Anda di halaman 1dari 42

BED SIDE TEACHING

GANGGUAN MENTAL ORGANIK

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas SMF Ilmu Kesehatan Jiwa Program
Pendidikan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Bandung

Disusun Oleh:
Gine Yunia Haefi 12100117002
Tri Kusyantini 12100117007
Bakti Gumelar 12100117113

Preceptor :
dr. Dhian Indriasari, Sp.KJ

SMF ILMU KESEHATAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNISBA

RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI JAWA BARAT

2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2
BAB I STATUS PASIEN .......................................................................................................... 4
1.1 Identitas Pasien ................................................................................................................. 4
1.2 Anamnesis ........................................................................................................................ 4
1.3 Status Fisik ....................................................................................................................... 7
1.4 Pemeriksaan Status Mental .............................................................................................. 7
1.5 Psikodinamika .................................................................................................................. 8
1.6 Diagnosis Multiaksial....................................................................................................... 9
1.7 Penatalaksanaan ............................................................................................................... 9
1.8 Prognosis .......................................................................................................................... 9
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 11
2.1 Penggunaan Istilah ............................................................................................................. 11
2.1.1 NAPZA........................................................................................................................ 11
2.2.2 Narkoba ....................................................................................................................... 11
2.2 Penyalahgunaan dan Ketergantungan ................................................................................ 11
2.2.1 Penyalahgunaan NAPZA ............................................................................................ 11
2.2.2 Ketergantungan NAPZA ............................................................................................. 11
2.2.3 Tingkat Pemakaian ...................................................................................................... 12
2.2.4 Penyebab Penyalahgunaan .......................................................................................... 13
2.3 Jenis NAPZA yang Disalahgunakan .................................................................................. 15
2.3.1 Narkotika ..................................................................................................................... 15
2.3.2 Psikotropika................................................................................................................. 16
2.3.3 Zat Adiktif Lain ........................................................................................................... 17
2.4 Klasifikasi NAPZA berdasarkan Efek terhadap Perilaku .................................................. 18
2.4.1 Golongan Depresan ..................................................................................................... 18
2.4.1.1 Opioid ................................................................................................................... 18
2.4.1.2 Sedatif-Hipnotik-Ansiolitik .................................................................................. 25
2.4.2 Golongan Stimulan ...................................................................................................... 29
2.4.2.1 Amfetamine .......................................................................................................... 29
2.4.2.2 Kafein ................................................................................................................... 32
2.4.2.3 Kokain .................................................................................................................. 34
2
2.4.3 Golongan Halusinogen ................................................................................................ 35
2.4.3.1 Canabis ................................................................................................................. 35
2.4.3.2 LSD ....................................................................................................................... 37
2.4.3.3 Ectacy ................................................................................................................... 38
2.5 Alkohol .............................................................................................................................. 39

3
BAB I
STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien


 Nama Lengkap : Tn. U
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Umur : 79 tahun
 Alamat : Rancawaliwis Bojongsoang
 Pendidikan Terakhir : SMP
 Pekerjaan : tidak bekerja
 Status Menikah : Menikah
 Agama : Islam
 Tanggal Pemeriksaan : 11 Maret 2019
 Informasi didapat dari : Pasien dan keluarga

1.2 Anamnesis
 Keluhan Utama
Kecanduan konsumsi alkohol, ganja, sabu, opioid dan benzodiazepine

 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke RSJ Cisarua diantar oleh keluarga pada tanggal 22 Februari
2019 dengan tujuan untuk melakukan rehabilitasi NAPZA. Pasien datang karena ingin
berhenti menggunakan zat-zat terlarang dikarenakan sudah tidak kuat untuk selalu
memenuhi kebutuhan akan obat-obatannya. Pasien mengatakan terakhir menggunakan
zat terlarang 1 hari sebelum masuk RS dengan zat yang digunakan adalah Alprazolam,
yaitu Zypraz dan Xanax yang digunakan secara bersamaan. Pasien mengatakan saat
datang ke RSJ pasien tidak sadar, terasa nyeri kepala, nyeri di seluruh badan, keringat
dingin, dan menjadi lebih cemas.
Pada sekitar tahun 2014 saat SMP kelas 1, pasien dikenalkan dengan rokok dan
minuman mengandung alkohol oleh teman-temannya. Pasien mengatakan merokok
menjadi kebiasaan pasien setiap harinya, hingga saat ini pasien masih kesulitan untuk

4
berhenti merokok. Pasien mengatakan meminum alkohol 1x setiap minggunya, hanya
disaat-saat berkumpul dengan teman-temannya.
Pasien pertama kali menggunakan zat-zat terlarang pada tahun 2015 saat SMP
kelas 2. Zat yang pertama kali dicoba oleh pasien adalah ganja. Pasien memiliki rasa
ingin tahu yang lebih tentang zat-zat terlarang. Pasien mendapatkan ganja tersebut dari
penjual online. Pasien menggunakan obat tersebut dengan teman-temannya. Pasien
merasa nyaman setelah menggunakan zat tersebut. Setelah itu pasien beberapa kali
membeli sendiri ganja dari bandar karena merasakan efek menyenangkan seperti
merasa lepas, bebas pkiran, nafsu makan meningkat, tidur lebih nyenyak. Terkadang
pasien juga melihat bayangan yang tidak dilihat oleh orang lain, suara-suara bisikan
yang mengomentari apapun yang dilakukan oleh pasien, sering merasakan pahit
ataupun manis secara tiba-tiba tanpa ada makanan yang masuk dan mencium aroma-
aroma bunga melati padahal tidak ada bunga disekitarnya. Pasien mengatakan dapat
membeli 5 linting ganja setiap minggu yang habis dipakai untuk 3-4 hari, pasien
mengatakan hampir memakai ganja setiap hari baik sedang senang maupun stress.
Pasien mengatakan pernah menggunakan sabu dan mendapatkan dari bandar.
Pasien mengenal sabu pada tahun 2017 dengan pertama kali mencoba 100 mg yang
dihisap dan dihabiskan dalam sehari bersama teman-temannya. Semakin hari dosis
yang digunakan semakin meningkat dan bisa membeli sampai dengan 1g-2g untuk
dipakai sendiri saja. Pasien memakai sabu hamper setiap harinya sebelum sekolah, hal
itu menurut pasien membuat pasien menjadi berenergi, bersemangat, dan senang
sepanjang hari, namun pasien juga jadi merasakan sulit tidur, gelisah, lemas, marah-
marah, dan terkadang bingung. Pasien mengatakan nafsu makan menjadi menurun
semenjak menggunakan sabu, berat badan pasien turun dari 54 kg menjadi 47 kg.
Pasien melanjutkan jenjang pendidikannya dari SMP ke SMA, pasien mulai
mengenal obat-obatan lainnya seperti Tramadol dan Alprazolam. Pasien mendapatkan
zat ini melalui bandar. Pasien merasa tenang dan perasaan nyaman setelah
menggunakan zat ini. Tapi pasien juga merasakan mudah lupa dan terkadang sulit tidur.
Pasien mengatakan pernah tidak mengkonsumsi obat-obatan tersebut selama 1
hari, pasien mengeluhkan nyeri kepala, nyeri badan, keringat berlebih, gelisah, tidak
dapat mengontrol pikiran dan tingkah lakunya dan merasa seperti akan mati. Pasien
akhirnya tetap menggunakan zat-zat tersebut untuk menghindari keluhan yang sama.

