Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRA PRAKTIK KERJA PROFESI PSIKOLOGI

BIDANG INDUSTRI DAN ORGANISASI


RUMAH SAKIT JIWA DAERAH DR. RM SOEDJARWADI

Disusun oleh :
Sulistya Ditha Hardiyaningsih
18/434137/PPS/03673

PROGRAM MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2019
I. PROFIL ORGANISASI
A. Sejarah Singkat
RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Klaten berdiri sejak tanggal 23 Agustus 1953 sebagai
Koloni Orang Sakit Jiwa (KOSJ), dimana pasiennya semula berasal dari RS Jiwa
Mangunjayan Surakarta dan RS Jiwa Kramat Magelang. Sebagai direktur pertamanya
adalah Dr. R.M. Soedjarwadi. Sejak tahun 1972 fungsi sebagai Koloni berubah menjadi
rumah sakit dengan dibukanya pelayanan rawat jalan seminggu sekali, sedangkan
fungsi sebagai penampungan ditingkatkan menjadi rawat inap. Hal ini dimungkinkan
dengan didatangkannya spesialis jiwa dari RSJ Mangunjayan seminggu sekali. Dengan
terbitnya SK MENKES RI Nomor: 135/SK/Men.Kes/IV/78 Tahun 1978 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Jiwa, maka KOSJ secara resmi
berubah menjadi rumah sakit jiwa kelas B. Kemudian sesuai dengan Surat Nomor:
1732/Menkes-Kessos/XII/2000 tanggal 12 Desember 2000, RS Jiwa ini diserahkan
oleh Pemerintah Pusat ke Pemerintah Propinsi Jawa Tengah.
Sesuai dengan rekomendasi Gubernur Jawa Tengah Nomor: 445/6797/2000
tanggal 28 Juni 2000 tentang perubahan nama Rumah Sakit Jiwa Klaten selanjutnya
dengan SK. Menteri Kesehatan & Kesejahteraan Sosial RI No.1681.A/MENKES
KESSOS/SK/XI/2000, maka sejak tanggal 20 Nopember 2000 nama RS Jiwa Klaten
secara resmi berubah menjadi RS Jiwa Dr. R.M. Soedjarwadi Klaten. Pada tahun 2000,
RSJD Dr. RM Soedjarwadi telah lulus Akreditasi Penuh Tingkat Dasar untuk 5 jenis
Standar Pelayanan dan pada Tahun 2008 diperbarui dengan Akreditasi Tingkat Dasar
untuk 5 Standar Pelayanan dan telah lulus pula. Dan rencana pengajuan akarediatasi 10
Pokja akan dilaksanakan pada Tahun 2010 yang akan datang. Saat ini dalam
menjalankan Tugas Pokok dan fungsinya RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Klaten mengacu
pada Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 8 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok dan
Fungsi dan Tata Kerja RSJD Dr. RM Soedjarwadi Klaten.
Gambar 1. Logo RSJD Dr. RM. Soedjarwadi
B. Visi
Rumah Sakit Jiwa pilihan pertama masyarakat dengan layanan yang lengkap, bermutu
tinggi dan dengan ilmu terkini

C. Misi
1. Memberikan pelayanan kesehatan jiwa yang terbaik bagi semua lapisan masyarakat
2. Meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM secara berkesinambungan
3. Menjamin kesehatan yang selalu terakreditasi dan tersertifikasi secara nasional
maupun internasional
4. Mewujudkan penataan rumah sakit jiwa modern yang tertata dan konsisten dengan
master plan
5. Melaksanakan pendidikan, pelatihan dan penelitian di bidang kesehatan jiwa

