Jenis Jenis Produk Karet Dan Produksinya
Jenis Jenis Produk Karet Dan Produksinya
Terdapat beberapa macam karet alam yang kebanyakan merupakan bahan olahan baik setengah jadi ataupun barang jadi.
Jenis-jenis karet alam antara lain bahan olah karet, karet konvensional, lateks pekat, karet bongkah (block rubber), karet
spesifikasi teknis (crumb rubber), karet siap olah (tyre rubber) dan karet reklim (reclaimed rubber).
Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet. Yang termasuk bahan
olah karet adalah lateks kebun, sheet angin, slab tipis dan lump segar yang dibagi berdasarkan pengolahannya.
Lateks kebun merupakan cairan getah yang dihasilkan dari proses penyadapan pohon karet dan belum mengalami
pengolahan sama sekali. Lateks kebun yang baik harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
Disaring dengan saringan berukuran 40 mesh. Tidak terdapat kotoran atau benda-benda lain seperti daun atau kayu.
Tidak bercampur dengan bubur lateks, air ataupun serum lateks. Warna putih dan berbau karet segar.
Lateks kebun mutu I mempunyai kadar karet kering 28% dan lateks kebun mutu 2 mempunyai kadar karet kering 20%.
Sheet Angin merupakan bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring dan digumpalkan dengan asam
semut. Jenis ini berupa karet sheet yang sudah digiling tetapi belum jadi. Ketentuan sheet angin yang baik adalah sebagai
berikut : Harus ada penggilingan pada gumpalan lateks untuk mengeluarkan air atau serumnya. Gilingan kembang
digunakan sebagai gilingan akhir Kotoran tidak terlihat Dalam penyimpanan tidak boleh terkena air atau sinar matahari
langsung Sheet angin mutu 1 mempunyai kadar karet kering 90% dan sheet angin mutu 2 mempunyai kadar karet kering
80% Tingkat ketebalan pertama 3 mm dan tingkat ketebalan kedua 5 mm. Slab Tipis merupakan bahan olah karet yang
terbuat dari lateks yang sudah digumpalkan. Adapun ketentuan slab tipis yang baik adalah sebagai berikut : Tidak terdapat
campuran gumpalan yang tidak segar. Air atau serum harus dikeluarkan baik dengan giling atau dikempa.
Tidak terlihat adanya kotoran. Selama disimpan tidak boleh terendam air atau terkena sinar matahari langsung.
Slab tipis mutu I mempunyai kadar karet kering 70% dan slab tipis mutu 2 mempunyai kadar karet kering 60%.
Tingkat ketebalan pertama 30 mm dan tingkat ketebalan kedua 40 mm. Lump Segar merupakan bahan olah karet yang
bukan berasal dari gumpalan lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung. Lump segar yang baik
harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : Tidak terlihat adanya kotoran. Selama disimpan tidak boleh terendam air atau
terkena sinar matahari langsung. Lump segar mutu 1 mempunyai kadar karet kering 60% dan lump segar mutu 2
mempunyai kadar karet kering 50%. Tingkat ketebalan pertama 40 mm dan tingkat ketebalan kedua 60 mm.
b. Karet Konvensional
Jenis-jenis karet alam olahan yang tergolong karet konvensional adalah Ribbed Smoked Sheet, White and Pale Crepe, Estate
Brown Crepe, Compo Crepe, Thin Brown Crepe Remills, Thick Blanket Crepes Ambers, Flat Bark Crepe, Pure Smoked
Blanket Crepe dan Off Crepe. Jenis karet konvensional yang banyak diproduksi adalah Ribbed Smoked Sheet atau disingkat
RSS. Karet ini berupa lembaran sheet yang mendapatkan proses pengasapan dengan baik. RSS ini memiliki beberapa
macam antara lain XRSS, RSS 1 hingga RSS 5.
c. Lateks Pekat
Lateks pekat berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang ada di pasaran
dibuat dengan pendadihan atau creamed lateks dan melalui proses sentrifugasi. Lateks pekat banyak digunakan untuk
pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi.
Crumb rubber merupakan karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu berdasarkan
pada sifat-sifat teknis dimana warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet
sheet, crepe maupun lateks pekat tidak berlaku. Crumb Rubber dibuat agar dapat bersaing dengan karet sintetis yang
biasanya menyertakan sifat teknis serta keistimewaan untuk jaminan mutu tiap bandelanya. Crumb Rubber dipak dalam
bongkah-bongkah kecil, berat dan ukuran seragam, ada sertifikast uji laboratorium, dan ditutup dengan lembaran plastik
polythene.
f. Tyre Rubber
Tyre rubber merupakan barang setengah jadi dari karet alam sehingga dapat langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk
pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam lainnya. Tyre rubber memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan karet konvensional. Ban atau produk produk karet lain jika menggunakan tyre rubber sebagai bahan bakunya
memiliki mutu yang lebih baik dibandingkan jika menggunakan bahan baku karet konvensional. Selain itu jenis karet ini
memiliki daya campur yang baik sehingga mudah digabung dengan karet sintetis.
Karet reklim merupakan karet yang diolah kembali dari barang-barang karet bekas, terutama ban-ban mobil bekas. Karet
reklim biasanya digunakan sebagai bahan campuran, karena mudah mengambil bentuk dalam acuan serta daya lekat yang
dimilikinya juga baik. Pemakaian karet reklim memungkinkan pengunyahan (mastication) dan pencampuran yang lebih
cepat. Produk yang dihasilkan juga lebih kukuh dan lebih tahan lama dipakai. Kelemahan dari karet reklim adalah kurang
kenyal dan kurang tahan gesekan sesuai dengan sifatnya sebagai karet daur ulang. Oleh karena itu kerat reklim kurang baik
digunakan untuk membuat ban.
Setelah adanya proses panen, maka getah karet dilakukan proses pengolahan lebih lanjut. Dari hasil
pengolahan itu dihasilkan beberapa jenis olahan karet yang dapat langsung digunakan untuk produk jadi
maupun bahan setengah jadi yang memerlukan proses lebih lanjut.
Bokar (bahan olahan karet) seperti getah karet (lateks), sheet (lembaran), lump segar, slab tipis.
Lateks pekat
Karet berbongkah atau karet bongkahan
Karet dari pengolahan konvesional : RSS (Ribbes Smoked Sheet) , White Crepes, Brown Crepes,
Ihin Brown Crepes Remils, Thick Blanket Crepe Ambers, Flat Bark Crepe, Pure Smoke Blanket
Crumb Rubber -> karet spesifikasi teknis
Karet Reklim (Reclaimed Rubber)
Bahan olahan karet merupakan getah karet dari pohon karet yang dilakukan proses pengolahan lebih lanjut.