5
Lama kelamaan pasien merasa capek dan ingin di rehab sehingga pasien meminta
keluarganya untuk membawanya ke RSJ.

 Riwayat Penyakit Sebelumnya


Pasien tidak pernah memiliki riwayat penyakit kejang, darah tinggi, ataupun
riwayat trauma pada kepalanya. Pasien menyangkal ada riwayat penyakit darah tinggi,
jantung, ataupun diabetes mellitus.

 Riwayat Penggunaan Obat


Pasien kadang mengonsumsi alkohol sebanyak 1x dalam seminggu ataupun saat
bermain dengan teman-temannya sejak tahun 2014. Pasien mengkonsumsi zat dan obat-obatan
terlarang pada tahun 2015.

 Riwayat Keluarga
 Pasien adalah anak ke-6 dari 6 bersaudara.
 Saat ini pasien tinggal dengan kakak ke-2nya di Bandung sejak SMP. Orang tua
pasien tinggal di Lampung dan jarang bertemu pasien.
 Hubungan keluarga dengan orang tua dan kakak-kakak pasien baik.

 Riwayat Psikiatri dan Pengobatan Pada Keluarga


 Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat gangguan kejiwaan.
 Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penggunaan zat seperti
pasien.

 Riwayat Pribadi
 Masa kehamilan dan persalinan : tidak diketahui
 Masa kanak-kanak : pasien tinggal bersama kedua orang tua di
Lampung dan hubungan antar keluarga
harmonis.
 Masa remaja : Pasien mulai mengkonsumsi alkohol dan obat-
obatan terlarang.

6
1.3 Status Fisik

- Keadaan Umum : tidak tampak sakit


- Kesadaran : kompos mentis
- Tanda vital :
o Takanan darah : 160/ 90 mmHg
o Nadi : 80 x/menit
o Respirasi : 20x/menit
o Suhu : tidak diukur
- Keadaan gizi : cukup
- Status interna : tidak dilakukan pemeriksaan

1.4 Pemeriksaan Status Mental

- Keadaan Umum : tampak tenang


- Kesadaraan : kompos mentis
- Roman Muka : biasa
- Kontak / Rapport : ada / Adekuat
- Orientasi
Waktu : buruk
Tempat : buruk
Orang : buruk
- Perhatian : baik
- Emosi
Mood : eutimik
Afek : serasi
- Memori
Remote Memory : baik
Recent Memory : baik
Recent Past Memory : baik
Immediate, Retention, Recall : baik
- Persepsi
Ilusi : tidak ada
Halusinasi : visual (+), auditori (+), olfaktori (-), gustatory (-),
taktil (-).
- Pikiran
Bentuk : realistik
Jalan : koheren
Isi : delusion of control (-), delusion of grandeur (-),
thought
insertion (-), thought withdrawl (-), thought
broadcasting (-).
- Wawasan terhadap penyakit : tilikan derajat 6
- Tingkah Laku : normoaktif
- Bicara
Kecepatan : normal
Volume : sedang
Artikulasi : jelas
Vokabulari : spontan
- Dekorum
Kebersihan : baik (rapi, bersih)
Sopan santun : baik
Kooperatif : baik

1.5 Psikodinamika
Pasien seorang laki-laki berusia 17 tahun, anak ke 6 dari 6 bersaudara.
Pasien memiliki kondisi ekonomi yang mencukupi dan memiliki teman di
lingkungan sekolah yang bergaya hidup bebas dan tidak terkontrol menggunakan
zat-zat yang dilarang. Pasien tinggal bersama kakak keduanya di Bandung, orang
tua pasien berada di Lampung sehingga kurang berkomunikasi dengan pasien.
Pasien menggunakan zat-zat terlarang berupa alkohol, ganja, sabu, opioid dan
benzodiazepine sejak tahun 2015. Pasien hampir setiap hari memakai zat-zat
tersebut karena membuat bersemangat, bertenaga, dan senang untuk melakukan
pekerjaannya. Tetapi, terkadang pasien juga sulit berkonsentrasi, sulit tidur, tidak
dapat mengontrol emosi dan perilakunya.

8
1.6 Diagnosis Multiaksial

- Axis 1 : Gangguan mental organic


DD : F01 Demensia Vaskular
- Axis 2 : Z03.2 Tidak ada diagnosis
- Axis 3 :
- H60-H95 penyakit telinga dan proses mastoid
- I))-I99 penyakit system sirkulasi
- Axis 4 : berkaitan dengan pekerjaan
- Axis 5 : GAF Scale 50-41 gejala berat (serois), disabilitas berat

1.7 Penatalaksanaan

Umum
◦ Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu pasien
tetap memiliki orientasi.
◦ Hindari memarahi pasien ketika pasien mengalami disorientasi.
◦ Selalu mengingatkan pasien dalam beribadah, menjaga kebersihan,
dan makan.
◦ Menyediakan bahan bacaan seperti koran harian atau teka-teki
silang
◦ Dampingi selalu pasien ketika ingin berjalan-jalan keluar rumah
Khusus (Psikofarmaka)
 Antipsikotik : haloperidol 5 mg 2x1
 Insomnia : diazepam 2 mg 2x1
 Memori : Aricept (donepezil) 1x1 5 mg

1.8 Prognosis

9
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : ad malam
Skor Index ADL Barthel : 65 (ketergantungan moderate)
Quo ad Sanationam : ad malam

10
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penggunaan Istilah


2.1.1 NAPZA
Kementerian Kesehatan dan Sosial menggunakan istilah NAPZA sebagai
pengganti zat atau substances. NAPZA akronim dari Narkotika, Psikotropika dan
Zat adiktif lain adalah bahan atau zat obat yang jika masuk ke dalam tubuh manusia
akan memengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga
menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosial karena terjadi
kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA.
NAPZA sering disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja
pada otak, sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran.

2.2.2 Narkoba
Narkoba adalah singkatan Narkotika dan Obat atau bahan berbahaya. Istilah
ini sangat populer di masyarakat termasuk media massa dan aparat penegak hukum
yang sebetulnya mempunyai makna yang sama dengan NAPZA.

2.2 Penyalahgunaan dan Ketergantungan


2.2.1 Penyalahgunaan NAPZA
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan salah satu atau beberapa jenis
NAPZA secara berkala atau teratur diluar indikasi medis, sehingga menimbulkan
gangguan kesehatan fisik, psikis dan gangguan sosial.

2.2.2 Ketergantungan NAPZA


Ketergantungan NAPZA adalah keadaan dimana telah terjadi
ketergantungan fisik dan psikis sehingga tubuh memerlukan jumlah NAPZA yang
makin bertambah (toleransi), apabila pemakaiannya dikurangi atau
diberhentikan akan timbul gejala putus zat (withdrawal syamptom). Oleh
karena itu ia selalu berusaha memperoleh NAPZA yang dibutuhkannya

11
dengan cara apapun, agar dapat melakukan kegiatannya sehari-hari secara
“normal”.

2.2.3 Tingkat Pemakaian


1. Pemakaian coba-coba (experimental use)
Pemakaian NAPZA yang tujuannya ingin mencoba,untuk memenuhi rasa
ingin tahu. Sebagian pemakai berhenti pada tahap ini, dan sebagian lain
berlanjut pada tahap lebih berat.