D. Struktur Organisasi
II. ANALISIS PERMASALAHAN
A. Diagnosis
Dalam memandang Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi sebagai
sebuah organisasi, peneliti berpendapat bahwa kejelasan persepsi yang dimiliki oleh
elemen organisasi terhadap tujuan organisasi memegang peranan yang penting.
Pemimpin merupakan agen utama yang bertugas membawa misi perubahan dalam
organisasi. Dalam proses perubahan tersebut pemimpin harus mampu membentuk nilai,
keyakinan, sikap, dan perilaku anggota organisasi menurut perubahan yang diharapkan
(Ganta dan Manukundo, 2014). Hao dan Yazdanifard (2015) mengungkapkan bahwa
pemimpin memiliki peran yang signifikan dalam membangun kepercayaan (trust) untuk
menerima perubahan oleh karyawan, menerapkan budaya (culture) baru pada
perusahaan, mendorong motivasi karyawan untuk belajar (learning) sebagai sarana
peningkatan performansi, dan membangun kinerja inovatif dan kooperatif melalui kerja
sama tim dan komunikasi yang positif.
Peneliti menggunakan metode six’s box model dalam melakukan diagnosis untuk
memperoleh gambaran kondisi organisasi. Marvin R. Weisbord mengembangkan six’s
box model berdasarkan goal-setting theory dimana seluruh fungsi di dalam organisasi
bergerak bersama-sama menuju tujuan yang sama. Melalui six’s box model kami ingin
menganalisis fungsi-fungsi organisasi dengan melihat isu-isu internal, terutama
kesenjangan antara apa yang terjadi dan apa yang seharusnya terjadi.
Gambar 3. Weisbord Six’s Box Model

Berdasarkan hasil diagnosis awal yang dilakukan melalui Weisbord Six’s Box
Model, Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi memiliki kondisi sebagai
berikut :

1. Tujuan organisasi merupakan misi dan arah kemana organisasi akan dituju. Tujuan-
tujuan ini harus jelas bagi semua anggota dan mereka harus mematuhinya bahkan
jika mereka memiliki filosofi yang sangat berbeda dengan organisasi. Aspek Tujuan
organisasi yang ditemukan pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi
adalah sebagai berikut :
 Seluruh elemen organisasi pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM.
Soedjarwadi telah berpartisipasi dalam mewujudkan tujuan organisasi, hal ini
juga dikarenakan pemimpin pada RSJD Dr. RM. Soedjarwadi telah
menjalankan fungsinya sebagai agen utama yang mampu mengkomunikasikan,
visi, misi, serta tujuan organisasi sehingga mampu menggerakkan anggotanya
dan terlibat secara aktif.
2. Struktur merupakan cara organisasi diorganisasikan dimana didalamnya terdapat
kerja sama. Struktur organisasi adalah gambaran besar tingkat kekuatannya dan
hubungan formal antara kelompok-kelompok fungsional organisasi. Struktur
memfasilitasi berbagai hal untuk mendapatkan tujuan organisasi. Aspek Struktur
yang ditemukan pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi adalah
sebagai berikut :
 Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi memiliki birokrasi
pengambilan keputusan yang sederhana dengan begitu organisasi dapat
menyesuaikan perubahan dengan cepat. Serta struktur organisasi yang
didukung oleh minimal 1 dokter spesialis pada masing- masing instalasi telah
mampu mendukung Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi dalm
memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pasien.

3. Cara individu ataupun divisi berinteraksi disebut hubungan. Hal ini juga
menyangkut tentang cara individu berinteraksi dengan teknologi di dalam pekerjaan
mereka. Hubungan ini keseluruhan meliputi individu, kelompok, teknologi, dan
bagian fungsional lainnya yang bekerja secara efektif. Aspek Interaksi individu yang
ditemukan pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi adalah sebagai
berikut :
 Sistem kerja shift bagi perawat dan dokter yang selama ini berjalan dengan
lancar, terutama saat hand over dari shift satu kepada shift yang lain, sehingga
membuat layanan rawat jalan dan rawat inap bagi pasien menjadi optimal.
4. Imbalan adalah penghargaan intrinsik dan ekstrinsik yang diasosiasikan dari
pekerjaan yang telah diselesaikan. Aspek Imbalan yang ditemukan pada Rumah
Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi adalah sebagai berikut :
 Pimpinan organisasi memberikan penghargaan kerja yang berupa kesempatan
kepada pegawai untuk melalukan pelatihan, sertifikasi dan benchmarking
dalam meningkatkan kompetensinya, sehingga para pegawai engage terhadap
organisasi. Selain itu, setiap elemen organisasi tidak hanya fokus dalam
megejar imbalan yang berupa materi, namun lebih kepada kepuasan hati saat
mampu memberikan pelayanan terbaik kepada pasien.
5. Kepemimpinan mengacu pada tugas kepemimpinan yang khas yang akan
menyeimbangkan kotak-kotak lainnya. Aspek kepemiminan yang ditemukan pada
Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi adalah sebagai berikut :

