Disusun oleh:
Yanvatra Bayu 12100109014
Devina Nurul O. 12100109045
Sumaya Zain 12100109046
Partisipan:
Muhamad Wirawan Adityo 12100109003
Medina Nur Hadyanti 12100109021
Adhitya Agung P. 12100109026
Preceptor:
Octo Indradjadjs, dr. Sp.PD
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi DM
Istilah Diabetes Melitus menggambarkan suatu kelainan metabolik dengan
pelbagai etiologi yang ditandai dengan hiperglikemia kronis dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh gangguan
sekresi insulin, fungsi insulin, ataupun kedua-duanya. Penyebab diabetes biasanya
primer tetapi bisa juga sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain seperti
gangguan pada pankreas (pankreatektomi total, pankreatitis kronis,
haemokromatosis), gangguan endokrin (akromegali, Cushings syndrome) dan juga
drug induced (diuretik thiazid dan kortikosteroid). Diabetes melitus mengakibatkan
kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan pelbagai organ. Gejala umum
dari Diabetes melitus adalah rasa haus berlebihan, polyuria, penglihatan yang
kabur, dan penurunan berat badan. Pada keadaan yang lebih berat dapat terjadi
ketoasidosis atau non ketotic hyperosmolar state yang menyebabkan stupor, coma,
dan juga kematian jika tidak ditangani dengan benar. Biasanya gejala tidak berat
ataupun tidak terlihat sama sekali sehingga diagnosis diabetes melitus hanya
ditegakkan setelah mengalami periode hiperglikemia yang lama. Efek jangka
panjang dari diabetes termasuk perkembangan komplikasi yang progresif seperti
retinopati dengan kemugkinan terjadinya kebutaan, nefropati yang bisa
menyebabkan gagal ginjal dan atau neuropati dengan resiko foot ulcer, amputasi,
charcot joints dan disfungsi otonom seperti disfungsi seksual. Penderita diabetes
mellitus mempunyai resiko yang tinggi untuk penyakit-penyakit kardiovaskular,
peripheral vascular dan cerebrovascular.
Keluhan khas DM
1. Poliuria
2. Polidipsia
3. Polifagia
4. BB menurun dengan cepat
Keluhan tidak khas DM
1. Kesemutan
2. Gatal di daerah genital
3
3. Keputihan
4. Infeksi sulit sembuh
5. Bisul yang hilang timbul
6. Penglihatan kabur
7. Cepat lelah
8. Mudah mengantuk
Faktor resiko DM
1. Usia > 45tahun
2. Kegemukan (BB > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2)
BB Idaman (BBI) = (TB – 100) – 10%
IMT = BB (kg) / TB2 (m2)
3. Hipertensi (TD > 140/90 mmHg)
4. Riwayat DM dalam garis keturunan
5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi >
4000g
6. Riwayat DM pada kehamilan (DM gestational)
7. Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa
Terganggu (GDPT)
8. Penderita Penyakit Jantung Koroner, TBC, hipertiroidisme
9. Kolesterol HDL < 35mg/dl dan/atau trigliserida ≥ 250 mg/dl, kolesterol
total ≥ 200 mg/dl
4
Defek genetik fungsi sel beta :
- Maturity onset diabetes of the young
MODY 1: Kromosom 20, HNF 4 alfa
MODY 2: Kromosom 7, glukokinase
MODY 3: Kromosom 12, HNF 1alfa
MODY 4: Kromosom 13, IPF 1
- Mutasi mitokondria: DNA 3243 dan lain-lain
Penyakit Eksokrin pankreas: - pankreatitis
- pankreatektomi
Endokrinopati: - akromegali
- Cushing
- Hipertiroidisme
Akibat obat dan kimia: Glukokortikoid, hormon tiroid
Infeksi
- Cytomegalovirus (CMV)
- Rubella
Imunologi (jarang)
- Antibodi anti insulin
Sindrom genetik lain yang berhubungan dengan DM, contoh:
- Sindroma Down
- Klinefelter, Turner
4. DM Gestational
Patofisiologi
Diabetes melitus tipe 1
DM tipe 1 adalah penyakit katabolisme yang ditandai dengan kegagalan sel
beta pankreas dalam merespon stimulus untuk mensekresikan hormon insulin,
sehingga penderita membutuhkan hormon insulin dari luar untuk membantu proses
katabolisme di dalam tubuh. Keadaan ini ditandai dengan kadar hormon insulin
yang sangat rendah atau bahkan tidak ada dalam darah dan kadar hormon glukagon
meningkat.
