Anda di halaman 1dari 30

DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. (Edisi III).
Jakarta: EGC
Soeharto, Imam. 2004. Penyakit Jantung Dan Serangan Jantung. Jakarta :
Gramedia
Prof Dr. Peter Kabo. 2008. Mengungkap Penyakit Jantung Koroner. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama
WHO. 1993. Rehabilitation after cardiovascular disease with special emphasis on
developing countries. Geneva: WHO.
Kusmana D. 2009. Rehabilitasi Jantung Komprehensif, Pengalaman Pengelolaan
Selama 31 Tahun. In: Minicourse on Cardiac Prevention and Rehabilitation;
21st Weekend Course on Cardiology; 2009; Jakarta
Jolliffe, J. A., K. Rees, R. S. Taylor, D. Thompson, N. Oldridge and S. Ebrahim
2001. "Exercisebased rehabilitation for coronary heart disease." Sports
Medicine Journal 1: 87.
Marchionni, N., F. Fattirolli, S. Fumagalli, N. Oldridge, F. Del Lungo, L. Morosi, C.
Burgisser and G. Masotti 2003. "Improved exercise tolerance and quality of
life with cardiac rehabilitation of older patients after myocardial infarction:
results of a randomized, controlled trial." Circulation 107(17): 2201.
Oldridge, N. B. 1988. "Cardiac rehabilitation exercise programme." Sports
Medicine 6: 45
Potter and Perry (2006). Buku ajar Fundamental Keperawatan. (Edisi IV).
Jakarta. EGC
TINJAUAN PUSTAKA
REHABILITASI JANTUNG

A. Definisi
Rehabilitasi jantung serangkaian kegiatan diperlukan untuk mempengaruhi
penyebab penyakit jantung dan mencapai kondisi fisik, mental dan sosial terbaik,
sehingga mereka dapat mempertahankan atau mencapai kehidupan seoptimal
mungkin dimasyarakat dengan usahanya sendiri (WHO 1993).
Rehabilitasi jantung merupakan suatu proses mengembalikan sebuah individu
yang mempunyai permasalahan jantung kepada tingkatan aktivitas maksimal yang
dapat dicapai dengan kapasitas fungsional jantung yang dimilikinya. Secara
tradisional, program rehabilitasi jantung ini terdiri dari pasien dengan penyakit arteri
koroner dan pada saat ini mulai diikuti oleh pasien dengan miokard infar akut (AMI).

B. Manfaat rehabilitasi jantung


Pada pasien dengan penyakit jantung koroner, program-program exercise
dan psiko-edukasi membantu menurunkan mortalitas penyakit jantung dalam jangka
waktu yang lama, mengurangi kambuhnya miokard infark, memperbaiki faktor-faktor
resiko utama penyakit jantung. (Benson G, 2000).
Latihan melindungi jantung dengan : Menurunkan tekanan darah, Menjaga
agar berat badan tetap stabil, Menjaga kadar kolesterol yang sehat, Menurunkan
kadar gula, Menurunkan stres, depresi dan anxietas, Meningkatkan sirkulasi,
kekuatan otot; Meningkatkan semangat untuk tetap sehat.
 Efek Pelatihan Perifer
Keuntungan objektif dari pelatihan pada pasien AMI diperoleh dari efek
yang menguntungkan pada pelatihan perifer dan miokardial. Adaptasi
muskuloskeletal atau perifer termasuk di dalamnya. Peningkatan ektraksi
oksigen berbeda dengan oksigenasi arterivenosa secara luas.
Muskuloskeletal akan mengambil oksigen yang memasuki pembuluh darah
dan dibawa kembali oleh vena menuju jantung. Jantung akan melakukan
sedikit kerja untuk membawa oksigen yang adekuat ke jaringan.
Peningkatan utilisasi oksigen dengan mengaktifkan otot dihasilkan dari
peningkatan enzim oksidatif pada otot yang dihasilkan pada pelatihan.
Peningkatan konsumsi oksigen maksimal dipengauhi oleh kapasitas kerja
fisik. Penyerapan oksigen maksimal dapat ditingkatkan pada 11-56% pasien
AMI yang dilatih, dan 14 hingga 66% ketika pasien setelah transplantasi
koroner dilatih hingga 3 sampai 6 bulan. Konsumsi oksigen maksimal (VO2
max), merupakan perkembangan terbesar. Meskipun pasien jantung tidak
mempunyai kebutuhan khusus untuk meningkatkan puncak kapasaitas,
sebuah peningkatan kapasitas akan berpengaruh pada aktivitas sehari-hari
(ADL) yang dibawa pada puncak persentase yang lebih rendah. Daya tahan
meningkat dan kelelahan berkurang.
Kondisi pasien secara umumnya berubah secara lambat, mulai dari
penurunan tekanan darah dan penurunan produksi tekanan rata-rata ( denyut
jantung x tekanan darah sistolik) setelah pelatihan. Karena RPP merupakan
indikator yang baik pada kebutuhan oksigen miokardial, pelatihan fungsi
pasien jantung dilakukan pada kebutuhan oksigen miokardial yang rendah,
dengan alasan agar penderita mampu beradaptasi. Sehingga, seorang
pasien angina mungkin akan hidup di bawah ambang angina pada kehidupan
sehari-harinya dan dapat menunjukkan gambaran aktivitas yang pasti tanpa
angina atau silent iskemik, yang diidentifikasi dengan moitor Holter, yang
tidak dapat dinilai sebelum pasien memulai program pelatihan mereka.
Pelatihan ini akan menghasilkan prekembangan simptomatik dengan
beberapa mekanisme menyerupai beta bloker. Hal-hal yang dilakukan di atas
dapat dicapai sebagai hasil perbaikan efisiensi muskoloskeletal.
 Efek Latihan Miokard
Diantara 169 pasien yang diamati selama 7 tahun sebelum tahun
1976, beberapa subjek dilatih melalui program rehabilitasi. Diantaranya
sebanyak 85% menunjukkan efek lathian perifer dan hanya 8,9% yang
menunjukkan efek pelatihan miokardium. Kelompok terakhir menunjukkan
depresi ST yang menurun secara konsisten kurang dari 1,0 mm pada RPP
yang sama yang disebabkan karena depresi ST sebelum pelatihan,
Keseluruhan pasien yang menunjukkan depresi ST yang lebih rendah pada
RPP yang sama akan dilatih kurang dari 2 tahun tanpa penyakit baru dan
tanpa perubahan medikasi karena masing-masing perubahan dihasilkan
dalam beberapa penemuan.
Hal ini sukar dipahami sehingga banyak pencarian untuk
mengkonfirmasi keuntungan miokard yang berkelanjutan. Peningkatan fungsi
kontraksi ventrikel ditunjukkan oleh Ehansi dan teman-temannya ketika
pasien jantung mendapatkan latihan dengan intesitas yang tinggi hingga
85%- 90% dengan denyut jantung rata-rata pada regimen pelatihan mereka.
Froehlicher dan kawannya, serta Jensen dan kawannya melaporkan suatu
peningkatan fungsi ventrikel, dan Sebrechtes dkk serta Goodman dan
kawan-kawannya melaporkan peningkatan perfusi miokardium pada thalium
setelah pelatihan, tetapi hanya orang-orang tertentu yang dapat
menunjukkan stimulasi terhadap perkembangan pembuluh darah baru pada
miokardium.