 Pemimpin pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi telah mampu
membentuk nilai, keyakinan, sikap, dan perilaku anggota organisasi untuk
mengarah pada perubahan yang diharapkan, yaitu dengan
mengimplementasikan Strategi Pencapaian Kinerja yang meliputi Motivasi
Organisasi, Komitmen pada Mutu, Pengembangan Pelayanan dan Promosi.
6. Mekanisme bantuan adalah sistem perencanaan, pengendalian, penganggaran, dan
informasi yang berfungsi untuk memenuhi tujuan organisasi. Serta lingkungan
eksternal yang digambarkan diluar dari kotak-kotak yang ada. Aspek Mekanisme
bantuan yang ditemukan pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi
adalah sebagai berikut:
 Proses perubahan pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi
mendapatkan dukungan penuh bukan hanya dari internal organisasi namun
juga dukungan penuh dari pemerintah provinsi, hal tersebut ditunjukkan
melalui kepercayaan Provinsi Jawa Tengah dalam memberikan porsi anggaran
daerah kepada Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi. Sebaliknya,
Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi juga menunjukkan
kontribusinya dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi
Jawa Tengah melalui pencapaian kinerja keuangan pendapatan yang
melampaui target sejak tahun 2012.
III. RANCANGAN INTERVENSI

A. Kerangka Intervensi
Berdasarkan data yang didapat, diketahui bahwa segala elemen di dalam organisasi
sudah bekerjasama dalam memajukan organisasi, dinamika organisasi yang sistematis
ini perlu untuk dipertahankan, bukan hanya untuk sekarang namun juga untuk
seterusnya demi kemajuan organisasi. Oleh karena itu dibutuhkan Sumber Daya
Manusia yang paham serta memiliki kesadaran yang tinggi untuk terus memajukan
organisasi. Oleh karena itu dibutuhkan Knowledge Management dalam Rumah Sakit
Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi.
Knowledge management menurut Daft (2013) adalah upaya sistematis untuk
menemukan, mengorganisir dan menyediakan sumber daya intelektual dalam
perusahaan dan untuk mendorong budaya belajar dalam organisasi secara
berkesinambungan. Sumber daya intelektual sendiri didefinisikan oleh Daft (2013)
sebagai kumpulan pengetahuan, pengalaman, pemahaman, hubungan, proses, inovasi
dan penemuan. Diharapkan dengan adanya Knowledge Management pegawai/peneliti
dalam mengembangkan keahliannya sebagai pengganti Instruktur yang jumlahnya
semakin berkurang.
Pengetahuan diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu explicit knowledge dan
tacit knowledge (Daft. 2013). Explicit knowledge adalah pengetahuan formal dan
sistematis yang dapat diartikulasikan, tertulis dan didistribusikan kepada pihak lain,
semacam prosedur maupun aturan kerja. Sementara, tacit knowledge adalah
pengalaman pribadi seseorang, pemahaman maupun penilaian yang dimiliki oleh
seseorang. Tacit knowledge cenderung cukup sulit untuk dituangkan dalam kata-kata.
Dengan perkembangan teknologi, merekam proses kerja yang termasuk dalam tacit
knowledge ke dalam bentuk video menjadi solusi yang dapat diterapkan.
Menurut Anand (2011) siklus pengembangan knowledge management di dalam
suatu organisasi terdiri dari 4 proses yaitu:
1. Knowledge Capture & Creation
Proses pengetahuan diidentifikasi, ditangkap, diperoleh dan diciptakan.
Proses ini dapat dimulai dari aktivitas bisnis sehari-hari ketika pelaku bisnis
saling berinteraksi, bertransaksi dan bertukar informasi.
2. Knowledge Organization & Retention
Proses pengetahuan didokumentasikan atau dikodifikasi ke dalam bentuk yang
mudah dipahami. Hasil dari pendokumentasian ini dapat disimpan dalam sistem
repositori dan menjadi aset organisasi yang bisa dimanfaatkan oleh pemangku
kepentingan (stakeholders) di organisasi seperti pihak manajemen, karyawan
dan pelanggan.
3. Knowledge Dissemination
Proses penyebaran pengetahuan yang ada di dalam sistem repositori agar bisa
bermanfaat bagi pemangku kepentingan organisasi. Proses penyebaran dapat
dilakukan secara aktif dimana organisasi mengirimkan informasi kepada yang
berkepentingan atau secara aktif dimana yang berkepentingan mengakses
informasi yang diperlukan.
4. Knowledge Utilization
Proses mengaplikasikan pengetahuan ke dalam aktivitas bisnis sehari-hari.
Proses aplikasi dapat dilakukan dengan terstruktur melalui pelatihan maupun
dilakukan sendiri.