5
DM tipe 1 merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan infiltrasi
limfosit pada pankreas dan adanya destruksi sel penghasil insulin pada pulau-pulau
Langerhans yang menyebabkan defisiensi insulin. DM tipe 1 disebabkan tiga
faktor yang saling berhubungan, yaitu genetik, lingkungan, dan faktor imunologis.
Sebuah teori yang berhubungan dengan etiologi DM tipe 1 menyebutkan bahwa
DM tipe 1 ditimbulkan dari adanya kerusakan pada sel beta pankreas akibat agen
infeksius dari lingkungan. Agen yang masuk ke dalam tubuh tersebut akan
merangsang sistem imun yang kemudian secara genetik (bersifat individual) akan
membentuk reaksi autoimun terhadap sel beta pankreas itu sendiri. Agen-agen
lingkungan yang telah dijadikan hipotesa dapat menginduksi DM tipe 1, antara lain
virus (mumps, rubella, coxsackie B4), zat kimia beracun, pemberian susu formula
sejak masih bayi, dan sitotoksin.
Prevalensi kejadian DM tipe 1 meningkat pada orang-orang yang menderita
penyakit autoimun, seperti Graves disease, Hashimoto thyroiditis, dan Addison’s
disease. Sekitar 95% pasien yang menderita DM tipe 1 memiliki Human
Leukocyte Antigen (HLA)-DR3 atau HLA-DR4 yang merupakan marker spesifik
DM tipe 1.
6
belum jelas mulai dari gangguan sekresi yang ringan namun bersifat progresif
hingga akhirnya sekresi insulin pun tidak adekuat.
Pada DM tipe 2, resistensi insulin pada organ hepar dapat merangsang
terjadinya glukoneogenesis yang menghasilkan keadaan hiperglikemia serta
menurunkan cadangan glikogen. Peningkatan produksi glukosa hepar terjadi
setelah adanya resistensi insulin dan penurunan sekresi insulin.
7
Diagnosis
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan
tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Untuk diagnosis
DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara
enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Pemeriksaan Penyaring
Ada perbedaan antara uji diagnostic DM dengan pemeriksaan penyaring.
Uji diagnostic DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala / tanda DM,
sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang
tidak bergejala, tetapi memiliki risiko DM. Serangkaian uji diagnostic akan
dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif.
Pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai salah satu risiko
DM. Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif,
dilakukan pemeriksaan ulangan tiap tahun, sedangkan untuk yang berusia > 45
tahun tanpa faktor risiko, dapat dilakukan tiap 3 tahun.
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menyaring pasien DM, TGT, dan
GDPT, sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat bagi mereka. Pasien dengan
TGT atau GDPT merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5 – 10 tahun
kemudian 1/3 kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT,
sedangkan 1/3 lainnya kembali normal.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa
darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes
toleransi glukosa oral (TTGO) standar. (lihat tabel 1)
Tabel 1. kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring
dan diagnosis DM
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah Plasma vena <110 110 – 199 ≥ 200
sewaktu (mg/dl)
Darah <90 90 – 199 ≥ 200
kapiler
Kadar glukosa darah Plasma vena <110 110 – 125 ≥ 126
puasa (mg/dl)
Darah <90 90 – 109 ≥ 110
kapiler
8
Diagnosis DM
Diagnosis klinis DM dipikirkan bila terdapat keluhan khas DM berupa
poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1 di bawah.
9
Gambar 1: Langkah-langkah Diagnostik DM dan Gangguan Toleransi Glukosa
Nasihat Umum
Evaluasi Status Gizi Perencanaan Makanan
Evaluasi Penyulit DM Latihan Jasmani
Evaluasi dan Perencanaan Makanan Sesuai Kebutuhan
Berat Idaman
Belum Perlu Obat Penurun Glukosa
Penatalaksanaan
10
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus mencakup (1) edukasi, (2) perencanaan
makanan, (3) pengaturan aktifitas fisik, serta (4) Intervensi Farmakologik.
1. Edukasi
Meliputi pemahaman tentang:
Penyakit DM
Makna dan perlunya pengandalian dan pemantauan DM
Penyulit DM
Intervensi Farmakologis dan non-farmakologis
Hipoglikemia
Masalah khusus yang dihadapi
Cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan
keterampilan
Cara menggunakan fasilitas perawatan kesehatan
2. Perencanaan Makanan
Perencanaan makanan harus disesuaikan dengan kebiasaan masing-masing
individu. Yang berpengaruh terhadap respons glikemik makanan adalah cara
memasak, proses penyiapan makanan, dan bentuk serta komposisi makanan
(karbohidrat, lemak, protein).Standar yang diajukan adalah makanan dengan
komposisi: Karbohidrat 60 – 70%
Protein 10 – 15%
Lemak 20 – 25%
Jumlah kolesterol yang disarankan < 300mg/hari dengan lemak yang berasal
dari sumber asamlemak tidak jenuh (MUFA), dan membatasi PUFA dan asam
lemak jenuh.
