Anda di halaman 1dari 9

Penyuluhan persiapan pasien pulang

Tujuan :
1. Mempertahankan gaya hidup sehat
2. Meyakinkan kepatuhan pasien berobat
3. Mendidik pasien dan keluarga tentang Penyakit jantung korone
4. Memotivasi pasien dan keluarga melakukan aktifitas secara bertahap hingga
mencapai aktifitas sebelumnya.
Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan yang diberikan adalah mengajak pasien dan keluarga untuk
mengubah gaya hidup yang sehat agar tidak terjadi infark berulang.
Gaya hidup
Pasien yang pernah mengalami IM secara khusus diberikan pemahaman untuk
memperbaiki kualitas hidupnya dan untuk mencegah terjadinya IM berulang dengan
berhenti merokok, memilih makanan sehat, melakukan aktifitas fisik sesuai
kemampuan. Menurunkan atau menghindari obesitas penting untuk pencegahan
primer. Dengan perubahan gaya hidup seperti ini keperluan untuk penggunaan terapi
seumur hidup dapat dihindari.
Berhenti merokok
Merokok dapat merusak transportasi oksigen sedangkan pada pasien paska IM perlu
sediaan oksigen yang baik. Dengan berhenti merokok dan menghindakan didi sebagai
perokok pasif diharapkan dapat memelihara dan mmemenuhi kebutuhan oksigen
dengan baik
Melakukan pemilihan makanan sehat
Peran keluarga penting dalam tanggung jawab untuk membeli dan menyiapkan
makanan. Anjuran diet yan diperlukan pasien adalah mengurangi konsusmsi lemak
jenuh atau konsumsi kolesterol kurang dari 300 mg/hari, meningkatkan konsumsi
sayur , gandum atau buah segar 800 gr/hari, mengurangi asupan kalori bila perlu
menurunkan berat badan, mengurangi konsumsi garam dan alcohol bila ada tekanan
darah tinggi.
Meningkatkan aktifitas pasien dengan memulai rehabilitasi dini paska IM
Memberikan pemahan pada pasien dan keluarga pentingnya aktifitas fisik secara
bertahap. Aktifitas yang dilakukan dapat memperlancar aliran darah sehingga
tmencegah terjadinya aliran gangguan kolateral. Selain itu dengan aktifitas fisik energi
terbakar sehingga membantu menurunkan berat badan dengan aktifitas pula dapat
mempengaruhi tonus otot abdomen sehingga dapat merangsang peristaltik dan
konstipasi dapat dihindari.
Menurunkan berat badan
Obesitas dapat meningkatkan tahanan perifer dan beban jantung serta meningkatkan
kerentaran faktor faktor lain seperti infeksi. Untuk itu penting bagi pasien paska IM
menurunkan berat badan dengan melakukan aktifitas fisik sehingga lemak yang ada
dalam tubuh dapat berkurang sehingga menurunkan resiko terjadinya plague arteri.
Mengontrol Tekanan Darah