C. Kriteria-kriteria untuk Pasien Rehabilitasi jantung


1. Kriteria Inklusi : Paska miokard infark, Paska PTCA, Paska CABG, CHF Stabil,
Pacu Jantung, Penyakit Katup Jantung, Transplantasi Jantung, Penyakit Jantung
Bawaan, Penyakit gangguan vaskular.
2. Kriteria Eksklusi : Unstable Angina, Gagal jantung kelas 4, Tachyaritmia-
Bradiaritmia tidak terkontrol, Severe Aortic-Mitral Stenosis, Hypertropic-
obstructive cardiomyopathy, Severe pulmonary hypertension, Kondisi Lainnya
- Pertimbangan Fisiatris
Fisiatris akan mempertimbangkan program rehabilitasi jantung lengkap secara
langsung berdasarkan beberapa kriteria berikut :
a. Merekam dan menginterpretasikan 12 lead pada elektrokardiogram (ECGs)
b. Menunjukkan dan menginterpretasikan ECG standar pada tes latihan berat,
mengerti mengenai teknik pencitraan inti dan interpretasinya meskipun tidak
ditunjukkan secara personal.
c. Pengawasan ECG pada latihan dengan telemeter on-line atau transtelefon.
d. Obat jantung seperti digitalis, beta adrenergik, dan calsium channel blocker,
ACE inhibitor, vasodilator koroner, obat antiaritmia, antikoagulan, dan obat
yang menurunkan kadar lipid termasuk dalam terapi maintenens.
e. Data yang berkaitan mengenai teknik, arti dan penerapan dari kateterasi
jantung, angiografi, ekokardiografi dengan tekanan, program stimulasi
elektrik, dan pengawasan Holter.
f. Ketidakmengertian mengenai konsep dari trombolisis, angioplasti koroner,
stenting, atherektomi, endarterektomi.
g. Keahlian dalam mengatur latihan untuk jantung, progres, dan folow up jangka
panjang ( Aerobik sebaik latihan angkat beban)
h. Prosedur intervesi diet pada arti yang luas, yang memerlukan peranan ahli
gizi dan edukator diabetes.
i. Penilaian Keahlian : prosedur dan impilkasi dari beberapa evaluasi gangguan
dan kecacatan.
j. Segala sesuatu yang berhubungan erat dengan melibatkan terapis okupasi
dan fisik, pekerja sosial, konselor ahli, ahli psikologi, perawat, pada program
ehabilitasi jantung jika individu ini memungkinkan dilibatkan dalam program.
k. Bantuan dasar dan tambahan kehidupan.
l. Teknik komunikasi untuk menginformasikan kepada rekannya mengenai
ekspektasi, hasil, dan metode dari rehabilitasi jantung.

D. Tujuan rehabilitasi jantung


1. Medical Goals : Meningkatkan fungsi jantung; Mengurangi resiko kematian
mendadak dan infark berulang; Meningkatkan kapasitas kerja; Mencegah
progresivitas yang mendasari proses atheroskeloris; Menurunkan mortalitas dan
morbiditas.
2. Psychological goals : Mengembalikan percaya diri; Mengurangi anxietas and
depressi; Meningkatkan managemen stres; Mengembalikan fungsi seksual yang
baik.
3. Social Goals : Bekerja kembali; Dapat melakukan aktifitas kehidupan sehari hari
secara mandiri.
4. Health Service Goals : Mengurangi biaya medis; Mobilisasi dini dan segera
pasien bisa pulang; Mengurangi pemakaian obat-obatan; Mengurangi
kemungkinan dirawat kembali.
E. Prinsip Dari Pengkondisian Kardiovaskuler
Latihan fisik dan latihan berulang berguna untuk meningkatkan kapasitas kerja
fisik dan menngkondisikan fisik, akan tetapi berhubungan dengan waktu kegiatan
dilakukan. Untuk mendapatkan keuntungan yang signifikan, seharusnya mengikuti
empat prinsip dari pengkondisian fisik di bawah ini :
1. Prinsip overload : sebuah latihan, dengan tambahan pengkondisian yang
efektif, harus dikerjakan pada level kerja yang lebih besar daripada yang
bisanya dikerjakan oleh seorang individu. Dapat diwujudkan dengan
memanipulasi intensitas, durasi, dan frekuensi latihan dengan intensitas
merupakan komponen yang paling penting.
2. Prinsip spesifik : Masing-masing tipe latihan akan membawa tentang sebuah
metabolik spesifik dan adaptasi fisiologis yang menghasilkan sebuah efek
latihan yang spesifik. Kekuatan latihan menggunakan hasil latihan isometer
pada sebuah peningkatan kekuatan tetapi tidak meningkatkan daya tahan.
Latihan aerobik merupakan salah satu tipe latihan yang dapat meningkatkan
daya tahan dan melatih memperbesar masa otot, latihan ini dapat
meningkatkan kapsitas fungsi kardiovaskular. Dari keseluruhan tipe latihan ini
hal yang penting adalah rehabilitasi untuk meningkatkan kemampuan
melakukan pekerjaan sehari-hari dan yang berhubungan dengan pekerjaan.
3. Prinsip dari variasi individu : Latihan seharusnya dilakukan secara individu
menurut kapastias dan kebutuhan personal. Meskipun beberapa pasien
jantung dapat melakukan lari maraton seperti contohnya kapasitas fungsional
pada sebagian besar pasien jantung tidak mampu digunakan.
4. Prinsip reversibilitas : keuntungan dari efek latihan.

F. Waktu memulai rehabilitasi jantung


Pasien kondisi hemodinamik stabil : Tidak ada sakit dada berulang dalam 8
jam, Tidak ada tanda-tanda gagal jantung yang tidak terkompensasi ( sesak pada
saat istirahat dengan ronki didasar paru bilateral), Tidak ada perubahan signifikan
yang baru pada EKG dalam 8 jam terakhir.
G. Peringatan rehabilitasi jantung
Aktivitas/latihan harus dihentikan jika : HR level sebelum latihan > 100 bpm;
Sistolik BP >200 mmHg; Diastolik BP > 110 mm Hg; Penurunan diastolik BP > 10
mmHg; Perubahan Signifikan pada Ventricular atau atrial aritmia; Blok jantung
derajat 2 atau 3.

