Anda di halaman 1dari 25

2015

Rancangan Desain dan Modul Pelatihan

Kelompok / Kelas Psikologi G-12 :


Yulia Nada .Q. (201210230311355)
Yunairisya .A. (201210230311359)
Tira Rahayu (201210230311392)
Saufan .I. (201210230311396)
Dewi Cahya (201210230311398)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015
PASUKAN BARET JINGGA, PANTANG STRESS !

A. Rangkuman TNA
 Level Organisasi
 Organisasi PASKHAS mengalami kekurangan anggota.
Karena saat ini hanya terdapat 400 anggota, namun yang
dibutuhkan sekitar 500 anggota.
 Dalam melakukan perekrutan, organisasi PASKHAS
mengambil para anggota TNI AU. Namun, pada Batalyon 464
PASKHAS dinilai lambat dalam melakukan regenerasi
anggotanya.
 Level Task
 Beberapa anggota PASKHAS menjalankan tugas diluar tugas
utamanya dan merangkap jabatan.
 Anggota PASKHAS yang merangkap tugas dan jabatan kurang
optimal dalam menjalankan kedua tugas tersebut.
 Level Person
 Anggota menjalankan tugas diluar tanggung jawab utamanya
dengan kondisi tertekan.
 Anggota merasa jenuh dan bosan dengan aktivitas yang
monoton pada saat berada di Batalyon 464 PASKHAS.

B. Dimensi Kebutuhan dari Pelatihan (KSA)


Berdasarkan hasil TNA yang telah dilakukan, maka dapat
diketahui permasalahan pada anggota organisasi PASKHAS sebagai
berikut :
 Knowledge
Kurangnya pengetahuan anggota PASKHAS tentang bagaimana
cara mengatasi tekanan, serta rasa jenuh dalam bekerja yang
dapat memicu timbulnya stress.

1 | Rancangan Desain dan Modul Pelatihan 2015


 Skill
Minimnya kemampuan anggota PASKHAS dalam menentukan
kegiatan yang dapat mengalihkan perasaan tertekan dan rasa
bosannya.
 Attitude
Adanya sikap kurang antusias dalam menjalankan tugas yang
cenderung monoton didalam markas.

C. Landasan Teori Pembelajaran


Pada pelatihan ini proses pembelajaran yang digunakan
berbeda. Karena peserta pelatihan adalah orang dewasa, maka cara
belajar yang digunakan berbeda dengan pembelajaran pada anak-
anak. Biasanya, dikenal dengan istilah andragogi yakni
pembelajaran untuk orang dewasa.
Pembelajaran melalui pendekatan adult learning (pembelajaran
orang dewasa) ini awalnya dikembangkan oleh Malcom Knowles
(dalam Lieb, 1991), yang mengidentiifikasikan karakteristik belajar
orang dewasa sebagai berikut :
1. Orang dewasa bersifat otonom dan mampu mengarahkan
dirinya sendiri, karena orang dewasa membutuhkan kebebasan.
2. Orang dewasa telah mengakumulasi pengalaman-pengalaman
dan berbagai pengetahuan, termasuk aktivitas-aktivitas yang
berhubungan dengan pekerjaan, tanggung jawab dalam keluarga
dan pendidikan sebelumnya. Sehingga, orang dewasa perlu
menghubungkan belajarnya dengan dasar pengalaman atau
pengetahuannya.
3. Orang dewasa berorientasi pada tujuan. Mereka umumnya
mengetahui apa tujuan yang akan dicapai. Dimana tujuan dari
belajar harus dijelaskan di awal dan instruktur/trainer harus
menunjukkan kepada pembelajar bagaimana mereka akan
dibantu untuk mencapai tujuan mereka.

2 | Rancangan Desain dan Modul Pelatihan 2015


4. Orang dewasa berorientasi pada sesuatu yang relevan, mereka
harus mengetahui alasan mengapa harus mempelajari sesuatu.
5. Orang dewasa bersifat praktis, mereka memfokuskan diri pada
hal-hal yang bermanfaat langsung dalam kehidupan dan
pekerjaannya.
6. Orang dewasa juga membutuhkan perhatian dan penghargaan.
Mereka harus diperlakukan sebagai orang yang sejajar, memiliki
pengetahuan dan pengalaman yang setara dan diberi kebebasan
untuk mengemukan pendapatnya.

