Anda di halaman 1dari 13

PROGRAM LATIHAN FISIK REHABILITATIF

PADA PENDERITA PENYAKIT JANTUNG

Oleh: Novita Intan Arovah


Dosen Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Rekreasi FIK-UNY

Abstrak:
Program rehabilitasi pada penderita gangguan jantung merupakan program
multi fase yang dirancang untuk memulihkan gangguan jantung terutama
gangguan pembuluh darah Coroner jantung. Pada program ini pasien dilatih agar
dapat kembali me• i*• nkan hidup secara optimal dan produktif. Program ini
didasarkan pada pe- ngetahuan fisiologis, psikologis, sosial, vocational dan
rekrcasional. Program ini meliputi terapi latihan, konseling psikologis, terapi
perilaku menuju gaya hidup sehat. Gaya hid up yang disarankan herupa
menghentikan rokok, diet tinggi serat, rendah lemak dan manajemen stres.
Dcwasa ini terapi latihan cenderung dijadikan fokus dari kese luruhan
PM rehabilitasi Pads pelaksariaannya, pfir»ip-ptinsip pemprograman latihan I •
presmiftion) yang berlaku pada orang sehat juga berlaku pada pendetita gangguan
jantung. Walaupun demikian, mengingat terdapat keterbatasan fisiologis pada
pendcrita gangguan jantung, program Jatihan harus memperhatikan status klinis
dan riwayat kesehatan seseorang. Pada artikel ini akan dibicarakan pedoman
pemrograman latihan re habilitatif pada gangguan jantung.
Pembahasan program latihan pada tulisan ini akan dibagi menjadi tiga fase
utama yakni Fase Inpatient, OoQofeaf dan Pemeiiharaan. Sebelum dilakukan program
latihan rehahitasi harus dipastikan penderita tidak memiliki kontraindikasi terha-
dap latihan. Fase top ment dapat dilakukan dalam waktu 48 jam setelah serangan
gangguan jantung. Program o«Qn/iea? dapat dilakukan di pusat kesehatan maupun
di rurnah dengan dan tanpa pengawasan tergantung pada tingkat resiko gangguan
|antung. Lanhan pada fase pemeliharaan pada dasarnya identik dengan laiihan pada
individu normal dengan penekanan pada latihan aerohik.

Rata Runci: olahraga rehabilitasi, gangguan jantung

Gangguan jantung merupakan permasalahnn kesehatan yang insidensinya dari tahun ke


tahun mengalami peningkatan. Penderita gang i antung memerlukan program reha-
bilitatif yang komprehensif untuli mengembalikan kemampuan fisik paska serangan
serta mencegah terjadin ya serangan ulang. Program rehabilitasi tersebut meliputi
perubahan gaya hirlup yang antara lain meliputi pengaturan pola makan, manajemen
stress, latihan hsik. Pada dasarnya, program rehabilitasi pada pendctita gangguan jantung

Program Lanhan fiisik Rchabilitadf pada Pcnderita Pcnyakitj anmng (Novica Intan rYrovah)
berrujuan un ruk: (1) mcngoptimalkan kapasitas fisik tubuh, (2) memberi penyuluhan
pada pasien dun keluarga dalam mencegah perburukan dan (3) membantu pasien untuk
kembsli dapat beraktivitas fisik seperti sebelum menga)ami gangguan janmng (jolliffe ct al.,
2001:87). Program latihan fisiE didasarkan pada tingkat kesadaran pasien dan kebutuhan
individual. Hal yang pending untuk diperhatiLan adalah bJwa program latihan sebaiknya
dimonitor berdasarkan target frekuensi denyt nadi, perceiI'ed exertion maupun prediksi
METs. Apabila tejadi gejala gangguan jantung ortopediL maupun ncuromuskular, perlu
dilakukan pcriin jauan ulang terhadap program latihan (Lavic ct al., 1993:678).