2. Pemakaian sosial/rekreasi (social/recreational use)


Pemakaian NAPZA dengan tujuan bersenang-senang,pada saat rekreasi
atau santai. Sebagian pemakai tetap bertahan pada tahap ini,namun sebagian
lagi meningkat pada tahap yang lebih berat.

3. Pemakaian Situasional (situational use)


Pemakaian pada saat mengalami keadaan tertentu seperti ketegangan,
kesedihan, kekecewaaqn, dan sebagainnya, dengan maksud menghilangkan
perasaan-perasaan tersebut.

4. Penyalahgunaan (abuse)
Pemakaian sebagai suatu pola penggunaan yang bersifat patologik/klinis
(menyimpang) yang ditandai oleh intoksikasi sepanjang hari, tak mapu
mengurangi atau menghentikan, berusaha berulang kali mengendalikan,
terus menggunakan walaupun sakit fisiknya kambuh. Keadaan ini akan
menimbulkan gangguan fungsional atau okupasional yang ditandai oleh :
tugas dan relasi dalam keluarga tak terpenuhi dengan baik,perilaku agresif
dan tak wajar, hubungan dengan kawan terganggu, sering bolos sekolah atau
kerja, melanggar hukum atau kriminal dan tak mampu berfungsi secara
efektif.

12
5. Ketergantungan (dependence use)
Telah terjadi toleransi dan gejala putus zat, bila pemakaian NAPZA
dihentikan atau dikurangi dosisnya.

2.2.4 Penyebab Penyalahgunaan


Penyebab penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks akibat interaksi antara
faktor yang terkait dengan individu, faktor lingkungan dan faktor tersedianya zat
(NAPZA). Tidak terdapat adanya penyebab tunggal (single cause). Terdapat
berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya penyalahgunanaa NAPZA, antara
lain :

1. Faktor Individu
Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai atau terdapat pada masa
remaja, sebab remaja yang sedang mengalami perubahan biologik,
psikologik maupun sosial yang pesat merupakan individu yang rentan untuk
menyalahgunakan NAPZA. Anak atau remaja dengan ciri-ciri tertentu
mempunyai risiko lebih besar untuk menjadi penyalahguna NAPZA. Ciri-
ciri tersebut antara lain :
1) Cenderung membrontak dan menolak otoritas
2) Cenderung memiliki gangguan jiwa lain (komorbiditas) seperti
depresi,cemas, psikotik, keperibadian dissosial.
3) Perilaku menyimpang dari aturan atau norma yang berlaku
4) Rasa kurang percaya diri (low self-confidence), rendah diri dan
memiliki citra diri negatif (low self-esteem)
5) Sifat mudah kecewa, cenderung agresif dan destruktif
6) Mudah murung, pemalu, dan pendiam
7) Mudah merasa bosan dan jenuh
8) Keingintahuan yang besar untuk mencoba atau penasaran
9) Keinginan untuk bersenang-senang (justforfun)
10) Keinginan untuk mengikuti mode karena dianggap sebagai lambang
keperkasaan dan kehidupan modern.
11) Keinginan untuk diterima dalam pergaulan.

13
12) Tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan sehingga
sulit mengambil keputusan untuk menolak tawaran NAPZA dengan
tegas.
13) Kemampuan komunikasi rendah
14) Melarikan diri sesuatu (kebosanan, kegagalan, kekecewaan,
ketidakmampuan, kesepian dan kegetiran hidup,malu dan lain-lain)
15) Putus sekolah
16) Kurang menghayati iman kepercayaannya

2. Faktor Lingkungan
Meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan baik disekitar rumah,
sekolah, teman sebaya maupun masyarakat. Faktor keluarga terutama factor
orang tua yang ikut menjadi penyebab seorang anak atau remaja menjadi
penyalahgunaan NAPZA antara lain :
1) Lingkungan keluarga
 Komunikasi orangtua-anak kurang baik/efektif
 Hubungan dalam keluarga kurang harmonis/disfungsi dalam
keluarga
 Orang tua bercerai, berselingkuh atau kawin lagi
 Orang tua terlalu sibuk atau tidak acuh
 Orang tua otoriter atau serba melarang
 Orang tua yang serba membolehkan (permisif)
 Kurangnya orang yang dapat dijadikan model atau teladan
 Orang tua kurang peduli dan tidak tahu dengan masalah
NAPZA
 Tata tertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah
(kurang konsisten)
 Kurangnya kehidupan beragama atau menjalankan ibadah
dalam keluarga
 Orang tua atau anggota keluarga yang menjadi
penyalahgunaan NAPZA

14
2) Lingkungan sekolah
 Sekolah yang kurang disiplin
 Sekolah yang terletak dekat tempat hiburan dan penjual
NAPZA
 Sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa untuk
mengembangkan diri secara kreatif dan positif
 Adanya murid pengguna NAPZA
3) Lingkungan teman sebaya
 Berteman dengan penyalahguna
 Tekanan atau ancaman teman kelompok atau pengedar
4) Lingkungan masyarakat sosial
 Lemahnya penegakan hokum
 Situasi politik, social dan ekonomi yang kurang mendukung
3. Faktor NAPZA
1) Mudahnya NAPZA didapat dimana-mana dengan harga terjangkau.
2) Banyaknya iklan minuman beralkohol dan rokok yang menarik
untuk dicoba
3) Khasiat farakologik NAPZA yang menenangkan, menghilangkan
nyeri, menidur-kan, membuat euforia/fly/stone/high/teler dan lain-
lain.

2.3 Jenis NAPZA yang Disalahgunakan


2.3.1 Narkotika
NARKOTIKA (Menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang
Narkotika). NARKOTIKA adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. NARKOTIKA
dibedakan kedalam golongan-golongan :
1. Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi

15
sangat tinggi menimbulkan ketergantungan, (Contoh : heroin/putauw,
kokain, ganja);
2. Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan (Contoh : morfin, petidin);
3. Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan (Contoh :
kodein).

Narkotika yang sering disalahgunakan adalah Narkotika Golongan I yaitu Opiat


(morfin, herion (putauw), petidin, candu), ganja atau kanabis, marihuana, hashiss,
Kokain, yaitu serbuk kokain, pasta kokain, daun koka.

2.3.2 Psikotropika
PSIKOTROPIKA (Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang
Psikotropika). PSIKOTROPIKA adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis
bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku. PSIKOTROPIKA dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut.
1. Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai
potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. (Contoh :
ekstasi, shabu, LSD);

2. Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat


digunakan dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta menpunyai
potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan . (Contoh amfetamin,
metilfenidat atau ritalin);

16
3. Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan
(Contoh : pentobarbital, Flunitrazepam);

4. Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas


digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan
(Contoh : diazepam, bromazepam, Fenobarbital, klonazepam,
klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil BK, pil Koplo, Rohip, Dum, MG).

PSIKOTROPIKA yang sering disalahgunakan antara lain Psikostimulansia


(amfetamin, ekstasi, shabu), Sedatif & Hipnotika (obat penenang, obat tidur: MG,
BK, DUM, Pil koplo dan lain-lain), dan Halusinogenika (Lysergic acid
dyethylamide (LSD), mushroom)

2.3.3 Zat Adiktif Lain


Zat adiktif lainnya adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif diluar yang
disebut Narkotika dan Psikotropika, meliputi :
1. Minuman berakohol
Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan susunan syaraf
pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dalam
kebudayaan tertentu. Jika digunakan sebagai campuran dengan narkotika
atau psikotropika, memperkuat pengaruh obat/zat itu dalam tubuh manusia.
Ada 3 golongan minuman berakohol, yaitu :
1. Golongan A : kadar etanol 1-5%, (Bir)
2. Golongan B : kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis minuman anggur)
3. Golongan C : kadar etanol 20-45 %, (Whiskey, Vodca, TKW, Manson
House, Johny Walker, Kamput.)

2. Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap
berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan

17
rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalah
gunakan, antara lain : Lem, thinner, penghapus cat kuku, bensin.

3. Tembakau : Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di


masyarakat. Pada upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat,
pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian
dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu
masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang lebih berbahaya.

Bahan/ obat/zat yang disalahgunakan dapat juga diklasifikasikan sebagai berikut :


1. Sama sekali dilarang : Narkotika golongan I dan Psikotropika Golongan I
2. Penggunaan dengan resep dokter : amfetamin, sedatif hipnotika.
3. Diperjual belikan secara bebas : lem, thinner dan lain-lain.
4. Ada batas umur dalam penggunannya : alkohol, rokok.

2.4 Klasifikasi NAPZA berdasarkan Efek terhadap Perilaku


2.4.1 Golongan Depresan
2.4.1.1 Opioid

Diperoleh dari buah tanaman Papaver Somniferum yang getahnya bila


dikeringkan akan menjadi opium mentah. Opioid dibagi dalam tiga golongan
besar yaitu:
a. Opioida alamiah (opiat): morfin, opium, kodein
b. Opioida semi sintetik : heroin/putauw, hidromorfin
18
c. Opioida sintetik : meperidin, propoksipen, metadon

Efek utama opioid diperantarai melalui reseptor opiat, yaitu reseptor


u-opiat yang terlibat dalam pengaturan analgesik, depresi pernapasan,
konstipasi, dan ketergantungan. Reseptor k-opioid pada analgesik, diuresis,
dan sedasi. Reseptor gamma opioid pada analgesik. Heroin merupakan opiat
yang paling sering disalahgunakan, lebih poten dan lebih larut di dalam lemak
dibandingkan dengan morfin, sehingga heroin lebih cepat melewati sawar
otak dan mempunyai onset yang lebih cepat dibandingkan dengan morfin.

Gangguan yang berhubungan dengan opioid diantaranya:


 Penyalahgunaan Opioid
Gangguan penggunaan opioid adalah pola penggunaan
maladaptif dari obat opioid, yang menyebabkan gangguan atau
19
distres yang signifikan secara klinis dan terjadi dalam periode 12
bulan.

 Intoksikasi Opioid
Intoksikasi opioid termasuk perubahan perilaku maladaptif
dan gejala fisik spesifik dari penggunaan opioid. Secara umum,
perubahan suasana hati, retardasi psikomotor, mengantuk, bicara
cadel, dan gangguan memori dan perhatian mengarah ke diagnosis
intoksikasi opioid.

Kriteria Diagnosis Intoksikasi Opioid:


1. Pemakaian opioid yang belum lama
2. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang
bermakna secara klinis (misalnya euphoria awal diikuti oleh
apati, disforia, agitasi, atau retardasi psikomotor, gangguan
pertimbangan, atau gangguan fungsi sosial atau pekerjaan)
yang berkembang selama atau segera setelah pemakaian
opioid
3. Konstriksi pupil (atau dilatasi pupil karena anoksia akibat
overdosis berat) dan satu (atau lebih) tanda berikut, yang
berkembang selama, atau segera setelah pemakaian opioid
 Mengantuk atau koma
 Bicara cadel
 Gangguan atensi atau daya ingat
4. Gejala tidak karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lain.

 Putus Opioid
Sindrom abstinen dapat di presipitasi dengan pemberian
antagonis opioid. Gejala-gejalanya dapat dimulai dalam beberapa
detik seperti pada injeksi intravena dan puncaknya dalam waktu

20
sekitar 1 jam. Ketergantungan opioid jarang terjadi dalam konteks
pemberian analgesik untuk nyeri dari gangguan fisik atau
pembedahan. Sindrom withdrawl, termasuk keinginan yang kuat
untuk opioid, biasanya hanya terjadi sekunder karena penghentian
penggunaan tiba-tiba pada orang dengan ketergantungan opioid.

21
Kriteria Diagnosis Putus Opioid (DSM V)
A. Adanya gejala-gejala sebagai berikut:
1. Hilangnya atau berkurangnya penggunaan opiat/ opioid yang cukup
berat dan berlangsung lama (misalnya beberapa minggu atau lebih)
2. Pemberian antagonis opiat/ opioid setelah periode pemakaian opiat/
opioid
B. Tiga atau lebih dari hal-hal di bawah ini yang timbul dalam beberapa menit
sampai beberapa hari setelah kriteria A:
1. Suasana perasaan tidak senang (disforik)
2. Mual muntah
3. Nyeri otot
4. Lakrimasi dan/ atau rinore
5. Dilatasi pupil, piloereksi, atau berkeringat
6. Diare
7. Menguap
8. Demam
9. Insomnia
C. Tanda dan gejala pada kriteria B menyebabkan stress atau gangguan yang
nyata secara klnis dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau area lainnya yang
penting
D. Tanda dan gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis lainnya dan tidak
dapat diterangkan oleh gangguan mental lainnya, termasuk intoksikasi atau
gejala putus zat oleh zat lainnya.

Morfin dan Heroin. Sindrom withdrawl morfin dan heroin dimulai 6


sampai 8 jam setelah dosis terakhir, biasanya setelah periode 1 hingga 2 minggu
penggunaan terus menerus atau setelah pemberian antagonis narkotik. Sindrom
withdrawl mencapai intensitas puncaknya selama hari kedua atau ketiga dan reda
selama 7 sampai 10 hari ke depan, tetapi beberapa gejala dapat bertahan selama 6
bulan atau lebih.
Meperidin. Sindrom penarikan dari meperidine dimulai dengan cepat,
mencapai puncak dalam 8 hingga 12 jam, dan berakhir dalam 4 hingga 5 hari.

22
Methadone. Penarikan metadon biasanya dimulai 1 hingga 3 hari setelah
dosis terakhir dan berakhir dalam 10 hingga 14 hari.

Gejala
 Perasaan hangat
 beratnya ekstremitas
 mulut kering
 wajah gatal (terutama hidung)
 kemerahan pada wajah
 Euforia awal diikuti oleh periode sedasi
 dysphoria, mual, dan muntah

Efek fisik opioid diantaranya :


 depresi pernafasan
 konstriksi pupil
 kontraksi otot polos (termasuk ureter dan saluran empedu)
 konstipasi
 perubahan tekanan darah, detak jantung, dan suhu tubuh

Overdosis Opioid
Kematian akibat overdosis opioid biasanya disebabkan oleh
henti nafas akibat efek respiratory depressant obat. Gejala overdosis
termasuk tidak responsif, koma, respirasi lambat, hipotermia,
hipotensi, dan bradikardia. Ketika terdapat trias klinis koma
pinpoint pupil, dan depresi pernafasan, dokter harus
mempertimbangkan overdosis opioid sebagai diagnosis utama.
Mereka juga dapat memeriksa tubuh pasien untuk jejak jarum di
pergelangan kaki, pergelangan kaki, selangkangan, dan bahkan vena
dorsal penis.