Hipertensi menyebabkan peningkatan tahanan perifer yang merusak intima arteri dan
menyebabkan arterosklerosis. Dengan mengontrol tekanan darah diharapkan dapat
menurunkan resiko terjadi infark ulang.
Mengontrol gula darah
Mengotrol gula darah memiliki efek positif pada penyakit mikrovaskuler diabetes dan
komplikasi lainnya. Dalam hal ini derajat hiperglikemia berkaitan dengan peningkatan
resiko aterosklerosis. Penderita diabetes mempunyai resiko lebih tinggi infark ulang
dibanding yang nondiabetes.
Terapi farmakologi
Pasien dan keluarga perlu diberikan pemahaman tentang pentingnya disiplin dalam
pengobatan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian. Adapun obat obat
yang perlu dikonsumsi adalah :
a. F Aspirin (75 - 300 mg/ hari), atau ticlopidin bila tidak dapat mentolerir aspirin
b. F Penyekat Beta yang dapat menurunkan resiko terjadi infark berulang
c. F ACE pada penderita dengan gejala gagal jantung pada saat terjadi infark akut
atau disfungsi sistolik ventrikel kiri yang persisten (fraksi ejeksi < 40%)
d. F Antikoagulan paska Infark Miokard untuk pasien pasien dengan resiko
tromboemboli, termasuk mereka yang mengalami infark miokard luas, anurisma
atau thrombus ventrikel kiri, takiaritmia paroksismal, gagal jantung kronis dan
yang memiliki riwayat tromboemboli.
e. F Penurun Lipid. Pada pasien dengan kadar kolesterol tinggi sebaiknya diberikan
golongan statin sedang pada kadar LDL normal dan LDL rendah diberikan
golongan fibrat.
Rehabilitasi Jantung pada Infark Miokard
Tujuan dari suatu rehabilitasi jantung adalah untuk meminimalisasi efek samping secara
fisiologis maupun psikologis dari penyakit jantung, untuk menurunkan angka meninggal
mendadak, infark ulangan, untuk mengurangi gejala penyakit jantung, untuk
menstabilkan atau memutar balikkan proses atherosklerosis, dan mengembalikan
status psikologis penderitanya. Dalam pelaksanaan rehabilitasi jantung diarahkan oleh
dokter, tetapi pelaksanaannya dapat dilakukan oleh berbagai praktisi profesional
kesehatan. 1,8
Rehabilitasi Jantung sendiri terbagi lagi dalam 4 fase, yaitu:
Fase I : fase perawatan di rumah sakit
Tujuan dari rehabilitasi pada fase ini adalah untuk mempercepat proses pemulihan, dan
meminimalisasi resiko dari istirahat berkepanjangan dan immobilisasi, seperti deep vein
thrombosis dan pelemahan otot. Meskipun secara psikologis merupakan fase yang
sangat rawan, periode ini merupakan peluang yang sangat baik untuk memulai
perubahan gaya hidup, seperti berhenti merokok. Penelitian mengindikasikan
pemberian informasi / edukasi yang berkaitan dengan kesehatan pada fase ini terbatas,

hingga dibutuhkan penjelasan lebih lanjut pada fase-fase beikutnya.


Fase II : fase segera setelah keluar dari rumah sakit
Puncak kecemasan terjadi pada saat atau sesaat setelah pulang dari rumah sakit.
Perencanaan yang buruk pada fase ini sering berakibat pasien tidak dalam dukungan
yang baik. Beberapa masalah yang bersifat mengancam jiwa, seperti iskemi miokard
yang berulang, munculnya gejala gagal jantung, dan terkadang aritmia jantung dapat
mengacaukan program rehabilitasi. Program tim rehabilitasi jantung yang tertata baik
dapat meminimalisasi kecemasan, dan memberikan tanggapan yang tepat untuk setiap
kondisi spesifik yang disebutkan sebelumnya. Fase ini biasanya dijalankan selama 2
3 bulan.
Fase III : fase formal program rehabilitasi terstruktur
Program-program rehabilitasi paling banyak dipersiapkan untuk fase ini. Berbagai
keahlian khusus seperti fisioterapi, latihan fisiologi, ahli farmasi, ahli diet, perawat
jantung dan psikologi klinis dapat dipergunakan untuk program modifikasi gaya hidup.
Banyak program yang difokuskan untuk latihan fisik, yang dipergunakan untuk
meningkatkan kesegaran fisik dan gaya hidup sehat secara umum. Tapi yang sangat
disayangkan, banyak program yang tertunda hingga 6-8 minggu setelah kejadian
insiden jantung. Edukasi pasien dan latihan rehabilitasi fisik progresif paling ideal
dimulai sesaat setelah fase I. Fase ini biasanya dijalankan 6 - 12 bulan.
Fase IV : fase perawatan jangka panjang
Setelah melewati intervensi formal pada fase III, maka fase ini memfokuskan pada
perawatan jangka panjang seumur hidup untuk menjaga gaya hidup sehat, dan
menghindari kemunduran dari target-target yang sebelumnya telah tercapai, seperti
tingkat tingkat kesegaran fisik, mempertahankan berat badan, dan melanjutkan stop
merokok. Banyak penelitian menunjukkan kesulitan dalam pelaksanaan perawatan
jangka panjang.14,16
Rehabilitasi Jantung adalah suatu intervensi yang sangat bervariasi, melingkupi proses
pendidikan, perubahan gaya hidup, latihan fisik dan dukungan psikologis terhadap
penderita penyakit jantung koroner serta pasangan hidup / keluarganya, dan turut
melibatkan berbagai tenaga ahli profesional. Rehabilitasi modern biasanya terdiri dari 3
tahap, rehabilitasi pasien rawat inap, dilanjutkan dengan rehabilitasi setelah rawat jalan
dan kemudian perawatan seumur hidup. 14,16

