Anda di halaman 1dari 7

LATAR BELAKANG

Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita


memiliki tekanan darah diatas normal dan merupakan penyakit kronis yang perlu diterapi
dengan tepat dan terus menerus. Hipertensi tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
dikendalikan dengan penggunaan obat seumur hidup. Salah satu penentu keberhasilan
terapi adalah kepatuhan penggunaan obat oleh pasien. Semakin tinggi tingkat kepatuhan
minum obat semakin stabil pula tekanan darah penderita hipertensi. Tekanan darah yang
stabil atau terkontrol akan menurunkan persentase kejadian kardiovaskular penderita
hipertensi. World Health Organization (WHO) dan International Society of Hypertension
(ISH) menyatakan bahwa saat ini terdapat sekitar 600 juta penderita hipertensi diseluruh
dunia, dan 3 juta diantaranya meninggal setiap tahunnya. Data WHO (2011) dari 50%
penderita hipertensi yang diketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan dan hanya
12,5% yang diobati dengan baik. Diperkirakan pada tahun 2025 kasus hipertensi terutama di
negara berkembang akan mengalami peningkatan sekitar 80% dari 639 juta kasus di tahun
2000, menjadi 1,15 milyar kasus. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 melaporkan
bahwa prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun keatas di Indonesia cukup tinggi
yaitu mencapai 31,7% dimana penduduk yang mengetahui dirinya menderita hipertensi
hanya 7,2% dan yang minum obat antihipertensi hanya 0,4%. Pengetahuan penderita
hipertensi akan sangat berpengaruh pada sikap untuk patuh berobat karena semakin tinggi
pengetahuan maka keinginan untuk patuh berobat juga semakin meningkat. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh (Gama, 2012) mendapatkan prevalensi penderita hipertensi yang tidak
patuh kontrol masih tinggi yaitu sebanyak 46,3%, hal ini dikarenakan pengetahuan
penderita masih rendah terhadap pentingnya patuh kontrol. Motivasi dibutuhkan oleh
penderita hipertensi untuk selalu kontrol tekanan darah secara rutin. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh (Mubin, 2010) diketahui 55,7% penderita hipertensi mempunyai tingkat
motivasi sedang. Semakin tinggi motivasi, maka keinginan pasien untuk patuh dalam
menjalani pengobatan semakin besar.

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan


darah di atas normal yang mengakibatkan angka kesakitan atau morbiditas dan angka
kematian atau mortalitas. Hipertensi merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas normal atau kronis dalam waktu yang lama(
Saraswati,2009). WHO (World Health Organization) memberikan batasan tekanan darah
normal adalah 140/90 mmHg. Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on
Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure sebagai tekanan yang lebih
tinggi dari 140 / 90 mmHg. Tekanan darah diukur dengan spygmomanometer yang telah
dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien
beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit selama
lima menit sampai tiga puluh menit setelah merokok atau minum kopi Diagnosis hipertensi
tidak boleh ditegakan berdasarkan sekali pengukuran, kecuali bila tekanan darah diastolik
(TDD) ≥ 120 mmHg dan atau tekanan darah sistolik (TDS) ≥ 210 mmHg. Pengukuran pertama
harus dikonfirmasi pada sedikitnya dua kunjungan lagi dalam waktu satu sampai beberapa
minggu (tergantung dari tingginya tekanan darah tersebut). Diagnosis hipertensi ditegakan
bila dari pengukuran berulang-ulang tersebut diperoleh nilai rata-rata TDD ≥ 90 mmHg dan
atau TDS ≥ 140 mmHg (Ganiswara, 1995:316).

Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

1) Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut
juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95 % kasus. Banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem
renin-angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraselular, dan faktor-
faktor yang meningkatkan risiko, seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.

2) Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab


spesifiknya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular
renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom Cushing, feokromositoma, koartasio aorta,
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain.
Patofisologi

Gejala hipertensi
Peninggian tekanan darah kadang – kadang merupakan satu-satunya gejala
(Mansjoer, 2001). Hipertensi tidak memberikan gejala khas, baru setelah beberapa tahun
adakalanya pasien merasakan nyeri kepala pagi hari sebelum bangun tidur, nyeri ini
biasanya hilang setelah bangun (Tan dan Raharja, 2001). Pada survai hipertensi di Indonesia
tercatat berbagai keluhan yang dihubungkan dengan hipertensi seperti pusing, cepat marah,
telinga berdenging, sukar tidur, sesak nafas, rasa berat ditekuk, mudah lelah, sakit kepala,
dan mata berkunang-kunang. Gejala lain yang disebabkan oleh komplikasi hipertensi seperti
: gangguan penglihatan, gangguan neurologi, gagal jantung dan gangguan fungsi ginjal tidak
jarang dijumpai. Timbulnya gejala tersebut merupakan pertanda bahwa tekanan darah perlu
segera diturunkan (Susalit et al, 2001:453-472).