Berdasarkan jenis pengolahannya, karet ini dibagi menjadi 4 macam yaitu :
Getah Karet ( Lateks Kebun ). Getah karet diperoleh dari penyadapan pohon karet secara
langsung menggunakan pisau. Cairan getah ini belum mengalami penggumpalan dan masih murni,
tidak dilakukan pencampuran menggunakan cairan lain seperti asam semut. Getah karet (Lateks
Kebun) harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut :
o Bersih dari kotoran , dapat dilakukan penyaringan melalui saringan berukuran 40 mesh.
o Murni, tidak bercampur dengan serum lateks atau bubur lateks.
o Berwarna putih.
o Berbau karet segar.
o Getah karet kualitas No.1 mempunyai kadar karet kering 28% .
o Getah karet kualitas No.2 mempunyai kadar karet kering 20%.
Sheet Angin. Bahan olahan karet yang dibuat dari getah karet yang sudah disaring dan
digumpalkan dengan asam semut lalu dilakukan penggilingan sehingga membentuk lembaran.
Proses finishing digantung hingga terangin-angin. Kriteria sheet angin yang baik adalah :
o Harus ada proses penggilingan pada gumpalan lateks untuk mengeluarkan air atau
serumnya.
o Bersih dari kotoran
o Adanya proses pembatikan, penggilingan sheet menggunakan gilingan yang memiliki corak.
o Dalam penyimpanan tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung.
o Kualitas 1 mempunyai kadar kering 90%.
o Kualitas 2 memiliki kadar kering 80%.
o Ketebalan kualitas 1 : 3 mm.
o Ketebalan kualitas 2 : 5 mm.
Slab Tipis. Bahan olahan karet yang terbuat dari getah karet yang sudah digumpalkan dengan
asam semut. Slab tipis harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
o Gumpalan segar.
o Air harus dikeluarkan dengan cara digiling atau dikempa.
o Bersih dari kotoran.
o Tidak boleh terendam air.
o Kualitas 1 mempunyai kadar kering 70% dan ketebalan 30 mm.
o Kualitas 2 mempunyai kadar kering 60% dan ketebalan 40 mm.
Lump. Lump merupakan bahan olahan karet yang bukan berasal dari gumpalan getah kebun yang
terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung. Kriteria lump segar yang baik adalah sebagai
berikut :
o Bersih dari kotoran.
o Penyimpanan tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung.
o Tidak boleh terkena air.
o Kualitas 1 memiliki kadar kering 60 % dan ketebalan 40 mm.
o Kualitas 2 memiliki kadar kering 50 % dan ketebalan 60 mm.
Di dalam proses penggumpalan lateks, terjadi perubahan sol ke gel dengan pertolongan zat
penggumpal. Pada sol karet terdispersi di dalam serum, tetapi pada gel karet di dalam lateks.
Penggumpalan dapat terjadi dengan penambahan asam (menurunkan pH), sehingga koloid karet
mencapai titik isoelektrik dan terjadilah penggumpalan.
Peranan pH sangat menentukan mutu karet. Penggumpalan pada pH yang sangat rendah
mengakibatkan warna karet semakin gelap dan nilai modulus karet semakin rendah. Sebaliknya
keuntungannya, masa pemeraman singkat dan PRI dapat dipertahankan setinggi mungkin.
Penambahan elektrolit yang bermuatan positif juga dapat menetralkan muatan negatif dari partikel
karet dan menggumpalkan karet.
1. 3. Klasifikasi Karet
Jenis Karet Alam
Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan. Bahan olahan
ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet
yang sudah jadi. Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah :
1. Lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet. Cairan getah ini belum
mengalami penggunpalan entah itu dengan tambahan atau tanpa bahan pemantap (zat antikoagulan).
2. Sheet angin adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring dan digumpalkan
dengan asam semut, berupa karet sheet yang sudah digiling tetapi belum jadi.
3. Slab tipis adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah digumpalkan dengan asam
semut
4. Lump segar adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan lateks kebun yang terjadi
secara alamiah dalam mangkuk penampung.
1. b. Karet alam konvensional
Ada beberapa macam karet olahan yang tergolong karet alam konvensional. jenis ini pada dasarnya
hanya terdiri dari golongan karet sheet dan crepe. Jenis-jenis karet alam yang tergolong konvensional
adalah sebagai berikut :
1. Ribbed smoked sheet (RSS) adalah jenis karet berupa lembaran sheet yang mendapat proses
pengasapan dengan baik.
2. White crepe dan pale crepe adalah jenis crepe yang berwarna putih atau muda dan ada yang tebal
dan tipis.
3. Estate brown crepe adalah jenis crepe yang berwarna cokelat dan banyak dihasilkan oleh perkebunan-
perkebunan besar atau estate.
4. Compo crepe adalah jenis crepe yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon, potongan-potongan sisa
dari RSS atau slab basah.
5. Thin brown crepe remilis adalah crepe coklat yang tipis karena digiling ulang.
6. Thick blanket crepes ambers adalah crepe blanket yang tebal dan berwarna coklat, biasanya dibuat
dari slab basah, sheet tanpa proses pengasapan dan lump serta scrap dari perkebunan atau kebun
rakyat yang baik mutunya. Scrap tanah tidak boleh digunakan.
7. Flat bark crepe adalah karet tanah atau earth rubber, yaitu jenis crepe yang dihasilkan dari scrap
karet alam yang belum diolah, termasuk scrap tanah yang berwarna hitam
8. Pure smoked blanket crepe adalah crepe yang diperoleh dari penggilingan karet asap yang khusus
berasal dari RSS, termasuk juga block sheet atau sheet bongkah, atau dari sisa pemotongan RSS.
Jenis karet lain atau bahan bukan karet tidak boleh digunakan.
9. Off crepe adalah crepe yang tidak tergolong bentuk beku atau standar. Biasanya tidak dibuat melelui
proses pembekuan langsung dari bahan lateks yang masih segar, melainkan dari contoh-contoh sisa
penentuan kadar karet kering, lembaran-lembaran RSS yang tidak bagus penggilingannya sebelum
diasapi, busa-busa dari lateks, bekas air cucian yang banyak mengandung lateks serta bahan-bahan
lain yang jelek.
1. c. Lateks Pekat
Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan
lainnya. Lateks pekat dijual di pasaran ada yang dibuat melalui proses pendadihan atau creamed
lateksdan melalui proses pemusingan atau centrifuged lateks. Biasanya lateks pekat banyak
digunakan untuk pembuatan bahan- bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi.
1. f. Tyre rubber
Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang setengah jadi sehingga
bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang yang menggunakan
bahan baku karet alam lainnya.
2. BR (butadiene rubber)
Dibanding dengan SBR, karet jenis BR lebih lemah. Daya lekat lebih rendah, dan pengolahannya juga
tergolong sulit. Karet jenis ini jarang digunakan tersendiri. Untuk membuat suatu barang biasanya BR
dicampur dengan karet alam atau SBR.
