Dosen :
apt. Ahmad Subhan S.Si, M.Si.,
DISUSUN OLEH:
Cahyo Aji Santoso
(Kelas A)
NPM:
2020001131
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keselamatan pasien dan mutu pelayanan kesehatan seharusnya merupakan prinsip dasar
dalam pelayanan kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan perlu melakukan perubahan
paradigma pelayanan dari “Quality”, menjadi “Quality and Safety”. Fasilitas pelayanan
kesehatan bukan hanya fokus kepada peningkatan mutu pelayanan namun turut
menerapkan keselamatan pasien secara konsisten. Perbaikan pada kualitas pelayanan
seharusnya sejalan dengan meningkatnya keselamatan pasien dan meminimalkan
terjadinya insiden. Peningkatan pada kedua hal tersebut merupakan harapan oleh semua
pihak, seperti rumah sakit, pemerintah, pihak jaminan kesehatan, serta pasien, keluarga
dan masyarakat. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa masih memiliki jalan
panjang untuk benar-benar meningkatkan keselamatan pasien (1)
Hasil penelitian di Amerika pada akhir tahun 1990-an ditemukan angka 3,7% dan
2,9% angka kejadian tidak diharapkan (KTD) pada pasien rawat inap2,3. Pengukuran
dengan Global Trigger Tool menunjukkan bahwa angka KTD sebesar 33,2% (29-36%)
atau setiap 91 dari 1000 pasien per hari, terjadi peningkatan 10 kali lipat Studi
Iberoamerican Study of Adverse Universitas Sumatera Utara Events (IBEAS) di 58
rumah sakit dari 5 negara di Amerika Latin menunjukkan bahwa KTD sebesar 10,5%5
Pada tahun 2013, kesalahan medis (medical error) menjadi penyebab kematian ketiga di
Amerika Serikat, sekitar lebih dari 250.000 kematian per tahun . 6 . Survei terbaru tahun
2017 masih menemukan sekitar 21% pasien memiliki pengalaman kesalahan medis.
Ketika kesalahan medis terjadi, itu turut berdampak pada kesehatan fisik dan emosional
pasien, finansial/keuangan serta hubungan keluarga7 . Di Amerika Serikat, setiap tahun 1
dari 20 orang dewasa mengalami kesalahan diagnostik (diagnostic error). Kesalahan
diagnostik bisa memiliki konsekuensi serius, yang dapat menyebabkan kesenjangan
perawatan, prosedur yang tidak perlu, tes ulang (repeat testing) dan membahayakan
pasien8 . ECRI Institute menyatakan bahwa banyak kematian di rumah sakit yang dengan
perjalanan alami penyakit mungkin merupakan hasil dari kesalahan diagnostic (1).
Di Indonesia, penelitian Utarini et al. menunjukkan bahwa angka KTD sangat
bervariasi, untuk kesalahan diagnosis yaitu 8,0% hingga 98,2% dan kesalahan
pengobatan sebesar 4,1% hingga 91,6%. Terus berkembangnya penelitian tentang
keselamatan pasien di berbagai daerah, namun sampai saat ini belum ada studi nasional
(1).
Fasilitas pelayanan kesehatan harus dapat menjamin keamanan dan mutu
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien. Sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien, pengaturan keselamatan
pasien bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan fasilitas pelayanan kesehatan
melalui penerapan manajemen risiko dalam seluruh aspek pelayanan yang disediakan
oleh fasilitas pelayanan kesehatan (1).
B. RUMUSAN MASALAH :
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis membuat suatu rumusan
masalah, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan Trigger Tools ?
2. Bagaimana penyelenggaraan keselamatan pasien dengan Trigger Tools ?
C. TUJUAN PENULISAN :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Trigger Tools
2. Untuk mengetahui bagaimana penyelenggaraan keselamatan pasien dengan Trigger
Tools
D. MANFAAT PENULISAN :
Adapun manfaat dari penulisan ini yaitu untuk memperluas wawasan bagi pembaca
tentang konsep keselamatan pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. ESMOLOL
a. Indikasi : mengontrol detak jantung yang cepat atau irama jantung yang abnormal
b. Mekanisme : mempengaruhi respons terhadap impuls saraf di bagian tubuh tertentu,
seperti jantung. Akibatnya, jantung berdetak lebih lambat dan menurunkan tekanan
darah. Ketika tekanan darah diturunkan, jumlah darah dan oksigen meningkat
kejantung.