Untuk mrnghitung kebutuhan kalori antara lin dengan menggunakan rumus
Broca:
Berat Badan Idaman dikalikan kebutuhan kalori basal (30 Kkal/KgBB untuk
laki-laki, dan 25 Kkal/KgBB untuk wanita), ditambah dengan:
kebutuhan kalori untuk aktivitas
- ringan + 10%
- sedang + 20%
- berat + 30%
11
koreksi status gizi
- BB gemuk - 20%
- BB lebih - 10%
- BB kurang + 20%
Stress metabolik (cth: infeksi, operasi, dsb.): + (10 – 30%)
Usia > 40 tahun - 5%
Hamil
- Trimester I, II + 300 kal
- Trimester III/laktasi +500 kal
jumlah kalori tersebut kemudian dibagi dalam 3 porsi besar (20% pagi, 30%
siang, 25% malam), serta 2 – 3 x makanan selingan (10 – 15%).
3. Pengaturan Aktifitas Fisik
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-4 x seminggu selama kurang
lebih 30 menit). Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan, memperbaiki
sensitivitas terhadap insulin, sehingga dapat mengendalikan kadar gula darah.
Contoh latihan yang dapat dilakukan antara lain: bersepeda santai, jogging,
berenang. Prinsip: Continues-Rythmical-Interval-Progressive-Endurance
4. Intervensi Farmakologik
Intervensi farmakologik diberikan apabila sasaran kadar gula darah belum
tercapai dengan pengaturan makan dan latihan
Obat Hipoglikemia Oral(OHO)
Berdasarkan cara kerjanya dibagi menjadi 3 golongan:
Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea, glinid
Penambah sensitivitas terhadap nsulin: metformin, tiazolidindion
Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa
12
Tabel 2. Mekanisme kerja, efek samping, dan pengaruh terhadap
penurunan A1C (Hb-glikosilat)
Efek samping Penurunan
Nama obat Cara kerja utama
utama A1C
BB naik,
Sufonilurea Meningkatkan sekresi insulin 1,5 – 2,5%
Hipoglikemia
Glinid Meningkatkan sekresi insulin 1,5 – 2,5%
Menekan produksi glukosa Diare, dispepsia,
Metformin 1,5 – 2,5%
hati Asidosis laktat
Penghambat Menghambat absorpsi Flatulens
0,5 – 1,0%
glukosidase alfa glukosa Tinja lembek
Menambah sensitivitas
Tiazolidindion Edema 1,3%
terhadap insulin
Menekan produksi glukosa
Hipoglikemia Potensial
Insulin hati, stimulasi pemanfaatan
BB naik minimal
glukosa
Insulin
Insulin dibutuhkan untuk terapi semua pasien IDDM dan banyak pasien
NIDDM. Pada pasien NIDDM, insulin diperlukan dalam keadaan:
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Ketoasidosis Diabetik
- Hiperglikemia Hiperosmolar non-Ketotik
- Hiperglikemia dengan asidosis laktat
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
- Kehamilan dengan DM/diabetes mellitus gestasional yang tidak
terkendsali dengan perencanaan makanan
- Gangguan fungsi hati atau ginjal yang berat
- Kontraindikasi atau alergi terhadap OHO
Teknik penyuntikan insulin ada 3 macam:
a) Terapi insulin konvensional
Diberikan satu atau dua suntukan insulin kerja sedang sehari seperti
zinc insulin (insulin lente) atau isophane insulin (insulin NPH) dengan atau
tanpa penambahan insulin reguler.
13
b) Teknik Multiple Subcutaneus Injection (MSI)
Dengan pemberian insulin kerja sedang atau panjang pada malam hari
sebagai dosis tunggal bersama dengan insulin reguler setiap sebelum
makan.
c) Continous Subcutaneus Insulin Infusion (CSII)
Dengan menggunakan pompa kecil yang dijalankan dengan batrai yang
mengeluarkan insulin subkutaneus ke dalam dinding perut, biasanya
melalui jarum kupu-kupu nomor 27.
Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan bertahap sesuai respon kadar glukosa darah. Kalau dengan OHO
tunggal sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, perlu kombinasi dua
kelompok obat hipoglikemik oral yang berbeda mekanisme kerjanya. Apabila
dengan OHO dosis hampir maksimal, baik sendiri maupun kombinasi gagal,
barulah dapat dipakai kombinasi insulin dengan OHO.
14
Hiperglikemia
Merupakan penyulit akut pada penyakit Diabetes Melitus (DM). Keadaan krisis
hiperglikemia dibagi dua tipe yaitu, ketoasidosis diabetikum (KAD) dan
hiperosmolar non-ketotik (HONK).