H. Program Rehabilitasi Jantung Pada Pasien


Di rumah sakit atau pelayanan privat, pasien akan memulai program latihan
diberikan dalam berbagai bentuk baik gerakan latihan progresif, dari pasif hingga
gerakan aktif yang menggunakan beban seberat 1 hingga 2 pound atau kalistenik.
Kalistenik lebih baik digunakan karena melibatkan tidak hanya gerakan ekstremitas
tetapi juga leher dan badan, dan mereka akan menirukan gerakan yang digunakan
untuk menjaga diri dan gerakan dalam kehidupan sehari-hari. Kalistenik didesain
oleh Karpovich dan Weiss dan dipaparkan melalui gambaran sederhana yang
mudah untuk diikuti oleh pasien. Kebutuhan energi pada masing-masing latihan
tertera, sehingga dapat diukur setelah latihan selesai dikerjakan.
Pergerakan seawal mungkin dilakuka sesegera mungkin pada pasien pasien
yang keluar dari ruangan CVCU, dengan menggunakan ruangan pasien ataupun
sepanjang koridor rumah sakit. Latihan berjalan seawal mungkin dapat dimulai pada
sebuah treadmil. Pergerakan dengan treadmil dapat dimulai dari tingkatan 0% pada
kecepatan 1 meter per jam selama 10-15 menit hingga 3 meter per jam ketika daya
tahan pasien mulai membaik. Latihan berjalan seawal mungkin dengan treadmil
seharusnya tidak menghasilkan denyut jantung diatas 70% dari prediksi maksimum
berdasarkan usia dan seharusnya tidak menunjukkan gejala , iskemi, atau aritmia.
Tekanan darah diukur setelah 3 menit pertama dan sebelum dilanjutkan pada
kecepatan yang lebih tinggi. Seharusnya tidak terjadi peningkatan tekanan darah
lebih dari 20 mmHg pada tingkatan ini dan latihan seharusnya tidak dilanjutkan jika
tekanan darah mulai menurun.
Terapi okupasional dapat diberikan pada pasien saat ini sehingga sebuah
program aktivitas yang progresif akan mengalami perkembangan dari gerakan yang
biasa dilakukan ketika mengurusi diri sendiri dan pada kegiatan sehari-hari.
Selama masa perawatan, edukasi pasien berfokus pada anatomi dan fisiologi
penyakit jantung, tujuan pengobatan, akibat dari merokok, diet makanan sehat untuk
jantung, proses rehabilitasi dan tujuannya. Sesi inisial seharusnya dipersingkat (5
hingga 15 menit) dan melibatkan keluarga jika memungkinkan. Kelompok pasien
dapat dilanjutkan selama 30 hingga 50 menit jika interaksi antara pasien dan staf
membantu. Pada sesi edukasi pasien yang biasanya berhubungan dengan perawat
dan asistennya yang ditunjukkan pada rehabilitasi medis (seperti terapis, ahli latihan
fisiologis, fisiatris, perawat, atau residen) juga ahli diet, pekerja sosial, dan mungkim
ahli psikologi.
Ketika tim rehabilitasi jantung tidak tersedia, fisiatris atau ahli kardiologi
seharusnya menyiapkan panduan yang dapat mengontrol faktor resiko yang
mungkin terjadi. Kebiasaan ini tidak dapat dilakukan melalui kontak pasien personal
karena waktu yang tersedia antara ahli fisiologi dalam menilai diet, teknik yang
membantu pasien menghentikan merokok, konseling seks, dan rekomendasi latihan
spesifik sangat terbatas. Beberapa alternatif yang dapat diberikan diantaranya
adalah :
Berdasar pelayanan menyeluruh pada program pasien rehabilitasi jantung
lokal. Daftar tersebut tersedia pada American Heart Association.
Memantau diet yang dilakukan pasien dalam 3 hari ( 2 minggu dan akhir
minggu pertama) termasuk pada tipe dan porsi makanan yang dimakan, dan
evaluasi ini dicatat terutama lemak. Persentase lemak jenuh dan tak jenuh, dan
kalori total. American Heart Association merekomendasikan jumlah lemak
seharusnya sebesar kurang dari 30% dari kalori total, dengan lemak jenuh kurang
dari 10%.
Berdasar pada pasien yang tercatat dalam catatan diet dengan pengalaman
konseling, dan tidak hanya ahli gizi. American Diets Association akan menyediakan
nama-nama individu yang berkualitas di daerah anda. Pembayar pihak ketiga
umumnya tidak mengganti untuk konseling gizi, tetapi evaluasi tunggal oleh ahli diet
harus mempertimbangkan makanan pasien yang mungkin terjangkau bahkan ketika
konseling yang dilakukan tidak berkelanjutan. Program komputer sesuai untuk
analisis diet pada kantor atau rumah sakit.
Motivasi munculnya program penghentian merokok, mendorong hinpnotis,
atau akupuntur. Pengunyahan permen karet dan klonidin untuk mengurangi
keinginan merokok dapat membantu pada beberapa pasien.
 Tes Penekanan pada Pasien
Tes tersebut merupakan tes yang sering dipraktekkan oleh seorang pengelola
pada pasien, yang mana memungkinkan diterapkan di pasien yang dapat dilakukan
sendiri di luar rumah seperti tes bertahap dalam mengerjakan pekerjaan rumah dan
menyetir.
Tes latihan ini dilakukan sebelum memasuki rumah sakit, dan khususnya untuk
membagi resiko dan membantu terapi medis. Tes ini juga menyediakan panduan
latihan untuk sehari-hari tetapi tidak sesuai sebagai dasar dari resep karena tes ini
tidak diproses dalam lever kerja yang tinggi.
Tes ini biasanya dilakukan seawal mungkin, kurang lebih 5 atau 6 hari setelah
serangan jantung. Tes ini dapat berupa tes EKG atau sebuah tes thalium dan scan
reperfusi. Level yang dikehendaki disesuaikan berdasarkan pada hal-hal yang
disebutkan berikut ini:
1. 70% dari prediksi denyut jantung maksimal
2. Rata-rata denyut jantung 140 kali per menit atau 7 METs untuk pasien
dibawah usia 40 tahun dan 130 kali per menit atau 5 METs untuk pasien
berusia lebih dari atau sama dengan 40 tahun. ( 1 MET : konsumsi oksigen
pada saat istirahat yang bervariasi).
3. Pasien yang mendapatkan terapi beta bloker dapat dites dengan treadmil
dengan kecepatan 2,5 meter per jam, level 10% (6METs) pada protokol
Kattus jika berusia dibawah 50 tahun dan 2,0 meter per jam, level 10% (5
METs) jika berusia lebih dari atau sama dengan 50 tahun. Kerja ini
merepresentasikan kurang lebih 60% dari konsumsi oksigen maksimal
berdasarkan umur. 60% dari konsumsi oksigen maksimal pada pasien
yang tidak mendapat terapi beta bloker, dan kira- kira 70% konsumsi
oksigen maksimal pada pasien yang mendapatkan terapi beta bloker.
4. Tes yang terbatas pada gejala, lebih sering digunakan dibandingkan tes
tekanan yang diberikan sewaktu-waktu pada denyut jantung tertentu dan
dengan beban tertentu, tes ini dilakukan pada beberapa kelompok
meskipun tidak biasa digunakan. Tes ini akan menunjukkan adanya
depresi ST yang lebih besar atau angina dan keamanannya masih
membutuhkan penelitian lebih lanjut.
FASE KONVALESEN AWAL PADA REHABILITASI JANTUNG
Setelah keluar dari rumah sakit, latihan berjalan merupakan latihan yang
disarankan karena pasien dapat berjalan setiap hari baik di dalam mamupun di luar
rumah, secara progresif latihan berjalan dilakukan dengan durasi 15 hingga 30
menit, kemudian secara bertahap ditingkatkan kecepatan berjalan hingga batas
yang ditoleransi.
Diantara 4 dan 8 minggu setelah episode akut,di mana tergantung pada
luasnya kerusakan miokardium, usia pasien, urgensi dalam kembali bekerja, dan
filosofi dari fisisian, maka pasien seharusnya melakukan sebuah tes latihan untuk
menghasilkan upaya maksimal dan memulai sebuah program pengkondisian yang
terencana untuk meningkatkan kapasitas fungsional karidovaskular dan daya tahan
tubuh.
Edukasi pasien selama periode ini secara langsung dilanjutkan dengan
tambahan modifikasi perilaku. Para perokok lanjutan yang mengembangkan gaya
hidup yang sadar akan kesehatan dan mematuhi program latihan reguler sehingga
mampu untuk tidak merokok dan selanjutnya akan berhenti merokok. Sebaliknya,
program latihan sendiri tidak selalu menunjukkan adanya keuntungan secara
psikososial seperti menganai harga diri, percaya diri, depresi dan aktivitas domestik.
Hal ini penting untuk melibatkan anggota keluarga atau anggota lain yang berperan
dalam edukasi pasien karena kepatuhan dari perubahan perilaku dipengaruhi oleh
berbagai ekspektasi dari pihak-pihak yang berpengaruh. Konseling keluarga penting
dalam hal ini untuk mencegah kegagalan pengobatan pada pasien.
Sebagai akhir dari masa konvalesen, sebuah tes latihan fungsional akan
dilakukan, berlawanan dengan tipe tes diagnostik. Tes fungsional dilakukan untuk
mengevaluasi kapasitas kerja fisik dan fungsi kardiovaskular, salah satu diagnosis
yang perlu diketahui. Tes fungsional akan menghasilkan upaya yang maksimal,
dimana tes diagnostik akan dihentikaan setelah terjadi depresi ST yang signifikan
sebagai informasi diagnostik. Tes fungsional dilakukan dalam pengobatan, dimana
informasi diagnostik biasanya tersamarkan atau menjadi rancu karena pengobatan.
Hasil dari tes fungsional biasanya digunakan untuk membuat keputusan untuk
memperbolehkan pasien kembali bekerja, olahraga, dan aktivitas seksual. Tes
fungsional jga berguna untuk menilai efek pengobatan, pengobatan yang sesuai,
angioplasti, atau revaskularisasi.
 TES ELEKTROKARDIOGRAFI PADA LATIHAN BERAT
Tes Lima Pertanyaan
Sebelum melakukan sebuah tes tekanan pada seorang pasien , dokter seharusnya
menjawab lima pertanyaan berikut ini :
1. Modalitas manakah yang seharusnya digunakan untuk menghasilkan
perubahan latihan pada pasien ini? Lingkaran? Treadmill? Ergometer
lengan? Ergometer lengan-tungkai?
2. Pola latihan manakah (protokol) yang sehaursnya digunakan untuk pasien
tertentu?
3. Apakah tes ini seharusnya dilakukan dengan submaskimal atau diproses
secara maksimal? Bagaimana saya mengenali upaya maksimal pada pasien
ini? Apakah tes submaksimal lebih aman dibandingkan tes maksimal?
4. Apakah terdapat kontraindikasi untuk menguji pasien ini? Kapankah pasien
ini diuji, apakah terdapat suatu kewaspadaan jika kontraindikasi terhadap tes
ini dialnjutkan?
5. Apakah terdapat prosedur tambahan yang seharusnya saya tunjukkan
sebagai bagian dari tes tekanan ini untuk menjawab pertanyaan mengenai
tes mana yang seharusnya dilakukan.