Rehabilitasi Pasien Rawat Inap


Pada tahap ini harus dilakukan edukasi terhadap pasien segala sesuatu mengenai
penyakitnya, dan pasien harus segara dilatih untuk duduk di kursi dan mencoba untuk
berjalan beberapa langkah meskipun pasien masih dalam di ruang perawatan intensif,
dan setelah keluar dari ruangan intensif aktifitas fisik dapat ditingkatkan secara
bertahap ke arah kehidupan normalnya bila tidak diserta gejala.16
Rehabilitasi jantung dilanjutkan dengan latihan fisik, yang pada kasus tanpa komplikasi

dapat dimulai setelah 4 6 hari, dan lebih aman 1 2 minggu setelah infark myokard.
Komplikasi dari aktifitas terhadap infark miokard mencakup ruptur jantung, terbentuknya
aneurysma, perluasan daerah infark, gagal jantung dan aritmia. Sebelum
dilaksanakannya latihan fisik harus dilakukan seleksi terlebih dahulu untuk
kontraindikasi latihan fisik. 16
Protokol pelaksanaan latihan fisik rehabilitasi jantung pada penderita paska infark
myokard bersifat submaksimal atau dibatasi terhadap keluhan. Protokol submaksimal
memiliki hasil akhir yang telah ditentukan, yaitu denyut jantung maksimal 120 denyut
per menit atau 70 % dari perkiraan denyut jantung maksimal, atau setinggi 5 METs. Tes
yang dibatasi gejala dibentuk untuk terus melaksanakan latihan hingga munculnya
tanda dan gejala yang memaksa dihentikannya tes, protokol yang paling sering
dipergunakan adalah modified Bruce, modified Naughton dan Bruce standar. 3
Tabel 1. Kontraindikasi untuk tes Latihan Fisik 19
Infark Myokard Akut
Angina Pectoris tidak stabil
Emboli paru
Thrombus intrakardiak
Aorta stenosis sedang- berat
Aritmia ventrikel yang tidak tekontrol
Aneurysma ventrikel yang mambesar CHF yang tidak terkontrol
Perikarditis atau myookarditis akut
Diabetes yang tidak terkontrol
Penyakit sistemik akut atau demam
Stress emosional yang signifikan
Tekanan darah diastolic >120 mmHg atau tekanan darah sistolik >200 mmHg
Rehabilitasi Pasien Rawat Jalan
Setelah dipulangkan dari perawatan, pasien akan menjalani program rehabilitasi
selanjutnya yang disusun oleh tim rehabilitasi profesional. Program pada tahap ini
mencakup fase II dan fase III, di mana dalam pelaksanaannya melingkupi latihan fisik,
perubahan faktor resiko dan perubahan gaya hidup. Pada fase ini program juga
disesuaikan dengan hasil evaluasi awal, dan dalam perjalanannya juga disesuaikan
dengan perkembangan pasien. 16
Latihan Fisik
Latihan fisik didefinisikan sebagai mempertahankan kebiasaan beraktifitas fisik, pada
tingkatan yang lebih berat dari yang biasanya dikerjakan. Selama latihan fisik didapati
beberapa kompensasi kardiovaskular, sebagai tanggapan dari rangsangan yang
muncul. Pusat pengendalian system kardiovaskular yang terletak di medulla
ventrolateral akan memberikan respon terhadap rangsangan dari sentral maupun
periferal. Rangsangan sentral dapat berasal dari pusat somatometer, sementara

