Anda di halaman 1dari 8

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

BEDAH
RSKB HASTA HUSADA
2019
APENDISITIS AKUT
No. ICPC II : S87 Appendicitis
No. ICD X : K35 Acute appendicitis
1. Definisi Apendisitis akut adalah radang yang timbul secara mendadak pada
apendik/usus buntu dengan jangka waktu < 2 minggu, merupakan
salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui dan jika
tidak segera ditangani dapat menyebabkan perforasi.
Penyebab :
a. Obstruksi lumen merupakan faktor penyebab dominan
apendisitis akut.
b. Erosi mukosa usus karena parasit Entamoeba hystolitica dan
benda asing lainnya.
2. Anamnesis Keluhan : Nyeri perut kanan bawah, mula-mula daerah epigastrium
kemudian menjalar ke Mc Burney. Apabila telah terjadi inflamasi (>
6 jam) penderita dapat menunjukkan letak nyeri karena bersifat
somatik.
Gejalan Klinis :
a. Muntah (rangsang viseral) akibat aktivasi N.Vagus.
b. Anoreksia, nausea, dan vomitus yang timbul beberapa jam
sesudahnya, merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang
timbul saat permulaan.
c. Disuria juga timbul apabila peradangan apendiks dekat
dengan vesika urinaria.
d. Obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa
penderita mengalami diare, timbul biasanya pada letak
apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum.
e. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu
suhu antara 37,5C - 38,5C tetapi bila suhu lebih tinggi,
diduga telah terjadi perforasi.
f. Variasi lokasi anatomi apendiks akan menjelaskan keluhan
nyeri somatik yang beragam. Sebagai contoh apendiks yang
panjang dengan ujung yang mengalami inflamasi di kuadran
kiri bawah akan menyebabkan nyeri di daerah tersebut,
apendiks retrosekal akan menyebabkan nyeri flank atau
punggung, apendiks pelvikal akan menyebabkan nyeri pada
supra pubik dan apendiks retroileal bisa menyebabkan nyeri
testikuler, mungkin karena iritasi pada arteri spermatika dan
ureter.
3. Pemeriksaan a. Inspeksi : Penderita berjalan membungkuk sambal memegangi
Fisik perutnya yang sakit, kembung (+) bila terjadi perforasi,
penonjolan perut kanan bawah terlihat pada appendikuler abses.
b. Auskultasi : Peristaltik normal, peristaltik (-) pada ileus paralitik
karena peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.
Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis
apendisitis, tetapi kalu sudah terjadi peritonistis, maka tidak
terdengar bunyi peristaltik usus.
c. Palpasi
1) Terdapat nyeri tekan Mc Burney
2) Adanya rebound tenderness (nyeri tekan lepas)
3) Adanya defans muscular
4) Rosving sign (+)
5) Psoas sign (+)
6) Obturator sign (+)
d. Perkusi : Nyeri ketok (+)
e. Rectal Toucher/Colok Dubur : Nyeri tekan pada jam 9 – 12
f. Tanda peritonitis umum (perforasi) :
1) Nyeri seluruh abdomen
2) Pekak hati hilang
3) Bising usus hilang
g. Apendiks yang mengalami gangrene atau perforasi lebih sering
terjadi dengan gejala-gejalan, sebagai berikut :
1) Gejala progresif dengan durasi > 36 jam
2) Demam tinggi > 38,5C
3) Leukositosis (> 14.000)
4) Dehidrasi dan asidosis
5) Distensi
6) Menghilangnya bising usus
7) Nyeri tekan kuadran kanan bawah
8) Rebound tenderness sign
9) Rosving sign
10) Nyeri tekan seluruh lapangan abdominal
4. Pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium darah perifer lengkap
Penunjang a. Pada pasien dengan apendisitis akut, 70-90% hasil
laboratorium nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat,
walaupun bukan penanda utama.
b. Pada anak dengan keluhan dan pemeriksaan fisik untuk
karakteristik apendisitis akut, akan ditemukan pada
pemeriksaan darah adanya lekositosis 11.000-14.000/mm3,
dengan pemeriksaan hitung jenis menunjukkan pergeseran
kekiri hampir 75%.
c. Jika jumlah lekosit lebih dari 18.000/mm3, maka umumnya
sudah terjadi perforasi dan peritonitis.
d. Penanda respon inflamasi akut (acute phase response)
dengan menggunakan CRP (C-Reactive Protein).
e. Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai konfirmasi
dan menyingkirkan kelainan urologi yang menyebabkan
nyeri abdomen.
f. Pertimbangkan adanya kehamilan ektopik pada wanita usia
subur dan lakukan pengukuran kadar HCG.
Foto polos abdomen
a. Pada apendisitis akut, pemeriksaan foto polos abdomen tidak
banyak membantu. Mungkin terlihat adanya fekalit pada
abdomen sebelah kanan bawah yang sesuai dengan lokasi
apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus.
b. Kalau peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat maka
usus pada bagian kanan bawah akan kolaps.
c. Dinding usus edematosa, keadaan seperti ini akan tampak
pada daerah kanan bawah abdomen kosong dari udara.
d. Gambaran udara seakan-akan terdorong ke pihak lain.
e. Proses peradangan pada fossa iliaka kanan akan
menyebabkan kontraksi otot, sehingga timbul skoliosis ke
kanan.
f. Gambaran ini tampak pada penderita apendisitis akut. Bila
sudah terjadi perforasi, maka pada foto abdomen tegak akan
tampak udara bebas di bawah diafragma. Kadang-kadang
udara begitu sedikit sehingga perlu foto khusus untuk
melihatnya.
g. Foto polos abdomen supine pada abses appendik kadang-
kadang memberi pola bercak udara dan air fluid level pada
posisi berdiri/LLD (decubitus), kalsifikasi bercak rim-like
(melingkar) sekitar perifer mukokel yang asalnya dari
apendik.
h. Pada apendisitis akut, kuadran kanan bawah perlu diperiksa
untuk mencari appendikolit: kalsifikasi bulat lonjong, sering
berlapis.
Ultrasonografi telah banyak digunakan untuk diagnosis apendisitis
akut maupun apendisitis dengan abses.
5. Penegakan a. Diagnosis Klinis : Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
Diagnosis pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
b. Skor 9-10 dengan Sistem skor Alvarado :
Gejala klinis : Nyeri kanan bawah (RIF) migrans : 1
Anoreksia : 1
Nausea, muntah : 1
Tanda klinis : Nyeri tekan di titik McBurney : 2
Nyeri lepas : 1
Peningkatan temperatur : 1
Laboratorium : Leukositosis : 2
Bergeser ke kiri (tanda diff counat) : 1
6. Diagnosis a. Cholecystitis akut
Banding
b. Divertikel Mackelli
c. Enteritis regional