Modalitas
Meskipun tes tekanan pada negara Skandinavia biasanya dilakukan dengan
menggunakan sebuah lingkaran, tetapi pada Amerika serikat tes ini lebih sering
digunakan dengan menggunakan treadmil. Namun demikian, ergometer lingkaran
masih digunakan dan berguna pada beberapa situasi. Individu yang mengalami
gangguan keseimbangan dan cara berjalan mungkin tidak dapat berjalan di treadmil
tanpa menggunakan pegangan tangan, yang seringkali tidak tersedia. Individu yang
mengalami obesitas yang mempunyai berat ekstra mendekati batas berat di treadmil
(350 pound) dapat merusakkan peralatan. Pasien dengan claudicatio pada betis
akan berhenti ketika berjalan di treadmil karena mengalami nyeri pada tungkai
sebelum terjadi perubahan kardiovaskular yang adekuat, meskipun mereka dapat
melakukan latihan pada sebuah lingkaran.Pasien yang cemas dan ketakutan akan
melompat turun dari treadmil sehingga seringkai terluka. Pada beberapa kasus,
lingkaran ergometer menjadi pilihan yang lebih baik.
Dokter seharusnya tidak seharusnya memberi perkecualian kepada pasien-
pasien yang akan menggunakan teadmil. Sebuah percobaan yang sangat lambat
dengan periode istirahat pada treadmil lebih mudah dilakukan untuk seorang wanita
tua berusia 85 tahun dibandingkan dengan menggunakan lingkaran. Seseorang
yang diamputasi dapat berjalan di treadmil asalkan dia memiliki gerakan
pergelangan kaki yang cukup untuk melalui ban berjalan dan memilih kecepatan
yang memungkinkan untuk dilakukan.
Lingkaran ergometer merupakan pilihan terbaik untuk menguji seseorang yang
berencana dilatih dengan lingkaran stastioner atau sepeda. Lingkaran merupakan
pilihan terbaik jika prosedur lain yang tersedia memilki gerakan dada yang terbatas
( seperti latihan ekokardiografi atau radionuklida ventrikulografi yang ditunjukkan
dengan baik supinasi maupun bersepeda tegak). Tes pada pasien obesitas pada
lingkaran membutuhkan tempat duduk yang lebih luas. Tes pada pasien hemiplegi
pada salah satu tungkai membutuhkan pedal yang aman bagi ekstremitas yang
mengalami paresis dan pasien yang mengalami gangguan keseimbangan tubuh
dapat diseimbangkan ketika duduk di lingkaran.
Lingkaran ergometer pada ekstremitas atas biasanya digunakan untuk pasien
dengan gangguan ekstremitas bawah, bagi mereka yang akan kembali bekerja
menjadi tenaga manual yang berat atau untuk pasien yang akan dilatih dengan
ekstremitas atas mereka. Karena berenang merupakan aktivitas utama yang
menggunakan ekstremitas atas, maka sebenarnya ergometri lengan yang diikatkan
ketika berenang merupakan tes terbaik untuk para perenang.Terdapat konflik yang
dilaporkan apakah tes treadmil berguna sebagai dasar latihan pada perenang.
Ergometer lengan dan tungkai mempunyai keuntungan mendistribusikan
beban yang berlebihan kepada massa otot yang lebih besar.Tenaga yang diperlukan
berkurang, dan pada pasien angina dan gagal jantung dapat melakukan pekerjaan
sebelum munculnya gejala pada beberapa alat.