JANTUJ"4G DAN GANGGUANJANTUNG

J antung adalah organ berupa otot, berbentuk Lerucut, bcrongga dan dengan
basisnya di atas dan puncakn) a di bawah. Apex-nya (puncak) miring ke sebelah
kiri. Berat jantung kira-kira 300 gram. Agar jantung berfungsi sebagai pemompa
)-ang efisicn, otot-otot jantung, rongga atas dan rongga bawah harus berkontraksi
secara bergantian. Laju denyut-denyut jantung atau lierja pompa ini dikendalikan
secara alami oleh suatu “pengatur mama”. lni terdiri dari sekelompok secara
khusus, disebut nodus sinotrialis, yang terletak di dalam dmding serambi kanan.
Sebuah impuls listrik yang tlitransmisiKnn dari nod us sinotrialis ke kedua scrambi
membuat keduanya bcrkontraL si secara serentak. .\rus listrik ini selanjutnya di
terus kan ke dinding-din ding bilik, yang pada gilirann5-a membuat bili k-bilik
berkontrali si secara serentak. I°eriode kontraksi ini discbut sistole. Selan jutn ya
periode ini diikuti dengan sebuah periode relaksasi pendek kira-kira 0,4 detik
yang disebut diastole, sebelum impuls berikutnya datang (Oldridge, 1985:45).

2. Gangguan Jantung
Gangguan janmng merupakan keadaan
patologis pada ja ntung dimana terdapat
k elainan ya ng mem}'ebabkan gangguan
fisiologis jantung. Gangguan irti dapat tidak
bergc Jala (us mfiio mutii ) , ringan, sampai
dengan berat. Serangan jantung ( yorurJin/
in/arctio n ) m erupa Iran gangguan berat
dimana aliran darah jantung terhenti, se-
tting menirnbiilt:an kematian scbagtan se1
jantu rig. Gangguan jantung merupakan
pen) ebab kematian nomor satu pada orang
dewasa di negara • i u. Lebih lan jut, di
seluruh dunia, i umlah penderita penyakit
Gambar 1. Anatomi Jantung

- 22
13

ini terns bertambah. Penyakit ini tidak lepas dari gaya hidup yang kurang sehat
yang banyak dilakukan seizing dengan berubahnya pola hidup. Faktor-fak tor
pemicu serangan jantung ialah rokok, mengonsumsi makanan berkolestrol tinggi,
kurang gcrak, malas berolahraga, stres, dan kurang istirahat (Ades, 2001: 592).
Serangan jantung adalah suatu kondisi ketika kerusakao dialami oleh bagian
otot janrung (myocardium) akibat mendadak sangat berkurangnya pasokan darnh
ke bagian otot jantung. Berkurangnya pasokan darah ke jantung secara tiba-tiba
dapat terjadi ketika salah satu nadi Coroner ter blokade selama beberapa saat,
entah akibat spasme - mengencangnya nadi iioroner - atau akibar pergumpalan
darah (thrombus). Bagian otot jantung yang biasanya di pasok oleh nadi yang
terbloliade berhenti berfungsi dengan baik segera setelah spasme reda dengan
sendirinya, ge jala-gejala hilang secara menyeluruh dan otot jantung berfungsi
secara betul-betul normal lagi. Int sering disebut i:rescendo angina atau coronary
insufficiency. Sebalikn ya, apabila pasokan darah ke jantung terhenti sama sekali, sel-
sel yang bersangkutan mengalami perubahan yang permanen hanya dalam beberapa
jam sa ja dan bagian otot jantung termaksud mengalami penurunan mutu atau
rusak secara permanen (Lavie et al., 1993:678).

s. m« iaxasi Gangguan Jantung Berdasarkan Resiko


Pada gangguan jantung Coroner terdapat variasi tingkat atherosklerosis, derajat
isiicmik myokard, gangguan fungsi ventriLel jantung, freLuensi dan derajat gcjala
gangguan )antung seperti disritmia, kenaikan tekanan darah serta respon frekuensi
denyut jantung terhadap latihan dan iielelahan (Williams, 2001: 415). Keadaan-ke-
adaan tersebut perlu diei'aluasi untuk mcmper kirakan resiko ter jadinya in lark
lanjutan, rorr/iuc nm'i/ dan gagal jantung. Keputusan klinis tentang program latihan,
jenis dan tipe latihan tenitama didasarkan pada perhitungan resiko (prognosis) dan
kapasitas fungsional pasien. Tujuan dari program latihan pasien dengan gangguan
jarimng koroner adalah untuk mengoptimalkan keamanan, manfaat serta kepuasan
dan kepatuhan pasien dalam mengtkuti program latihan. Dalam hal iru, kearnanan
pasien adalah fokus utama sehingga faktor yang menyangkut prognosis harus
diutamalian. Tujuan untuk mengklasifikasikan pasien dalam program rehabilitasi
adalah untuk menilai resiko terjadinya infark myokardial, cardiac arre$t dan gagal jan-
tung di kemudian hari. Penilaian resiko ini ditujukan untuk menilai tingkat kemung-
kinan bahwa latihan akan mencetuskan hal-hal yang tersebut (Ades, 2001: 892).
Resiko terjadmya manifestasi klinis yang baru dari gangguan jantung Coroner
biasanya disebabkan oleh periingkatan gangguan ventrikel kiri dan iskemi
myokardial yang terjadi. Faktor klints lain yang dapat dipertimbangkan adalah umur,
jenis lielamin, status fakror resiko (terutama status merokok), tingkat atherosklerosis
dan dvsrit mia. Selama pemeriksaan klinis, nyeri dada (jenis, frekuensi, duras dan
penyebab) dapat memberikan informasi tentang kemungkinan te•i ya iskemi.