Penatalaksanaan dan Rehabilitasi


 Tatalaksana Intoksikasi Opioid
23
i. Merupakan kondisi gawat darurat yang memerlukan
penanganan secara cepat.
ii. Atasi tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi,
temperatur).
iii. Berikan antidotum Naloxon HCl (Narcan, Nokoba)
dengan dosis 0,01 mg/kgBB secara IV, IM, atau SC.
iv. Kemungkinan perlu perawatan ICU jika terjadi
penurunan kesadaran.
v. Observasi selama 24 jam untuk menilai stabilitas tanda-
tanda vital.

 Tatalaksana Putus Opioid


i. Putus zat seketika (abrupt withdrawal)
ii. Simptomatik sesuai gejala klinis: analgetika (Tramadol,
Asam Mefenamt, Paracetamol), spasmolitik (Papaverin),
Dekongestan, Sedatif-Hipnotik, Antidiare
iii. Substitusi Golongan Opioida: Kodein, Metadon,
Buprenorfin yang diberikan secara tapering off. Untuk
Metado dan Buprenorfin terapi dapat dilanjutkan untuk
jangka panjang (rumatan)
iv. Substitusi non-Opioida: Klonidin dengan dosis
17mcg/KgBB dibagi dalam 3-4 dosis diberikan selama
10 hari dengan tappering off 10%/hari, perlu
pengawasan tekanan darah bila tekanan darah systole
kurang dari 100 mmHg atau diastole kurang dari 70
mmHg maka Klonidin harus dihentikan
v. Pemberian sedatif-hipnotika, neuroleptika (yang
memberi efek sedatif, misal; Clozapin 25 mg, atau
Klorpromazin 100 mg)
 Psikoterapi
Seluruh rentang modalitas psikoterapi adalah tepat untuk
mengobati gangguan terkait opioid. Psikoterapi individu, terapi

24
perilaku, terapi perilaku kognitif, terapi keluarga, support groups
(mis., Narkotika Anonim [NA]), dan pelatihan keterampilan sosial
semuanya terbukti efektif untuk pasien tertentu. Pelatihan
keterampilan sosial harus secara khusus ditekankan untuk pasien
dengan sedikit keterampilan sosial. Terapi keluarga biasanya
diindikasikan ketika pasien tinggal dengan anggota keluarga.

 Theurapeutic Communities
Tujuannya adalah untuk mewujudkan perubahan gaya hidup
yang lengkap, termasuk abstinence dari zat; untuk mengembangkan
kejujuran pribadi, tanggung jawab, dan keterampilan sosial yang
bermanfaat; dan untuk menghilangkan sikap antisosial dan perilaku
kriminal.

2.4.1.2 Sedatif-Hipnotik-Ansiolitik
Tiga kelompok besar dari obat-obatan pada kelas ini yaitu benzodiazepin,
barbiturat dan barbiturate-like substance.
a. Benzodiazepin
Benzodiazepin umum digunakan sebagai anticemas, hipnotik, antiepilepsi
dan anastesi, umum juga digunakan untuk withdrawal karena alkohol. Contoh
benzodiazepin yaitu diazepam, flurazepam, oxazepam, dan klordiazepoksid.
b. Barbiturat
Obat yang termasuk ke golongan barbiturat yaitu secobarbital,
pentobarbital, dan secobarbital-amobarbital umum dijumpai pada pengedar obat-
obatan. Barbiturat merupakan obat sedatif yang efektik namun memiliki efek letal
yang tinggi.

c. Barbiturat-like substance
Obat yang sering disalahgunakan yaitu methaqualone, Meprobamate,
methaqualone, glutethimide, ethchlorvynol. Individu usia muda sering
menggunakan substansi ini karena dipercayai dapat meningkatkan kepuasan
seksual.

25
Efek Sedatif-Hipnotik-Ansiolitik
Benzodiazepin, barbiturat dan barbiturate-like substance memiliki
efek primer pada komplek reseptor GABA tipe A yang mengandung kanal
ion klorida, reseptor GABA yang dapat mengikat benzodiazepin. Hal ini
juga berlaku untuk barbiturat dan barbiturate-like substance. Efeknya yaitu
meningkatkan afinitas reseptor terhadap neurotransmiter endogen, GABA
dan meningkatkan aliran ion klorida pada kanal ke neuron. Setelah
penggunaan jangka panjang dari benzodiazepin, efek reseptor oleh
agonisnya menjadi lemah.

Intoksikasi Sedatif-Hipnotik-Ansiolitik
Kriteria Diagnosis untuk Intoksikasi Sedatif-Hipnotik-Ansiolitik
1. Pemakaian sedatif, hipnotik, ansiolitik yang belum lama
2. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara
klinis (misalnya perilaku seksual atau agresif yang tidak semestinya,
labilitas mood, gangguan pertimbangan, gangguan fungsi sosial atau
pekerjaan) yang berkembang selama, atau segera setelah pemakaian
hipnotik, sedatif, atau ansiolitik
3. Satu (atau lebih) tanda berikut, berkembang selama, atau segera
setelah pemakaian hipnotik, sedatif, atau ansiolitik:
 bicara cadel
 inkoordinasi
 gaya berjalan tidak mantap
 nistagmus
 gangguan atensi atau daya ingat
 stupor atau koma
4. Gejala tidak karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lain.

26
Tatalaksana Intoksikasi Sedatif-Hipnotik-Ansiolitik
a. Diperlukan terapi kombinasi yang bertujuan:
1. Mengurangi efek obat dalam tubuh
2. Mengurangi absorbsi obat lebih lanjut
3. Mencegah komplikasi jangka panjang
b. Langkah I: Mengurangi efek sedatif-hipnotik
1. Pemberian Flumanezil (hanya bila diperlukan berhubungan dengan
dr. Anestesi) (antagonis Benzodiazepine) bila tersedia dengan dosis
0,2 mg IV kemudian setelah 30 detik diikuti dengan 0,3 mg dosis
tunggal, setelah 60 detik diberikan lagi 0,5mg sampai total kumulatif
3 mg. Pada pasien yang ketergantungan akan menimnulkan gejala
putus zat.
2. Untuk tingkat serum sedatif-hipnotik yang sangat tinggi dan gejala-
gejala sangat berat, pikirkan untuk hemoperfusion dengan Charcal
resin/Norit. Cara ini juga berguna bila ada intoksikasi berat dari
barbiturat yang lebih short acting.
3. Tindakan suportif termasuk:
a) Pertahankan jalan napas, pernapasan buatan bila diperlukan
b) Perbaiki gangguan asam basa
4. Alkalinisasi urin sampai pH 8 untuk memperbaiki pengeluaran obat
dan untuk diuresis berikan Furosemide 20-40mg atau Manitol 12,5-
25mg untuk mempertahankan pengeluaran urin.
c. Langkah II: Mengurangi absorbsi lebih lanjut
Rangsang muntah, bila baru terjadi pemakaian. Kalau tidak, berikan
Activated Charcoal. Perhatian selama perawatan harus diberikan
supaya tidak terjadi aspirasi.
d. Langkah III: Mencegah komplikasi
1. Perhatikan tanda-tanda vital dan depresi pernafasan, aspirasi dan
edema paru
2. Bila sudah terjadi aspirasi, berikan antibiotic

27
3. Bila pasien ada usaha bunuh diri, maka dia harus segera ditangani di
tempat khusus yang aman dan perlu pengawasan selama 24 jam, bila
perlu dirujuk untuk masalah kejiwaannya.