Berdasarkan karakteristik di atas, pendekatan pembelajaran


yang digunakan dalam pelatihan ini adalah dengan menggunakan
metode pembelajaran experiental learning. Dimana metode ini
merupakan pembelajaran pada orang dewasa dengan menggunakan
pengalaman mereka. Proses pembelajaran dalam pendekatan ini
dilakukan dengan memberikan suatu pengalaman yang disengaja,
terkait dengan informasi yang hendak diajarkan (Achmat, 2006).
Dengan menggunakan model Experiential Learning, maka peran
terpenting seorang trainer dalam sebuah pelatihan adalah menjadi
fasilitator. Ia berfungsi sebagai perancang pengalaman belajar
kreatif. Menurut Greenway (2005, dalam Achmat 2006) bahwa
sebagai fasilitator ia harus menciptakan situasi belajar yang
memungkinkan semua peserta memperoleh pengalaman baru atau
membantu peserta menata pengalamannya di masa lampu dengan
cara baru. Dengan demikian, pendekatan ini akan lebih mudah
dilakukan kepada peserta pelatihan. Karena melalui pendekatan ini
peserta dapat lebih mudah untuk belajar melalui pengalaman
mereka saat bekerja, yang salah satunya mereka sering
mendapatkan tekanan kerja. Sehingga, materi mengenai
management stress ini dapat mudah dipahami dan diaplikasikan
oleh peserta pada saat menghadapi kondisi kerja yang sebenarnya.

3 | Rancangan Desain dan Modul Pelatihan 2015


Dalam pembelajaran tersebut peserta akan memahami
mengenai bagaimana konsep, strategi, dan teknik dalam mengatur
stress mereka. Dimana stress ini dapat diartikan sebagai semua
jenis perubahan yang menyebabkan fisik, emosi atau tekanan
psikologis (Maramis, 2004). Riggio (2003) menyatakan bahwa
stress adalah suatu reaksi fisiologis terhadap kejadian-kejadian
yang terjadi di lingkungan yang dirasakan mengancam. Rekasi
fisiologis ini seperti meningkatnya kerja jantung, tekanan darah, dan
meningkatnya pengeluaran keringat dari tubuh. Selain itu, reaksi
psikologis ini meliputi kecemasan, ketakutan, dan frustrasi.
Menurut Fraser, stress timnul setiap kali karena adanya
perubahan dalam keseimbangan kompleksitas antara manusia-
mesin dan lingkungan (Anoraga, 2009). Sehingga, dapat
disimpulkan bahwa stress adalah suatu perubahan yang terjadi baik
secara fisik, emosi, dan tekanan psikologis yang disebabkan oleh
adanya ketidak seimbangan antara manusia dengan lingkungannya.
Salah satu lingkungan yang dapat membuat orang stress yakni di
tempat kerja. Stress kerja yang dikemukakan oleh Szilagyi adalah
pengalaman yang bersifat internal yang menciptakan adanya
ketidak seimbangan fisik dan psikis dalam diri seseorang akibat dari
faktor lingkungan eksternal, organisasi, atau orang lain. Stress kerja
ini merupakan faktor yang menentukan naik turunnya kinerja
karyawan (Febriani, 2012).
Seseorang yang mengalami stress kerja ini dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, menurut Cooper ada 5 macam faktor
pekerjaan yang menyebabkan stress, yaitu (1) faktor-faktor
intrinsik dalam pekerjaan (tuntutan fisik dan tugas); (2)
pengembangan karier (kepastian pekerjaan dan ketimpangan
status); (3) hubungan dalam pekerjaan; (4) struktur organisasi; (5)
iklim organisasi (Tunjungsari, 2011).
Hal tersebut, dapat menimbulkan beberapa gejala. Menurut
Robbins (1996) gejala-gejala stress kerja dibagi menja tiga, yaitu (1)

4 | Rancangan Desain dan Modul Pelatihan 2015


gejala fisiologis, stress dapat menciptakan perubahan metabolism,
meningkatkan laju detak dan pernafasan, meningkatan tekanan
darah, menimbulkan sakit kepala serta menyebabkan serangan
jantung; (2) gejala psikologis, stress dapat menyebabkan
ketidakpuasan. Stress muncul dalam keadaan psikologis lain,
misalnya : ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan, dan
suka menunda-nunda; (3) gejala perilaku, gejala stress yang
dikaitkan dengan perilaku mencakup perubahan dalam
produktivitas, absensi dan tingkat keluarnya karyawan, perubahan
dalam kebiasaan makan, meningkatnya merokok dan konsumsi
alcohol, bicara cepat, gelisah, dan gangguan tidur.
Adanya gejala tersebut, maka dibutuhkan beberapa cara untuk
mengatur tekanan-tekanan yang dapat menimbulkan stress kerja
tersebut. Bahwasanya manajemen stress ialah upaya yang rasional,
terara, dan efektif untuk mengatasi stress. Upaya ini bersifat
menyeluruh, yang artinya melibatkan kondisi mental, fisik, maupun
spiritual. Selain itu, manajemen stress ini juga menyangkut sisi
pencegahan (preventive) maupun upaya penangan (treatment). Oleh
karena itu, dalam melakukan menajemen stress pada stress kerja
diperlukan beberapa cara untuk mengatasinya. Pada pelatihan ini,
cara yang digunakan adalah dengan teknik pendekatan terapi.
Adapun terapi yang digunakan yaitu :
1) Terapi Tawa
Terapi Tawa merupakan metode terapi dengan menggunakan
humor dan tawa, yang dikombinasikan dengan yoga dan
meditasi, untuk membantu individu mengurangi gangguan fisik
maupun gangguan mental. Penggunaan tawa dalam terapi akan
menghasilkan perasan lega pada individu karena tawa secara
alami menghasilkan pereda stres dan rasa sakit (psikologizone,
2010). Terapi tawa adalah salah satu cara untuk mencapai
kondisi rileks. Tertawa merupakan paduan dari peningkatan
sistem saraf simpatetik dan juga penurun-an kerja sistem saraf