Bhatt (2000) mengemukakan knowledge management terdapat tiga komponen


pokok yang terdiri dari people, process dan technology. Dijelaskan bahwa Knowledge
Management dibangun dari pengetahuan yang ada pada knowledge worker yang ada di
dalam organisasi. Pada poin ini, orang-orang berkepentingan tersebut berbagi
pengetahuan yang mereka punya, mengelola pengetahuan tersebut ke dalam siklus tak
berkesinambungan serta menggunakan pengetahuan dalam menganalisa dan
menyelesaikan suatu permasalahan. Proses transfer dan berbagi pengetahuan efektif
jika proses yang diterapkan di organisasi mendukung proses tersebut. Tanpa adanya
proses yang jelas, budaya transfer knowledge tidak akan dapat tercipta. Selanjutnya
peran teknologi menjadi penting sebagai media proses transfer knowledge yang lebih
efisien.
Gibson, Wallace, & Kreis (2018) dalam studinya pada organisasi yang bergerak
di layanan publik menemukan bahwa organisasi pada sektor pelayanan publik
kehilangan “knowledge” yang disebabkan oleh pegawai yang pensiun, mengundurkan
diri dan perubahan organisasi. Berdasarkan fakta tersebut, organisasi mulai menyadari
pentingnya mendefinisikan “core knowledge” dan dampak yang bagi organisasi bila
kehilangan “core knowledge”nya. Lebih lanjut, organisasi mulai menyadari
pentingnya “retain core knowledge” untuk menghindari ketidakstabilan pada
organisasi serta mulai mempertimbangkan format pendekatan sosial dalam usaha
untuk “retain core knowledge” nya, serta kondisi yang memungkinkan pertukaran
pengetahuan terjadi.

Knowledge yang menjadi sasaran utama dalam intervensi ini merupakan tacit
knowledge Instruktur yang sulit disampaikan dengan kata-kata. Tacit knowledge dapat
disampaikan oleh sistem arsip di sektor publik atau pendokumentasian, yang dapat
disampaikan oleh komunitas belajar dan dapat dicatat sebagai knowledge history (Gau,
2011).

B. Model Intervensi

Knowledge Management yang ditawarkan mengarah pada penggunaan


teknologi sebagai media transfer knowledge dengan sistematika posting knowledge
baik dalam bentuk tulisan dan atau video. Di tingkat individu, informasi tidak dapat
menjadi pengetahuan bagi seseorang tanpa mengalami proses pemahaman atau
internalisasi. Di tingkat organisasi, tacit experience seseorang tidak dapat ditransfer ke
dalam pengetahuan organisasi tanpa diintegrasikan ke dalam rutinitas organisasi (Gau,
2011).

Cummings & Worley (2009) menambahkan bahwa salah satu faktor yang
dapat meningkatkan keterlibatan karyawan dalam organisasi adalah dengan
menyediakan sistem informasi yang terbuka dimana karyawan dapat menggunakannya
untuk saling berbagi pengetahuan. Ruppel & Harrington (2009) menyatakan bahwa
proses knowledge-sharing akan lebih efektif jika difasilitasi dengan implementasi
sistem aplikasi intranet di internal organisasi. Namun, proses berbagi pengetahuan ini
bukan hanya sebatas menyediakan sistem atau teknologi yang mendukung saja. O’dell
& Hubert (2011) menyatakan bahwa esensi knowledge management (KM) adalah
proses untuk menumbuhkan dan mendorong karyawan untuk berbagi mengenai apa
yang mereka tahu sehingga dapat meningkatkan kapabilitas orang lain. Meski
demikian, perlu diingat bahwa implementasi Knowledge Management (KM) pada
organisasi layanan publik berbeda dengan implementasi pada organisasi swasta.
Massaro, Dumay, & Garlatti (2015) mengingatkan bahwa sektor layanan publik
memiliki konteks yang unik pada stakeholder dan akuntabilitas yang sangat berbeda
dengan sektor swasta sehingga mengaplikasikan model dan tool KM swasta secara
mentah-mentah ke sektor layanan publik justru dapat membuat kontraproduktif.
Abdullah & Date (2009) menyatakan bahwa KM di sektor layanan publik lebih
menekankan pada memberikan layanan ke masyarakat bukan pada orientasi profit
seperti di sektor swasta dan sangat memungkinkan pegawai layanan publik memiliki
nilai dan motif yang berbeda dengan pegawai swasta. Dari hasil penelitian (dalam
Abdullah & date, 2009) diketahui bahwa pegawai sektor layanan publik lebih tidak
egois dan memiliki komitmen kepada pengembangan sosial serta lebih tertarik kepada
minat masyarakat.