Program Latihan P'isik Rchabilitatif pada Penderita Penyakit Jantung (Novita Intan r\rovah)
Informasi tentang kerusakan myocardial dapat diperoleh dari riwa}'at myocardial
infarli, penggunaan digitalis dan diurenli, gagal jantung krorus, hipertrofi ventrikel
kiri, kardiomegali, bising jantung, gallop ventrikel, gelombang Q, segment ST dan
abnormalitas lionduksi. JLi pasien memperlihatkan gejala adan}'a gan an ventrikel
kiri dan iskcmi, tidak direkomendasikan untuk men jnlankan. prrigrarn latihan fisik
maupun e>xrcfs0 testing (blarcliionni et al., 2003:2201).
Pada pasien dengan rcsko ringan sampai menengah, dapat dilakukan e>-ercisr
testing )•ang dikontrril oleh ge jal a klinis dapat memberikan in formasi tentang
prognosis seLaLgus juga memberikan informasi tentang kapasitas fungsional. Variabel
) ang dsr • t digunakan unruk menentukan prrignosis antara lain adalah: intcnsitas
latihan puncak, respon tekanan darah sistoLL, puncaL frekuensi den)mt nadi, angina,
perubahan gelombang ST, disriunia v encrikular. Pada umumnya, intensitas latihan
yang dapat dilakukan tanpa menimbulkan tanda dan gejala khrus dapat dipergunalian
sebagai intensitas awal laulaan pada program larihan fisik (Williams, 2001: 415).
Uji t.mbahan }'ang dapat mcmbantu penentuan prognosis adalah angicigraphy,
tl›ulliyui sñrtigra i sebelum dan scandals latihan, echocardiograpli) latilian nan istiraliat
dan katetcrisasi jantung. Keselurulian hasil dari pengujian tersebut dapat dipergunakan
sebagai dasar penatalaksanaan medis termasuk jenis dan waktu pelaksanaan program
rehabilioasi. Dr samping pciulain kapasitas fungsional pasien dan penentuan prognosis,
e- -rrr/ie /zi/i»g juga dilali ukan untuk menilai besarnya resiLo umbulnya gejala is
selama latihan fisik,. (Williams, 2(J01: 415). Beberapa faktor rcsiEo Jiang dikaitlian
dengan resikri timb• *› • sc i•*• klinis tercantum pada tabcl 1. Selan jutnya, tingkat
resiko pasien berdasarkan keadaan klinis dan re:sponn}a te rh adap r.x-‹rci. e ltd/tag
diklasiñLasikan Pada tabel 2.

Tabel 1. Klasifikasi Gangguan )antung Berdasarkan Tingkat Resiko


I ecis Karate Astra
Resiko Rendah Paska bedah b)’ pass acan infark myocardial tanpa komplik':si
Kapa sitas fungsional * 8 8IETs pada exercise tcst selama 3 minggu
Tidak adanya gcjala klin is selama exercise resting sctara pada ak tivitas

Tidak adan\•a iskemia, di.sfungsi venwik ular kiri dan disantmia komplcks
Resi1‹o Sedang Ifipasitas fungsional 18 DIETS pada exercise rsci selama 3 minggu.
Shock atau l°j K selama in lark mt ‹,carchal (< 6 bulan)
Iketidakmampuan untuk mcmorutor den \mt janmng
Ikctidak mampuan unniL melaksanakan program latihs n
Terjadinva isk cmia vang dipicu r›leh lniihan (ST* 2mm)
Resiko Tinggi Fungsi ventnkel diri yang sangat rendah (fmksi e jeksi <30*•)
Disritinia ventrikel pada saat iscirahat
Higotensi pada saat lacihan (* 15 mm Hg}
lnfark myokardial be (<6 bulan) dengan komplikasi disriunia
venuikel Tetjadinva iskemia \'ang dipicu oleh ladhan (ST>2mm)
Pemah mengalami serangan )antung.