6. CR (chloroprene rubber)
CR memiliki ketahanan terhadap minyak tetapi dibandingkan dengan NBR ketahanannya masih kalah.
CR juga memiliki daya tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon di udara, bahkan juga terhadap
panas atau nyala api. Pembuatan karet sintetis CR tidak divulkanisasi dengan belerang melainkan
menggunakan magnesium oksida, seng oksida dan bahan pemercepat tertentu. Minyak bahan pelunak
ditambahkan ke dalam CR untuk proses pengolahan yang baik.
1. Klon IRR 5
Potensi keunggulan :
Lateks sangat sesuai diolah menjadi SIR 3 WF, SIR 5 dan SIR 10.
Pada daerah beriklim basah, klon IRR 5 digolongkan moderat terhadap gangguan penyakit
cabang (jamur upas) dan mouldirot.
2. Klon IRR 42
Potensi keunggulan:
Lateks dapat digunakan untuk produksi SIR 3 CV dan produk RSS, serta SIR 3L, SIR 5 dan
SIR 10/20.
Karet busa sintetis umumnya dibuat dari karet EVA/poliuretan karena ringan dan murah. Konsumsi
busa sintetis di dalam negeri setiap tahun berkisar 19 juta lembar (Rp47 miliar), busa plastik
722.000 m2 (Rp665 juta), dan busa jok mobil 4.500 unit (Rp186 juta).
Proses produksi busa sintetis berisiko tinggi karena bahan bakunya (isosianat) beracun dan
bersifat karsinogenik. Kondisi ini menyebabkan permintaan terhadap busa alam meningkat.
Busa alam lebih unggul dibanding busa sintetis dalam hal kenyamanan dan umur pakai. Untuk
memberikan nilai kepegasan yang sama, busa alam hanya memerlukan ketebalan sepertiga dari busa
sintetis.
Kayu karet
Sheet / RSS
Letak pekat
Brown crepe
Tanaman karet memerlukan lahan dengan penyinaran matahari antara 5‐7 jam/hari.
Hasil karet maksimal didapatkan jika ditanam di tanah subur, berpasir, dapat melalukan air dan
tidak berpadas (kedalaman padas yang dapat ditolerir adalah 2‐3 meter).
Tanah Ultisol yang kurang subur banyak ditanami tanaman karet dengan pemupukan dan
pengelolaan yang baik. Tanah latosol dan aluvial juga dapat ditanami karet.
Keasaman tanah yang baik antara pH 5‐6 (batas toleransi 4‐8)
Ketinggian Lahan, tanaman karet tumbuh dengan optimum pada ketinggian 200 m dpl.
Dalam pemilhan bahan baku dilakukan diagnosis lateks. Diagnosis lateks penting untuk
menggambarkan tingkat tekanan fisiologis dan pengaruhnya terhadap kesehatan tanaman. Dalam
diagnosis lateks diamati kadar sukrosa, kadar fosfat anorganik (FA), dan kadar tiol.
Kadar sukrosa lateks berkaitan erat dengan tingkat eksploitasi yang diterapkan. Kandungan Sukrosa
dalam pembuluh lateks semakin menurun dengan meningkatnya intensitas eksploitasi, ambang batas
nilai sukrosa adalah 4 mM, apabila intensitas eksploitasi ditingkatkan sehingga kadar sukrosa di
bawah 4 mM maka akan menimbulkan kekosongan bahan penyusun (perkusor) lateks (isoprena).
Fosfat anorganik (FA) adalah indikator bagi aktivitas metabolik, dalam hal ini menggambarkan
kemampuan tanaman mengubah bahan baku (sukrosa) menjadi partikel karet.
Kadar Tiol (R-SH) merupakan indikasi penting yang berhubungan dengan kerentanan fisiologis lateks
terutama pada kejadian kering alur sadap (KAS). Fungsi tiol adalah mengaktifkan enzim-enzim yang
berperan dalm kondisi cekaman lingkungan, dan status tiol menunjukkan respons tanaman terhadap
tekanan eksploitasi. Kadar tiol berbanding terbalik dengan intensitas eksploitasi. Semakin tinggi
intensitas eksploitasi, maka semakin rendah kadar tiol.
1. Peremahan
Komponen yang telah mengalami penuntasan selama 10-15 hari diremahkan dalam granulator.
Peremahan bertujuan untuk mendapatkan remahan yang siap untuk dikeringkan. Sifat yang dihasilkan
oleh peremahan adalah mudah dikeringkan sehingga dicapai kapasitas produksi yang lebih tinggi dan
kematangan remah yang sempurna.
1. Pengeringan
Komponen yang terlah mengalami peremahan selanjutnya dikeringkan dalam dryer selama 3 jam.
Pemasukan kotak pengering kedalam dryer 12 menit sekali, suhu pengering 122oC untuk bahan baku
kompo dan 110oC untuk proses WF. Suhu produk yang keluar dari dryer dibawah 40oC. Pengeringan
bertujuan untuk menurunkan kadar air sampai batas aman simpan baik dari serangan serangga
maupun mikrobiologis, enzimatis dan hidrolis. Dalam pengeringan faktor yang dapat memepengaruhi
hasil adalah lamanya penuntasan, ketinggian remahan, suhu dan lama pengeringan.
1. Pengepresan
Pengepresan merupakan pembentukan bandela-bandela dari remah karet kering. Bahan yang keluar
dari pengering kemudian ditimbang seberat 35kg/bandela yang akan dikemas dalam kemasan SW dan
33,5kg/bandela untuk kemasan. Setelah itu produk dipress dengan menggunakan mesin press
bandela. Ukuran hasil pengepresan 60 x 30 x 17 cm.
1. Penggumpalan spontan
2. Penggumpalan buatan
Penggumpalan spontan biasanya disebabkan oleh pengaruh enzim dan bakteri, aromanya sangat
berbeda dari yang segar dan pada hari berikutnya akan tercium bau yang busuk. Sedangkan
penggumpalan buatan biasanya dilakukan dengan penambahan asam. Prakoagulasi terjadi karena
kemantapan bagian koloidal yang terkandung dalam lateks berkurang. Bagian-bagian koloidal ini
kemudian menggumpal menjadi satu dan membentuk komponen yang berukuran lebih besar.
Komponen koloidal yang lebih ini akan membeku. Inilah yang menyebabkan terjadinya prakoagulasi.
Getah karet atau lateks sebenarnya merupakan suspensi koloidaldari air dan bahan-bahan kimia yang
terkandung didalamnya. Bagian- bagian yang terkandung tersebut tidak larut sempurna, melainkan
terpencar secara homogen atau merata di dalam air. Partikel-partikel koloidal ini sedemikian kecil dan
halusnya sehingga dapat menembus saringan.
1. Penambahan asam
Penambahan asam organik ataupun anorganik mengakibatkan turunnya pH lateks titik isoelektriknya
sehingga lateks kebun membeku (pH lateks kebun 6,9).