Abdullah & Date (2009) mengusulkan framework model dalam


mengimplementasikan KM pada sektor layanan publik seperti pada diagram berikut.
Kebijakan, budaya, dan politik dalam organisasi layanan publik dapat berperan
ganda, yakni mempengaruhi terbentuknya proses KM atau justru menghambatnya.
Abdullah & Date (2009) juga menekankan pada pentingnya sistem informasi dalam
proses KM di sektor publik selain mengelola aktivitas KM dan orang-orang yang
terlibat di dalamnya. Semakin efektif proses KM dalam organisasi diyakini akan
berdampak pada manfaat yang dihasilkan yakni efisien, inovatif, pembelajaran, dan
kualitas. Abdullah & Date (2009) merekomendasikan pula untuk menunjuk manajer
KM full-time yang akan memfasilitasi, mempromosikan, dan mempopulerkan KM.
Manajer KM ini diharapkan akan mampu mengintegrasikan inisiatif KM di internal
dan eksternal organisasi.

C. Desain Implementasi
1. Preparation
Pada tahap persiapan ini fokus utamanya adalah bagaimana mempersiapkan parameter
organisasi yang dapat menumbuhkan KM.
● Pembuatan dasar hukum implementasi KM
Pada tahap ini perlu dibuat suatu aturan yang menjadi dasar implementasi KM
di organisasi. Aturan ini memuat :
- What : definisi dan ruang lingkup implementasi KM.
- Why : mengapa KM perlu diimplementasikan.
- Who : siapa saja yang terlibat di dalamnya, siapa pengelola KM di organisasi.
- When & Where : waktu khusus dan lokasi aktivitas KM agar menjadi rutin.
- How : aktivitas KM apa saja yang akan ada di dalamnya.
 Sosialisasi dasar hukum dan promosi kegiatan KM
Fokus utama dalam sosialisasi dan promosi kegiatan KM melalui motivasi intrinsik
(peran sebagai abdi negara yang melayani masyarakat, manfaat KM terhadap
regenerasi SDM, dapat memberikan ‘warisan’ bagi orang lain dan organisasi, dsb).
Untuk menghadapi faktor politis yang dapat menghambat (knowledge as power),
perlu menggunakan pendekatan personal atau memberikan jaminan bahwa
implementasi KM tidak akan mengancam posisi pegawai.
 Pembentukan tim kerja untuk pembuatan sistem informasi KM
Tim kerja kolaborasi lintas bidang (misalnya user, SDM, dan IT) akan dapat
menghasilkan ide yang lebih kaya dalam pengembangan sistem ke depan.

2. Knowledge Capture & Creation


Proses identifikasi pengetahuan dapat dilakukan melalui :
● Videotapping, annotated templates, process documentation
Proses keahlian didokumentasikan dalam bentuk tulisan, gambar, video, atau
kombinasi ketiganya. Dokumen tulisan yang dihasilkan harus terstandar dan
seluruh media dokumentasi disimpan dengan baik sehingga mudah untuk diakses.
Bentuk dokumen sebaiknya telah tersusun ke dalam silabus/manual/modul.
 Storytelling/Interview
Sesi di mana seorang ahli diwawancarai atau menceritakan sendiri (ceramah) untuk
membagikan pengetahuannya kepada orang lain atau kelompok. Materi yang
disampaikan dapat berupa proses kegiatan, kisah sukses, atau critical incident yang
pernah ditemui dan bagaimana mengatasinya. Dalam pelaksanaannya proses ini
dapat direkam dalam media tertulis atau video sehingga dapat dipelajari kembali.

3. Knowledge Organization & Retention


● Information repository
Seluruh media (dokumen tertulis, rekaman gambar, rekaman suara, rekaman
video) harus tersimpan dengan baik dan mudah diakses kembali. Hal ini
memungkinkan jika terdapat suatu sistem informasi yang mampu menampung
semua dokumentasi tersebut dan memilah informasi yang ada sesuai kategori yang
tepat. Meski demikian, kerahasiaan data juga perlu dijaga. Oleh karenanya, akses
untuk informasi yang telah terkumpul ini sebaiknya hanya dapat diakses di
lingkungan internal organisasi.