BI&lIDR ›r°. VI, No. 1, .April 2010: 11 - 22


15

B. PROGRAM LATIHAN FISIK REHABILITATIF PADA


PENDERITA GAI"4GGUAN JAJ"4TUNG
Program latihan fisik rehabilitatatif bagi pendenta gangguan janmng bertujuan
unruk mengoptimalLan kapasiras fisiL- tubuh, memberi penyuluhan pada pasien
dan keluarga dalam mencegah perburukan dan membantu pasien untuk kembali
dapat beraktivitas fisik seperti sebelum mengalami gangguan i •g

1. Manfaat Lntihan Fisik pada Penderita Gauge- J-• a • nun it Lavie


(et al., 1993:678).
Mengurangi efek samping fisiologis dan psikologis tirah bafing di rumah sakit.
b. Dapat dimsn faarknn untuk memonitor kondisi fisiologis penderita
Mempercepat proses pemulihan dan kemampuan untuk kembali apda level
aktivitas sebelum serangan jantung.

Selsin memiliki man faat yang vital, latihan fisik pada penderita gangguan
jantung dapat pula mencetuskan serangan ulang. Untuk meminimalisasi resilio
tersebut, latihan fisik di kontraindikasikan pada keadaaan yang tercantum pada
tabel 3. Oleh karenanya sebelum penderita memulai program latihan fisik,
penderita tersebut harus mendapatkan rekomendasi dari dokter.

Tabel 2. Knntraindikasi Pasien yang Dapat Menjalankan Program Latihan.

Angina tidak stabil


Tekanan darah sistolik isnrahat > 200 mm Hg atau diastolik istirahat >100 mmHg
Hipotensi orthostatik sebesar ñ 20 rnmHg
Stenosis aorta sedang sampai berat
Gangguan sistemik akut atau demam
6. Disritmia ven rrikel atau atrium ddak terkontrol
7. Sirius takikardia (>120 denyut/menit)
Gangguan jantung kongestif tidak terkontrol
Blok trio pentriliular
10. Myocarditis dan pericarditis aktif
Embolisme
12. Tromboplebitis
Perubahan gelombang ST (>3mm)
Diabetes tidak rerkontrol
Problem ortopedis yang menganggu istirahat.
(Oldridgr, 1988:45)

Program Latihan Fisil: Rehabilitntif pada Penderita PenyakitJanmng (Novita Intan Arovah)
3. Struktur rrogram Rehabilitasi
Secara tradisional program re habilitasi dibagi menjadi:
a. base I : Jz//*u//r /z/ (di dalam rumah sakit)
b. base II : Out-limit tit tpulang dari rumah sakit sampai dengan 12 minggu
merupakan program dengan pcngawasan)
c. Fase Itl : Pemeliharaan