2. Mikroorganisme
Lateks segar merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, mikroorganisme banyak
terdapat dilungkungan perkebunan karet (pepohonan, udara, tanah, air atau pada alat-alat yang
digunakan). Mikroorganisme ini menghasilkan asam-asam yang menurunkan pH mencapai titik
isoelektrik sehingga Lateks membeku serta menimbulkan rasa bau karena terbentuknya asam-asam
yang mudah menguap (volatile fatty acid). Bila banyak mikroorganisme maka senyawa asam yang
dihasilkan akan banyak pula.
3. Iklim
Air hujan akan membawa zat penyamak, kotoran dan garam yang larut dari kulit batang. Zat-zat ini
akan mengkatalisis terjadingan prakoagualasi. Lateks yang baru disadap juga mudah menggumpal
jika terkena sinar matahari yang terik karena kestabilan koloidnya rusak oleh panas yang terjadi.
4. Pengangkutan
Pengangkutan yang terlambat ataupun jarak yang jauh menyebabkan lateks baru tiba ditempat
pengolahan pada siang hari dan sempat terkena matahari sehingga mengganggu kestabilan lateks.
Jalan yang buruk atau angkutan yang terguncang-guncang mengakibatkan lateks yang diangkut
terkocok-kocok secara kuat sehingga merusak kestabilan koloid.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya prakoagualasi antara lain
sebagai berikut :
Menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan dalam penyadapan, penampungan, maupun
pengangkutan. Selama pengangkutan dari kebun ke pabrik pengolahan, lateks dijaga agar tidak
mengalami banyak guncangan.
Mencegah pengenceran lateks dari kebun dengan air kotor, misalnya air sungai, air saluran atau air
got.
Memulai penyadapan pada pagi hari sebelum matahari terbit untuk membantu agar lateks dapat
sampai ke pabrik atau tempat pengolahan sebelum udara menjadi panas.
Apabila langkah-langkah pencegahan diatas sudah dilakukan tetapi hasilnya belum seperti yang
diinginkan, maka zat antikoagulan dapat digunakan. Zat antikoagulan ada beberapa macam, tetapi
harus dipilih yang paling tepat. Pilihan disesuaikan dengan kondisi lokasi, harga, kadar bahaya zat
tersebut dan yang terpenting adalah kemampuan zat tersebut dalam mencegah prakoagualasi. Dalam
pemakaiannya zat antikoagulan bias digabung untuk menambah daya antikoagulasinya, bisa dua
macam menjadi satu atau tiga macam campuran sekaligus. Berikut ini contoh beberapa antikoagulan
yang banyak dipakai di perusahaan atau tempat- tempat pengolahan karet.
2. Amonia (NH3)
Zat antikoagulan ini termasuk yang paling banyak digunakan karena :
Lateks yang akan diolah menjadi crepe hendaknya tidak diberi ammonia
secara berlebihan karena berpengaruh terhadap warna crepe yang jadi nantinya. Dosis ammonia yang
dipakai untuk mencegah terjadinya prakoagualasi adalah 5-10 ml larutan ammonia 2,5% untuk setiap
liter lateks.
3. Formaldehid
Pemakaian formaldehid sebagai anti koagulan paling merepotkan dibanding zat lainnya, karena:
Apabila disimpan zat ini akan teroksidasi menjadi asam semut atau asam format (HCHO → HCOOH)
yang dapat menyebabkan pembekuan apabila dicampur pada lateks. Oleh karena itu, formaldehid
yang akan digunakan terlebih dahulu harus diperiksa apakah larutan ini bereaksi asam atau tidak,
apabila bereaksi asam harus dinetralkan dengan zat yang bersifat basa seperti soda kaustik. Seteleh
formaldehid bereaksi netral baru digunakan. Dosis yang dapat dipakai adalah 5-10 ml larutan dengan
kadar 5% untuk setiap liter lateks yang akan dicegah prakoagualasinya.
Dalam jangka waktu sehari akan teroksidasi oleh udara menjadi natrium sulfat (Na2SO3 → Na2SO4),
bila sudah teroksidasi maka sifatnya sebagai antikoagulan menjadi lenyap. Selain sebagai
antikoagulan natrium sulafit juga bias memperpanjang waktu pengeringan dan sebagai desinfektan.
Dosis yang digunakan adalah 5-10 ml larutan berkadar 10% untuk setiap liter lateks.
Pabrik atau tempat pengolahan karet yang membuat karet jenis ribbed smoked sheet (RSS) rata-rata
menggunakan ammonia dan natrium sulfit sebagai antikoagulan. Untuk membuat karet jenis crepe,
antikoagulan yang baiasa digunakan adalah soda atau natrium sulfit.
Untuk mendapatkan dosis antikoagulan yang paling tepat dapat dicoba dengan dosis rendah terlebih
dahulu. Apabila belum mencukupi, maka dosis dinaikkan sedikit demi sedikit. Untuk patokan dapat
digunakan dosis seperti yang telah disebutkan diatas. Zat antikoagulan harus diberikan secpat
mungkin setelah lateks disadap. Apabila mungkin penambahan antikoagulan pada mangkuk- mangkuk
penampung lateks perlu dilakukan, kecuali untuk formaldehid. Dengan cara ini pencegahan
prakoagulasi berjalan lebih efektif. Cara ini membutuhkan tenaga kerja tambahan untuk menaruh
antikoagulan, pada setiap mangkuk pada batang karet yang disadap, berarti juga penambahan biaya.
1. Masih rendahnya produktivitas tanaman dan baru sekitar 40% yang menggunakan klon unggul
2. Belum terpenuhnya persediaan bibit unggul
3. Masih rendahnya kualitas bokar
4. Besarnya kapasitas terpasang pabrik crumb rubber jauh melebihi ketersediaan bahan olahkaret
5. Masih rendahnya kualitas SDM petani dan kemitraan usaha serta akses permodalan
6. Rendahnya posisi tawar petani dalam perolehan harga
7. Masih lemahnya dukungan prasarana dan sarana
8. 10. Manfaat Hasil Olahan Karet dan Lateks
Hasil Olahan karet dan lateks memiliki banyak manfaat diantaranya :
Kini limbah lateks dapat dikonversi secara mikrobiologis untuk menghasilkan berbagai produk yang
bernilai tambah ekonomis tinggi seperti: IAA (hormon tumbuhan), pupuk bio organik, dan biomassa
mikroalga.
Proses biokonversi dapat dibuat berlangsung simultan dengan pengolahan limbah, sehingga bisa
mengurangi volume limbah dan sekaligus menghilangkan bau busuk. Pupuk bio organik yang
dihasilkan terbukti dapat menghemat sampai 50% pupuk kimia pada tanaman pangan, tanaman
perkebunan, serta tanaman penutup tanah.