c. Dosis : infus 25 – 50 mcg/kg/min IV
d. Efek samping :CNS (kelelahan, depresi, pusing, kebingungan, gangguan tidur). GI
(diare, konstipasi). Metabolik (hiper – atau hipoglikemik, perubahan pada serum
kolesterol dan trigliserid)
e. Kontraindikasi : sindrom sinus sakit atau AV blok (derajat kedua atau ketiga)
3. ESCITALOPRAM
a. Indikasi : mengobati depresi dan kecemasan
b. Mekanisme : mempengaruhi hormon serotonin. Hormon ini digunakan untuk
mengatur mood, nafsu makan, tidur dan lainnya
c. Dosis : tablet 5 mg, 10 mg, 20 mg
d. Efek samping : perubahan mood, keinginan ingin bunuh diri, paranoid, halusinasi,
kejang, sakit dan ereksi yang berkepanjangan pada penis
e. Interaksi : escitalopram meningkatkan risiko sindrom serotonin dengan adanya obat
serotonin (triptan, obat TCA, triptofan)
4. ISOPRENALIN
a. Indikasi : gagal jantung kongestif, masalah pembuluh darah (syok), dan bebrapa
kondisi dari detak jantung yang tidak teratur
b. Mekanisme :meningkatkan detak jantung dan kontraktilitas dengan tindakan inotropik
dan kronotoprik positif. Ini juga melemaskan otot polos bronkial, gastrointestinal, dan
uterus.
c. Dosis : loading dose 30 mg setiap enam jam, rentang 90 – 840 mg per hari (cara oral
jarang digunakan). i.v 0,5 – 10 mcg/menit.
d. Efek samping :takikardi; aritmia; hipotensi; berkeringat; tremor; sakit kepala
e. Kontraindikasi : tidak boleh digunakan pada penderita takiaritmia, takikardia atau
halangan jantung yang diakibatkan oleh keracunan digitalis.
5. MgSO4
a. Indikasi : mengobati hipomagnesemia, mencegah dan mengatasi kejang pada
eklamsia
b. Mekanisme : sebagai depresant CNS dan antikonvulsi, menghambat
lepasnyaasetilkolin pada hubungan saraf otot, mengurangi sensitifitas motor endaple
terhadap asetilkolin.
c. Dosis : 250 mg/kg BB, tiap 4 jam bila diperlukan untuk hipomangnesemia parah
d. Efek samping : sakit maag, diare, tekanan darah rendah, keringat berlebih, sakit
kepala ringan
e. Kontraindikasi : gangguan ginjal dan penyakit neuromuskular
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Keselamatan pasien merupakan suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman,
meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil. Penerapan metode Trigger Tools membantu dalam memberikan solusi
terkait Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) pada pelayanan kesehatan khususnya pengobatan
yang efektif dan rasional kepada pasien.
B. SARAN
Adapun saran bagi fasilitas kesehatan termasuk rumah sakit maupun pelayanan primer
lainnya menerapkan budaya keselamatan pasien dan segera menindaklanjuti dan melaporkan
jika terjadi insiden.
DAFTAR PUSTAKA
1. Puteri Citra Cinta Asyura Nasution, SKM, MPH; (PATIENT SAFETY); FAKULTAS
KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2018; p 1 - 3
2. Aladin et al; Implementasi metode Global Trigger Tool IHI (Institute for Healthcare
Improvement) untuk identifikasi kejadian tak diinginkan (KTD) di pelayanan kebidanan
RSUD Pariaman Provinsi Sumatera Barat; Fakultas Kedokteran Universitas Andalas; 2
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada; 2019; p 62 – 69.
3. Global Trigger Tools; The Health Foundation; 201; p 1 -3.
4. PIONAS Online update publication (Pusat Informasi Obat Nasional); Deferoksamine;
Esmolol; Escitalopram;Isoprenalin;MgSO4; 2021
5. Medscape Online Update Publication; Deferoksamine; Esmolol;
Escitalopram;Isoprenalin;MgSO4; 2021
6. NCBI Journal Publication; Deferoksamine; Esmolol; Escitalopram;Isoprenalin;MgSO4;
2021