Ades (2001 : 892) men \ ata kan bah Eva secara kontcmporer, program latihan
diarahkan berdasarkan kebutuhan indiviciual. Pada individu dengan resilio rendah
program latihan tanpa supe r isi dar • t dilakuk an seccpatnya, sedangkan pada
penderita dengan resiko tinggi, program latihan ternionitor dapat dilakukan daLam
selang waL tu yang lebih land a. Secara umum, program latilian dibagi men jadi
progra m in/a//eri/ â a n oml-j'›‹i1ii'ii1.
a. Program Inpatient
Program latihan inf›utiou dapat dilakukan sejak 48 jam setelah gangguan
jantung sepanjang ndak terdapat ada kontrain Psi. Latihari fisik yang dilaLulian
tcrbatas pada fitivitas schari hari, misalnya gcrakan tangan dan kakj dan peng-
ubahan postur. Program latihan biasan)•a berupa terapi fisik ambnulator)- yang
diawasi. Pada fase ini perlu dilakulian monitoring ECG untuk menilai respon
terhadap latihan. Latihan pada fase ini hams menuntut kesiapan tim › ••s *br at
mengatasi Keadaan ga vat darurat apabila pada saat lanhari terjadi serangan jan-
tung. blanfaat dari latilaan fisik pada fase ini sdalah sebagai bahan suo•ailn nce
tambahan, melatih pasien unmk dapat mejalankan aktivitas pada aktivitas sehari-
han, dan untuk menplñndari efek fisiologis dan psikrilogis negatif pada /›rr/rr.r/.
Tujuan dari latihan fslk fase pertama ini harus disesuailian dengan kebutuhan
pasien. Pasien dengan alitivitas rendah mungkin han}a memerlukan latihan fisik
unnik menunjang kegiatan sehari-hari (ADL: nr/irif)' of dais //c). Pasien dengan
liapasitas fisik yang lcloih bñk dapat menjaJankan program letihan untuk pence-
gahan terticr dan mengiLuti program jangka panjang untuk meningkatkan kcta-
han an k ardiorespirasi, komposis i tubuh, fleks ibilitas dan ketahanan otot
(Marchiorini ct al., 2003: 2201).
Pcmantauan lebih lan jut perlu dilaL padn pasicn dengan tanda dan get a
la: peningkatan denyut andi mclcbihi batas yang ditetaplian, pcningkatan tekanan
darah sebagai respon latihan, sesak napas, iskemia myocardial, disritmia, angina
pectoris dan kelelahan berat. Pada fase initial (1 sampai 3 hari paska infark post
m\ ocarchal atau prosedur beds) pada pasien di rumah sakit }'ang men jalankan
program latihan, ak tivitas harus dibatasi dengan intensitas yang rendah (sekitar
2 sampai 3 ñIETs). Pada umumn)-a aktivitas mengurangi resiko timbulnya
trombosis. Program lanhan meliputi aktivitas sehari-hari dan lanhan pada kaki
dan lengan untuk mempertahankan ton us otot, hipotensi orthostatik dan

JJ Vol. Vl, No. 1, April 2010: 11 - 22


17

kapasitas sendi. Pasien dapat memulai latihan dari berbafing menuju ke duduli
dan kemudian herb Latihan ortostatik perlu dilakukan dalam program latihan.
Latihan ortosmtik meliputi berdici dengan gerakan otot selamal sampai 2 menit
dengan monitor denyut nadi dan tekanan darah. Respon terhadap latihan ini
diperlukan untuk menilai respon tubuh terhadap berbagai jenis vasodilatator
dan beta bloLm. Pada han ke 3 sampai 5 paska infark post cardial atau gangguan
kardiovaskular lain, mulai dapat dilakukan latihan dengan berjalan, frrnd»zi/, atau
ergometti (Oldridge, 1988: 45).
Beberapa contoh aktivitas ringan yang dapat dilakukan oleh penderita
terdapat pada tabel 3.
Tabel 3. Contoh Aktivitas Pada Face fn@rfienf
Kelas Gerakan Contoh Aktivitas
Kelas I Duduli di tempat tidur dengan bantuan
Duduli di kiirsi 1S-30 menit, 2-3 kali sehazi
Kelas II Duduli di tempat tidur tanpa bantuan
Berjalan di dalam ruangan
Kelas III Dusuk dan berdiri secata manditi
Berjalan dengan jarak 15-30 meter dengan bantuan 3 x sehari
Kelas IV Melakukan perawatan diri secara mandiri
Bexjalan dengan jarak 50-70 meter dengan bantuan 3-4 x sehari
Kelas V Berjalan dengan jarak 80-150 meter mandiri 3-4 x sehari

Perencanaan pemulangan
Pada perencanaan pemulangan pasien jantung beberapa hal hams diperhitung-
kari, yakni: kondisi klinis, aktivitas fisik sehati-hari, aL tas pada waktu luarig, istirahat,
bekerja, aktivims seksual, gejaln dan rujukan pada fase rehabilitasi dengan perigawasan.
Pada saat pemulangan, pasien harus mendapatL-an informasi tentang kerja dan
karaktefistili artetia koronaria jantung dan gangguan yang dialarninya, sehingga dapat
memahami gangguan jantung yang tejadi pada dirinya dan keadaan-keadaan yang dapat
mempengaruhi terjadinya atherosklerosis. Pada saat pemulangan, sebaikn}'a hal hal
perawatan dii mendasar seperti mandi, mengenakan baju nukan dan minum sudah dapat
dilakukan secara mandi Pada saat pemulangan pasien juga diberikan pengertian agar
menghindari suhu dan kelembaban udara yang terlalu ekstrim. Jumlah waktu istirahat
juga harus secara jelas disarnpaikan Istinhat yang dianjurkan dapat meliputi tidur dan
atau istirahat berbaring atau duduk tenang. Jenis pekerjaan yang tidak disarankan adalah
yang meliputi mengangkat beban dan menahan nafas. Pasien yang merasakan gejala
palpitasi, dyspnea, tidak bisa tidur, kelelahan berat harus berkonsultnsi kepada dokter.
Sebelum fase I berakhir, pasien harus sudah mendapatkan penjelasan tentang program
fase selanjumya (Lavie et aL, 1993:fi78).

