Anda di halaman 1dari 6

TUGAS SEJARAH MODE

PAKAIAN ADAT DAERAH


NUSA TENGGARA BARAT (NTB)

NAMA : Mega Pertiwi

NIM : 5525164063

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN VOKASIONAL DESAIN FASHION

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2018
PAKAIAN ADAT DAERAH
NUSA TENGGARA BARAT (NTB)

Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri atas dua pulau besar, yaitu pulau Lombok dan
pulau Sumbawa dihuni oleh beberapa suku bangsa. Suku bangsa mayoritas yang mendiami
daerah tersebut adalah suku bangsa Sasak di pulau Lombok, suku bangsa Sumbawa (Semawa),
dan Bima di pulau Sumbawa.

Sebagian besar pakaian adat suku Sasak berasal dari kain tenun. Hal ini dikarenakan
masyarakat Sasak sudah mengenal teknik menenun sejak abad ke-14 an. Corak hias pada kain
tenun bermacam-macam. Corak hiasnya pada umumnya merupakan eksplorasi dari kehidupan
alam sekitar dan mitologi, seperti pohon mawar, burung, ular naga, dan tokoh pewayangan.
Corak hias pada kain untuk perempuan berbeda dengan ragam hias pada kain untuk laki-laki.

1. SUKU SUMBAWA
a. Pakaian Adat Suku Sumbawa
Masyarakat asli pulau Sumbawa terkenal dengan kain songketnya. Pada
umumnya kain singket tersebut menggunakan benang emas, benang perak, juga
benang katun. Kain selungkamisalnya, merupakan songket yang menggunakan
benang emas dan perak. Selain kain selungka, ada juga mbalipida, yaitu kain tenun
yang bermotif kotak-kotak. Ciri khasnya bentuk stilasi motif fllora untuk kain
perempuan dan motif fauna atau manusia untuk kain laki-laki.
Pakaian adat wanita Sumbawa berupa lamung pene untuk bagian atas dan tembe
lompa untuk bagian bawah. Lamung pene merupakan baju sejenis kebaya berlengan
pendek dari kain halus, sedangkan tembelompa merupakan kain sarung bermotif
kotak-kotak yang biasanya berupa kain songket yang dipakai sebatas mata kaki,
yang disebut krealang. Sebagai pelengkap pakaian digunakan ikat pinggang
(pending) perak, sapu to'a (sejenis sapu tangan) yang disampirkan pada bahu kiri,
kalung, bengkor troweh (hiasan telinga) dan gelang tangan. Para gadis yang belum
menikah biasanya memakai kerudung.
Sementara itu, kaum laki-laki Sumbawa mengenakan lamung, semacam jas
tutup berlengan panjang dan saluar belo (celana panjang) polos tanpa hiasan.
Kemudian dihiasi dengan pabasa alang, semacam selendang songket, berukuran
agak lebar dibanding selendang biasa yang berfungsi sebagai dodot. Di bagian
kepala memakai ikat kepala (sapu) yang terbuat dari tenunan benang katun bermotif
kotak-kotak. Bihul ikata sapu pada kening ada di bagian belakang kepala dan sudut
sapu dipasang tegak di bagian depan kepala hingga depan kepala sehingga tampak
tegak meruncing.
b. Pakaian Pengantin Suku Sumbawa

Pakaian pengantin suku Sumbawa agak berbeda dengan pakaian adatnya. Untuk
pakaian atas, pengantin wanita golongan bangsawan memakai lamung (naju) lengan
pendek bermodel baju bodo Sulawesi. Baju tersebut terbuat dari kain halus dan
berhias sulaman emas yang berbentuk cepa (bunga) hampir di seluruh bidang baju.
Kemudian di bahu sebelah kiri disampirkan kida sanging, semacam sapu tangan
yang dihiasi motif dedaunan dari benang perak atau emas. Untuk pakaian
bawahnya, dikenakan tope belo (rok panjang) dan tope pene(rok pendek) yang juga
dihiasi cepa yang dipakai secara bertumpu.
Di bagian kepala dipakai sua, yaitu hiasan kepala yang dilengkapi kembang
goyang. Sanggul rambutnya disebut puyung lakang. Perhiasan yang dipakai berupa
gelang kanan (ponto atau kelaru), kalung, anting-anting, dan hiasan kuku ibu jari
dari emas yang dibentuk seperti kuku panjang yang disebut sisin kuku, sebagai alas
kaki digunakan selop.
Pengantin pria mengenakan gadu, yaitu baju berlengan panjang warna hitam
dan berhiaskan cepa emas. Selempang kain yang terbuat dari kain merah diberi
hiasan motif bunga disilangkan di atas baju. Kain ini disebut simbangan. Untuk
pakaian bawah, dikenakan saluar celana panjang berwarna hitam yang dihias pada
pinggir kaki celananya. Kemudian celana dipadu dengan tope, semacam rok dari
kain halus berwarna merah yang dihiasi dengan cepa emas yang agak besar. Untuk
menahan tope digunakan ikat pinggang (pending) emas.
Bagian kepala ditutup dengan mahkota yang terbuat dari kain yang dilipat-lipat
dan dibentuk seperti kipas serta dihiasi cepa emas. Mahkota tersebut dinamakan
pasigar. Kemudian sebilah keris diselipkan pada ikat pinggang bagian depan badan.
2. SUKU BIMA
a. Pakaian Adat Wanita