Diagnosis Hipertensi
Diagnosis hipertensi dengan pemeriksaan fisik paling akurat menggunakan
sphygmomanometer air raksa. Sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali pengukuran dalam
posisi duduk dengan siku lengan menekuk di atas meja dengan posisi telapak tangan
menghadap ke atas dan posisi lengan sebaiknya setinggi jantung. Pengukuran dilakukan
dalam keadaan tenang. Pasien diharapkan tidak mengonsumsi makanan dan minuman yang
dapat mempengaruhi tekanan darah misalnya kopi, soda, makanan tinggi kolesterol, alkohol
dan sebagainya. Joint National Committee VII menuliskan diagnosis hipertensi ditegakan
berdasarkan sekurang-kurangnya dua kali pengukuran tekanan darah pada saat yang
berbeda. pengukuran pertama harus dikonfirmasi pada sedikitnya dua kunjungan lagi dalam
waktu satu sampai beberapa minggu (tergantung dari tingginya tekanan darah tersebut).
Diagnosis hipertensi ditegakan bila dari pengukuran berulang-ulang tersebut diperoleh nilai
rata-rata tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg dan atau tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg.
Diagnosis hipertensi boleh ditegakan bila tekanan darah sistolik ≥ 210 mmHg dan atau
tekanan darah diastolik ≥ 120 mmHg (Ganiswara, 1995:317).

Terapi Hipertensi
Terapi hipertensi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi Non farmakologi
(tanpa obat) dan terapi farmakologi (dengan obat)

a. Terapi non farmakologi ditujukan untuk menurunkan tekanan darah pasien dengan jalan
memperbaiki pola hidup pasien. Modifikasi pola hidup dapat dilakukan dengan membatasi
asupan garam tidak lebih dari X - }) sendok teh (6 gram/hari), menurunkan berat badan,
menghindari minuman berkafein, rokok, dan minuman beralkohol. Olah raga juga
dianjurkan bagi penderita hipertensi, dapat berupa jalan, lari, jogging, bersepeda selama
20-25 menit dengan frekuensi 3-5 x per minggu. Penting juga untuk cukup istirahat (6-8 jam)
dan mengendalikan stress. Untuk pemilihan serta penggunaan obat-obatan hipertensi
disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter keluarga anda. Ada pun makanan yang harus
dihindari atau dibatasi oleh pen de rita hipertensi adalah:
1. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak kelapa, gajih).
2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biscuit, crackers, keripik
dan makanan keringyangasin).
3. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran serta buah-
buahan dalam kaleng, soft drink).
4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan asin, pindang,
udang kering, telur asin, selai kacang).
5. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber protein hewani
yang tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam).
6. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco serta
bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandunggaram natrium.
7. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian, tape.

b. Terapi farmakologi
1) Prinsip pemberian obat pada pasien usia lanjut:
2) Sebaiknya dimulai dengan satu macam obat dengan dosis kecil.
3) Penurunan tekanan darah sebaiknya secara perlahan,untuk penyesuaian
autoregulasi guna mempertahankan perfusi ke organ vital.
4) Regimen obat harus sederhana dan dosis sebaiknya sekali sehari.
5) Antisipasi efek samping obat.
6) Pemantauan tekanan darah itu sendiri di rumah untuk evaluasi efektivitas
pengobatan.
7) Pengobatan harus segera dilakukan pada hipertensi berat dan apabila terdapat
kelainan target organ.
PEMBAHASAN
Ketidakpatuhan pasien menjadi masalah serius yang dihadapi para tenaga kesehatan
profesional. Hal ini disebabkan karena hipertensi merupakan penyakit yang paling banyak
dialami oleh masyarakat tanpa ada gejala yang signifikan dan juga merupakan penyakit yang
menimbulkan penyakit lain yang berbahaya bila tidak diobati secepatnya. Penyakit-penyakit
tersebut melibatkan berbagai sistem organ, antara lain:

a. Organ Jantung
Kompensasi jantung terhadap kerja yang keras akibat hipertensi berupa penebalan pada
otot jantung kiri. Kondisi ini akan memperkecil rongga jantung untuk memompa, sehingga
jantung akan semakin membutuhkan energi yang besar. Kondisi ini disertai dengan adanya
gangguan pembuluh darah jantung sendiri (koroner) akan menimbulkan kekurangan oksigen
dari otot jantung dan berakibat rasa nyeri. Apabila kondisi dibiarkan terus menerus akan
menyebabkan kegagalan jantung untuk memompa dan menimbulkan kematian.
b. Sistem Saraf
Gangguan dari sistem saraf terjadi pada sistem retina (mata bagian dalam) dan sistem
saraf pusat (otak). Didalam retina terdapat pembuluh-pembuluh darah tipis yang akan
menjadi lebar saat terjadi hipertensi, dan memungkinkan terjadinya pecah pembuluh darah
yang akan menyebabkan gangguan pada organ pengelihatan.

c. Sistem Ginjal
Hipertensi yang berkepanjangan akan menyebabkan kerusakan dari pembuluh darah
pada organ ginjal, sehingga fungsi ginjal sebagai pembuang zat-zat racun bagi tubuh tidak
berfungsi dengan baik. Akibat dari gagalnya sistem ginjal akan terjadi penumpukan zat yang
berbahaya bagi tubuh yang dapat merusak organ tubuh lain terutama otak.

Anda mungkin juga menyukai