Protokol
Tingkat tes latihan biasanya berhubungan dengan kebiasaan berkelanjutan
tanpa periode istirahat pada beberapa tingkatan. Masing-masing level kerja akan
muncul setiap sedikitnya 3 menit sehingga sebuah level yang menetap akan dicapai
pada setiap tingkatan. Untuk mengkondisikan pasien, tes ini dapat dihentikan,
dengan adanya sebuah fase istirahat pada masing-masing tingkatan. Tes ini
dihentikan atau dilakukan secara intermiten pada pasien tertentu terutama berguna
pada pasien tua yang dapat melakukan jumlah latihan yang mengejutkan jika
diberikan fase istirahat. Beberapa protokol dapat dilakukan secara intermiten.
Gambar 54-3 menjelaskan beberaoa protokol teradmil pada berbagai
kecepatan, tingkatan dan durasi masing-masing level. Bentuk ini ditunjukkan lapis
demi lapis oleh level MET ekuivalen sehingga sebuah tes yang dilakukan pada
seorang pasien akan menunjukkan perbandingan dengan protokol lain. Pada Pusat
Kesehatan Montefiore, kami menggunakan tes Bruce atau tes Kattus untuk individu
yang kami duga akan menunjukkan sebuah hasil berupa kapasitas yang baik
sehingga latihan dapat diselesaikan lengkap kurang dari 15 menit.
Untuk pasien yang mempunyai beberapa tingkatan kecacatan, kami
menggunakan versi yang lebih lambat pada tes treadmil Kattus yang mana
kemiringannya sebsar 10% dan kecepatannya ditingkatkan sebesar 0,5 meter per
jam setiap 3 menit. Kerja dilakukan bertingkat yaitu 1,5 meter per jam pada level
10% ( 4 METs), 2,0 meter per jam pada 10 % ( 5 METs), 3,0 meter per jam pada 10
% (7METs), 3,5 meter per jam pada 10% ( 8 METs), dan 4,0 meter per jam pada
10% (9 METs). Tes ini merupakan tes berjalan sepenuhnya sehingga rekaman EKG
yang didapat merupakan rekaman yang sangat berkualitas.
Pada akhir tes, pada keadaan penyakit koroner akut, sebuah alternatif untuk
protokol Kattus akan dimodifikasi menjadi protokol Bruce yang dimulai pada level 1,7
meter per jam di treadmill dan meningkat 5% dari 1,7 meter per jam sebelum
memasuki kecepatan dan tingkatan protokol tradisional. Protokol yang
direkomendasikan untuk level tes rendah merupakan salah satu tes yang memulai
sebuah pekerjaan pada tingkatan kerja berlevel rendah dan mempunyai intensitas
peningkatan secara bertahap. Protokol Naughton/Balke merupakan salah satu
protokol yang ditemukan dan digunakan di daerah Unit Pusat Rehabilitasi Medis dan
Administrasi Jantung. Tes tersebut dimulai pada 2 METs dan ditingkatkan daka 1-
MET. Sebagai catatan awal, sebuah MET merupakan konsumsi oksigen istirahat
multipel dengan pengitungan energi istirahat yang diberikan berdasarkan unit
ekuivalen pada 1 MET. Protokol lambat berguna untuk pengkondisikan kembali atau
pada individu yang lebih tua yang memulai sebuah program latihan untuk pertama
kali.
 Tes Maksimal atau Submaksimal
Tes untuk keadaan fisiologis maksimum dinilai dari denyut nadi, tekanan
darah, atau konsumsi oksigen, atau ketiganya untuk meningkatkan beban kerja.
Latihan untuk level ini biasanya mungkin diterapkan pada orang yang normal dan
sehat atau pada atlet yang akan mengikuti pertandingan olahraga. Pasien jantung
biasanya terbatas pada penyakitnya atau pengkondisian kembali sehingga keadaan
fisiologis maksimum pada umunya jarang dicapai. Pasien biasanya diuji untuk usaha
puncak atau klinik maksimum, yang mana biasanya titik gejala, atau iskemia
signifikan, aritmia, atau respon hemodinamik abnormal. Pasien seharusnya
dimotivasi untuk melakukan latihan maksimum klinik lanjut bahkan jika mereka ingin
mencobanya.
Hal ini peting untuk mengetahui fungsi dan tes diagnostik untuk meyakinkan
pasien untuk setidaknya melakukan 85% dari denyut jantung maksimal yang
diprediksikan, karena setengah dari abnormalitas tersebut akan dihilangkan jika
pasien tidak berubah pada level terendah ini. Pasien pada denyut nadi yang rendah
karena pengobatan (seperti beta bloker) seharusnya diuji dengan beban kerja
eksternal yang akan menimbulkan konsumsi oksigen sebesar 80% dari VO2
maksimum, yang mana kira-kira sama dengan 85% dari denyut jantung maksimal
jika tidak ada supresi pada denyut jantung.
Tes submaksimal biasanya digunakan untuk tes non fisik yang diterapkan
pada orang-orang sehat. Tes ini akan mencapai level selanjutnya ke tingkatan yang
diharapkan pada sebuah tempat senam tetapi di bawah denyut jantung maksimum
rata-rata. Meskipun EKG dapat digunakan pada tes ini untuk penghitungan denyut
jantung yang akurat, tes ini tidak diperbolehkan untuk mengintrepretasikan latihan
EKG karena pada prakteknya dilakukan dengan pengobatan atau tanpa
pengobatan. Tes submaksimal biasanya berhenti dengan adanya beberapa
abnormalitas. Pada opini kami tes submaksimal umumnya tidak berguna pada
pasien. Statistik nasional pada morbiditas dan mortalitas dari tes penekanan sama
dengan tes maksimal dan submaksimal, dimana satu orang meninggal dan terjadi
penyakit jantung yang lebih serius tiap 10.000 tes tekanan. Penyakit jantung ini
meliputi MI yang tidak fatal, disaritmia serius, sinkop, gagal nafas, dan lainnya.
Kontraindikasi
Sebuah kondisi klinis yang dapat diperburuk karena berbagai macam latihan
merupakan suatu kontraindikasi dilakukannya tes latihan fungsional. Kondisi jantung
akut seperti AMI, miokarditis dan perikarditis akut, dan angina yang tidak stabil
merupakan kontraindikasi absolut karena hal tersebut sangat berbahaya bagi AMI
dan penyakit sistemik akut lainnya yang berkontraindikasi baik. Gagal jantung stabil
tidak berpengaruh. Hadirnya gagal jantung akut atau perburukan dari gagal jantung
kronik merupakan kontraindikasi dari tes. Stenosis aorta yang buruk, hipertensi
buruk yang tidak terkontrol, kardiomioptai obstruktif dengan riwayat sinkop juga
dipertimbangkan sebagai sebuah kontraindikasi.
Kadang-kadang kontraindikasi terrlihat sebagai bukan kontraindikasi.
Contohnya, meskipun hipertensi yang buruk merupakan suatu kontraindikasi pada
tes tekanan, pada fasilitas kami kami seringkali memulai sebuah tes dengan
meningkatkan tekanan darah dasar pda waktu istirahat (sepeti 250/115 mmHg)
tanpa komlikasi lanjut. Pada beberapa pasien yang mengalami hipertensi karena
kecemasan pada awal test, tekanan darah akan sama atau menurun pada level
yang lebih sesuai selama satu, dua, atau tiga tingkatan tanpa diiringi tanda dari
kegagalan sirkulasi atau perubahan EKG yang abnormal, dan peningkatan
kecemasan pada latihan.
Tabel 54-1. Kontraindikasi absolut dan relatif pada tes latihan.
Kontraindikasi absolut Kontraindikasi relattif
Infark miokard akut atau perubahan Penyakit non kardiak yang kurang serius
terbaru pada fase istirahat EKG Arterial signifikan atau hipertensi
Angina aktif yang tidak stabil pulmonal
Aritmia jantung yang serius Takiaritmia atau bradiaritmia
Peikarditis akut Katup moderat atau penyakit jantung
Endokarditis miokardium
Stenosis aorta berat Efek obat atau abnormalitas elektrolit
Disfungsi ventrikel kiri berat Obstruksi koroner kiri utama atau
Emboli pulmo akut atau Infark pulmo ekuivalennya
Penyakit non kardiak akut atau serius Hipertrofi kardiomiopati
Gangguan atau cacat fisik yang Penyakit psikiatri
memburuk
Tes tidak seharusnya diteruskan, namu demikian, jika selama awal level
latihan terjadi peningkatan tekanan lebih lanjut.
Kadangkala, tes ini akan menunjukkan sebuah kontraindikasi yang aman
daripada pada pasien yang tidak di tes. Pada pasien dengan stenosis aorta yang
berat yang tidak memiliki kelemahan atau sinkop an pasien yang dapat melakukan
berbagai macam latihan, dapat melakukan tes fungsional pada level yang aman.
Hal yang hampir sama, meskipun hipertropi kardiomiopati merupakan
penyebab utama kematian dalam latihan dan ditemukan pada sebagian besar
kasus kematian yang tiba-tiba terjadi pada atlet kompetisi yang muda, tidak semua
hipertensi idiopatik stensosi subaortik (IHSS) akan menyebabkan kematian.
Meskipun ekokardiografi dapat menunjukkan adanya ketebalan septum
interventrikular yang abnormal, aliran yang tidak terobstruksi signifikan. Tes latihan
dapat mengukur kapasitas fungsional jika tidak terdapat kontraindikasi pada
berbagai sitasi. Oleh karena itu, dokter yang mengatasi pengobatan olahraga
seharusnya paham mengenai IHSS obstruktif yang signifikan dan menjadi murmur
fngsional ataupun non fungsional pada keadaan istirahat, murmur dapat menjadi
karakteristik hanya pada auskultasi pasca latihan. Tes ini menjadi abnormal pada
orang muda yang asimptomatik, dan evaluasi jantung lanjutan. Hipertrofi stenosis
subaorta idiopatik dapat diduga terjadi ketika didapatkan gejala berupa nyeri dada,
dispnea ekersional, palpitasi, dan sinkop yang muncul pada orang muda, khsusunya
ketika EKG menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri. Tes tekanan seharusnya menunggu
hingga kerja jantung lannya komplet pada beberapa kasus.
Meskipun aritmia pada atrium dan ventrikel yang cepat merupakan
kontraindikasi dari tes tekanan, adanya disaritmia pada saat istirahat bukan
merupakan kontraindikasi tes tekanan. Ekstrasistol atau ejeksi seringkali muncul
pada keadaan lanjut. Sebuah periode panjang setelah tes tekanan sangat penting,
namun demikian karena adanya disaritmia di awal tes akan menyebabkan denyut
jantung kembali lambat. Faktanya, pasien dengan dasar disaritmia, tes tekanan
penting sebelum latihan dilakukan untuk mengetahui apakah akan terjadi disaritmia.
Ketika disaritmia meningkat karena latihan pada koroner, premedikasi dengan
nitrogliserin sebelum tes tekanan dapat membantu apakah disaritmia dibutuhkan
pada respon iskemik.
Masing-masing kriteria objektif dan subjektif dibutuhkan untuk mengakhiri
sebua tes latihan yang terdapat pada Tabel 54-2. Prinsip akhir dari tanda dan gejala
utama dari iskemia yang mengenai berbagai sistem organ seperti angina, aritmia,
atau insufisiensi atau tanda dari sirkulasi pada iskemi jantung, kelemahan atau
kelumpuhan pada iskemia sistem saraf pusat, mual atau muntah pada iskemia
gastrointestinal, dan nyeri tungkai atau ketidaknyamanan pada penyakit iskemi
vaskular perifer. Keadaan lainnya umumnya tidak berbahaya tetapi akan
menunjukkan hasil tes yang akurat, termasuk munculnya abnormalitas konduksi
atau takikardi yang cepat, dengan diastol pendek, kegagalan pengisian koroner, dan
menyebabkan iskemia yang tidak berhubungan dengan penyakit obstruktif koroner.
Tes tekanan harus diketahui secara jelas oleh pasien (beberapa pasien
mempunyai iskemia diam) dan mencegah overinterpretasi dari penemuan yang tidak
signifikan sebagai iskemia. Juga, sinyal berbahaya dari kolaps sirkulasi perifer,
seperti pucat, kulit dingin, atau penurunan tekanan darah, yang umumnya tidak
dialami oleh pasien. Sayangnya, penurunan tekanan darah tunggal tidak diikuti oleh
gejala dan tanda dan seharusnya diulang dan tes tidak akan dilanjutkan jika terdapat
penurunan yang terus menerus.