Program Ladhan Fisik Relubilitatif pada Penderita Penyakit Jantung (Novica lntan Arovah)
18

b. t-pa
Program out-§a/iezi/ dilakukan segera setelah kepulangan pasien dari rumah
saktt. Tujuan utama dari program ini adalah untuk mengembalikan kemampuan
fisili pasien pada keadaan sebelum sakin Pasien yang pemah mengalami infark
m orarJ dan atau operasi bypass arteri memiliki resiko yang lebih besar untuk
mengalami d\ sritmia, d}pnea dan angina. Pada pasien yang pernah menjalani
operasi bypass seeing teqadi rasa pusing dan diyrrhitmia suprai'entiicu1ar,
sedangkan
pasien )’ s r emah mengalami iJnré rryoc‹m1 seeing mengalami pcnibahan scgmen
ST pada EKG. Hal inilah yang mcndorong perliinya pcngawasan program Jarihan
pada orang dengan rixva}'at gangguan janmng tersebut Qollilfe et al., 2001: 87).
Sepen yang telah dikemukakan, program rehabilitasi sebaiknya diawali bebe-
rapa hari sebelum fase I bcrakhin Biasanya fase 11 dimulai pada minggu bedun atau
ketiga setelah serangan rrfocurJiul in)urk. Program ini dihampkan dapat memberi
duLmgan dan dapat membimbing penderita gangguan jantung unnik mengamsi
masolah-masalali kcsehatannya. Idealnya, program fase II dijalankan di fasiloitas
kesehatan yang memiliki fasilitas EKG urituL pengawasan latihan, perala6w dan
staf yang d•r •• mengatasi kondisi danirat. Apabila fase rehabilitasi ini terpaksa
dijalankan di rumah ataupun di tempat dengan sarana rrununal, seyogyanya tetap
dilakukan pemeriksaan periodik pada pusat-pusat kesehatan. Pada prinsipnya,
tujuan dzn fase ini adnlah untuk memberi latihan rehabilitasi fisili seseomng
pendefita gangguan jantung agar dapat liembali melakukan aktivitas sehati-han
seperti sedia Rem. Program ini sebaiknya dikepalai oleh dokter yang dapat
melakukan kontali secara teratur dcng'an pasien, dnpat melayani panggilan rumah
atau dapar melakukan pengawasan pada program latihan (Marchiorini et al.,
2003:2201).
.ides (2001:894) memberikan beberapa contoh kegiatan yang dapat dilak
secara mandiri, terdapat pada gambar 2 sampai 10. Pada tinp latihan dilakulian
pengulangan sebanyak 10 kah dan dilakukan dua kali sehnri. Pada trap latihan
dilaLmkan pengaturan nafas yang baik Larena apabila dilaL-ulian penahanan nafas
dapat tejadi peningkatan tekanan darah dan meningkatLan beban kerja jantung.
Pada hari kc 4 dan lie 5 dnpat ditsmbahkan beban sebesar 250 gram pada tangan.
Pada liari ke 6 beban dapat ditingkatkan menjadi 500

1) Latihan I (Latihan Siku)


Cara:
Berdiri dengan siku menekuk dan dika-
tupkan pada dada
Luruskan siku ke arah depan.
Tckuk kembali siku.
Ulangi sampai dengan 10 kali. Gambar 1. Ladhan Siku
2). Lauhan Elevasi Lengan
Cara:
b Berdiri dengan siku menekuk di daria.
b Liiruskan siku dan lengan ke arah atas
b Tekuk kembali ke posisi semula.
b Ulangi sampai dengan 10 kali

3) Latihan Ekstensi lengan


Cara:
F Be rdiri dengan siku me n eku k ke
arah dada.
b Lengan direntangkan ke arah di sam-

b Katupkan kembali lengan pada


dada

b Ulangi sampai dengan 10 kali.