Putus Sedatif Hipnotik Ansiolitik


Kriteria Diagnosis untuk Putus Sedatif, Hipnotik, Atau Ansiolitik:
A. Penghentian (atau penurunan) pemakaian sedatif, hipnotik, atau
ansiolitik yang telah lama dan berat
B. Dua (atau lebih) berikut yang berkembang dalam beberapa jam sampai
beberapa hari setelah kriteria 1:
1. Hiperaktivitas otonomik (misalnya berkeringat atau denyut nadi
>100)
2. Peningkatan tremor tangan
3. Insomnia
4. Mual atau muntah
5. Halusinasi atau ilusi lihat, taktil, atau dengar yang transient
6. Agitasi psikomotor
7. Kecemasan
8. Kejang grand mal
C. Gejala dalam kriteria B menyebabkan penderitaan yang bermakna secara
klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting
lain
D. Gejala tidak karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lain.

Tatalaksana Putus Sedatif-Hipnotik-Ansiolitik


1. Abrupt withdrawal (pelepasan mendadak) dapat berakibat fatal karena itu
tidak dianjurkan.
2. Gradual withdrawal (pelepasan bertahap) dianggap lebih rasional, dimulai
dengan memastikan obat toleransi, disusul dengan pemberian suatu sedatif
Benzodiazepin atau Barbiturat (Pentotal, Luminal) dalam jumlah cukup
banyak sampai terjadi gejala-gejala intoksikasi ringan, atau sampai kondisi
28
pasien tenang. Diteruskan selama beberapa hari sampai keadaan pasien
stabil, baru dimulai dengan penurunan kecepatan maksimal 10% per 24 jam
sampai dosis sedatif 0. Bila penurunan dosis menyebabkan pasien
gelisah/insomnia/agitatif atau kejang, ditunda sampai keadaan pasien stabil
setelah itu penurunan dosis dilanjutkan.
3. Untuk keadaan putus Barbiturat, dapat diberikan obat yang biasa digunakan
oleh pasien. Penurunan dosis total 10% per hari, maksimal 100 mg / hari,
4. Teknik substitusi Fenobarbital (Luminal)
Digunakan Luminal sebagai substitusi, atau Barbiturat masa kerja
lama yang lain. Sifat long acting akan mengurangi fluktuasi pada serum
yang terlalu besar memungkinkan digunakannya dosis kecil yang lebih
aman. Waktu paruhnya 12-24 jam. dosis tunggal sudah cukup. Doss lethal
5x lebih besar daripada toksik dan tanda-tanda toksisitasnya lebih mudah
diamati (sustained nystagmus, slurred speech, dan ataksia). Dosis Luminal
tidak boleh melebihi 500gram sehari, berapa besarnya sekalipun dosis
Barbiturat yang diakui pasien dalam anamnesa.
Rumus:
1 dosis sedatif = 1 dosis hipnotik

2.4.2 Golongan Stimulan


Jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan gairah
untuk bekerja. Jenis ini membuta pemakainya menjadi aktif, segar dan
bersemangat. Zat yang termasuk golongan ini adalah sebagai berikut :

2.4.2.1 Amfetamine
Amfetamin yang tersedia di Amerika Serikat adalah dextroamphetamine,
methamphetamine, dan metylphenidate (Ritalin). Beredar dengan nama jalanan:
crack, crystal, crystal meth, dan speed.

 Intoksikasi amfetamin
Gejala intoksikasi amfetamin hampir menghilang sama sekali dalam 24 jam
dan biasanya menghilang secara lengkap setelah 48 jam.

29
Kriteria diagnostik intoksikasi amfetamin (DSM-IV)
A. Pemakaian Amfetamin atau zat yang berhubungan yang belum lama
terjadi
B. Perilaku maladapif atau perubahan perilaku yang bermakna secara
klinis yang berkembang selama atau segera setelah pemakaian
amphetamin atau zat yang berhubungan (misalnya : euforia,
perubahan sosialibilitas; kewaspadaan berlebihan; kepekaan
interpersonal, kecemasan, ketegangan, atau kemarahan; perilaku
stereotipik; gangguan pertimbangan atau gangguan fungsi sosial
atau pekerjaan)
C. Dua atau lebih hal berikut, berkembang selama atau segera
pemakaian amfetamin atau zat ynag berhubungan :
1) Takikardi atau bradikardi
2) Dilatasi pupil
3) Peninggian atau penurunan tekanan darah
4) Berkeringat atau menggigil
5) Mual atau muntah
6) Tanda-tanda penurunan berat badan
7) Agitasi atau retardasi psikomotor
8) Kelemahan otot, depresi pernapasan, nyeri dada, atau aritmia
jantung
9) Konfusi, kejang, dyskinesia, dystonia atau koma
D. Gejala tidak disebebakan oleh kondisi medis umum dan tidak baik
diterangkan oleh gangguan mental lain.

 Tatalaksana intoksikasi amfetamin :


1. Psikoterapi individu, keluarga dan kelompok biasanya diperlukan
untuk mencapai abstinensi zat yang berlangsung selamanya.
2. Simtomatik tergnatung kondisi klinis, untuk penggunaan oral
merangasang muntah dengan activated charcoal atau kuras lambung

30
3. Antispikotik : haloperidol 2-5 mg perkali pemberian atau
chlorpromazine 1 mg/kg BB oral setiap 4-6 jam
4. Antihipertensi bila perlu. TD diatas 140/100 mmHg
5. Kontrol temperature dengan selimut dingin atau chlorpromazine
untuk mencegah temperature tubuh meningkat
6. Aritmia cordis, lakukan cardiac monitoring, contoh untuk palpitasi
diberikan propranolol 20-80 mg/hari
7. Bila ada gejala ansietas berikan ansiolitik golongan benzodiazepine;
diazepam 3x5mg atau chlordiazepoxide 3x25 mg
8. Asamkan urin dengan ammonium chloride 2,75 mEq/kg atau
Ascorbic Acid 8 mg/hari sampai pH urin <5 akan mempercepat
ekskresi zat

 Putus amfetamin
Kriteria diagnostik putus amfetamin

A. Penghentian amphetamine yang telah lama atau berat


B. Mood disforik dan dua atau lebih perubahan fisiologis berikut yang
berkembang dalam beberapa jam sampai beberapa hari setelah
kriteria :
1) Kelelahan
2) Mimpi yang gamblang dan tidak menyenangkan
3) Insomnia atau hipersomnia
4) Peningkatan nafsu makan
5) Retardasi atau agitasi psikomotor
C. Gejala dalam kriteria 2 menyebabkan penderitaan bermakna secara
klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi
lainnya
D. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih
baik diterangkan oleh gangguan mental lain

 Tatalaksana
1. Observasi 24 jam untuk menilai kondisi fisik dan psikiatrik
31
2. Rawat inap diperlukan apabila gejala psikotik berat, gejala depresi
berat atau kecenderungan bunuh diri dan komplikasi fisik lain.
3. Terapi : Antipsikotik (Haloperidol 3x1,5-5 mg atau Risperidon
2x1,5-3 mg), Antiansietas (Alprazolam 2x0,25-0,5 mg atau
Diazepam 3x5-10 mg atau Clobazam 2x10mg) atau Antidepresi
golongan SSRI atau Trisiklik/Tetrasiklik sesuai kondisi klinis.
4. Psikoterapi individu, keluarga dan kelompok biasanya diperlukan
untuk mencapai abstinensi zat yang berlangsung selamanya.