Ketoasidosis diabetikum (KAD)
Kriteria diagnosis KAD :
Klinis/riwayat DM sebelumnya, kesadaran menurun, napas cepat dan
dalam (Kussmaul) seta tanda-tanda dehidrasi.
Faktor pencetus yang biasa menyertai : infeksi akut, infark miokard akut,
stroke
Laboratorium :
- hiperglikemia (GD > 250 mg/dL)
- asidosis metabolik (pH < 7,3 ; bikarbonat < 15 mEq/L)
- ketosis (ketonemia dan atau ketonuria)
Gejala dan tanda ketoasidosis dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat
hiperglikemia dan akibat ketosis.
Defisiensi insulin menyebabkan berkurangnya penggunaan glukosa oleh jaringan
tepi dan dan bertambahnya glukoneogenesis di hati, keduanya menyebabkan
hiperglikemia.
15
banyak. Pindahnya cairan intrasel ke ruang vaskuler ekstrasel, dalam batas tertentu
dapat mencegah terjadinya hipovolemia.
Bila hiperglikemia berlanjut, glukosuria memperberat diuresis osmotik dengan
kehilangan air dan natrium terus-menerus. Akhirnya dapat terjadi dehidrasi intrasel
dan ekstrasel, dengan gambaran koma dan renjatan.
Pengobatan dengan insulin akan menyebabkan pindahnya kalium ke dalam sel dan
dapat menurunkan kadar kalium plasma.
Pengobatan :
Cairan ; dehidrasi dan hiperosmolar (bila ada) perlu diobati secepatnya dengan
NaCl 0,9%. Tahap awal dibutuhkan 1-2 liter dalam satu jam pertama. Pedoman
untuk menilai hidrasi adalah turgor jaringan, tekanan darah, keluaran urin dan
pemantauan keseimbangan cairan.
Insulin baru diberikan pada jam kedua. Bolus 180 mU/kgBB dilanjutkan dengan
drip insulin 90 mU/jam/kgBB dalam NaCl 0,9%. Bila GD < 200 mg/dL kecepatan
dikurangi menjadi 45 mU/jam/kgBB.
Kalium diberikan sesuai dengan hasil pemeriksaan kadar plasma sebagai larutan
KCl 13-20 mEq/l/jam.
Bikarbonat baru diberikan bila pH kurang dari 7,0. diberikan 100 mEq bikarbonat
+ 20 mEq KCl dalam 20-40 menit.
Mekanisme terjadinya koma HONK hampir serupa dengan KAD. Pada mulanya
sel beta pankreas gagal atau terhambat oleh beberapa keadaan stress yang
menyebabkan sekresi insulin yang tidak adekuat. Pada keadaan stress tersebut
terjadi peningkatan hormon glukagon sehingga pembentukan glukosa akan
meningkat dan menghambat pemakaian glukosa perifer, yang akhirnya
menimbulkan hiperglikemia. Selanjutnya terjadi diuresis osmotik yang
16
menyebabkan cairan dan elektrolit tubuh berkurang, perfusi ginjal menurun dan
sebagai akibatnya sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar
hiperglikemik.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan :
Pasien dalam keadaan apatis sampai koma
Tanda-tanda dehidrasi seperti tirgor menurun disertai tanda kelainan
neurologis, hipotensi postural, bibir dan lidah kering.
Tidak ada bau aseton yang tercium dari pernafasan
Tidak ada tanda pernafasan Kussmaul
Hipoglikemia
Hipoglikemia bila :
- kadar glukosa darah < 60 mg/dL, atau
- kadar glukosa darah < 80 mg/dL dengan gejala klinis
Tanda-tanda klinis hipoglikemia:
stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah turun
stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan
menghitung sementara
stadium simpatik : keringat dingin pada muka, bibir, atau tangan gemetar
stadium gangguan otak berat : tidak sadar dengan atau tanpa kejang
Terjadinya hipoglikemia terutama pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus
dihindari, mengingat konsekuensi yang ditimbulkannya dapat fatal atau
menyebabkan kemunduran mental bermakna pada pasien. Pada setiap pasien DM
dengan kesadaran menurun kemungkinan hipoglikemia harus selalu dipikirkan dan
dan diantisipasi. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut sering lebih lamban.
Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia
akibat sulfonilurea juga dapat berlangsung lama, sehingga harus diawasi benar
17
sampai semua obat habis dieksresi, yang kadang memerlukan waktu lama (24-36
jam, bahkan mungkin lebih pada pasien dengan gagal ginjal kronik)
18
DAFTAR PUSTAKA
19