1. B. Industri Kulit
2. 1. Pengertian Industri Kulit
Industri kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah (hides atau skins) menjadi kulit jadi atau
kulit tersamak (leather) dengan menggunakan bahan penyamak. Pada proses penyamakan, semua
bagian kulit mentah yang bukan colagen saja yang dapat mengadakan reaksi dengan zat penyamak.
Kulit jadi sangat berbeda dengan kulit mentah dalam sifat organoleptis, fisis, maupun kimiawi.
Masing- masing tahapan ini terdiri dari beberapa macam proses, setiap proses memerlukan tambahan
bahan kimia dan pada umumnya memerlukan banyak air, tergantung jenis kulit mentah yang
dignakan serta jenis kulit jadi yang dikehendaki.
Secara prinsip, ditinjau dari bahan penyamak yang digunakan, maka ada beberapa macam
penyamakan yaitu:
1. Penyamakan Nabati.
Penyamakan dengan bahan penyamakan nabati yang berasal dari tumbuhan yang mengandung bahan
penyamak misalnya kulit akasia, sagawe , tengguli, mahoni, dan kayu quebracho, eiken, gambir, the,
buah pinang, manggis, dll. Kulit jadi yang dihasilkan misalnya kulit tas koper, kulit sol, kulit pelana
kuda, kulit ban mesin, kulit sabuk dll.
2. Penyamakan mineral.
Penyamak dengan bahan penyamak mineral, misalnya bahan penyamak krom. Kulit yang dihasilkan
misalnya kulit boks, kulit jaket, kulit glase, kulit suede, dll. Disamping itu ada pula bahan penyamak
aluminium yang biasanya untuk menghasilkan kulit berwarna putih ( misalnya kulit shuttle cock).
c. Penyamakan minyak.
Penyamak dengan bahan penyamak yang berasal dari minyak ikan hiu atau ikan lain, biasanya
disebut minyak kasar. Kulit yang dihasilkan misalnya: kulit berbulu tersamak, kulit chamois ( kulit
untuk lap kaca) dll.
Dalam prakteknya untuk mendapatkan sifat fisis tertentu yang lebih baik, misalnya tahan gosok,
tahan terhadap keringat dan basah, tahan bengkuk, dll, biasanya dilakukan dengan cara kombinasi.
Ada kalanya suatu pabrik penyamkan kulit hanya melaksanakan proses basah saja, proses
penyamakan saja, proses penyelesaian akhir atau melakukan 2 tahapan atau ketiga- tiganya
sekaligus.
Secara garis besar bagab tahapan proses industri penyamakan kulit sebagai berikut:
1. Perendaman ( Soaking)
Maksud perendaman ini adalah untuk mengembalikan sifat- sifat kulit mentah menjadi seperti semula,
lemas, lunak dan sebagainya. Kulit mentah kering setelah ditimbang, kemudian direndam dalam 800-
1000 % air yang mengandung 1 gram/ liter obat pembasah dan antiseptic, misalnya tepol, molescal,
cysmolan dan sebagainya selama 1- 2 hari. Kulit dikerok pada bagian dalam kemudian diputar dengan
drum tanpa air selama 1/ 5 jam, agar serat kulit menjadi longgar sehingga mudah dimasuki air dan
kulit lekas menjadi basah kembali. Pekerjaan perendaman diangap cukup apabila kulit menjadi lemas,
lunak, tidak memberikan perlawanan dalam pegangan atau bila berat kulit telah menjadi 220- 250%
dari berat kulit mentah kering, yang berarti kadar airnya mendekati kulit segar (60-65 %). Pada
proses perendaman ini, penyebab pencemarannya ialah sisa desinfektan dan kotoran- kotoran yang
berasal dari kulit.
2. Pengapuran ( Liming)
Maksud proses pengapuran ialah untuk:
Menghilangkan semua zat-zat yang bukan collagen yang aktif menghadapi zat-zat penyamak.
Cara mengerjakan pengapuran, kulit direndam dalam larutan yang terdiri dari 300-400 % air (semua
dihitung dari berat kulit setelah direndam), 6-10 % Kapur Tohor Ca (OH)2, 3-6 % Natrium Sulphida
(Na2S). Perendaman ini memakan waktu 2-3 hari.
Dalam proses pengapuran ini mengakibatkan pencemaran yaitu sisa- sisa Ca (OH)2, Na2S, zat-zat
kulit yang larut, dan bulu yang terepas.
3. Pembelahan (Splitting)
Untuk pembuatan kulit atasan dari kulit mentah yang tebal (kerbau-sapi) kulit harus ditipiskan
menurut tebal yang dikehendaki dengan jalan membelah kulit tersebut menjadi beberapa lembaran
dan dikerjakan dengan mesin belah (Splinting Machine). Belahan kulit yang teratas disebut bagian
rajah (nerf), digunakan untuk kulit atasan yang terbaik. Belahan kulit dibawahnya disebut split, yang
dapat pula digunakan sebagai kulit atasan, dengan diberi nerf palsu secara dicetak dengan mesin
press (Emboshing machine), pada tahap penyelesaian akhir. Selain itu kulit split juga dapat digunakan
untuk kulit sol dalam, krupuk kulit, lem kayu dll. Untuk pembuatan kulit sol, tidak dikerjakan proses
pembelahan karena diperlukan seluruh tebal kulit.
Untuk kulit yang disamak nabati, kapur akan bereaksi dengan zat penyamak menjadi Kalsium Tannat
yang berwarna gelap dan keras mengakibatkan kulit mudah pecah.
Untuk kulit yang akan disamak krom, bahkan kemungkinan akan menimbulkan pengendapan Krom
Hidroksida yang sangat merugikan.
Sedikit atau banyak zat- zat kulit yang tidak diperlukan artinya untuk kulit atasan yang lebih lemas
membutuhkan waktu proses bating yang lebih lama.
6. Pengasaman (Pickling)
Proses ini dikerjakan untuk kulit samak dan krom atau kulit samak sintetis dan tidak dikerjakan untuk
kulit samak nabati atau kulit samak minyak. Maksud proses pengasaman untuk mengasamkan kulit
pada pH 3- 3,5 tetapi kulit kulit dalam keadaan tidak bengkak, agar kulit dapat menyesuaikan dengan
pH bahan penyamak yang akan dipakai nanti. Selain itu pengasaman juga berguna untuk:
Menghilangkan sisa kapur yang masih tertinggal.
Menghilangkan noda- noda besi yang diakibatkan oleh Na2gS, dalam pengapuran agar kulit menjadi
putih bersih.
1. Penyamakan
Pada tahap penyamakan ini ada beberapa cara yang bisa dilakukan, yakni:
Kulit direndam dalam bak penyamakan yang berisis larutan ekstrak nabati + 0,50. Be selama 2 hari,
kemudian kepekatan cairan penyamakan dinaikkan secara bertahap sampai kulit menjadi masak yaitu
3- 4 0Be untuk kulit yang tipis seperti kulit lapis, kulit tas, kuli pakaian kuda, dll sedang untuk kulit-
kulit yang tebal seperti kulit sol, ban mesin dll a pada kepekatan 6-8 0 be. Untuk kulit sol yang keras
dan baik biasanya setelah kulit tersanak masak dengan larutan ekstrak, penyamakan masih
dilanjutkan lagi dengan cara kulit ditanam dalam babakan dan diberi larutan ekstrak pekat selama 2-5
minggu.