2.4.2.2 Kafein
Merupakan zat psikoaktif yang paling luas digunakan di negara barat. Paling
sering dalam bentuk kopi atau teh.

 Intoksikasi kafein
Kriteria diagnostik intoksikasi kafein :

A. Konsumsi kafein yang belum lama, biasanya melebihi 250 mg


(misalnya lebih dari 2-3 cangkir kopi buatan)
B. Lima (atau lebih) tanda berikut ini, yang berkembang selama atau
segera setelah pemakaina kafein
1) Gelisah
2) Gugup
3) Kegembiraan
4) Insomnia
5) Muka kemereahan
6) Diuresis
7) Gangguan gastrointestinal
8) Kedutan otot
9) Jalan pikiran atau bicara yang melantur
10) Takikardi atau aritmia jantung
11) Periode tidak mudah lelah
12) Agitasi psikomotor

32
C. Gejala dalam kriteria B biasanya menimbulkan penderitaan yang
bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan
atau fungsi lain yang penting.
D. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih
baik diterangkan oleh gangguan mental lain (misalnya gangguan
kecemasan)

 Putus kafein
Kriteria riset untuk putus kafein

A. Pemakaian kafein setiap hari dalam jangka waktu yang lama


B. Penghentian pemakaina kafein secara tiba-tiba atau penurunan
jumlah kafein yang digunakan segera diikuti oleh nyeri kepaladan
satu (atau lebih) gejala berikut :
1) Lemas atau Mengantuk
2) Cemas atau depresi
3) Mual atau muntah
C. Gejala dalam kriteria B menimbulkan penderitaan yang bermakna
secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau
fungsi lain yang penting.
D. Gejala buka karen aefek fisiologis langsung dari kondisi medis
umum (mislanya migrain, penyakit virus) dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lain

 Tatalaksana
1. Menghentikan atau sangat menurunkan produk yang mengandung
kafein dari diet atau kebiasaan seseorang. Dapat digantikan dengan
minuman lain, air mineral atau kopi tanpa kafein.
2. Analgesik seperti aspirin dapat digunakan untuk mengontrol nyeri
kepala dan nyeri otot yang mungkin menyertai penghentian kafein

33
2.4.2.3 Kokain
Kokain adalah alkaloid yang didapatkan dari tanaman berlukar
Erythroxylon coca yang berasal dari Amerika Selatan, dikunyah oleh penduduk
setempat untuk mendapatkan efek stimulant. Merupakan zat yang paling adiktif
yang sering disalah gunakan dan merupakan zat yang paling berbahaya. Nama
lainnya adalah snow, coke, girl dan lady.
 Intoksikasi kokain
Kriteria diagnostic untuk intoksikasi kokain
A. Pemakainan kokain yang belum lama
B. Perilaku maladatif atau perubahan psikologis ynag bermakna secara
klinis (misalnya, euphoria atau penumpulan afektif; perubahan
sosialibilitas; kewaspadaan berlebihan; kepekaan interpersonal,
kecemasan, ketegangan, atau kemarahan; perilaku stereotipik;
gangguan pertimbangan atau gangguan fungsi sosial atau pekerjaan)
yang berkembang selama atau segera setelah pemakaian kokain.
C. Dua (atau lebih) tanda berikut yang berkembang selama atau segera
setelah pemakaian koakain
1) Takikardi atau bradikardi
2) Dilatasi pupil
3) Peninggian atau penurunan tekanan darah
4) Berkeringat atau menggigil
5) Mual atau muntah
6) Tanda-tanda penurunan berat badan
7) Agitasi atau retardasi psikomotor
8) Kelemahan otot, depresi pernapasan, nyeri dada atau aritmia
jantung
9) Konfusi, kejang dyskinesia, dystonia atau koma
D. Gejala tidak disebebakan oleh kondisi medis umum dan tidak baik
diterangkan oleh gangguan mental lain.

 Putus kokain
Kriteria diagnostic untuk putus kokain

34
A. Penghentian (atau penurunan) pemakaian kokain yang telah lama
dan berat
B. Mood disforik dan dua (atau lebih) perubahan fisiologis berikut yang
berkembang dalama beberapa jam sampai beberapa hari setelah
kriteria A
1) Kelelahan
2) Mimpi yang gambling dan tidak menyenangkan
3) Insomnia atau hypersomnia
4) Peningkatan nafsu makan
5) Retardasi atau agitasi psikomotor
C. Gejala dalam kriteria B biasanya menimbulkan penderitaan yang
bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan
atau fungsi lain yang penting.
D. Gejala tidak disebebakan oleh kondisi medis umum dan tidak baik
diterangkan oleh gangguan mental lain.

 Tatalaksana
1. Agonis dopaminergic yang sering digunakan adalah amantadine
(Symmetrel) 2x100 mg, dan bromocriptine (parlodel) 2x2,5 mg
2. Carbamazepine

2.4.3 Golongan Halusinogen


Jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat
merubah perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan daya pandang yang
berbeda sehingga seluruh perasaan dapat terganggu. Golongan ini tidak digunakan
dalam terapi medis.

2.4.3.1 Canabis
Nama lain ganja, mariyuana, grass, hash, herb, pot, weed,bubble gum, fruity
juice, afghani dan skunk. Ganja merupakan kumpulan daun,tangkai, buah kanabis
sativa yang dikeringkan dan dirajang. Ganja akan memberikan dampak:
1. Sulit mengingat sesuatu

35
2. Waktu reaksi melambat
3. Sulit konsentrasi
4. Mengantuk dan tidur
5. Anxietas
6. Paranoid
7. Memengaruhi persepsi seseorang atas waktu
8. Mata merah

Dampak bagi fisik:


1. Tremor
2. Nausea
3. Sakit kepala
4. Menurunnya kordinasi
5. Gangguan pernapasan
6. Nafsu makan meningkat
7. Menurunkan aliran darah ke otak
8. Menurunkan aktivitas organ reproduksi

 Intoksikasi Cannabis
Intoksikasi ganja biasanya meningkatkan kepekaan pengguna
terhadap rangsangan eksternal, mengungkapkan rincian baru, membuat
warna tampak lebih cerah dan lebih kaya, dan secara subjektif
memperlambat apresiasi waktu. Dalam dosis tinggi, pengguna mungkin
mengalami depersonalisasi dan derealisasi. Keterampilan motorik
terganggu oleh penggunaan ganja, dan gangguan dalam keterampilan
motorik tetap setelah efek submiten, subjektif telah diselesaikan. Selama 8
hingga 12 jam setelah menggunakan ganja, keterampilan motorik pengguna
yang terganggu mengganggu pengoperasian kendaraan bermotor dan mesin
berat lainnya. Selain itu, efek ini aditif terhadap alkohol, yang biasanya
digunakan dalam kombinasi dengan ganja.

 Kriteria untuk intoksikasi canabis


1. Pemakaian canabis yang belum lama
36
2. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara
klinis yang berkembang segera setelah pemakaian kanabis

3. Dua atau lebih tanda berikut yang berkembang dalam 2 jam pemakaian
canabis :

 Injeksi konjungtiva
 Peningkatan nafsu makan
 Mulut kering
 Takikardia
Gejala bukan dari kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan
oleh gangguan mental lain.