5 | Rancangan Desain dan Modul Pelatihan 2015


simpatetik. Pening-katannya berfungsi untuk memberikan
tenaga bagi gerakan pada tubuh, namun hal ini kemudian juga
diikuti oleh penu-runan sistem saraf simpatetik yang salah
satunya disebabkan oleh adanya perubah-an kondisi otot yang
menjadi lebih rileks, dan pengurangan pemecahan terhadap
nitric oxide yang membawa pada pelebaran pembuluh darah,
sehingga rata-rata terta-wa menyebabkan aliran darah sebesar
20%, sementara stres menyebabkan penu-runan aliran darah
sekitar 30% (Hasan& Hasan, 2009). Disamping tertawa,
membentuk wajah dengan ekspresi tertentu juga akan
mempengaruhi pengalaman emosional yang disebut dengan
facial feedback hypothesis (Izard, 1981; McIntosh, 1996).
Rutledge dan Hupka (1985) menemukan bahwa individu
merasakan emosi bahagia pada saat membuat ekspresi wa-jah
bahagia, sebaliknya perasaan kurang bahagiapun akan muncul
apabila individu mengekspresikan wajah marah. Terapi tawa
menggunakan pendekatan perilaku melalui metode conditioning.
2) Terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique)
Terpi SEFT merupakan teknik terapi yang menggabungkan
antara energy psychology dengan spiritual power. Terbukti
dengan menambahkan unsur spiritual di EFT (versi asli dari
SEFT yang dikemukakan oleh Gary Craig), SEFT lebih powefull,
jauh lebih cepat dalam penyembuhan dibandingkan dengan
versi aslinya SEFT (Zainuddin, 2009). Terapi SEFT ini
merupakan salah satu bentuk mind-body therapy dari terapi
komplementer dan alternatif dalam keperawatan. SEFT
merupakan teknik penggabungan dari sistem energi tubuh
(energy medicine) dan terapi spiritual dengan menggunakan
metode tapping pada beberapa titik tertentu pada tubuh. Terapi
SEFT ini bekerja dengan prinsip yang hampir sama dengan
akupuntur dan akupresur. Ketiganya berusaha merangsang titik-
titik kunci pada sepanjangn 12 jalur energi (energy meridian)

6 | Rancangan Desain dan Modul Pelatihan 2015


tubuh. Bedanya dibandingkan dengan metode akupuntur dan
akupresur adalah teknik SEFT menggunakan unsur spiritual,
cara yang digunakan lebih aman, lebih mudah, lebih cepat, dan
lebih sederhana, karena SEFT hanya menggunakan ketukan
ringan (tapping) (Zainuddin, 2009). Terapi SEFT dapat
digunakan sebagai salah satu teknik terapi untuk mengatasi
masalah emosional dan fisik, yaitu dengan melakukan ketukan
ringan (tapping) pada titik syaraf. Spiritual dalam SEFT adalah
doa yang diafirmasikan oleh klien pada saat akan dimulai hingga
sesi terapi berakhir. Terapi SEFT ini bersifat universal, artinya
untuk semua kalangan tanpa mebeda-bedakan latar belakang
keyakinan klien (Zainuddin, 2009).
3) Terapi Relaksasi
Menurut National Safety Council (2004) bahwa manajemen
stress dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu ketrampilan
coping yang efektif, teknik relaksasi, dan gaya hidup yang lebih
sehat. Sebagaimana stres merupakan suatu tanggapan
penyesuaian diri pada tubuh, maka tanggapan antistres
penyesuaian adalah relaksasi. Ketegangan otot menurun, detak
jantung dan tekanan darah turun dan pernapasan pelan.
Rangsangan perlu untuk menghasilkan relaksasi termasuk
lingkungan yang tenang, mata terpejam, posisi yang nyaman,
dan perlengkapan mental yang berulang (Gibson dkk, 1996).
Menurut Hartono (2007) relaksasi adalah suatu bentuk latihan
untuk mengurangi stres. Relaksasi juga dapat merangsang
munculnya zat kimia yang mirip dengan beta blocker disaraf tepi
yang dapat menutup simpul-simpul saraf simpatis dan
selanjutnya berguna untuk mengurangi ketegangan dan
menurunkan tekanan darah. Soraya (2007), mengemukakan
relaksasi adalah keheningan total. Relaksasi merupakan
kemampuan untuk melampaui pikiran, waktu, ruang, dengan
mencapai sebuah momen kedamaian dan ketenangan batin