Tabel 54-2. Kriteria untuk menghentikan tes latihan


Klinis
Kelemahan, dispnea, atau keduanya, muncul setelah aktivitas berat dalam
kehidupan sehari-hari.
Nyeri dada dari 3+ atau lebih berat
Gejala lain yang menginduksi kelemahan, ketidakstabilan, mual atau muntah
Ketidaknyamanan atau nyeri yang meningkat sebagai latihan yang berkelanjutan
Tanda dari insufisiensi sirkulasi perifer
Pucat
Kulit dingin
Penurunan tekanan darah
Perubahan EKG
Deviasi segmen ST pada latihan ( 3mm atau lebih)
Takikardi ventrikel
Presipitasi PVCs atau agravitasi dengan latihan (lebih dari 25% dari denyut jantung)
Takikardia supraventikel ektopik
Blok intrakardial yang tidak muncul pada fase istirahat
Pasien ingin berhenti

PVC : Kontraindikasi ventrikel prematur

 Tes Tidak Terstandar


Terdapat empat tambahan tes tekanan fungsional yang memberikan informasi
yang berguna untuk merencanakan program latihan pada pasien, tes berjalan, tes
latihan nitrogliserin, dan pengawasan yang tidak terstandar. Pertama kali tiga tes
kemampuan pasien dilakukan untuk beradaptasi dengan latihan selanjutnya.
Pengawasan yang tidak terstandar ditunjukkan ketika pasien tidak dapat
menunjukkan tes tekanan atau jika digunakan sebagai sebuah suplemen untuk tes
tekanan.
Jika pasien mempunyai riwayat angina dan dapat melanjutkan aktivitas tanpa
angina observasi tersebut dapat diverifikasi dengan tes berjalan. Latihan pasien
pada treadmil hingga dia menerima angina ringan tetapi konstan dan kemudian
melanjutkan berjalan pada kecepatan dan tingkatan yang sama selama angina.
Pada 10 menit berjalan, penderita akan merasakan ketidaknyamanan. Meskipun
demikian penderita tersebut dapat mencapai pada tingkat yang lebih tinggi tanpa
angina. Jika angina berlanjut hingga 10 menit atau memburuk selama tes, maka
prosedur tersebut seharusnya dihentikan.
Tes usaha yang kedua hampir sama dengan tes berjalan. Latihan hingga
angina yang konstan dan ringan terjadi kemudian berhenti dan istirahat selama 10
hingga 15 menit. Tes itu kemudian diulangi dan dilanjutkan ke level selanjutnya
tanpa angina, hingga penderita menunjukkan kapasitas adaptasi. Berbagai upaya
dilakukan untuk memprediksi pembukaan lambat pembuluh darah kolaterl pada
beberapa pasien tertentu.
Tes latihan nitrogliserin dapat memberikan informasi yang berguna bagi
rehabilitasi jantung. Jika terdapat tes lanjutan yang diakhiri karena perubahan angina
atau iskemia ST, seorang pasien akan dites kembali hingga terjadi angina yang
ringan dan konstan. Selama latihan, nitrogliserin dapat digunakan dan latihan
dilanjutkan hingga 10 menit, sehingga angina tidak memburuk. Jika terjadi depresi
ST atau angina atau keduanya, pasien akan menuju ke level yang lebih tinggi,
nitrogliserin dapat diberikan sebelum kelas latihan, dan membuatnya memungkinkan
untuk pasien yang melakukan latihan diatas ambang angina selanjutnya. Bukanlah
hal penting untuk menghentikan latihan pada pasien untuk menambahkan
nitrogliserin pada situasi tes karena keadaan istirahat itu sendiri dapat menurunkan
terjadinya angina. Penggunaan nitrogliserin sebelum kelas latihan penting untuk
mengkondisikan pasien dengan angina pektoris, sehingga membuatnya mungkin
untuk melakukan latihan pada intensitas yang lebih tinggi untuk meningkatkan
kekuatan dari otot perifer dan kemudian melanjutkan untuk meningkatkan
kemampuan dan tingkatan dari aktifitas fisik.

Pengawasan Tak Terstandar


Monitor Holter atau telemetri EKG dapat digunakan untuk mengevaluasi efek
aktivitas fisik yang berbeda dengan latihan yang digunakan pada standar tes latihan
tekanan. Tipe ini dinilai lebih berguna untuk mengevaluasi kebutuhan rehabilitasi
fisik yang tidak memungkinkan seperti hemiplegi, paraplegi, dan amputasi pada
ekstremitas bawah. Pengawasan tak terstandar juga dapat digunakan dengan mesin
EKG yang disambungkan pada pasien dengan kabel dan ditempelkan setelah
aktivitas untuk evaluasi. Jika setelah latihan EKG membutuhkan waktu 10 detik
setelah menyelesaikan latihan, maka hal tersebut akan menunjukkan temuan yang
sama jika dilakukan selama latihan. Penelitian terbaru dari rahabilitasi jantung
berupa pelayanan tentang pengawasan telemeter transtelepon.

 Tes Tekanan Pada Latihan Inti


Dua teknik pencitraan inti yang digunakan pada tes tekanan adalah akuisisi
multitingkat (MUGA) dan scan talium. Scan MUGA atau peralatan ventrikulogran
yang menjadi label pada kantung darah dengan tentalikum 99 akan menjadi sebuah
film. Penghitungan radioaktivitas dilakukan oleh komputer gamma yang dibungkus
dalam komponen sistole dan daistole. Tes ini biasanya digunakan untuk menilai
disfungsi ventrikel kiri melalui evaluasi regional dan global dengan frksi ejeksi dan
gerakan. Area iskemia dan infark akan bekontraksi lebih lambat dengan tekanan
yang lebih rendah pada latihan daripada area normal (hipokinetik), tidak berkontraksi
keseluruhan ( akinetik) atau mungkin berdenyut (diskinetik). Fraksi ejeksi
seharusnya meningkat sedikitnya 5% dari latihan dibandingkan pada waktu istirahat.
Thallium 201 akan diinjeksikan melalui intravena pada puncak latihan treadmil
melalui hubungan kapiler mioakrdium dan mengalami akumulasi intraseluler pada
dinding dari ventrikel kiri pada area perfusi.
Untuk dokter yang menunjukkan tes fungsional EKG, terdapat indikasi waktu
tertentu untuk melakukan tes ini. Tes inti digunakan ketika EKG tidak dapat
mengevaluasi iskemi pada tingkatan yang terpercaya ( misal : pasien dengan
abnormalitas konduksi atau digitalis, tes positif pada pasien asimptomatik, hasil yang
samar pada seorang pasien simptomatik). Tes inti tidak lebih berguna daripada tes
EKG ketika kapasitas latihan pada pasien terbatas, seperti pada pasien cacat emntal
atau pada gagal jantung kongestif dimana radiiosotop dapat memasuki paru-paru.
Akuisisi multitingkat tidak dapat ditunjukkan pada pasien dengan irama jantung yang
iregular karena peralatan EKG.
Pada pasien dengan gangguan neuromuskuletal yang mengalami
keterbatasan latihan pada ekstremitas bawah akan menghadirkan penyakit obstruksi
arteri ketika terjadi klaudikatio yang terbatas saat latihan, sebuah tes farmakologi
dengan infus dipridamol, tanpa beberapa atau hanya dengan latihan minimal yang
dapat dilakukan. Latihan tersebut dapat dilakukan pada posisi miring, duduk
menggunakan pegangan tangan dengan dinamometer dan berjalan lambat.
Dipiridamol meningkatkan aliran darah miokardium dengan menginduksi dilatasi
maksimal pada koroner. Arteri kurang berdilatasi, menghasilkan sebuah fenomena
dari obstruksi paten pembuluh darah.