rangsangan periferal dihasilkan oleh mekanoreseptor (otot, sendi dan sistem pembuluh
darah), kemoreseptor (otot dan sistem pembuluh darah) serta baroreseptor (sistem
pembuluh darah). Latihan fisik akan meningkatkan denyut nadi secara cepat melalui
rangsangan pada otot mekanoreseptor dan penekanan respon vagal, selanjutnya
rangsangan simpatis dan katekolamin juga akan berperan. Isi sekuncup juga akan
mengalami peningkatan karena meningkatnya darah balik dan pengaruh langsung dari
neurohormonal. Peningkatan denyut jantung dan isi sekuncup tentunya akan diikuti
dengan peningkatan curah jatung, dan pengisian dari ventrikel. 3,17
Program latihan fisik dapat disusun untuk meningkatkan kekuatan otot, katahanan otot,
ataupun performa dinamis. Latihan Isometrik melibatkan pembentukan tegangan otot
terhadap tahanan dengan pergerakan yang minimal atau tanpa pergerakan. Meski
latihan ini meningkatkan massa otot tetapi tidak memberikan manfaat terhadap jantung.
Latihan isometrik lebih meningkatkan tekanan terhadap jantung daripada peningkatan
aliran ke jantung, aliran tidak dapat banyak meningkat karena adanya tekanan yang
lebih tinggi pada aktifitas otot. Latihan dinamik, atau latihan isotonik, melibatkan
pergerakan banyak otot yang berirama, dan membutuhkan peningkatan curah jantung,
ventilasi dan oksigen. Jenis latihan seperti ini secara umum menyebabkan perubahan
pada jantung . Contoh latihan dinamik adalah bersepeda, jogging, lari, renang, dan
lainnya. Setiap latihan aerobik harus jeli mempertimbangkan jenis latihan, durasi,
intensitas dan frekuensi. Latihan yang baik dilakukan dengan frekuensi 3 5 kali
seminggu, dengan durasi 30 60 menit dan intensitas setidaknya 50 % dari
kemampuan maksimal mengambil oksigen tiap individu dan menghabiskan setidaknya
3000 kkal setiap sesinya.
Tujuan dari dilakukannya latihan fisik paska infark miokard adalah untuk menilai kapasitas
fungsional, menentukan jenis latihan yang diberikan, evaluasi perlunya modifikasi pengobatan,
menentukan prognosa dan perlu tidaknya dilakukan intervensi. Aritmia ventrikel yang tidak
terlihat pada istirahat dapat muncul pada saat latihan. Respon pasien terhadap latihan,
kapasitas kerja dan keterbatasan pasien dapat dievaluasi sebelum memulangkan pasien.
Proses latihan fisik ini sangat berguna sebelum memberikan instruksi latihan pasien di rumah,
untuk menjelaskan kepada penderita mengenai status terbarunya dan untuk melihat resiko
komplikasi. Semua data ini sangat berguna sebagai dasar dalam menganjurkan pasien
melanjutkan atau meningkatkan aktifitasnya dan kembali bekerja.
Pengaruh positif latihan fisik terhadap kondisi jantung sendiri sudah lama menjadi polemik
sebelum belakangan semakin diakui. Hipotesa yang sudah lama berkembang dan sangat
atraktif bagi para kardiolog, adalah latihan fisik mampu memperlambat atau memutar balikkan
proses atherosclerosis, ide ini pertama kali muncul pada era 1950-an sebelum ditentang keras
pada 1970-an hingga 1980-an, tapi pada 1990-an kembali dikonfirmasi fakta latihan fisik
meningkatkan perfusi miokard. Mekanisme yang dikembangkan adalah stabilisasi plaque dan
peningkatan cadangan aliran arteri koroner (coronary flow reserve). Melalui meta-analisa juga
didapatkan latihan fisik mengurangi angka kematian mendadak, hal ini diperantai oleh
meningkatnya ambang batas fibrilasi ventrikel, peningkatan aktifitas barorefleks, variabilitas