7 | Rancangan Desain dan Modul Pelatihan 2015


tepatnya untuk mencapai suatu momen antara dua pikiran.
Relaksasi hanya bisa terjadi ketika tubuh dan pikiran hening.
Menurut Chaplin (2005) bahwa relaksasi adalah kembalinya
otot dalam keadaan istirahat setelah mengalami peregangan
sedangkan terapi relaksasi adalah suatu bentuk terapi dengan
menekankan suatu usaha atau mengajarkan pasien bagaimana
cara beristirahat dan santai dengan asumsi bahwa istirahatnya
otot-otot dapat membantu mengurangi tegangan psikologis.
Berdasarkan uraian diatas, bahwa melalui tiga teknik
pendekatan terapi tersebut dapat memudahkan peseta pelatihan
untuk mengaplikaskannya. Karena peserta mendapatkan
pengalaman baru dalam melakukan terapi tersebut secara terampil.
Dimana ketrampilan ini dapat mengatasi berbagai macam tekanan
kerja. Sehingga, peserta pelatihan dapat meningkatkan kinerja
mereka lebih optimal dalam bekerja.

Referensi :
Achmat, Zakarija. 2006. Merancang Pelatihan yang Efektif. Malang :
Fak. Psikologi UMM.
Achmat, Zakarija (2005) Efektifitas Pelatihan Pengembangan
Kepribadian dan Kepemimpinan dalam Meningkatkan
Kepercayaan Diri Mahasiswa Baru UMM Tahun 2005/2006.
Laporan Penelitian. Malang: Lembaga Penelitian Universitas
Muhammadiyah Malang (tidak diterbitkan).
Achmat, Zakarija (2006) Hubungan antara Tingkat Partisipasi
dengan Hasil Belajar Peserta Pelatihan Pengembangan
Kepribadian dan Kepemimpinan Mahasiswa Baru UMM tahun
2005/2006. Laporan Penelitian. Malang: Lembaga Penelitian
Universitas Muhammadiyah Malang (tidak diterbitkan).
Anoraga, P. 2009. Psikologi Kerja. Jakarta : Rineka Cipta.
Chaplin. J. P. (2005) . Kamus lengkap psikologi . Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada

8 | Rancangan Desain dan Modul Pelatihan 2015


Desinta, S. 2013. Terapi Tawa untuk Menurunkan Stres pada
Penderita Hipertensi (Jurnal Psikologi Vol. 40 No. 1, Juni 2013: 15
-24).
Febriani, I. 2012. Faktor Dominan Pemicu Stres Keja pada Karyawan
Bagian Produksi. Skripsi, Program Sarjana UMM, Malang.
Gibson, J. L., Ivancevich , J. M., & Donnelly, J. H., (1996). Organisasi:
Perilaku, struktur, proses. 13th Edition, Editor : Saputra. Alih
Bahasa : Adiarni . Jakarta : Binarupa Aksara
Lidyansyah. 2014. Menurunkan Tingkat Stress Kerja pada Karyawan
Melalui MusikI (JIPT Vol.2 No.01, Jan 2014). Malang : Fak.
Psikologi, UMM.
Lieb, Stephen (1991) Principles of Adult Learning.
http://honolulu.hawaii.edu/intranet/committees/FacDevCom/g
uidebk/teachtip/adults-2.htm.
National Safety Council. 2004. Management Stress. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran.
Robbins, Stephen, P. (1996). Perilaku Organisasi (Ed. 1). Jakarta:
Prenhallindo.
Soraya, B. S. (2007). Fit from within. Jakarta : PT Serambi Ilmu
Semesta.
Sujarwo. 2012. Strategi Pembelajaran Orang Dewasa (Pendekatan
Andragogi). Yogyakarta : FKIP, UNY.
Tunjungsari, P. 2011. Pengaruh Stres Kerja terhadap Kepuasan Kerja
Karyawan pada Kantor Pusat PT. Pos Indnonesia Bandung.
Skripsi, Program Sarjana UKI.
Zainuddin, A.F. 2009. Spiritual Emotional Freedom Technique.
Jakarta : Afzan Publishing.

