Peranan Mikroflora Rongga Mulut Pada Kelainan Atau Penyakit Organ-Organ PDF
Peranan Mikroflora Rongga Mulut Pada Kelainan Atau Penyakit Organ-Organ PDF
EPITEL
1. hiperkeratosis
2. parakeratosis
3. akantosis
4. spongiosis
5. degenerasi hidropik
6. akantolisis
7. perluasan dari rate ridges
8. hiperplasia
9. diskeratosis
10. nekrosis
11. ulserasi
JARINGAN IKAT
1. infiltrasi sel-sel inflamatori
2. hiperplasia
3. degenerasi jaringan ikat
4. vaskularitas
5. perubahan kelenjar mucus
Clamidia
Mikroorganisme ini menyebabkan lymphogranuloma venereum (LGY). Infeksi ini
akan mengakibatkan lesi granulomatous yang kronik, ditularkan melalui hubungan sex dan
mengakibatkan gelembung pada slat kelamin. Manifestasi oral terjadi pada hubungan sex
yang tidak normal dengan penderita. Bibir, pipi, lidah dan dasar mulut serta mukosa juga
palatum lunak maka akan terkena. Ketika lidah terkena infeksi, sakitnya berkurang tetapi
timbul gelembung.
Golongan virus
1. Herpes. Penyakit yang sering timbul adalah herpes simplex, infeksi akut yang
sering disebut "cold sores". Beberapa lesi herpes yang muncul dimulut lebih sering disebut
herpetic stomatitis. Terjadi sering pada anak-anak dan dewasa. Gejala awal adalah demam,
iritasi, sakit kepala, nyeri dan sakit waktu menelan. Dalam beberapa hari mulut menjadi sakit
sekali, peradangan gusi dan kemungkinan bibir, palatum, mukosa bukal, lidah dan tonsil juga
menjadi sakit. Selanjutnya gelembung akan bewarna kekuningan. Penyembuhan secara
spontan dalam tempo 1-2 minggu tanpa meninggalkan luka parut.
Histopatologi: Pengenalan dini untuk mengetahui lesi ini adalah adanya bentuk gelembung
pada epitel superfisial. Gelembung cair ini ditandai dengan tersusunnya beberapa set viral
yang rusak, selebihnya tampak pada dasar vesikel. Dengan pecahnya vesikel, timbul tahap
preulcerative yang epitelnya utuh tetapi terinfeksi dan sangat tebal. Sel yang terinfeksi
menunjukkan sifat kharakteristik dengan degenerasi seperti baton dan syncitial giant cel
dapat ditemukan pada smears.
HERPES ZOSTER, adalah penyakit menular juga disebabkan oleh virus yang sama
seperti chicken pox. Lebih banyak dijumpai pada dewasa yang sudah berkontak dengan
anak-anak yang sedang menderita chickenpox. Ini sangat sakit dan tidak dapat diantisipasi.
Muncul vesikel-vesikel pada kulit dan mucosa membran dimana disuplai oleh syaraf yang
terkena. Di dalam mulut tampak lesi kelihatan biasa tetapi sangat sakit, bisa muncul di Iidah,
bukal mucosa dan uvula dan bisa juga muka akan terkena melalui nervus trigeminal.
Mumps (parotitis epidemik) adalah infeksi yang menular dapat menunjukkan
unilateral atau bilateral pembengkaan dari glandula salivarius. Biasanya melibatkan parotis,
tetapi bisa juga submaxilaris dan sublingual glands. Secara klinis ditandai dengan sakit
kepala, menggigil, demam, mutah dan rasa sakit yang khas di telinga. Virus ada di droplet
dari penderita dan penyebaran kontaminasi merupakan hal yang harus diperhatikan oleh
drg. Secara khas akan ditandai dengan perubahan serologi. Bahan-bahan pelengkap
antibodinya ke S antigen dibuat awal di penyakit ini tetapi tidak bertahan, sedangkan untuk
antigen V menetap.
HP: Gb. 14. 1
Cytomegalic inclusion diseases (salivary gland virus disease) adalah infeksi yang
ditemukan pada pasien dibawah umur 2 tahun tetapi dapat jugs ditemukan pada dewasa.
lnfeksi bersifat kongenital menghasilkan penghentian dari distensi pembuluh sel glandula
salivarius sebagai bentuk hasil dari benda-benda inclusi yang luar biasa. (GB 14.2)
Foot and mouth disease, ini disebabkan oleh infeksi virus yang jarang terjadi pada
manusia. Penularan melalui domba maupun sapi, inipun jarang terjadi tetapi akan berefek
pada manusia yang merawat binatang tersebut atau minum susunya. Gejala adalah demam,
mutah, nausea, lemas dan timbul lesi pada mukosa bukal dan pharing yang dapat pula
terjadi di bibir, lidah dan palatum.