 Tes Tekanan Ekokardiografi


Penilaian tes ekokardiografi pada gerakan dinding ventrikel dan frkasi ejeksi
saat istirahat kadangkala diikuti dengan latihan lainnya untuk menginduksi dan
mendeteksi iskemi miokardium. Latihan eko dapat ditunjukkan baik dengan
ergometer siklus atau treadmil. Atau ekokardiogram dapat diamati setelah infus
dipridamol. Meskipun latihan eko secara tekniknya lebih sukar dibandingkan dengan
pencitraan inti, hal itu dapat mendeteksi abnormalitas dinding karena iskemia.

Evaluasi Kondisi Fisik Kardiovaskular


Setelah sebuah tes tekanan fungsional maksimal dilakukan pasien dapat
mengikuti sebuah program fisik dalam sebuah pengawasan dan supervisi, supervisi
tetapi tidak termonitor, atau penyetingan yang tak tersupervisi. Tidak semua pasien
harus diterpi dengan menggunakan pengawasan rehabilitasi jantung yangmahal
oleh perawat, supervisor, dokter, dan terapis fisik, bahkan sepertiganya membayar
dengan tagihan tunggakan. Beberapa ahli kardiologi, ahli interna dan keluarga
dokter akan menganjurkan latiahan dan penilaian yang bagus.

Pengawasan Rehabilitasi, Supervisi Rehabilitasi atau Keduanya


Laporan terbaru dari rehabilitasi jantung AACVPR dan National Institute of
Health akan menunjukkan mengenai keamanan dan efektivitas latihan rehabilitasi
jantung yang tidak disupervisi.
Tidak terdapat penelitian formal yang menunjukkan bahwa monitoring
terhadap rehabilitasi jantung lebih aman dibandingkan dengan yang tidak termonitor.
Van Camp dan Peterson meyakini bahwa program yang tidak termonitor mempunyai
morbiditas dan mortalitas yang sama . Pada komunitas Montefiore terdapat tiga
orang yang diresusitasi dan satu diantaranya meninggal di usia 25 tahun. Masih
menjadi kontroversi apakah seorang pasien membutuhkan sebuah supervisi,
program monitor. Kami meyakini beberapa kandidat di bawah ini untuk dimonitor :
1. Penderita yang mempunai penurunan fungsi ventrikel kiri yang buruk ( fraksi
ejeksi ventrikel kiri kurang dari 25% (LVEF)) setelah AMI berat
2. Individu yang memiliki iskemi selama EKG pada program latihan
3. Pasien angina atau hampir angina
4. Pasien yang kurang dari 6 bulan mengalami serangan jantung, angioplasti,
atau bedah jantung, khsusunya jika mereka memiliki komplikasi ketika
dirawat di RS.
5. Pasien yang dikondisikan akan dilatih dalam intensitas tinggi.
6. Pasien yang membutuhkan monitoring ekstra pada denyut jantung atau
denyut jantung yang tak dapat diukur.
7. Pasien yang mempunyai penyakit mayor dan disertai dengan masalah
jantung ( diabetes, amputasi karena stroke, dll).
8. Pasien yang memberikan pelayanan pada disiplin rehabilitasi jantung lainnya
yang baik
Pasien yang mempunyai monitor program lengkap mungkin akan lebih baik,
Namun demikian pemulihan pasien jantung seharusnya tidak dilakukan seorang diri
dalam sebuah lingkungan dimana kira-kira tidak ada yang membantu ketika terjadi
keadaan gawat,
Untuk pasien resiko rendah jantung koroner, pengobatan dapat dianjurkan
dilakukan di rumah dan tidak diawasi. Program ini meliputi petunjuk diet,
penghentian merokok, dan terapi penurunan lemak.

PROGRAM REHABILITASI PJK


1. Program Fase I : Fase Rawat Inap (Inpatient)
Fase I dilaksanakan selama pasien masih tinggal di rumah sakit, dan
meliputi latihan rehabilitasi awal, yang menekankan pada pendidikan pasien,
terdiri dari diskusi informal dengan dokter dan juru rawat. Terapi latihan
menyerupai aktivitas kehidupan sehari-hari seperti duduk, berdiri, dan berjalan.
Tujuan dari rehabilitasi fase I dipusatkan pada uapaya untuk :
- Menhindari problem yang diakibatkan tinggan di tempat tidur (bedrest) terlalu
lama.
- Memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya perihal pola hidup
yang benar.
Pelaksanaan rehabilitasi fase I dimulai segera setelah kondisi pasien stabil :
biasanya 24-48 jam sehabis serangan jantung atau CABG.
Tujuan diatas dapat diperinci sebagai berikut :
- Membantu pasien untuk dapat memulai gerakan fisik
- Mengurangi beban mental, emosional yang biasanya mengikuti seseorang
setelah serangan jantung, CABG, dan mereka yang sudah mengidap tanda-
tanda PJK.
- Mulai mengidentifikasi factor-faktor resiko dari PJK
- Menumbuhkan sifat positif yang dapat memotivasi pasien untuk komitmen
jangka panjang kea rah hidup normal.
Langkah-langkah melakukan fase I :
1. Latihan melemaskan otot leher. Kepala ditundukkan perlahan-lahan dengan
mendekatkan dagu ke dada. Muka lurus ke depan dan diteruskan dengan
melihat ke atas.
2. Kepala diputar ke kiri dan ke kanan. Kepala digelengkan ke kiri dank e kanan
dengan mendekatkan telingan ke pundak yang bersangkutan
3. Pundak ditarik ke atas dan ke bawah
4. Letakkan tangan kanan ke paha kanan dan tangan kiri ke paha kiri. Angkat
bergantian lurus ke depan
5. Tangan dibelakang kepala dan siku mengarah ke depan. Perlahan-lahan siku
dibuka dan ditutup
6. Tangan bertolak pinggang. Putar tangan bertumpu pada persendian
pundak/bahu.
Demikian gerakan-gerakan di atas diulang berkali-kali
Pada hari ke-3 pasien dilatih berdiri dan berjalan perlahan-lahan. Diukur nadi
dan tensi setiap mulai dan selesai latihan, serta dicatat pada lembaran kertas
(log) yang tersedia. Hari-hari berikutnya intensitas latihan ditingkatkan dengan
berjalan kaki di koridor di antara kamar, selanjutnya diadakan latihan di ruang
khusus untuk rehabilitasi. Ruang ini dilengkapi dengan peralatan seperti sepeda
statis, dan berjalan, barbell, tongkat dan lain-lain.
Pasien yang menjalani latihan fase I dilengkapi dengan monitor jarak jauh
(telemeter) sehingga dapat dicatat EKG yang bersangkutan saat melakukan
kegiatan latihan. Menjelang akhir fase rawat, pasien diharapkan sudah mampu
berjalan sekitar 1½ kilometer.
Kelas gerakan Contoh aktivitas
Kelas I Duduk di tempat tidur dengan bantuan
Duduk di kursi 15-30 menit, 2-3 kali sehari
Kelas II Duduk di tempat tidur tanpa bantuan
Berjalan di dalam ruangan
Kelas III Duduk dan berdiri secara mandiri
Berjalan dengan jarak 15-30 meter dengan bantuan 3 x
sehari
Kelas IV Melakukan perawatan diri secara mandiri
Berjalan dengan jarak 50-70 meter dengan bantuan 3-4 x
sehari
Kelas V Berjalan dengan jarak 80-150 meter mandiri 3-4 x sehari
Tabel 1. Contoh aktivitas pada fase I (inpatient)
2. Program Fase II : Out Patient
Program out-patient dilakukan segera setelah kepulangan pasien dari rumah
sakit. Tujuan utama dari program ini adalah untuk mengembalikan kemampuan
fisik pasien pada keadaan sebelum sakit. Pasien yang pernah mengalami infark
myocard dan atau operasi bypass arteri memiliki resiko yang lebih besar untuk
mengalami dysritmia, dypnea dan angina. Pada pasien yang pernah menjalani
operasi bypass sering terjadi rasa pusing dan diyrrhitmia supraventricular
sedangkan pasien yang pernah mengalami infark myocard sering mengalami
perubahan segmen ST pada EKG. Hal inilah yang mendorong perlunya
pengawasan program latihan pada orang dengan riwayat gangguan jantung
tersebut (Jolliffe et al., 2001:87).
Seperti yang telah dikemukakan program rehabiliatasi sebaiknya diawali
beberapa hari sebelum fase I berakhir. Biasanya fase II dimulai pada minggu
kedua atau ketiga setelah serangan myocardial infark. Program ini diharapkan
dapat memberi dukungan dan dapat membimbing penderita gangguan jantung
untuk mengatasi masalah-masalah kesehatannya. Idealnya, program fase II
dijalankan di fasiloitas kesehatan yang memiliki fasilitas EKG untuk pengawasan
latihan, peralatan dan staf yang dapat mengatasi kondisi darurat. Apabila fase
rehabilitasi ini terpaksa dijalankan di rumah ataupun di tempat dengan sarana
minimal, seyogyanya tetap dilakukan pemeriksaan periodik pada pusat pusat
kesehatan. Pada prinsipnya, tujuan dari fase ini adalah untuk memberi latihan
rehabilitasi fisik seseorang penderita gangguan jantung agar dapat kembali
melakukan aktivitas sehari-hari seperti sedia kala. Program ini sebaiknya
dikepalai oleh dokter yang dapat melakukan kontak secara teratur dengan
pasien, dapat melayani panggilan rumah atau dapat melakukan pengawasan
pada program latihan (Marchionni et al., 2003:2201).
Ades (2001:894) memberikan beberapa contoh kegiatan yang dapat
dilakukan secara mandiri terdapat pada gambar 2 sampai 10. Pada tiap latihan
dilakukan pengulangan sebanyak 10 kali dan dilakukan dua kali sehari. Pada
tiap latihan dilakukan pengaturan nafas yang baik karena apabila dilakukan
penahanan nafas dapat terjadi peningkatan tekanan darah dan meningkatkan
beban kerja jantung. Pada hari ke 4 dan ke 5 dapat ditambahkan beban sebesar
250 gram pada tangan. Pada hari ke 6 beban dapat ditingkatkan menjadi 500
gram.
1. Latihan I (Latihan Siku), Cara :
o Berdiri dengan siku menekuk dan dikatupkan pada dada
o Luruskan siku ke arah depan.
o Tekuk kembali siku.
o Ulangi sampai dengan 10 kali