9 | Rancangan Desain dan Modul Pelatihan 2015


D. Tujuan Pelatihan
 Learning Objective
a. Setelah pemberian materi, peserta pelatihan dapat
menentukan langkah – langkah apa saja yang dilakukan
untuk mencegah timbulnya stress pada saat mendapat
tekanan kerja tanpa bertanya pada peserta lain yang
mengikuti pelatihan
b. Setelah melakukan role play, peserta pelatihan dapat
menganalisa langkah – langkah yang efektif pada contoh
kasus yang diberikan oleh trainer sesuai dengan materi yang
disampaikan.
c. Setelah pelatihan, peserta pelatihan dapat menentukan
strategi pencegahan stress yang sesuai dengan kondisi
pekerjaan di organisasi tersebut tanpa melanggar peraturan
yang ada dalam organisasi.
d. Setelah melakukan pelatihan, peserta pelatihan dapat
memahami konsep relaksasi dan dapat mengaplikasikan saat
sedang tertekan sesuai dengan prosedur relaksasi
 Transfer of Training Objective
Pada saat menjalankan aktivitas bekerja, Peserta dapat
melakukan tiga dari lima kegiatan yang telah ia tuliskan untuk
mengatasi rasa bosan, dan juga dapat mengaplikasikan satu dari
tiga jenis terapi yang telah diberikan, sehingga peserta dapat
mengatasi stressnya.
 Organizational Objective
Dalam waktu tiga bulan setelah pelatihan, terjadi 60%
peningkatan kualitas kerja para anggota PASKHAS sehingga lebih
antusias dalam melaksanakan tugasnya.

E. Peserta Pelatihan
Peserta yang mengikuti pelatihan manajemen stress adalah anggota
aktif Batalyon 464 PASKHAS sejumlah 25 orang.

10 | Rancangan Desain dan Modul Pelatihan 2015


F. Waktu dan Tempat

Hari / Tanggal Waktu Tempat


Sabtu, 16 Mei 08.00 WIB – Batalyon 464 PASKHAS
2015 Selesai Lanud Abd. Saleh, Malang.

G. Peralatan yang Dibutuhkan


- LCD
- Proyektor
- Sound System
- Microphone
- Laptop
- PPT sesuai dengan materi
- Peralatan sesuai game (disebutkan setiap game)

H. Susunan Acara

Hari / Penanggung
Waktu Materi Trainer
Tanggal Jawab
08.00 – Check In Yulia Nada Yunairisya
08.15 WIB Qorina Ayu
Dewi Cahya N.
08.15 – Pembukaan Tira Rahayu Yulia Nada
08.30 WIB Acara N.W Qorina
08.30 – Ice Saufan Dewi Cahya N.
Kamis,
08.45 WIB Breaking Imanullah
21 Mei
08.45 – Materi I : Yulia Nada Tira Rahayu
2015
09.15 WIB Asessmen : Qorina N.W
“Anda
Stress atau
Tidak??”
09.15 – Coffee Dewi Cahya Yunairisya .A.
09.30 WIB Break Ningrum Yulia Nada .Q.

11 | Rancangan Desain dan Modul Pelatihan 2015


09.30 – Materi II : Yulia Nada Saufan
10.30 WIB Terapi Qorina Imanullah
SEFT
10.30 – Materi III : Yunairisya Yulia Nada
11.30 WIB Terapi Ayu Qorina
Tawa
11.30 – ISHOMA Dewi Cahya N. Semua
12.30 WIB Anggota
Kelompok
12.30 – Game : Yunairisya Tira Rahayu
12.45 WIB “Make a Ayu Ningtyas .W.
Line”
12.45 – Materi IV : Saufan Bapak
13.45 WIB Terapi Imanullah Zakarija
Relaksasi, Achmat, S.Psi.,
“Menyatu M.Si.
dengan
Alam”
13.45 – Evaluasi Dewi Cahya Seluruh
14.00 WIB dan Ningrum anggota
Penutupan kelompok

12 | Rancangan Desain dan Modul Pelatihan 2015


I. Modul Kegiatan
Modul Materi “Pelatihan Management Stress (Baret Jingga, Pantang
Stress !!)”
1. Tujuan Aktivitas
Tujuannya adalah untuk memberikan pengetahuan dan
ketrampilan baru bagi peserta pelatihan mengenai bagaimana
cara mengatur kondisi emosional mereka saat mengalami
tekanan kerja dan rasa jenuh pada saat bekerja. Sehingga,
peserta pelatihan dapat mencegah timbulnya stress tersebut.
2. Target pencapaian, meliputi :
a. Knowledge
Peserta pelatihan memahami mengenai konsep manajemen
stress dalam mengatasi tekanan kerja.
b. Skill
Peserta mampu mengaplikasikan cara-cara untuk mengatasi
tekanan kerja mereka dengan metode yang diberikan melalui
pelatihan ini, baik hardskill maupun softskill.
c. Attitude
Peserta dapat lebih antusias dan optimal dalam bekerja.
3. Peralatan yang Dibutuhkan
- Makalah
- Slide materi
- Handout
- LCD
- Proyektor
- Laptop
- Microphone