Didahului dengan penyamakan awal menggunakan 200% air, 3% ekstrak mimosa (Sintan) putar
dalam drum selam 4 jam. Putar terus tambahkan zat peyamak hingga masak diamkan 1 malam dalam
drum.
Zat penyamak krom yang biasa digunakan adalah bentuk kromium sulphat basa. Basisitas dari garam
krom dalam larutan menunjukkan berapa banyak total velensi kroom diikat oleh hidriksil sangat
penting dalam penyamakan kulit. Pada basisitas total antara 0-33,33%, molekul krom terdispersi
dalam ukuran partikel yang kecil ( partikel optimun untuk penyamakan). Zat penyamak komersial
yang paling banyak digunakan memunyai basisitas 33,33%. Jika zat penyamak krom ini ingin
difiksasikan didalam substansi kulit, maka basisitas dari cairan krom harus dinaikkan sehingga
mengakibatkan bertambah besarnya ukuran partikel zat penyamak krom. Dalam penyamakan
diperlukan 2,5- 3,0% Cr2O3 hanya 25 %, maka dalam pemakainnya diperlukan 100/25 x 2,5 %
Cromosol B= 10% Cromosol B. Obat ini dilautkan dengan 2-3 kali cair, dan direndam selama 1
malam.
2. Pengetaman (Shaving).
Kulit yang telah masak ditumpuk selama 1-2 hari kemudian diperah dengan mesin atau tangan untuk
menghilangkan sebagian besar airnya, lalu diketam dengan mesin ketam pada bagian daging guna
mengatur tebal kulit agar rata. Kulit ditimbang guna menentukan jumlah khemikalia yang akan
diperlukan untuk proses- proses selanjutnya, selanutnya dicuci dengan air mengalir ½ jam.
3. Pemucatan ( Bleaching).
Hanya dikerjakan untuk kulit samak nabati dan biasanya digunakan asam- asam organik dengan
tujuan:
Cara mengerjakan proses pemucatan, kulit diputar dengan 150-2005 air hangat (36- 40 0C ). 0,5-1,0
% asam oksalat selama ½- 1 jam.
4. Penetralan (Neutralizing).
Hanya dikerjakan untuk kulit samak krom. Kulit samak krom dilingkungannya sangat asam (pH 3-4)
maka kulit perlu dinetralkan kembali agar tidak mengganggu dalam proses selanjutnya. Penetralan
biasanya mempergunakan garam alkali misalnya NaHCO3, Neutrigan dll. Cara melakukan penetralan,
kulit diputar dengan 200% air hangat 40-600C. 1-2 % NaHCO3 atau Neutrigan. Putar selama ½- 1
jam.Penetralan dianggap cukup bila ½- ¼ penampang kulit bagian tengah berwarna kunung terhadap
Bromo Cresol Green (BCG) indikator, sedangkan kulit bagian tepi berwarna biru. Kulit kemudian dicuci
kembali.
1). Untuk pelumas serat- serat kulit ag kulit menjadi tahan tarik dan tahan getar.
2). Menjaga serat kulit agar tidak lengket satu dengan yang lainnya.
7. Pelumasan ( Oiling).
Pelumasan hanya dikerjakan untuk kulit sol samak nabati. Tujuan pelumasan ialah untuk menjaga
agar bahan penyamak tidak keluar kepermukaan kulit sebelum kulit menjadi kering, yang berakibat
kulit menjadi gelap warnanya dan mudah pecah nerfnya bila ditekuk.
Cara pelumasan, kulit sol sebagian airnya diperah kemudian kulit diulas dengan campuran:
8. Pengeringan.
Kulit yang diperah airnya dengan mesin atau tangan kemudian dikeringkan. Proses ini bertujuan untuk
menghentikan semua reaksi kimia didalam kulit. Kadar air pada kulit menjadi 3-14%.
9. Kelembaban.
Kulit setelah dikeringkan dibiarkan 1-3 hari pada udara biasa agar kulit menyesuaikan dengan
kelembaban udara sekitarnya. Kulit kemudian dilembabkan dengan ditanam dalam serbuk kayu yang
mengandung air 50- 55 % selama 1 malam, Kulit akan mengambil air dan menjadi basah dengan
merata. Kulit kemudian dikeluarkan dan dibersihkan serbuknya.
1. Perendaman ( Soaking).
Air limbah soaking mengandung sisa daging, darah, bulu, garam, mineral, debu, dan kotoran lain atau
bahkan bakteri antrax. Pada proses perendaman air limbah cairnya berbau busuk, kotor, dengan
kandungan suspended solid 0,05- 0,1%. Menurut UNEP 1991 menambahkan bahwa air limbah soaking
juga mengandung garam dan bahan organic lain yang akan mempengaruhi BOD,COD,SS. Sumber
limbahnya antara lain:
1. c. Ekualisasi
Proses pengolahan pada bak ekualisasi bertujuan untuk penghilangan sulfida dan krom agar dapat
menghemat air yang dapat mengencerkan limbah kapran dan cairan limbah krom sebelum diolah lebih
lanjut.
Pada tahapan ini juga meningkatkan efisiensi pengolahan dan untuk menghindari rancangan baik yang
diantisipasi untuk aliran puncak ( peak Flow) maka dilakukan sistem pengaturan laju aliran dan
pencampuran seluruh air limbah.
1. d. Koagulasi
Pada tahapan ini dilakukan perlakuan fisiko kimiawi untuk menghilangkan BOD dan padatan. Dengan
perlakuan fisiko kimiawi yang relatif mudah dan sederhana dapat menghilangkan > 95 % padatan
tersuspensi dan BOD sekitar 70%. Untuk menghilangkan BOD sepenuhnya dapat dilakukan dalam
pengolahan proses biologis selanjutnya.
Perlakuan fisiko kimia terhadap air limbah penyamakan kulit terdiri dari perlakuan awal dengan
pemberian penggumpal yang dilanjutkan dengan pemberian pengendap sampai dengan pemisahan
lumpurannya untuk dibuang.
1. Filter biologis
Filter biologis dalam pengolahan limbah penyamakan kulit sering tidak dipertimbangkan.
4. Lagun (kolam)
Ada pendekatan lain bagi daerah pedesaan atau yang memiliki lahan luas, yaitu kolam dapat dibuat
dengan biaya rendah dan perawatan pengolahan juga sangat mudah.
Dibawah ini akan dijelaskan akibat yang ditimbulkan apabila kontak dengan bahan- bahan yang
bersifat korosif/ beracun.