Hand, foot and mouth disease, adalah infeksi yang bersifat epidemik disebabkan
oleh coxsackie enterovirus. Tidak ada hubungannya dengan penyakit tersebut di atas. lni
terjadi pada usia sampai 5 tahun. Ada maculopapular lesi vesicular dari kulit di tangan, kaki
dan paha, tetapi mukosa mulut menjadi sakit (lika) yang mana pasien tidak dapat makan.
FUNGAL DISEASES
ACTINOMYCOSIS, pada tahun terakhir penelitian menunjukkan sekitar 12 kasus per
kwartal terjadi di UK. Actinomyces israelii adalah penyebab utama tetapi species yang lain
dapat juga seperti: Rothia, Arachnia dan Bifidobacteria. Sebetulnya semua filamentus
bakteria adalah normal di mulut, tetapi tidak jelas dengan cara apa (pembawa) organisme
hingga bisa masuk menjadi penyakit. HP: koloni actinomyces berbentuk bulat dengan bulu
lembut terhadap banyaknya filaments garam positif (Gb. 9.3). Koloni ini akan dikelilingi oleh
neutrophils (gb.9.4 atas) dengan daerah luarnya mononuclear cell dan akhirnya lapisan
terluar adalah dinding fibrous (Gb. 9.4 bawah). Pada kasus yang tidak dirawat maka infeksi
Rongga mulut masih merupakan kesatuan dengan tubuh manusia, namun karena
fungsi dan posisinya yang khusus, organisasi respon imun di dalam rongga mulut
mempunyai karakteristik sendiri. Rongga mulut terus-menerus akan diagresi secara mekanik
dan bakterial. Banyak faktor yang terlibat dalam organisasi respon imun di dalam rungga
mulut terhadpa kuman patogen karena merupakan tempat masuk utama mikroorganisme.
Faktor-faktor ini dapat dikelompokkan menjadi barier anatomi, fisiologi dan biokimiawi, serta
pertahanan seluler dan imunitas humoral. Berbagai faktor ini merupakan faktor beberapa
jaringan di dalam rongga mulut seperti membran mukosa, jaringan limfoid rongga mulut,
kelenjar saliva, dan celah gingiva.
Mukosa sangat berperan pada kesehatan di dalam rongga mulut karena pada
keadaan normal, integritasnya berfungsi untuk menahan penetrasi mikroorganisme.
Pertemuan antara gingiva dan gigi, merupakan daerah yang agak rawan di dalam rongga
mulut. Namun daerah ini mempunyai perlekatan epitel ke gigi yang baik sehingga pada
keadaan normal mikroorganisme tidak akan dapat masuk ke dalam membran periodontal.
Daerah ini juga terdapat cairan celah gingiva (CCG) yang mengandung berbagai senyawa
antimikroba. Walaupun saluran kelenjar saliva terbuka di dalam rongga mulut, tetapi saliva
mengalir ke dalam rongga mulut sehingga mikroorganisme tidak mungkin masuk ke dalam
kelenjar melawan arch aliran saliva. Selain sebagai pembersih, saliva juga mengandung
berbagai senyawa antibakteri. Respon imun seluler dan humoral, lokal dan sistemik, spesifik
dan tidak spesifik, juga ikut berperan dalam sistem imun di dalam rongga mulut.
Dasar respon imun adalah kemampuannya membedakan antigen self dari antigen
nonsell yang kemudian melakukan usaha eliminasi antigen asing dari tubuh. Di dalam
rongga mulut, sistem imun berperan dalam berbagai kelainan, terutama kelainan yang
disebabkan mikroorganisme. Namun, beberapa kelainan lain di dalam rongga mulut bisa
juga disebabkan oleh imunodefisiensi, kelainan neoplastik, autoimun, atau reaksi tolakan.
Pemahaman tentang sistem imun di dalam rongga mulut, balk pada keadaan normal
maupun saat terjadi kelainan, diperlukan untuk penelitian, pencegahan, dan pengobatan.
Akibat respon imun seluler terhadap plak gigi, kolagenase juga disekresikan oleh
makrofag yang diaktivasi oleh LPS sehingga terjadi degradasi kolagen. Enzim lisosom
merupakan agen potensial yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan. Osteocast
activating factor (OAF) juga dilepaskan oleh limfosit yang teraktivasi, sehingga terjadi
resorbsi tulang alveolar (Nisengard dkk, 1996).
2. Kelainan pulpa
Di dalam jaringan pulpa gigi dengan pulpitis yang ireversibel, terlihat adanya limfosit
dan makrofag sebagai sel infiltrat radang yang terdominan. Pada pulpitis yang relesibel,
lebih dari 90% populasi limfosit T di dalam jaringan pulpanya adalah limfosit T8, dengan
rasio limfosit T4/T8 = 0,56 (Hahn dkk., 1989). Sedangkan pada pulpitis yang Ireversibel,
jumlah limfosit T4, T8, dan limfosit B lebih banyak daripada pulpitis yang reversibel atau
pada pulpanormal, dengan rasio T4/T8 sebesar 1,14. Di dalam jaringan pulpa yang
meradang, antibodi terbanyak adalah IgG, sedang IgA dan 1gM jumlahnya sedikit. Kadar
antibodi pada pulpa yang meradang, lebih tinggi dibandingkan pada pulpa yang tidak
3. Kelainan Periapikal
Jaringan pulpa yang rusak akan bertindak sebagai autoantigen yang bersama
antigen kuman mengakibatkan penyebaran reaksi radang ke daerah periapikal.
