Anda di halaman 1dari 91

PERANCANGAN STANDARD OPERATING PROSEDURE (SOP) PADA

UNIT JET DYEING di PT. ANUGRAH TRIMULYA TEKSTIL

STANDARD OPERATING PROSEDURE (SOP) DESIGN IN JET DYEING


UNITS at PT. ANUGRAH TRIMULYA TEKSTIL
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan
DIPLOMA IV PROGRAM STUDI TEKNIK KONSERVASI ENERGI
DI JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI

Oleh :
Ilham Nurrofik
NIM 151734014

PROGRAM STUDI D4 TEKNIK KONSERVASI ENERGI


JURUSAN TEKNIK KONVERSI ENERGI
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2019

i
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR
PERANCANGAN STANDARD OPERATING PROSEDURE (SOP) UNTUK
MENURUNKAN INTENSITAS ENERGI UNIT JET DYEING PADA
INDUSTRI TEKSTIL SEKTOR MIDSTREAM

Oleh :
Ilham Nurrofik
NIM : 151734014
Menyetujui,
Bandung, Juli 2019

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Purwinda Iriani, M.Si Drs. Agustinus Ngatin, M.T.


NIP. 197909072009122002 NIP. 195806021986031003

Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Konversi Energi,

Dr., Drs. Hartono Budi Santoso, MT.


NIP. 196511071995121001

i
PERANCANGAN STANDARD OPERATING PROSEDURE
(SOP) UNTUK MENURUNKAN INTENSITAS ENERGI UNIT
JET DYEING PADA INDUSTRI TEKSTIL SEKTOR
MIDSTREAM
Oleh:
Ilham Nurrofik
NIM. 151734014

Tugas Akhir ini telah disidangkan pada tanggal Juli 2019 sesuai dengan ketentuan

Tim Penguji:
Ketua : Dr., Drs. Hartono Budi Santoso, MT.
NIP. 196511071995121001

Anggota 1 : Indriyani, MT
TE035P

Anggota 2 : Purwinda Iriani, M.Si


NIP. 197909072009122002

Anggota 3 : Drs. Agustinus Ngatin, M.T.


NIP. 195806021986031003

ii
LEMBAR PERPENGESAHAN PENULIS

PERNYATAAN PENULIS
Dengan ini menyatakan bahwa laporan tugas akhir dengan judul
PERANCANGAN STANDARD OPERATING PROSEDURE (SOP) UNTUK
MENURUNKAN INTENSITAS ENERGI UNIT JET DYEING PADA INDUSTRI
TEKSTIL SEKTOR MIDSTREAM adalah karya ilmiah yang bebas dari unsur
tindakan plagiarisme, dan sesuai denan ketentuan tata tulis yang berlaku.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya unsur plagiarisme, maka hasil penilaian
dari Tugas Akhir ini dicabut dan bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dalam keadaan sadar


sepenuhnya.

Bandung, Juli 2019


Yang menyatakan,

(Ilham Nurrofik)
NIM : 151734014

iii
ABSTRAK
Industri tekstil adalah industri yang memiliki peranan yang sangat penting
dalam kehidupan sehari hari dimana salah satu pendukung dari kebutuhan primer
manusia yaitu sandang. Industri tekstil terbagi menjadi 3 sektor yaitu industri sektor
hulu (upstream), industri sector menengah (midstream) dan industry tekstil sektor
hilir (downstream), untuk industri tekstil sektor menengah/midstream memiliki tiga
proses utama yaitu washing, dyeing, dan drying. Pada proses dyeing, teknologi yang
digunakan adalah jet dyeing. Jet dyeing adalah suatu tenologi yang secara umum
berfungsi untuk proses desizing (penghilangan kanji), scouring (pemasakan) dan
dyeing (pencelupan). Kain yang dapat dimasukan ke mesin jet dyeing diantaranya
ialah poliester, cotton, dan campuran. terdapat bagian bagian pada mesin jet dyeing
diantaranya ialah whinch reel, nozzle, pompa sirkulasi, tank feeding, dan heat
exchanger. Unit jet dyeing yang digunakan pada PT. Anugrah Trimulya Tekstil
adalah unit jet dying merk Tong Wu dengan kapasitas 400 kg. unit jet dyeing ini
memiliki intensitas sebesar 8088.46 kJ/kg dimana standar intensitas pada unit ini
adalah 3000 sampai 8500 kJ/kg. Perancangan yang dilakukan adalah dengan
merancang SOP (Standard Operating prosedure) guna untuk menurunkan
intensitas dengan improvement pada waktu absorbsi, dimana waktu absorbsi pada
kondisi eksisting yaitu 1 jam 45 menit, dan pada teori yaitu hanya 30 menit. Melalui
improvement tersebut didapat bahwa nilai intensitas dapat menurun hingga 5527.13
kJ/kg pada absorbsi maksimal pada waktu 30 menit.