denyut jantung dan tonus vagal


Sebelum dimulainya latihan fisik, harus dilakukan terlebih dahulu evaluasi awal, untuk menilai
riwayat medis, pemeriksaan fisik, faktor resiko, EKG serta konseling untuk menentukan resiko
dari pasien dan formula rehabilitasi yang paling tepat. Bentuk dari latihan fisik merupakan faktor
penting yang harus diperhatikan untuk dapat mencapai manfaat dari latihan fisik yang teratur.
Faktor-faktor penyusun yang harus dipertimbangkan adalah frekuensi, intensitas, durasi, jenis
latihan dan kemajuan perkembangan. Peningkatan acupan oksigen baru dapat diperoleh
secara maksimal bila latihan dinamis dilakukan selama 15-60 menit, tiga hingga lima kali dalam
seminggu, dengan intensitas 50 80% dari kemampuan maksimalnya, dan juga tidak
melupakan waktu singkat untuk pemanasan dan pendinginan. Keuntungan fisiologis mulai
muncul setelah latihan selama 1 bulan hingga lebih dari satu tahun, meski latihan fisik
merupakan fenomena khusus di mana tidak ada batas yang jelas kapan latihan akan mulai
memberikan manfaat.
Evaluasi latihan fisik kembali mempertimbangkan faktor frekuensi, jenis latihan, dan
intensitasnya. Intensitas dari latihan harus disesuaikan pada setiap individu, dan merupakan
seni dari pengaturan latihan. Pengaturan program latihan ini juga bergantung dengan faktorfaktor dari pasien sendiri, seperti apa tujuan yang ingin dicapainya, status kesehatannya, gejala
yang ada dan status kesehatan sebelumnya.
Pada tahun 1970-an penelitian menunjukkan angka mortalitas dan morbiditas pada saat
rehabilitasi latihan fisik sebesar 4 kejadian per 10.000 latihan. Data yang dimiliki sekarang telah
mengalami banyak kemajuan dibanding 40 tahun yang lalu, dengan sebuah studi terhadap
71.914 tes latihan fisik dalam periode 16 tahun menunjukkan angka komplikasi telah turun
hingga 0.8 per 10.000 latihan, di mana perlakuan berjalan sebagai proses pendinginan
dianggap memberi andil besar untuk hal ini. Franklin dkk. pada 1997 menunjukkan rendahnya
angka morbiditas (2.1 per 10.000) dan mortalitas (0.3 per 10.000), kemudian menggaris bawahi
apakah diperlukan seorang dokter untuk selalu mengontrol dan mengawasi latihan fisik. 15, 18
Patofisiologi faktor yang berperan dalam penentuan prognosis adalah, (1) jumlah miokard yang
masih viable dan (2) jumlah miokard yang mengalami gangguan. Berbagai prosedur dapat
dipergunakan untuk menilai prognosis dan uji latihan merupakan salah satunya, meski
belakangan uji latihan fisik sudah mulai ditinggalkan karena mudahnya akses ke laboratorium
kateterisasi.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan pada saat latihan fisik untuk dipergunakan sebagai
prediktor antara lain,
(1) ST depresi,
(2) ST elevasi,
(3) Munculnya Aritmia,
(4) Kapasitas latihan,
(5) Latihan memicu Angina

(6) Respon tekana darah sistolik sebagai respon terhadap latihan.