4. Knowledge Dissemination
Proses knowledge dissemination dapat dilakukan secara pasif melalui proses belajar
mandiri atau secara aktif yakni dengan mengadakan proses training yang lebih
terstruktur. Training dapat diikuti oleh satu orang maupun beberapa orang dengan
minat yang sama.
 Cross-training
Penugasan kepada pegawai lain untuk belajar keahlian dalam rentang waktu tertentu
tanpa melepaskan tugas dan tanggung jawab pada jabatannya. Hal ini bertujuan agar
ada beberapa orang dapat menguasai pengetahuan dan mengerjakan beberapa
pekerjaan berbeda. Cross-training dapat dilakukan secara in-house-training dan harus
terstruktur sehingga dapat dievaluasi hasilnya.
 Apprenticeship/job shadowing
Pegawai yang telah belajar pengetahuan/keahlian dapat diikutkan pada program
magang pada pekerjaan pegawai yang lebih ahli. Di sini peserta akan melihat
langsung bagaimana pegawai ahli mengerjakan tugasnya dan akan diharapkan terjadi
transfer knowledge secara langsung. Pegawai ahli akan berperan aktif dan peserta
berperan lebih pasif. Di akhir sesi, pegawai ahli akan mengukur hasil pembelajaran
yang didapatkan oleh peserta.

5. Knowledge Utilization
 On-the-job training
Pada program ini, peserta akan diminta untuk mendemonstrasikan pengetahuan dan
keahlian yang telah dipelajari dalam setting kerja nyata. Pegawai yang ahli lebih pasif
dalam sesi ini dan bertindak sebagai supervisor pekerjaan yang dilakukan. Di akhir
sesi, pegawai ahli akan mengevaluasi dan memberikan masukan bagi peserta.
D. Desain Evaluasi

Evaluasi dilakukan guna melihat efektifitas program intervensi. Penyusunan evaluasi


dilakukan untuk melihat sejauhmana efektifitas rancangan knowledge management yang
telah disusun sudah sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan di dalam organisasi (Kirkpatric
& Kickpatric, 2007). Pengukuran performansi knowledge management menggunakan
adaptasi dari Proposed Categorization Matrix of Performance Indicators yang berfokus pada
3 komponen knowledge management yaitu people, process dan technology (Shannak, 2009).

1. People
Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan metode survey melihat sejauhmana
keterlibatan pegawai dalam implementasi knowledge management yang meliputi perilaku
dan aktivitas knowledge sharing, kesadaran pegawai untuk melakukan knowledge sharing,
serta partisipasi pegawai dalam aktivitas knowledge sharing.
2. Process
Evaluasi ini berkaitan dengan kualitas pengetahuan yang dikelola. Sejauh mana integrasi
proses knowledge management ke dalam proses bisnis dapat mendorong semakin
optimalnya knowledge management. Aspek yang dievaluasi meliputi kualitas
pengetahuan, efisiensi akibat proses baru, insentif dan knowledge contributor. Evaluasi ini
dilakukan dengan metode survey, log in database dan manager.
3. Technology
Aspek ini memiliki peranan yang penting untuk mendorong implementasi knowledge
management yang efektif dan efisien. Evaluasi ini berfokus pada keterlibatan aktif,
knowledge structure, dan keahlian pegawai dalam menggunakan media knowledge
sharing. Metode evaluasinya melalui survey dan log in database.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah & Date, H. (2009). Public sector knowledge management: a generic framework. Public
Sector ICT Management Review, 3(1), 1-14.

Anand, A., & Singh, M. D. (2011). Understanding knowledge management. International Journal
of Engineering Science and Technology, 3(2), 926-939.

Daft, R.L. (2010). Organization Theory and Design: Tenth Edition. South-Western: Cengage
Learning.

Kirkpatrick, D. L., & Kirkpatrick, J. D. (2007). Implementing the Four Level. San Francisco
California: Berrett-Koehler Publisher

Massaro, M., Dumay, J., & Garlatti, A. (2015). Public sector knowledge management: a
structured literature review. Journal of Knowledge Management, 19(3), 530-558.

Weisbord. M. R. (1976). Organizational Diagnosis: Six Places to Look for Trouble with or
without a Theory. Group & Organization Studies, 1(4) 430-447.

Anda mungkin juga menyukai