d. Pankreatitis

e. Batu ureter

f. Cystitis

g. Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

h. Salphingitis akut
7. Penatalaksanaan a. Operasi cito dalam bius spinal atau umum
b. Apendektomi terbuka
c. Terapi konservatif jika ditemukan periapendikuler infiltrate
d. Lama perawatan: 3 hari jika tidak perforasi, 5 hari jika perforasi
Non-farmakologis :
1. Bed rest total posisi fowler (anti Trandelenburg)

2. Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan


apapun melalui mulut.

3. Penderita perlu cairan intravena untuk mengoreksi jika ada


dehidrasi.

4. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung dan


untuk mengurangi bahaya muntah pada waktu induksi
anestesi.

5. Anak memerlukan perawatan intensif sekurang-kurangnya 4-


6 jam sebelum dilakukan pembedahan.

6. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung


agar mengurangi distensi abdomen dan mencegah muntah.

Farmakologis :

1. Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat


adalah apendiktomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang
terbaik.
2. Penundaan apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat
mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi apendiks
normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%.

3. Antibiotik spektrum luas


8. Edukasi a. Penjelasan diagnosa, diagnosa banding, pemeriksaan penunjang
b. Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan, resiko dan
komplikasi
c. Penjelasan alternatif tindakan
d. Penjelasan perkiraan lama rawat
9. Komplikasi a. Perforasi appendix

b. Peritonitis umum

c. Sepsis
10. Prognosis Ad vitam : dubia adbonam
Ad Sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia adbonam
11. Kriteria Pulang a. Gejala klinis infeksi reda
b. Laboratorium normal
c. Tidak terjadi Infeksi Luka Operasi (ILO)
12. Kepustakaan 1. Buku Ajar IlmuBedah, Sjamsuhidayat
2. Principal of Surgery, Schwartz’s
3. Konsensus Nasional Ikabi
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
BEDAH
RSKB HASTA HUSADA
2019
APENDISITIS PERFORATA
No. ICD X : K35.2 Acute appendicitis with generalized peritonitis
No. ICD X : K35.3 Acute appendicitis with localized peritonitis
1. Definisi Peradangan pada lapisan mukosa apendiks vernikularis dengan
penyulit.
2. Patofisiologi Terjadi karena obstruksi pada apendiks yang mnyebabkan
peningkatan tekanan intraluminal dan terjadi obstruksi vena,
sehingga dinding apendiks mengalami iskemia dan terjadi invasi
bakteri dinding apendiks. Selanjutnya keadaan ini menjadi
memberat karena adanya thrombosis arteri dan vena apendikularis
dan berakibat pada perforasi dan gangrene.
3. Anamnesis a. Nyeri periumbilikal diikuti dengan mual dan atau muntah dan
nyeri beralih pada area kanan bawah
b. Demam
c. Anorexia
4. Pemeriksaan Fisik a. Peningkatan temperature dan frekuensi nadi
b. Pasien cenderung posisi diam berbaring
c. Nyeri tekan Mc Burney
d. Defans muskular local atau generalisata
e. Nyeri tekan pelvis kanan pada ractal toucher
f. Rosving sign, Psoas sign, Obturator sign
5. Pemeriksaan a. Laboratorium, darah lengkap, faal hemostasis
Penunjang b. Pemeriksaan darah untuk kepentingan pembiusan : fungsi
ginjal dan gula darah sewaktu (untuk 40 tahun ke atas)
c. EKG (untuk 40 tahun ke atas)
d. Urinalisis
6. Penegakan a. Riwayat dan pemeriksaan fisik yang khas
Diagnosis b. Laboratorium yang menunjang
7. Diagnosis Banding a. Ulkus arteri
b. Ulkus stasis vena

c. Ulkus diabetik
8. Penatalaksanaan a. Antibiotik

b. Laparotomi eksplorasi

c. Appendectomy
9. Edukasi a. Diagnosis
b. Terapi
c. Perkiraan lama perawatan
d. Rencana operasi
10. Indikator Medis a. Nyeri perut berkurang

b. Tidak demam

c. Bising usus kembali normal

d. Mampu buang air besar dengan lancar


11. Prognosis Ad vitam : dubia adbonam
Ad Sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia adbonam
12. Kepustakaan 1. Buku Ajar IlmuBedah, Sjamsuhidayat
2. Principal of Surgery, Schwartz’s, 8th Ed.
3. Maingot’s Abdominal Operation, 11th Ed.
4. Sabiston Textbook of General Surgery, 17th Ed.

Anda mungkin juga menyukai