Prediktor yang paling baik adalah kapasitas latihan dan respon tekanan darah terhadap latihan.
Algoritme definitif untuk intervensi paska infark myokard hingga saat ini masih mengecewakan,
tetapi kombinasi dari pergeseran segmen ST dan respon tekanan darah yang abnormal dapat
dipertimbangkan sebagai stratifikasi pasien paska infark miokard.
Gaya Hidup
Kembali Kerja. Kembali bekerja merupakan faktor yang penting, bukan hanya pengaruhnya
teradap fisik tetapi juga terhadap status emosional. Bagaimanapun hanya 50 80 % penderita
yang mampu kembali bekerja paska infark myokard ataupun operasi jantung, dan dalam 2
tahun jumlah ini akan berkurang sebesar 10 15 %. Faktor-faktor yang mampu menghalangi ke
pekerjaan sebelumnya antara lain status pekerjaan sebelumnya, pendidikan, usia, angina pada
aktifitas, durasi tanpa bekerja, kecemasan dan depresi. Tes latihan fisik yang tidak disertai
gejala, sebaiknya dilakukan sebagai bukti dokumentasi keamanan dalam aktifitas.
Diet dan Suplemen. Penggunaan anti oksidan (vitamin E, C, beta karoten) paska infark
myokard menunjukkan hasil yang beragam.Di mana penggunaan vitamin E masih sebuah
polemik, tanpa adanya bukti yang jelas terhadap pengaruhnya apakah bermafaat atau
berbahaya, sementara vitamin C terbukti tidak memberikan manfaat. Studi konsumsi beta
karoten justru mengecewakan, dengan hasil peningkatkan kematian kardiovaskular. Konsumsi
minyak ikan mampu menurunkan mortalitas dan morbiditas. Diet gaya Mediterania (lebih
banyak roti, sayuran, ikan, lemak yang lebih sedikit, serta menggantikan butter dengan
margarine) terbukti mampu mengurangi mortalitas yang disebabkan berbagai hal, mortalitas
kardiovaskular dan infark myokard ulangan dibandingkan diet lainnya.
Aktifitas Seksual. Ueno mendapatkan hasil kurang dari 1% pasien mati mendadak di Jepang
dialami pada saat coitus, sementara berbagai studi menunjukkan tenaga yang dibutuhkan pada
saat atifitas seksual adalah sekitar 2 5 METs. Pemanasan (foreplay) sebelum hubungan
dinyatakan aman dan baik untuk mencegah katakutan dalam kegagalan berhubungan,
sementara perbandingan dalam berbagai posisi berhubungan menunjukkan hubungan paling
baik dilakukan dalam posisi yang sudah biasa / sering dilakukan. Rekomendasi lama
menganjurkan hubungan baru dapat dicoba kembali setelah 8 12 minggu setelah serangan,
tapi rekomendasi terbaru menunjukkan penderita infark myokard tanpa komplikasi dapat
melaksanakan hubungan kembali bila merasa nyaman, biasanya sekitar 4 minggu setelah
infark myokard. Ketika mengobati disfungsi ereksi, dapat dipergunakan fosfodiesterase type 5
(PDE5) setelah 6 bulan paska infark myokard dan dalam kondisi stabil. Penggunaan PDE5
harus dihindari pada pasien yang mengkonsumsi niitrat karena dapat menyebabkan penurunan
tekanan darah secara berbahaya.
Alkohol. Penderita yang sebelumnya mengkonsumsi alkohol sebaiknya dianjurkan untuk
melanjutkan konsumsi alkohol setiap minggunya dalam batas normal (tidak lebih dari 21 unit
untuk pria dan 14 unit untuk wanita). Konsumsi alkohol yang berlebihan, lebih dari 3 gelas
dalam 1-2 jam yang dapat meningkatkan mortalitas hingga 2 kali lipat. Sementara kebalikannya
pengaruh buruk yang terlihat pada konsumsi berat, tidak terlihat pada konsumsi ringan hingga
sedang. Malah masih terbuka kemungkinan pengaruh baiknya untuk hasil akhir kardiovaskular,
meski hal ini belum terbukti pasti. Sebuah studi dari Copenhagen memberikan hasil yang
menarik dengan menghubungkan konsumsi alkohol dengan kadar LDL pada penyakit jantung