4. Aktivitas ke : Satu (I)


- Nama : Check-in
- Waktu : 15 menit
- Trainer : Yunairisya Ayu dan Dewi Cahyaningrum

13 | Rancangan Desain dan Modul Pelatihan 2015


- Alat dan Bahan : Formulir Pendaftaran, Daftar Presensi , ID
Card, Seminar Kit, Skala Pre- Test, Alat
Tulis.
- Tujuan : Untuk dapat mudah melakukan pendataan
dan sebagai sarana pemberian fasilitas
kepada peserta pelatihan.
- Prosedur :
1. Menyiapkan Alat dan Bahan.
2. Melakukan pendaftaran pelatihan dan check-in (tanda
tangan presensi).
3. Memberikan ID Card, Seminar Kit, dan Skala Pre Test.
4. Mempersilahkan peserta pelatihan untuk masuk ruangan.
- Instruksi
1. Trainer mengucapkan salam kepada peserta yang datang.
2. Trainer meminta peserta untuk mengisi form
pendaftaran.
3. Trainer meminta peserta untuk mengisi daftar hadir.
4. Trainer memberikan ID Card, Seminar Kit, dan Skala Pre-
Test.
5. Trainer menjelaskan mengenai skala pre-test.
6. Trainer mempersilahkan peserta untuk memasuki
ruangan.
- Feedback
Adanya aktivitas check-in dapat mempermudah trainer
untuk menyampaikan informasi pertama dan memberikan
pelayanan utama agar peserta merasa nyaman dengan
adanya pemberian fasilitas tersebut.

5. Aktivitas ke : Dua (II)


- Nama : Pembukaan Acara
- Waktu : 15 menit
- Trainer : Yulia Nada Qorina

14 | Rancangan Desain dan Modul Pelatihan 2015


- Alat dan Bahan :
1. Microphone
2. Sound System
- Tujuan :
Untuk menyampaikan tujuan para anggota kelompok serta
memperkenalkan diri pada peserta training, agar lebih
mengenal satu sama lain.
- Prosedur :
1. Mempersilahkan peserta training untuk duduk.
2. Memberikan sambutan
- Instruksi
1. Mengucapkan salam
2. Mengucapkan terima kasih karna telah hadir dalam
pelatihan
3. Menjelaskan tujuan diadakannya pelatihan.
4. Memperkenalkan diri dan anggota yang lain.
- Feedback
Ketika memberikan sambutan ada baiknya trainer tidak
banyak berbasa basi agar peserta tidak memiliki kesan
membosankan pada para trainer.

6. Aktivitas ke : Tiga (III)


- Nama : Ice Breaking (Ajumcaca)
- Waktu : 15 menit
- Trainer : Dewi Cahyaningrum
- Alat dan Bahan :
1. Microphone
2. Stopwatch
- Tujuan :
Agar suasana tidak canggung dan membuat peserta lebih
santai dalam kegiatan.
- Prosedur :

15 | Rancangan Desain dan Modul Pelatihan 2015


1. Peserta diminta untuk membuat lingkaran
2. Peserta diminta untuk memperhatikan setiap instruksi
yang diberikan oleh trainer
3. Peserta diminta untuk mengikuti apa yang dikatakan oleh
trainer
- Instruksi :
1. Trainer meminta peserta untuk berdiri dari tempat
duduk
2. Peserta diminta untuk membuat lingkaran dan diminta
untuk meletakkan kedua tangan dipinggang
3. Peserta diminta untuk berjalan sesuai perintah trainer
sambil menyenandungkan “Ajumcaca” sesuai dengan
gerakan yang telah ditentukan
4. Antar peserta dilarang untuk saling bersentuhan
5. Peserta yang saling bersentuhan diminta untuk keluar
dari lingkaran dan mendapatkan hukuman setelah
permainan berakhir
- Feedback
Dalam permainan ini peserta diharapkan mampu mengatur
jarak antar peserta dan melatih konsentrasi

7. Aktivitas ke : Empat (IV)


- Nama : Materi I “Anda Stress atau Tidak?”
- Waktu : 30 menit
- Trainer : Tira Rahayu Ningtyas W.
- Alat dan Bahan :
1. Laptop
2. Proyektor
3. Microphone
4. Sound System
- Tujuan :

16 | Rancangan Desain dan Modul Pelatihan 2015


Untuk memberikan pengetahuan secara umum mengenai
stress, penyebab-penyebab, dan gejala stress.
- Prosedur :
1. Mencari materi
2. Membuat slide presentasi
3. Slide presentasi dibuat semenarik mungkin
- Instruksi
1. Salam
2. Berkomunikasi dengan peserta training
3. Menjelaskan isi materi
4. Memberikan sesi tanya jawab
- Feedback
Dalam penyampaian materi, trainer harus memahami
keseluruhan isi slide, sehingga ketika menyampaikan materi,
trainer tidak terpaku pada slide yang ditampilkan.