2. Latihan Elevasi Lengan, Cara :


o Berdiri dengan siku menekuk di dada.
o Luruskan siku dan lengan ke arah atas
o Tekuk kembali ke posisi semula.
o Ulangi sampai dengan 10 kali

3. Latihan Ekstensi lengan, Cara :


o Berdiri dengan siku menekuk ke arah dada.
o Lengan direntangkan ke arah disamping pinggang.
o Katupkan kembali lengan pada dada
o Ulangi sampai dengan 10 kali.
4. Latihan Elevasi Lengan II, Cara :
o Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu dan lengan disamping badan.
o Dengan tetap meluruskan siku angkat lengan keatas kepala.
o Turunkan lengan kembali ke samping badan.
o Ulangi sampai dengan 10 kali.

5. Latihan Lengan Gerak Melingkar, Cara :


o Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu dan lengan disamping badan.
o Rentangkan tangan setinggi bahu.
o Gerakakan secara melingkar tangan dan lengan dengan arah depan
dengan tetap meluruskan siku.
o Ulangi sampai dengan 10 kali
o Lakukan gerakan memutar kebelakang sampai dengan 10 kali
6. Latihan Jalan Di Tempat (Mulai hari ke-5), Cara:
o Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu dengan lengan ditekuk ke
depan
o Angkat satu kaki dengan menekuk lutut seperti saat berbaris.
o Ayunkan lengan untuk membantu menjaga keseimbangan
o Ulangi sampai dengan 10 kali.

7. Latihan Menekuk Pinggang, Cara :


o Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu
o Tekuk lengan sehingga tangan menyentuh pinggang kanan
o Pertahankan kaki dan punggung tetap lurus.
o Ulangi sampai dengan 10 kali.
o Tekuk lengan sehingga tangan menyentuh pinggang kiri.
o Ulangi sampai 10 kali
8. Latihan Memutar Pinggang, Cara:
o Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu, tekuk lengan dan tempatkan
tangan di
o pinggang
o Putar tubuh ke kanan dan kemudian kembali.
o Putar tubuh ke kiri dan kemudian kembali
o Ulangi sampai dengan 10 kali.

9. Latihan Menyentuh Lutut (Mulai hari ke 7), Cara:


o Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu, lengan diangkat diatas
kepala.
o Tekuk punggung sampai tangan menyentuh lutut.
o Angkat kembali lengan keatas kepala
o Putar tubuh ke kiri dan kemudian kembali
o Ulangi sampai dengan 10 kali.
10. Latihan Menekuk Lutut (Mulai Minggu ke-3), Cara:
o Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu, tangan
menyentuh pinggang.
o Tekuk punggung ke depan dengan lutut juga menekuk.
o Kembali luruskan punggung
o Ulangi sampai dengan 10 kali.

3. Program Fase III : Pemeliharaan


Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk melanjutkan ke fase
pemeliharaan adalah kapasitas fungsional pasien, status klinis serta tingkat
pengetahuan pasien tentang gangguan jantung yang dialaminya. Kapasitas
fungsional minimal yang dimiliki oleh pasien adalah sekitar 5 METs yang
memungkinkan seseorang dapat menjalankan aktivitas sehari-hari tanpa
kesulitan yang berarti. Secara klinis, pasien harus sudah memiliki respon
hemodinamik dan kardiovaskular yang stabil. Pasien juga diharapakn sudah
memiliki pengetahuan dasar tentang gejala-gejala yang dialami, pilihan terapi
yang dapat dilakukan, karakteristik perjalanan alamiah penyakit serta rentang
aktivitas yang aman untuk dilakukan (Oldridge, 1988:45).
Program latihan pada fase pemeliharaan pada dasarnya sama dengan
individu normal dengan penekanan pada latihanb jenis aerobik. Pada pasien
dengan kapasitas fungsional diatas 5 METS, pemrograman latihan dengan
menggunakan frekuensi denyut jantung dan RPE (rating of perceived exertion)
dapat dilakukan. Frekuensi latihan sebaiknay berkisar 3 sampai 4 kali dalam
seminggu. Durasi latihan dapat dimuai dari 10 menit an kemudian dapat
ditingkatkan secara bertahap sampai dengan mencapai 60 menit. Pada saat
terjadi peningkatan kapasitas fungsional dan status klinis (Jolliffe et al., 2001:87).
Beberapa metode latihan yang dapat dijalankan pada penderita gangguan
jantung adalah latihan interval, sirkuit, sirkuit-interval dan kontinyu:
1. Latihan interval didefinisikan sebagai latihan yang kemudian diikuti oleh
periode istirahat. Beberapa manfaat dari jenis latihan ini adalah dapat
dilakukannya latihan fisik dengan intensitas tinggi pada fase aktif dan secara
keseluruhan intensitas latihan rata-rata meningkat.
2. Latihan sirkuit merupakan latihan dengan melakukan beberapa jenis aktivitas
fisik tanpa istirahat. Latihan sirkuit biasanya meliputi latihan beban dengan
sasaran otot tangan dan kaki. Manfaat dari latihan jenis ini adalah dapat
melatih otot tangan dan kaki.
3. Latihan sirkuit interval merupakan latihan tipe sirkuit dimana seseorang
menjalankan beberapa aktivitas akan tetapai diselingi oleh istirahat pada saat
dilakukan peralihan aktivitas. Manfaat dari latihan jenis ini meliputi manfaat
yang didapat dari altihan sirkit dan interval.
4. Latihan kontinyu menekankan penggunaan energi submaksimal yang diajaga
terus samapai dengan latihan berakhir. Manfaat dari latihan jenis ini adalah
bahwa latihan ini lebih mudah untuk dijalankan.

Anda mungkin juga menyukai