iskemik, di mana hanya penderita dengan kadar LDL yang tinggi saja mendapatkan manfaat
dari konsumsi alkohol.
Faktor Psikologis
Pasien dengan keterlibatan daerah infark miokard yang lebih luas cenderung memiliki tingkat
depresi yang lebih tinggi, di samping itu rasa cemas murni yang tidak dipengaruhi luasnya infark
juga dapat berperan. Tingkat depresi dan kecemasan berhubungan langsung dengan fungsi
jantung dan prognosis, karenanya setiap tim medis harus bersikap awas terhadap tiap tanda
kecemasan dan depresi pada tiap pasien. Depresi merupakan manifestasi langsung dari reaksi
psikososial terhadap infark miokard, dijumpai pada 13 - 19 % penderita infark miokard.
Kecemasan dan depresi yang terjadi dapat terjadi berhubungan dengan masalah finansial,
hubungan seksual, kemampuan aktifitas fisik atau kurangnya daya konsentrasi. Kondisi ini
menimbulkan rasa takut akan perceraian, kehilangan, ataupun pengangguran. Secara klinis
kondisi ini juga dihubungkan dengan peningkatan resiko mortalitas, angina, aritmia, perawatan
ulangan, dan melanjutkan merokok. Manajemen stress dilakukan dengan penggunaan tehniktehnik kognitif yang spesifik, seperti tes memerintahkan diri sendiri, uji kognitif, dan/atau
penggunaan beberapa strategi khusus untuk menanggulangi stress. Di samping itu didapati
juga beberapa strategi yang tidak spesifik, seperti edukasi, konseling, serta perubahan faktor
resiko seperti merokok dan menghindari rasa marah.
Masalah
Meski rehabilitasi jantung telah terbukti banyak memberikan manfaat pada penderita paska
infark miokard, angka keberhasilan dan keuntungan dari latihan fisik secara langsung
bergantung dengan jumlah latihan yang sebenarnya dijalankan oleh pasien. Angka kepatuhan
dalam menjalankan instruksi latihan fisik mencapai 80% 3 bulan sepulangnya dari perawatan, 1
tahun sesudahnya menurun hingga 45 60% dan pada 4 tahun semakin menurun hingga 30
55%. Hasil ini menyerupai data lainnya di mana partisipasi sebesar 80% pada 2 bulan dan
menurun tajam hingga 13% setelah 3 tahun. Data ini tentu saja sangat mengecewakan, dan
memerlukan perhatian khusus.
Data dari Amerika Serikat menunjukkan hanya 30% penderita yang tetap patuh menjalankan
rehabilitasi sesuai instruksi. Beberapa populasi khusus ternyata rentan untuk tidak menjalani
rehabilitasi seperti pada wanita, usia tua (>65 tahun), tidak berkulit putih dan penderita yang
tidak ditanggung asuransi. Faktor penghalang lainnya adalah rendahnya rujukan ke rehabilitasi,
kurangnya motivasi pasien, asuransi yang tidak mencakup pelayanan rehabilitasi dan
keterbatasan geografi atau kesulitan dalam mencapai unit rehabilitasi. 13, 27, 28
Beberapa pilihan yang tersedia untuk meningkatkan kepatuhan adalah adanya kontrol dari tim
ahli, membentuk program latihan yang nyaman untuk menghindari frustasi dan rasa fisik tidak
nyaman, menggunakan variasi termasuk permainan untuk menghindari kebosanan,
menggabungkan kegiatan dengan acara sosial lainnya, menghubungi kembali pasien yang
absen, melibatkan keluarga pasien atau pasangan hidup dalam pelaksanaan dan melibatkan
pasien langsung selaku pengawas diri sendiri untuk memonitor perkembangan.
Kesimpulan
Rehabilitasi jantung kini telah diakui keberadaannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan

dalam tata laksana prevensi sekunder paska infark miokard, di mana berbagai perkembangan
rehabilitasi semakin mengokohkan posisinya. Strategi rehabilitasi jantung modern untuk infark
miokard yang dianut sekarang lebih agresif dari periode sebelumnya. Secara garis besar
rehabilitasi dibagi dalam rehabilitasi dalam masa perawatan dan sesudah masa perawatan,
yang dalam pelaksanaannya merupakan sebuah kerja tim yang dibentuk dari berbagai tenaga
professional yang tidak hanya terfokus pada permasalahan medis, tetapi juga masalah
psikologis dan psikososial. Penderita sendiri beserta keluarganya juga diberi peran yang lebih
aktif dalam program rehabilitasi, dengan program yang disesuaikan dengan latar belakang
masing-masing individu. Di samping semua kemajuan yang sudah diperoleh, dalam teknis
pelaksanaannya masih didapati beberapa masalah serius yang menghalangi, seperti kurangnya
rujukan ke unit rehabilitasi, keterbatasan dalam tenaga ahli rehabilitasi, keterbatasan dalam
fasilitas rehabilitasi dan tingkat kepatuhan penderita yang masih rendah.

Anda mungkin juga menyukai