4) Latihan Elevasi Lengan II


Cara:
b Berdiri dengan kaki membuka selebar
bahu dan lengan di samping badan.
b Dengan tetap melurus kan siku aogkat
lengan ke atas kepala.
b Turu n k an le rigan kembali ke samping
badan. Gambar 4. Lanhan Hlevasi Lengan II
b Ulangi sampai dengan 10 kali.

5) Latihan Lengan Gerak Melingkar


C z z-a
b Berdiri dengan kaki membuka selebar
bahu dan lengan di samping bnrisn.
¥ Rentangkan tangan setinggi bahu.
P Gerakakan secara melingkar tangan dan
lengan dengan arah depan dengan tetap
melurus Lan siku.
b Ulangi sampai dengan 10 kali. G«mbar 5. Larihan L<ngan
b Lakukan gerakan memutar ke belakang Gmak Melingkar
sampai dengan 10 kali

Program Ladhan Fisik Rehabilitatif pada Penderita PenyakitJantung (Novita lntan Arovah)
20

6) Latihan Jalan di Tempat (Mulai hari ke-5)


Cara:
fi Berdiri dengan kaki me rn bu ka selebar
bahu dengan lengan ditekuk ke depan
¥ Angkat satu kaki dengan menekuk lutut
seperti saat berbaris.
b Ayunk an lengan untuk membantu men-
jaga keseimbangan
b Ulangi sampai dengan 10 kali.
Gambar 6. Latihan jalan
di Tempat

7) Latihan Menekuk Pinggang


Cara:
b Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu
b Tekuk lengan sehingga tangan menyentuh
pinggang kanan
b Pertahankan kaki dan punggung tetap lurus.
I Ulangi sampai dengan 10 kali.
b Tekuk lengan hingga tangan menyentuh
pinggang kiri.
Gambar 7. Lnrihan Menckuk
# Ulangi sampai 10 Lali
Pinggang

8. Latihan Memutar Pinggang


Cara:
b Berdiri dengan kaki membuka selebar
bahu, tekuk lengan dan tempatkan ta-
ngan di pinggang
fi Putar tubuh ke kanan dan kemudian kembali.
P Putar tubuh ke kin dan kemudian kembali
b Ulangi sampai dengan 10 kali.
Gambar 8. Latihan
Memutar Pinggang
9. Latihan Menyentuh Lutut (Mulai hari Le 7)
C ara:
b Berdiri dengan kaki membuka selebar bahu,
lengan diangkat di atas kepala.
b Te kuk pu nggung sampai tangan m en yentuh
lutut.
b Angkat kembali lengan ke atas kepala
b Putar tubuh ke kiri dan kemudian kembali
b Ulangi sampai dengan 10 kali. Gambar 8. Latihan
MenyenNh Lutut