Akibatnya, akan terjadi abses akut atau kondisi kronis. Bila kronis, bisa berbentuk abses
kronis, granuloma, atau kista. Semua lesi periapikal kronis ini bisa terjadi bila efek
protektif respon imun tidak cukup baik, sehingga hanya mampu melokalisasi kerusakan
lebih lanjut. Kadar imunoglobulin di dalam serum subjek yang mengalami flare-up
(pembengkakan disertai rasa sakit dan resorpsi tulang pada gigi nonvital yang terjadi
dengan cepat) setelah perawatan endodontik, menunjukkan hanya IgE yang meningkat
beberapa kali dibandingkan keadaan normal (Svetcov dkk., 1983). Di daerah periapikal
ditemukan imunoglobulin yang mampu bereaksi spesifik dengan natigen yang ada di
dalam saluran akar Naidorf (1985). Di dalam serum penderita abses periapikal akut,
terjadi peningkatan kadar kompleks-imun, IgG, IgM, IgE, dan komplemen C3 (Kettering &
Torabinejad, 1984).
Respon imunitas humoral terlihat pada lesi periapikal (Morse, 1977). Beberapa
kelas imunoglobulin yang berbeda dapat diidentifikasi pada lesi periapikal kronis
(Cymerman dkk., 1984). Kadar kompleks imun, IgG, IgM, IgE, serta komplemen C3 di
dalam serum penderita kelainan periapikal setelah dirawat saluran akarnya berbeda
dengan sebelum dirawat (Kettering & Torabinejad, 1984). Respon setuler pada lesi
periapikal, menunjukkan bahwa makrofag merupakan set radang terbanyak, disusul
limfosit T dengan sel Th yang lebih dominan (Kopp & Schwarting, 1989).
Di dalam ekstrak jaringan granuloma terjadi hipergamaglobulinemia (Gelli dkk. Cit.
Morser, 1977), juga ditemukan adanya set plasma, IgG, IgA, dan IgM (Naidorf, 1985).
2. Kandidiasis
kandidia merupakan organisme komensal di dalam saluran pencemaan. Terdapat di
dalam saluran pencernaan. Terdapat empat macam kandidiasis di dalam rongga mulut yang
merupakan infeksi superfisial, terutama disebabkan Candida albicans, yaitu kandidiasis
pseudomembranosa akut, kandidiasis atrofik kronik, dan kandidiasis hiperplastik kronik
(Brightman, 1994).
Investigasi kandidiasis sering dilakukan dengan reaksi aglutinasi dan presipitasi,
fiksasi komplemen, dan antibodi fluoresensi. Kecuali pada kandidiasis kronik, kadar IgAs
salivanya meningkat. Peningkatan IgAs saliva paralel dengan peningkatan IgG, IgM, dan IgA
serum. Pada kandidiasis, tercatat penurunan kadar komplemen di dalam serum dan
ketidakmampuan memfagositosis oleh PMN neutrofil. Kandidiasis sistemik jugs dihubungkan
dengan absennya mieloperoksidase pada fagosit (Lehner, 1992). Pada individu yang rentan
infeksi kandida, seperti pada penderita diabetes melitus, terjadi kerusakan kemotaksis PMN
netrofil dan monosit (Cypress, 1985).
Secara umum, respon seluler lebih penting perannya dibandingkan respon humoral
dalam mekanisme pertahanan terhadap infleksi kandida, karena pada infeksi ini titer antibodi
tidak berkurang (Abbas, dkk.,1997). Bukti uama signifikansi fungsi imunitas seluler pada
perlindungan terhadap kandida adalah berkembangnya jamur ini pada individu yang
mengalami kelainan genetik fungsi limfosit-T (James dkk., 1991). Kandidiasis jugs ditemukan
pada penderita yang mengalami kelainan pembentukan atau diferensiasi sel primitif limfoid.
Defisiensi sel B saja, tidak menyebabkan individu rentan terhadap kandida (Lehner, 1992).
Alergi
Manifestasi alergi murni karena makanan atau bahan kimia di dalam mulut, jarang
terjadi. Material yang sering mengakibatkan reaksi alergi adalah akrilik. Alergi karena
anestesia lokal, biasanya lebih disebabkan karena alasan psikogenik (Lehner, 1992).
Kelainan di dalam rongga mulut akibat alergi berupa eritema multiforme (Greenberg, 1994)
berupa ulkus yang ekstensif yang disebabkan oleh berbagai obat (barbiturat, sulfonamid)
atau bahan mikrobial (Herpes simplex, mikoplasma). Respon imun pada alergi di dalam
rongga mulut, melibatkan IgE, komplemen C3a, C4a, dan C6a, serta respon seluler (Lehner,
1992).