8. Aktivitas ke : Lima (V)


- Nama : Coffee Break
- Waktu : 15 menit
- Trainer : Yunairisya Ayu dan Yulia Nada Qorina
- Alat dan Bahan :
1. Kopi
2. Makanan ringan atau snack
- Tujuan :
Agar peserta bisa merasa lebih santai dan dapat menikmati
makanan ringan dan kopi setelah mendengarkan materi yang
disampaikan oleh trainer.
- Prosedur :
1. Menyiapkan kopi dan makanan ringan
- Instruksi
1. Memberikan kopi
2. Memberikan makanan ringan

17 | Rancangan Desain dan Modul Pelatihan 2015


3. Mempersilahkan peserta untuk menikmati kopi dan
makanan ringan
- Feedback
Makanan ringan yang diberikan berupa roti dan snack.

9. Aktivitas ke : Enam (VI)


- Nama : Materi II “Terapi SEFT”
- Waktu : 60 menit
- Trainer : Saufan Imanullah
- Alat dan Bahan :
1. LCD
2. Proyektor
3. Sound System
4. Microphone
5. Laptop
6. PPT
- Tujuan :
Memberikan salah satu metode yang bisa digunakan untuk
mencegah stress, yakni dengan terapi SEFT.
- Prosedur :
1. Trainee kembali duduk di tempat yang telah disediakan
2. Trainee siap untuk menerima materi kedua
3. Trainer membuka presentasi materi II
4. Trainer menjelaskan mengenai terapi SEFT
5. Trainee role play terapi SEFT
6. Trainer memberikan terapi SEFT pada trainee
7. Trainer menutup presentasi materi II
- Instruksi :
1. Trainer memberikan salam kepada trainee
2. Trainer menjelaskan mengenai terapi SEFT
3. Trainer memberikan role play terapi SEFT pada trainee
4. Trainer mengucapkan salam sebagai penutup presentasi

18 | Rancangan Desain dan Modul Pelatihan 2015


- Feedback :
Trainee mengetahui bagaimana cara mengaplikasikan terapi
SEFT dan diharapkan trainee dapat menerapkan terapi SEFT
di kehidupan berorganisasinya.

10. Aktivitas ke : Tujuh (VII)


- Nama : Materi III “Terapi Tawa”
- Waktu : 60 menit
- Trainer : Yulia Nada Qorina
- Alat dan Bahan :
1. LCD
2. Proyektor
3. Sound System
4. Microphone
5. Laptop
6. PPT
- Tujuan :
Memberikan salah satu metode yang bisa digunakan untuk
mencegah stress, yakni dengan terapi tawa.
- Prosedur :
1. Trainee kembali duduk di tempat yang telah disediakan
2. Trainee siap untuk menerima materi kedua
3. Trainer membuka presentasi materi III
4. Trainer menjelaskan mengenai terapi tawa
5. Trainee role play terapi tawa
6. Trainer memberikan terapi tawa pada trainee
7. Trainer menutup presentasi materi III
- Instruksi :
1. Trainer memberikan salam kepada trainee
2. Trainer menjelaskan mengenai terapi tawa
3. Trainer memberikan role play terapi tawa pada trainee
4. Trainer mengucapkan salam sebagai penutup presentasi

19 | Rancangan Desain dan Modul Pelatihan 2015


- Feedback :
Trainee mengetahui bagaimana cara mengaplikasikan terapi
tawa dan diharapkan trainee dapat menerapkan terapi tawa
di kehidupan berorganisasinya.

11. Aktivitas ke : Delapan (VIII)


- Nama : ISHOMA
- Waktu : 60 Menit
- Trainer : Semua anggota kelompok (trainer)
- Alat dan Bahan :
1. Nasi kotak
2. Air mineral
3. Camilan
- Tujuan :
Memberikan waktu pada peserta untuk istirahat, makan, dan
solat.
- Prosedur :
1. Trainer menyiapkan konsumsi untuk para peserta
2. Setelah menutup presentasi materi ketiga, trainer
memberikan instruksi untuk menghentikan segala
aktivitas dan mempersilahkan peserta untuk ISHOMAH.
3. Trainer membagikan konsumsi untuk peserta
- Instruksi :
1. Trainer memberikan instruksi untuk menghentikan
segala aktivitas
2. Trainer mempersilahkan peserta untuk ISHOMA
3. Trainer memberitahukan untuk kembali ke tempat saat
pukul 12.30 WIB
4. Trainer membagikan nasi kotak, minuman, dan camilan
kepada peserta
- Feedback :

20 | Rancangan Desain dan Modul Pelatihan 2015


Setelah kegiatan ini, diharapkan peserta dapat kembali fokus
dan konsentrasi penuh terhadap materi selanjutnya.

