s during EKG
Valsalva maneuver* monitoring. Healthy subjects develop tachycardia and peripheral vasoconstriction during strain and
an overshoot bradycardia and rise in blood pressure with release. The ratio of longest R-R shortest
R-R should be > 1.2.
Systolic blood Systolic blood pressure is measured in the supine subject. The patient stands and the systolic blood
pressure response to pressure is measured after 2 min. Normal response is a fall of < 10 mmHg, borderline is a fall of 10-
29 mmHg, and abnormal is a fall of > 30 mmHg with symptoms.
standing
Diastolic blood pressure The subject squeezes a handgrip dynamometer to establish a maximum. Grip is
response to isometric
then squeezed at 30% maximum for 5 min. The normal response for diastolic
exercise
blood pressure is a rise of > 16 mmHg in the other arm.
EKG QT/QTc intervals The QTc (corrected QT interval on EKG) should be < 440 ms.
VLF peak (sympathetic dysfunction)
Spectral analysis
LF peak (sympathetic dysfunction)
HF peak (parasympathetic dysfunction)
LH/HF ratio (sympathetic imbalance)
Neurovascular flow Using noninvasive laser Doppler measures of peripheral sympathetic responses to nociception.
.
Pemeriksaan
Breathing
tests
Urinalysis
and bladder Tilt-
function table
(urodynamic
) tests test
Thermore
gulatory GI
sweat test tests
Quantitative
sudomotor
axon reflex
test
(QSART)
Breathing tests
Tes ini mengukur respon denyut
jantung dan tekanan darah
terhadap latihan pernapasan
seperti valsava maneuver, dimana
pasien menghebuskan napas
dengan kekuatan maksimal.
Tilt- table test
Tes ini memonitor respon tekanan darah dan
denyut jantung terhadap perubahan posisi ,
misalnya ketika pasien berdiri secara tiba-tiba
setelah posisi berbaring. Normalnya, tubuh kita
akan mengkompensasi tekanan darah yang turun
pada saat berdiri secara tiba – tiba dengan
mengecilkan pembuluh darah dan meningkatkan
denyut jantung. Respon ini akan terjadi secara
lambat atau abnormal pada pasien dengan
neuropati otonom.
Gastrointestinal tests
Tes pengosongan lambung merupakan tes yang
paling sering dilakukan untuk menilai lamanya
pergerakan makanan melalui system pencernaan,
penundaan waktu pengosongan makanan dari
lambung dan kelainan lainnya. Terdapat bermacam-
macam bentuk tes. Salah satu tesnya adalah
mengukur seberapa cepat makanan meninggalkan
lambung. Sementara tes lainnya menilai
kemampuan otot lambung berelaksasi setelah
pasien makan.
Quantitative sudomotor axon reflex test
(QSART)
Tes ini mengevaluasi kemampuan saraf untuk
mengatur respon kelenjar keringat terhadap
suatu stimulasi. Impuls elektrik dialirkan
melalui empat kapsul yang diletakan pada
kedua tangan dan kaki. Sementara itu
computer akan menganalisi reaksi dari saraf
dan kelenjar keringat pasien. Pasien akan
merasakan rasa hangat dan sensasi geli
selama tes.
Thermoregulatory sweat test
Selama tes ini pasien akan dibalut dengan
bubuk yang akan berubah warna ketika
pasien berkeringat. Pasien dimasukan ke
dalam suatu ruangan yang suhunya akan
dinaikan secara bertahap sehingga pasien
akan berkeringat. Pola keringat pasien akan
membantu mengkonfirmasi diagnosis
neuropati otonom atau penyebab lain dari
meningkat atau menu.runnya produksi
keringat
Urinalysis and bladder function
(urodynamic) tests
Apabila pasien mempunyai gejala
yang berhubungan dengan keluhan
pada saluran kemih, maka tes urin
serial dapat dilakukan untuk
mengevaluasi fungsi kandung
kemih. Dapat juga dilakukan USG
kandung kemih.
PENATALAKSANAAN
a. Pengobatan neuropati otonom
jantung dan hipotensi ortostatik
Non farmakologis
Pasien jika akan bangun dari posisi tidur harus
dilakukan secara bertahap terutama pada pagi hari
karena pagi hari toleransi terhadap ortostatiknya
paling rendah.
Pasien dilarang untuk mengangkat tangan di atas
kepala karena ini dapat menurunkan aliran balik
vena sehingga dapat memperparah hipotensi.
Kepala ditinggikan 10-20° pada saat posisi tidur. Ini
dapat mengaktifkan sistem renin- aldosteron-
angiotensin.
Farmakologis
9-α-fluorohydrocortisone
0,1 mg tablet dan dapat ditingkatkan sampai 0,5 mg
per hari.
Simpatomimetik
dapat ditambahkan ke asetat fludrokortison
Efedrin 25-50 mg tiga kali sehari.
Pseudoefedrin 30-60 mg tiga kali sehari.
Fenilpropanolamin 12,5-25 mg tiga kali sehari.
Midodrine 2,5-10 mg tiga kali sehari.
Cont.
Nonspecific Pressor Agents
Kafein
Methylxanthine caffeine menghambat
reseptor adenosine yang berefek pada
vasodilatasi.
Eritropoietin
Dosisnya adalah 25-75 U per kilogram
berat badan, tiga kali dalam seminggu.
b. Pengobatan neuropati otonom
gastrointestinal
Makan makanan dalam porsi kecil (4-6 kali per
hari)