Natrium Sulfida (Na2S), berfungsi pada buangan bulu pada industri penyamakan kulit. Berupa kristal
putih atau kekuningan. Bereaksi dengan karbon. Bersifat tidak stabil, sehingga dalam proses
penyimpanannya harus dijaga agar terhindar dari pemanasan karena dapat meledak.
Asam Sulfida (H2SO4), bersifat korosif dan bersifat racun terhadap jaringan kulit. Kontak dengan kulit
menyebabkan terbakar, sehingga merusak jaringan. Penghisapan kabut/ uap asam sulfat dapat
menyebabkan inflamasi pada tenggorokan bagian atas sehingga menyebabkan bronkitis, dan bila
kontak dengan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kolaps.
Asam Klorida (HCl), bahan ini merupakan bahan pengoksidasi yang sangat kuat.Berbahaya jika
terkena panas. Pengaruhnya terhadap kesehatan manusia yang akan menghasilkan methemoglobin
dalam darah serta akan merusak butir-butir darah merah pada akhirnya akan merusak buah ginjal
juga otot- otot hati.
Asam Format ( HCCOH), bahan mudah terbakar dapat menyebabkan iritasi pada kulit, mata,
membran mukosa.
Amonium Hidroksida (NH4OH), suatu bahan apabila dipanaskan akan mengeluarkan racun yang
berbahaya bagi kesehata, uapnya bersifat racun.
Natrium Hidroksida (NaOH), berbentuk padat atau larutan bersifat korosif pada kulit manusia apabila
kontak terlalu lama, dapat menyebabkan kerusakan jaringan tubuh manusia. Penghisapan pada
hidung dapat menyebabkan iritasi pada membran mukosa.
pengolahan karet
BAB 1. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Memberikan wahana aplikasi keilmuan bagi mahasiswa.
2. Memberikan pengalaman dan melatih keterampilan mahasiswa dalam menganalisa intensifikasi
teknologi budidaya karet dan pengolahan hasil tanaman karet.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Karet
Karet merupakan komodaitas pertanian yang erat hubungannya dengan kebutahan sehari-hari
manusia. Dapat kita lihat dan rasakan olahan karet yang yang memberikan bayak manfaat, misalkan ban,
sandal, peratan otomotif, mainan dan lain-lain. Anwar (2006) dalam Benny (2013), menjelaskan bahwa saat
ini, karet telah meluas di berbagai wilayah dunia termasuk telah dikembangkan di Asia Tenggara karena faktor
lingkungan yang memiliki syarat tumbuh yang memadai. Namun sebagai negara dengan luas areal terbesar dan
produksi kedua terbesar dunia, Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, yaitu produktivitas, serta
kualitas produk yang masih rendah (Ekpete, 2011). Di Indonesia perkebunan besar karet baru dimulai di
Sumatera pada tahun 1902 dan di Jawa pada tahun 1906. Sedangkan perkebunan karet rakyat dimulai sekitar
tahun 1904 -1910 (Hamidah, 2008).
Terdapat dua jenis karat yaitu karet sintesis dan karet alami, karet sintetis adalah karet
yang memerlukan minyak mentah dalam proses pembentukannya sedangkan kerat alami
diperoleh langsung dari tanaman karet, kualiat karet terletak pada daya tangan terhadap panas,
keretakan dan elastisitany. Beberapa manfaat dalam pembangunan tanaman karet adalah : 1)
Pohon karet memberikan hasil sadapan harian selama 25 tahun tanpa berhenti, 2) Selain
menghasilkan elastomer yang sangat dibutuhkan dunia, pohon karet juga menghasilkan kayu
unggulan di akhir masa sadapan, 3) pohon karet memberikan banyak manfaat pelestarian
lingkungan seperti cadangan air dan konservasil. Karet mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.
Pada dasarnya karet bisa berasal dari alam yaitu dari getah pohon karet (atau dikenal
dengan istilah latex), maupun produksi manusia (sintetis). Saat pohon karet dilukai, maka getah
yang dihasilkan akan jauh lebih banyak. Awal mulanya karet hanya hidup di Amerika Selatan,
namun sekarang sudah berhasil dikembangkan di Asia Tenggara. Kehadiran karet di Asia
Tenggara berkat jasa dari Henry Wickham. saat ini, negara-negara Asia menghasilkan 93%
produksi karet alam, yang terbesar adalah Thailand, diikuti oleh Indonesia, dan Malaysia.
Karet adalah polimer dari satuan isoprena (politerpena) yang tersusun dari 5000 hingga
10.000 satuan dalam rantai tanpa cabang. Diduga kuat, tiga ikatan pertama bersifat trans dan
selanjutnya cis. Senyawa ini terkandung pada lateks pohon penghasilnya. Pada suhu normal,
karet tidak berbentuk (amorf). Pada suhu rendah ia akan mengkristal. Penurunan suhu akan
mengembalikan keadaan mengembang ini. Inilah alasan mengapa karet bersifat
elastic. klasifikasi tanaman karet (Hevea brasiliensis) adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Family : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Brasiliensis
Nama ilmiah : Hevea brasiliensis Muell Arg.
2.2 Klasifikasi Karet
Karet merupakan salah satu komoditas pertanian di Indonesia. Komoditas ini di-
budidayakan relatif lebih lama daripada komoditas perkebunan lainnya. Tanaman ini di
introduksi pada tahun 1864. Dalam kurun waktu sekitar 150 tahun sejak dikembangkan pertama
kalinya, luas areal perkebunan karet di Indonesia telah men-capai 3.262.291 hektar. Dari total
area perkebunan di Indonesia tersebut 84,5% milik perkebunan rakyat, 8,4% milik swasta, dan
hanya 7,1% merupakan milik negara (Nasaruddin dan Maulana, D, 2009). Peningkatan kualitas
karet harus dirasakan dampaknya oleh petani berupa nilai tambah pendapatan dengan
meningkatnya kualitas bahan olahan karet (bokar) yang diproduksinya (Sania, dkk, 2013).
a. Jenis Karet Alam
Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan.
Bahan olahan ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah kembali
berdasarkan bahan karet yang sudah jadi. Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah :
Bahan olah karet
Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari
pohon karet hevea brasiliensis. Beberapa kalangan mengatakan bahwa bahan olah karet bukan
produksi perkebunan besar, melainkan merupakan bokar (bahan olah karet rakyat) karena
biasanya diperoleh dari petani yang mengusahakan kebun karet.
b. Karet alam konvensional
Ada beberapa macam karet olahan yang tergolong karet alam konvensional. jenis ini pada
dasarnya hanya terdiri dari golongan karet sheet dan crepe. Sementara koagulum lapangan, yakni
lateks yang membeku secara alami selanjutnya hanya dapat diolah menjadi jenis karet padat yakni antara lain
jenis mutu SIR10, SIR 20 dan brown crepe yang tergolong jenis karet mutu rendah (low grades) (Quan, et al,
2008). Jenis-jenis karet alam yang tergolong konvensional adalah sebagai berikut :
1. Ribbed smoked sheet (RSS) adalah jenis karet berupa lembaran sheet yang mendapat proses
pengasapan dengan baik.