12. Aktivitas ke : Sembilan (IX)


- Nama : Game “Make a line”
- Waktu : 15 menit
- Trainer : Tira Rahayu N.W
- Alat dan Bahan :
1. Microphone
- Tujuan
Untuk menguji konsentrasi para peserta terhadap perintah
yang diberikan oleh trainer.
- Prosedur
1. Meminta peserta training untuk berdiri
2. Peserta dibagi menjadi 5 kelompok
3. Meminta peserta untuk mendengarkan instruksi yang
diberikan oleh trainer
- Instruksi
1. Peserta training diminta untuk berdiri dari tempat
duduknya.
2. Peserta diminta untuk membentuk kelompok yang
masing masing kelompok berisi 5 orang
3. Trainer memberikan perintah untuk membentuk barisan
sesuai dengan criteria yang telah ditentukan, misal :
silahkan membentuk barisan dimulai dari usia yang
paling muda.
4. Kelompok dilarang untuk berkomunikasi secara verbal
dalam membuat barisan
5. Kelompok yang telah selesai membentuk barisan diminta
untuk bertepuk tangan

21 | Rancangan Desain dan Modul Pelatihan 2015


6. Trainer akan memeriksa barisan tersebut, jika terdapat
kesalahan, maka kelompok tersebut akan diberikan
hukuman.
- Feedback
Setelah memainkan permainan ini, peserta diharapkan lebih
bersemangat untuk melanjutkan kegiatan pelatihan.

13. Aktivitas ke : Sepuluh (X)


- Nama : Terapi Relaksasi
- Waktu : 60 menit
- Trainer : Bapak Zakarija Achmat, S.Psi., M.Si.
- Alat dan Bahan :
1. Wireless
2. Matras
- Tujuan :
Memberikan salah satu metode yang bisa digunakan untuk
mencegah stress, yakni dengan terapi relaksasi.
- Prosedur :
1. Peserta diajak untuk keluar ruangan
2. Peserta diarahkan pada tempat (outdoor) yang rindang
3. Trainer memberikan instruksi untuk menggelar matras
masing-masing
4. Peserta diminta oleh trainer untuk duduk diatas matras
yang kemudian nantinya diminta untuk merebahkan
badan di matras (saat memasuki tahap role play
relaksasi)
5. Trainer memandu jalannya relaksasi
6. Trainer memberikan feedback mengenai relaksasi
7. Trainer menutup materi terapi relaksasi
- Instruksi :
1. Trainer memberikan salam kepada trainee
2. Trainer menjelaskan mengenai terapi relaksasi

22 | Rancangan Desain dan Modul Pelatihan 2015


3. Trainer memberikan role play terapi relaksasi pada
trainee
4. Trainer mengucapkan salam sebagai penutup materi
- Feedback :
Trainee mengetahui bagaimana cara mengaplikasikan terapi
relaksasi dan diharapkan trainee dapat menerapkan terapi
relaksasi di kehidupan berorganisasinya.

14. Aktivitas ke : Sebelas (XI)


- Nama : Evaluasi dan Penutupan
- Waktu : 15 menit
- Trainer : Seluruh anggota kelompok (trainer)
- Alat dan Bahan :
1. Microphone
2. Sound system
- Tujuan :
Untuk mengevaluasi dan menutup kegiatan pelatihan dari
aktivitas pertama.
- Prosedur :
1. Memastikan semua trainee berkumpul
2. Mengevaluasi kegiatan pelatihan
3. Mengucapkan terima kasih dan menyampaikan pesan
kesan
4. Menutup kegiatan pelatihan
- Instruksi :
1. Trainer memberikan instruksi kepada para trainee untuk
berkumpul kembali
2. Trainer dan trainee menyampaikan evaluasi kegiatan
pelatihan
3. Trainer menyampaikan pesan kesan
4. Trainee mengucapkan terima kasih
5. Trainer menutup kegiatan

23 | Rancangan Desain dan Modul Pelatihan 2015


- Feedback :
Menyudahi kegiatan pelatihan dan trainee mendapatkan
banyak pembelajaran.

Lampiran

 Handout materi
 Gambar setting ruangan
 Dll yang diperlukan
 Lembar Evaluasi

24 | Rancangan Desain dan Modul Pelatihan 2015

Anda mungkin juga menyukai