Pakaian adat Provinsi NTB suku Bima yang dikenal dengan nama Rimpu
merupakan bukti bahwa pengaruh kebudayaan agama islam di masyarakat suku
Bima sangatlah kuat. Bentuk dari pakaian rimpu ini seperti bentuk mukena, yakni
satu bagian menutupi kepala hingga perut dan satu bagian lainnya menutupi perut
sampai kaki. Berdasarkan dari fungsinya, pakaian rimpu ini dibedakan menjadi 2
jenis, yakni rimpu cili dan rimpu colo. Pada rimpu cili hanya di pakai oleh wanita
yang belum menikah, sedangkan rimpu colo hanya dipakai untuk wanita yang telah
menikah. Rimpu cili pada umumnya menutupi keseluruhan tubuh pemakainya
kecuali pada bagian mata, sedangkan pada rimpu colo menutupi keseluruhan bagian
tubuh kecuali pada bagian wajah pemakainya.

b. Pakaian Adat Pria

Untuk para pria Bima, biasanya akan memakai ikat kepala dari kain tenun yang
bernama sambolo. Sambolo sendiri dipakai dengan ujung-ujung melingkar kepala.
Atasan untuk pria umumnya berupa kemeja lengan panjang, sedangkan
bawahannya berupa sarung songket yang bernama tembe me’e. Bawahan
dilengkapi dengan salepe (selendang) yang berfungsi sebagai ikat pinggang.
3. SUKU SASAK
a. Pakaian Adat Lambung Untuk Wanita

Pakaian adat sasak untuk wanita yang disebut Lambung yaitu baju hitam tanpa
lengan dengan kerah berbentuk segitiga atau hurup “V” dan sedikit hiasan di bagian
pinggir baju. Pakaian ini menggunakan bahan kain pelung. Sebagai pelengkap
Lambung, dikenakan selendang yang menjuntai di bahu kanan bercorak ragi genep
yang merupakan jenis kain songket khas sasak, sepadu dengan sabuk anteng (ikat
pinggang) yang dililitkan dan bagian ujungnya yang berumbai dijuntaikan di
pinggang sebelah kiri. Pada bagian bawahannya memakai kain panjang sampai lutut
atau mata kaki dengan bordiran di tepi kain dengan motif kotak-kotak atau segitiga.
Sebagai aksesoris ditambahkan sepasang gelang pada tangan dan kaki berbahan
perak. Sowang (anting-anting) berbentuk bulat terbuat dari daun lontar. Rambut
diikat rapi dan sebagai aksen diselipkan bunga cempaka dan mawar, atau bisa juga
disanggul dengan model punjung pliset.
Pakaian adat lambung digunakan gadis-gadis Sasak khusus untuk menyambut
tamu dan pembawa woh-wohan dalam upacara mendakin atau nyongkol.

b. Pakaian Adat Pegon untuk Pria

Baju pegon merupakan busana adat suku Sasak untuk kaum pria. Pegon
dipengaruhi oleh tradisi Jawa dengan adaptasi dari jas eropa sebagai lambang
keagungan dan kesopanan. Bahan yang digunakan berwarna polos dengan
modifikasi dibagian belakang agar mudah menyelipkan keris.
Untuk bagian kepala, lelaki sasak yang menggunakan pakaian adat sasak
biasanya akan mengenakan Sapuq/Sapuk (batik, pelung, songket): Sapuk
merupakan mahkota bagi pemakainya sebagai tanda kejantanan serta menjaga
pemikiran dari hal-hal yang kotor dan sebagai lambang penghormatan kepada
Tuhan yang Maha Esa. Jenis dan cara penggunaan sapuq pada pakaian adat sasak
tidak dibenarkan meniru cara penggunaan sapuq untuk ritual agama lain.
Untuk ikat pinggang (leang/tampet atau dodot), menggunakan kain songket
bermotif Benang Mas sebagai pasangan Pegon pemakaiannya tidak seperti ikat
pinggang melainkan lebih berfungsi sebagai aksen, sekilas mirip busana tradisional
melayu. Untuk masyarakat biasa, kain songket yang digunakan bermotif ragi genep,
penggunaannya dililitkan biasa seperti ikat pinggang pada umumnya.
Leang atau tampet atau dodot ini berfungsi untuk menyelipkan keris. Untuk
keris yang berukuran besar, biasanya diselipkan di belakang. Sedangkan untuk keris
yang berukuran kecil diselipkan di depan. Penggunaan keris tidak mutlak, keris bisa
diganti dengan pemaja atau pisau raut.
Sebagai bawahan, pria Sasak menggunakan wiron atau cute. Wiron berbahan
batik Jawa dengan motif tulang nangka atau kain pelung hitam. Penggunaannya
seperti kain di Jawa atau samping di Sunda yang menjuntai hingga mata kaki. Untuk
penggunaan wiron, tidak diperkenankan menggunakan kain polos berwarna merah
atau putih. Sebagai pembeda antara masyarakat biasa dengan pemangku adat,
pemangku adat menggunakan Selendang Umbak. berbentuk sabuk yang dibuat
dengan ritual khusus dalam keluarga sasak. Warna kain umbak putih merah dan
hitam dengan panjang sampai dengan empat meter. Di ujung benang digantungkan
uang cina (kepeng bolong).
Selain perlengkapan busana adat Sasak diatas, khusus untuk pemangku adat
digunakan pula Selendang Umbak. Umbak adalah sabuk gendongan yang dibuat
dengan ritual khusus dalam keluarga sasak. Warna kain umbak putih merah dan
hitam dengan panjang sampai dengan empat meter. Dihujung benang digantungkan
uang cina (kepeng bolong). Umbak sebagai pakaian adat hanya digunkan oleh para
pemangku adat, pengayom masyarakat. Umbak untuk busana sebagai lambang
kasih sayang dan kebijakan.

Anda mungkin juga menyukai