Vol. VI, No. 1, April 20t0: 11 - 22


21

9. Latihan Menekuk Lutut (Mulai Minggu ke-3)


Cara:
b Berdiri dengan Laki membuka selebar
bahu, tangan menyentuh pinggang.
¥ Tekck punggung ke depan dengan
lutut juga menekuk.
b Kembali ltiruslian punggung
¥ Ulangi sampai dengan 10 Kali.
Gambar 10. Latihan
Menckuk Lutut
Fase Pemeliharaan
Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk melarijutkan ke fase pcme-
liluraan adalah kapasitas fungsionat pasien, smtus idinis sertn tingkat
pengetahuan pasien tentang gangguan jantung yang dialaminya. Kapasims
fungsional minimal yang dimiliki oleh pasien adalah sekitar S METs yarig
memungkinkan seseorang dapat menjalankan aktivitas sehati-hari mnpa
kesulitan yang berartL Secara klinis, pasien harus sudah memiliki respon
hemodinamik dan kardiovaskular yang stabil. Pasien juga diharapakan sudah
memiliki pengetahuan dasar tentang gejala-gejala yang pilihan cerapi yang
dapat ddakukan, kazaktecisdk perjalanan a1amiah penyakit serta rentang aktivitas
yang aman unnili dilakukan (Oldridge, 1988: 45).
Program laiihan pada fase pemeliharaan pada dasamya sama dengan individu
normal dengan penekanan pada latihan jenis aerobik. Pada pasien dengan kapasitas
fungsional di atas 5 METS, pemprogramao latihan dengan menggunakan
frekuensi denyut janmng dan RPE (rañng of perceived emotion) dapat dilakulian.
Frekuensi latihan sebaiknya berkisar 3 sampai 4 kali dalam seminggu. Durasi
latihan dapat dimulai dari 10 menit kemudian dapat ditingkatkan secara bertahap
sampai dengan mencapai 60 menit. Pada saat terjadi peningkatan kapasitas fung-
sional dan status klinis Qolliffe et aL, 2001: 87).
Beberapa metode latihan yang dapat dijalanlian pada penderita gangguan
jantung adalah latihan interval, sirkuit, sirLUt-interval dan kontinyu:
b Latihan interval didefmisikan sebagai latihan yang kemudian diikuti oleh
periode istirahat. Beberapa manfaat dam jenis latihan ini adalah (1) dapat
dilaliukannya latihan fisik dengan intensitas tinggi pada fase aktif dan (2)
secara keseluruhan intensitas latihan rata-rata meningkaC
b Latihan sirL-uit merupakan latihan derigan melakukan bebenpa jenis aktivitas
fisik tanpa istirahat. Latihan sirkuit biasanya meliputi latihan beban dengan
sasaran otot tangan dan kaki. Manfaat dari latihan jenis ini adalah dapat
melatih otot tnngan dan kakL
b Latihan sirkuit interval merupakan latihan tipe sirkuit dimana seseorang
menjalankan beberapa aktivitas akan tetapi diselingi oleh istirahat pada

Program Latihan Fisik Rehabilitatif pada Penderita PenyakitJanning (Novita lntan Arovah)
22

saat dilakukan peralihan aktivitas. t an faat dari latihan jenis ini meliputi
manfaat 1' "" 6 apat dari latihan sirkuit dan inter al.
I Latihari kon tin y u mc nckanlia n penggunaan energi submak simal yang
dia jaga terus sampai dengan latihan berakhir. Man faat dari latihan Jenis
ini acialah bahwa latihan ini lc bih mudah untuk dijalanlian.

KESIMPULAN
Reliabilitasi pada penderita gangguan jantung merupakan kegiatan multi tahap yang
meñbatka n iiegiatan fisili, dset dan yeruñzhan perilaku yang pada intmya meriurunkan
resiko gangguan jantung, ulangan. Pada dasarriya, program rehabllitasi pada penderita
gangguan jantung bcrtu juan untuk merigoptimallian kapasitas fisili tubuh, memberi
penyuluhan pada pasien dan keluarga dalam mencegah pcmburukan dan mcinbantu
pasien untuk kembali dapat 6crali rix-itas fisik seperti sebelum mengalami gangguan
iantung. Secara tradisional, aktix-itas fisik yang dilaksanakan meliputi tahap infiatient,
so@a?ieo/ dan pemeliharaan yang dilaksanakan dengan batas waktu tertentu. Dewasa
ini peralihan tahap latihan fisiL, dilak sanaka n berdasarkan respon inrii idual terhadap
latihan dan tingkat resiko. Latihan pada tahap iziQu/tend dapat dilakukan sejak 48 jam
per tarn a. Kegiatan o/z/ putie it dap at ddakukan secara termonitor maupun secara
mandiri di rumah. Latihan pada fase pemeLharaan identik dengan latihan pada lndividu
normal dengan catatan dilak uk an sccara acrobik dengan pemeriksaan fisik bcrkala.

DAFTARPUSTAKA

Jolliffc, J. \., K. Rees, R. S. Tai lor, D. Thompson, N. Oldridge and S. Ibrahim -*001.

]oiirnal 1: 87.
Lavie, C. J ., R. V. NLlani and :\. B. Littman 1993. “Beiiefts o/ Cardiac Retaéi/i/an'o»
and Ext rcis‹ Truiniil3 iii Secoudury Core n ar-f Preut ntion in he E lderly.”
faiiriw/ a/ 1llr D ci erica n College of Cariliolo 22(3): 678.

Williams, M. A. 2001. “ H mrrciie mating in cardiac rehabilitation. Exercise preicripticn


and he onJ.” Curdiolofy clinics l9 (3): 415.

Anda mungkin juga menyukai