2. White crepe dan pale crepe adalah jenis crepe yang berwarna putih atau muda dan ada yang
tebal dan tipis.
3. Estate brown crepe adalah jenis crepe yang berwarna cokelat dan banyak dihasilkan oleh
perkebunan-perkebunan besar atau estate.
4. Compo crepe adalah jenis crepe yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon, potongan-potongan
sisa dari RSS atau slab basah.
5. Thin brown crepe remilis adalah crepe coklat yang tipis karena digiling ulang.
6. Thick blanket crepes ambers adalah crepe blanket yang tebal dan berwarna coklat, biasanya
dibuat dari slab basah, sheet tanpa proses pengasapan dan lump serta scrap dari perkebunan atau
kebun rakyat yang baik mutunya.
7. Flat bark crepe adalah karet tanah atau earth rubber, yaitu crepe yang dihasilkan dari scrap karet
alam yang belum di olah,termasuk scrap tanah yang berwarna hitam (Setiawan,2010).
8. Pure smoked blanket crepe adalah crepe yang diperoleh dari penggilingan karet asap yang
khusus berasal dari RSS, termasuk juga block sheet atau sheet bongkah, atau dari sisa
pemotongan RSS. Jenis karet lain atau bahan bukan karet tidak boleh digunakan.
9. Off crepe adalah crepe yang tidak tergolong bentuk beku atau standar. Biasanya tidak dibuat
melelui proses pembekuan langsung dari bahan lateks yang masih segar, melainkan dari contoh-
contoh sisa penentuan kadar karet kering, lembaran-lembaran RSS yang tidak bagus
penggilingannya sebelum diasapi, busa-busa dari lateks, bekas air cucian yang banyak
mengandung lateks serta bahan-bahan lain yang jelek.
Lateks Pekat
Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran
atau padatan lainnya. Prinsip pembuatan lateks pekat berdasarkan pada perbedaan berat jenis
antara partikel karet dan serum (Setyamidjaja,2000). Biasanya lateks pekat banyak digunakan
untuk pembuatan bahan- bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi. Lateks mengandung
beragam jenis protein karena lateks adalah cairan sitiplasma, protein ini termasuk enzim-enzim
yang berperan dalam sintesis molekul karet. Sebagian protein hilang sewaktu pemekatan lateks
yaitu karena pengendapan yang terbuang dalam lateks skim. Protein yang tersisa dalam lateks
pekat kurang lebih adalah 1% terhadap berat lateks dan terdistribusi pada permukaan karet (60%)
dan sisanya sebesar 40% terlarut dalam serum lateks pekat tersebut (Alhasan, et al. 2010).
Untuk membantu meningkatkan daya saing karet alam terhadap karet sintesis adalah
dengan meningkatkan produktivitas karet, penurunan biaya produksi, peningkatan mutu dan
penyajian promosi yang tepat, serta memperbaiki sistem sadap (Okoma, et al,
2011). Karakterisasi lateks pekat dilakukan untuk mengetahui kondisi lateks pekat, karena
sebagai bahan alam, komposisi hidrokarbon karet dan bahan-bahan lain dalam lateks pekat selalu
mengalami perubahan tergantung musim, cuaca, kondisi penyadapan, kondisi tanah, dan
tanaman. Lateks pekat yang dihasilkan dari pemusingan lateks kebun (Palupi, dkk, 2008).
Karet bongkah (block rubber)
Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-
bandela denga ukuran yang telah ditentukan. Karet bongkah ada yang berwarna muda dan setiap
kelasnya mempunyai kode warna tersendiri.
Karet spesifikasi teknis (crumb rubber)
Karet spesifikasi teknis adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu
teknisnya. Penetapan mutu juga didasarkan pada sifat-sifat teknis. Warna atau penilaian visual
yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe maupun lateks pekat
tidak berlaku pada jenis ini. Karet mempunyai sifat kenyal (elastis), sifat kenyal tersebut
berhubungan dengan viskositas atau plastisitas karet. Lateks sendiri membeku pada suhu 32oF
karena terjadi koagulasi.(Goutara, dkk: 1985)
Tyre rubber
Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang setengah
jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang yang
menggunakan bahan baku karet alam lainnya.
Karet reklim (reclaimed rubber)
Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang karet bekas, terutama
ban-ban mobil bekas dan bekas ban-ban berjalan. Karenanya boleh dibilang karet reklim dalah
suatu hasil pengolahan scrap yang sudah divulkanisir. Biasanya karet reklim banyak dipakai
sebagai bahan campuran sebab bersifat mudah mengambil bentuk dalam acuan serta daya lekat
yang dimilikinya juga baik.
3. Lateks pekat
Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau
padatan lainnya. Lateks pekat yang dijual di pasaran ada yang di buat melalui proses pendadihan
atau creamed lateks dan melalui proses pemusingan atau centrifuged lateks. Biasanya lateks
pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi.
4. Karet bongkah atau block rubber
Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-
bandela dengan ukuran yang telah ditentukan. Karet bongkah ada yang berwarna muda dan
setiap kelasnya mempunyai kode warna tersendiri.
6. Tyre rubber
Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang setengah
jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang yang
menggunakan bahan baku karet alam lainnya. Dibandingan dengan karet konvensional, tyre
rubber adalah bahan pembuat yang lebih baik untuk ban atau produk karet lain. Tyre rubber juga
memiliki kelebihan, yaitu daya campur yang baik sehingga mudah digabungkan dengan karet
sintetis.
D. Manfaat karet
1. Manfaat karet alam
Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang. Umumnya alat-alat yang
dibuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam usaha industri
seperti mesin-mesin penggerak.
Barang yang dapat dibuat dari karet alam antara lain aneka ban kendaraan ( dari sepeda,
motor, mobil, traktor, hingga pesawat terbang ), sepeda karet, sabuk penggerak mesin besar dan
mesin kecil, pipa karet, kabel, isolator, dan bahan-bahan pembungkus logam.
Bahan baku karet banyak digunakan untuk membuat perlengkapan seperti sekat atau
tahanan alat-alat penghubung dan penahan getaran. Misalnya shockabsorbers. Karet bisa juga
dipakai untuk tahanan dudukan mesin. Pemakaian lapisan karet pada pintu, kaca pintu, kaca
mobil, dan pada alat-alat lain membuat pintu terpasang kuat dan tahan getaran serta tidak tembus
air. Dalam pembuatan jembatan sebagai penahan getaran juga digunakan karet.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penulis PS, 1994. “ Karet, Strategi Pemasaran Tahun 2000, Budidaya dan
Pengolahan “, Penebar swadaya, Jakarta.