 Cannabis withdrawl
Penelitian telah menunjukkan bahwa penghentian penggunaan pada
pengguna ganja setiap hari menghasilkan gejala penarikan dalam waktu 1
hingga 2 minggu penghentian. Gejala penarikan termasuk iritabilitas,
mengidam cannabis, kegelisahan, kecemasan, insomnia, mimpi terganggu
atau hidup, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, depresi, gelisah,
sakit kepala, menggigil, sakit perut, berkeringat, dan tremor.

 Tatalaksana Intoksikasi Canabis


1. Umumnya tidak perlu farmakoterapi, dapat diberikan terapi suportif
dengan “Talking down”;
2. Bila ada gejala anxietas berat:
a. Lorazepam 1-2 mg oral
b. Alprazolam 0,5-1 mg oral
c. Chlordiazepoxide 10-50 mg oral
3. Bila terdapat gejala psikotik meninjol diberikan Haloperidol 1-2mg
oral atau i.m ulangi setiap 20-30 menit.

2.4.3.2 LSD
LSD (lysergic acid diethylamide) bentuknya dapat cair, kertas, pil dan
ditelan. Bahan kimia tak berbau, tak berwarna dan dibuat oleh laboratorium gelap.
Nama jalanan acid, clotter acid, microdot, dan white lightening, berefek
37
halusinogen atau high seperti “trip”. Efek halusinogen dapat bertahan 2-12 jam.
Selama masa ini kemampuan pengguna dalam mengambil atau menilai suatu
keputusan dapat terganggu,persepsi visual mengalami distorsi dan dapat
mengalami halusinasi.
Dampak fisik LSD adalah dilatasi pupil, suhu tubuh meningkat, tekanan
darah naik, halusinasi dan disorientasi arah-jarak-waktu, bad trip yaitu timbul
reaksi piknik, paranoid, anxietas, hilangnya kendali, kekacauan dan psikosis.
Penderita dapat melukai diri dan orang lain karena gejala psikosisnya. Efek
samping LSD disebut “Flashback”. Penghentian zat ini dalam beberapa tahun
masih dapat memunculkan efek halusinogen secara tidak menetap dan tanpa tanda-
tanda pendahuluan.

2.4.3.3 Ectacy
Kelompok golongan ini terdiri atas : XTC, MDMA (3,4 metilen
dioksimetilamfetamin). Derivate-fenilisopropilamin semisintetik ini pada tahun
1914 dipasarkan sebgai obat penekan nafsu makan. Pada tahun 1970an , obat ini di
AS digunakan sebgai obat tambahan dalam psikoterapi dan kemudian dilarang pada
tahun 1985. Saat ini ecstasy dengan nama jalan MDMA banyak digunakan oleh
pecandu dibanyak negara, juga di Indonesia untuk sifat stimulasi dan
halusinogennya akibat pembebasan 5-HT. Penggunaan lama dari zat ini akan
merusak saraf terminal 5-HT dan meningkatkan resiko untuk gangguan kejiwaan.
Sering kali drug ini dalam berbagai bentuk tablet diselundupkan dari Eropa,
terutama Belanda, ke wilayah Indonesia yang kemudian melalui saluran-saluran
tertentu diperdagangkan di tempat-tempat disko dan klub-klub malam. Akhir 2005
secara illegal diproduksi dalam jumlah besar di Indonesia, sampai kegiatan ini
dihentikan oleh aparat Negara.
Zat ini juga disebut sebagai party drug atau dance drug karena
memungkinkan si pengguna berjoget sepanjang malam tanpa merasakan dirinya
letih. Efek permulaannya berupa simpatomimetis dan dapat terjadi tachyaritmia
serta peningkatan suhu tubuh (hiperpireksia), gerakan klonis dan konvulsi. Daya
kerjanya agak singkat (4-6 jam). Mekanisme kerjanya berdasarkan gangguan re-
uptake dari serotonin di otak, yang sebagai neurotransmitter berperan penting pada

38
suasana jiwa (mood), proses berpikir, makan dan tidur. Tidak menimbulkan
ketergantungan fisik dan ketagihan.

Ecstacy menimbulkan suatu keadaan “ekstase” pada mana pengguna


mengalami seolah-olah kenikmatan yang sangat intens dan merasa dirinya
“terlepas” dari segala permasalahan di dunia.

Efek buruk yang terpenting adalah gagal hati dan gagal ginjal akut, serta
kerusakan irreversible pada saraf-saraf yang melepaskan serotonin (neurotoksis)
akibat pembentukan radikal bebas yang meruasak membrane sel. Adakalanya
tablet-tablet XTC dicampur dengan obat lain dengan tujuan memperkuat efeknya,
misalnya atropine. Hal ini sangat berbahaya karena toksisitasnya juga meningkat.
Pengobatan intoksikasi berupa cuci lambung , pemberian klorpromazin dan α atau
β blocker secara intravena

2.5 Alkohol
Kriteria diagnostik untuk intoksikasi alkohol

1. Baru saja menggunakan alkohol

2. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bemakna secara klinis yang
berkembang selama atau segera setelah ingesti alkohol

3. Satu atau lebih tanda berikut yang berkembang selama atau segera setelah
pemakaian alkohol :

 Bicara cadel
 Inkoordinasi
 Gaya berjalan tidak mantap
 Nistagmus
 Gangguan atensi dan daya ingat
 Stupor atau koma.
4. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lain.

39
Kriteria diagnostik untuk putus alkohol

1. Penghentian pemakaian alkohol yang telah lama dan berat


2. Dua atau lebih tanda berikut ini, yang berkembang dalam beberapa jam sampai
beberapa hari setelah kriteria 1 :
 hiperaktivitas otonomik
 tremor tangan
 insomnia
 mual atau muntah
 halusinasi atau ilusi lihat raba atau dengar
 agitasi psikomotor
 kecemasan
 stupor atau koma
3. Gejala dalam kriteria 2 menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis
atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi pentinglainnya
4. Gejala tidak disebabkam suatu kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lainnya.

Tatalaksana Intoksikasi Alkohol


1. Bila terdapat hipoglikemia injeksi 50 ml Dextrose 40%
2. Kondisi koma
a. Posisi menunduk untuk cegah aspirasi
b. Observasi ketat tanda vital tiap 15 menit
c. Injeksi thiamine 100 mg iv untuk profilaksis terjadinya wernicke
encephalopathy lalu 50 ml dextrose 40% iv (berurutan)
3. Problem perilaku
a. Petugas keamanan dan perawat siap bila pasien agresif
b. Terapis harus toleran dan tidak membuat pasien takut atau merasa
ternacam
c. Buat suasana tenang dan bila perlu tawarkan makan
d. Beri dosis rendah sedatif; lorazepam 1-2 mg atau haloperidol 5 mg oral.
Bila gaduh gelisah berikan secara parenteral (im).

40
Tatalaksana Putus Alkohol

1. Pemberian cairan atas dasar hasil pemeriksaan elektrolit dan keadaan umum
2. Atasi kondisi gelisah dan agitasinya dengan golongan benzodiazepine atau
barbiturat
3. Pemberian vitamin B dosis besar (misal vitamin neurotropik), kemudian
dilanjutkan dengan vitamin B1, multivitamin dan asam folat 1 mg oral
4. Bila ada riwayat kejang putus zat atasi dengan benzodiazepine (Diazepam 10
mg iv perlahan)
5. Thiamine 100 mg ditambah 4 mg Magnesium sulfat dalam 1 liter dari 5%
dextrose atau normal saline selama 1-2 jam
6. Bila terjadi delirium harus ada orang yang selalu mengawasi

41
42

Anda mungkin juga menyukai