Kata kunci : Absorbsi, Intensitas, Jet dyeing, Steam, Tekstil.

iv
ABSTRACT
The textile industry is an important industry for human life because it
supports clothing for human needs. The textile industry is divided into 3 sectors,
they are upstream, midstream and downstream industries, for the midstream textile
industry they have three main processes, they are washing, dyeing (coloring) and
drying. The technology used in the dyeing (coloring) process is jet dyeing. Jet
dyeing is a method of desizing (starch removal), scouring, and dyeing. The material
of cloth that can be inserted into jet dyeings such as polyester, cotton, and mixed
material. Part of the jet dyeing technology is the roll, nozzle, pump circulation, tank
feeding, and heat exchanger. The jet dyeing unit used at PT. Anugrah Trimulya
Tekstil is a jet dyeing unit from the Tong Wu brand with a capacity of 400 kg. The
energy intensity of jet dyeing is 8088.46 kJ / kg while the standard energy intensity
in jet dyeing is 3000 to 8500 kJ / kg. The design for the jet dyeing unit creates an
SOP (Standard Operating Procedure) to decrease the intensity with an improvement
on absorption time, where the absorption time in the existing condition is 1 hour 45
minutes, while in theory only 30 minutes. So, from this improvement can decrease
the energy intensity until 5527.13 kJ / kg at a maximum absorption time of 30
minutes.

Keywords: Absorption, Intensity, Jet dyeing, Steam. Textile.

v
UCAPAN TERIMAKASIH

Dalam penulisan dan penyusunan laporan ini terdapat hambatan dan


kesulitan serta tidak lepas dari kekurangan, namun berkat bantuan, bimbingan,
nasihat dan do’a dari berbagai pihak, sehingga segala hambatan dan kesulitan
tersebut dapat teratasi. Atas semua bantuan dalam penyusunan laporan tugas akhir
ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir di jenjang D-IV Teknik Konservasi
Energi dengan lancar
2. Mama, Ayah dan keluarga yang telah memberikan dukungan baik moril
maupun materil dan selalu mendo’akan penulis serta memberi motivasi
dalam keadaan apapun
3. Ibu Purwinda Iriani,M.Si sebagai pembimbing satu tugas akhir yang selalu
memberikan motivasi dan membimbing dalam pengerjaan laporan
4. Bapak Drs. Agustinus Ngatin,M.T. selaku pembimbing dua yang selalu
memberi motivasi agar laporan ini dapat segera diselesaikan
5. Bapak Dr., Drs. Hartono Budi Santoso, MT selaku ketua penguji dan Ketua
Jurusan Teknik Konversi Energi yang sudah memberikan saran yang
bermanfaat.
6. Ibu Indriyani, MT Selaku penguji dua yang telah memberi saran yang
bermanfaat juga selalu memberikan semangat untuk lulus
7. Nandar Suhendar selaku ketua bagian Produksi PT. Anugrah Trimulya
Tekstil
8. Hardi Lukito selaku ketua bagian maintenance PT. Anugrah Trimulya
Tekstil
9. Windarto selaku ketua bagian boiler PT. Anugrah Trimulya Tekstil
10. Farizha Fadhilla Ilyas yang sudah seperti pembimbing tiga yang selalu
memberi saran penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.
11. Syifa Piyantini Putri selaku pemberi semangat yang luar biasa.
12. Rekan – rekan Barbosa yang menjadi setia memberi kebahagian dikala
penulis sedang bingung dan juga telah memberikan do’a terbaiknya

vi
13. Rekan-rekan seperjuangan 4D-TKE yang telah memberi motivasi , do’a,
dan yang selalu ada
14. HMTE 2015 yang telah memberikan motivasi dan do’a terbaiknya

Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan balasan yang


berlipat atas segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis.
Menyadari keterbatasan penulis dalam penyusunan laporan tugas akhir ini, penulis
memohon maaf kepada pihak industri maupun pihak kampus serta pembaca apabila
masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan laporan tugas akhir ini.
Untuk itu, saran dan kritik untuk perbaikan laporan ini penulis harapkan dari semua
pihak.
Akhir kata, penulis berharap semoga laporan tugas akhir ini berguna dan
bermanfaat bagi penyusun sendiri pada khususnya dan khalayak pembaca pada
umumnya. Dan semoga laporan tugas akhir ini menjadi salah satu pembendaharaan
buku yang dapat memperkaya ilmu pengetahuan.

vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis panjatkan puji serta syukur ke hadirat Allah SWT,
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan tugas akhir ini meskipun masih jauh dari kesempurnaan
dikarenakan keterbatasan penulis. Penyusunan laporan tugas akhir ini bertujuan
untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Pendidikan di jenjang
D4-Teknik Konservasi Energi di Jurusan Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri
Bandung.
Laporan ini merupakan hasil dari penelitian tugas akhir penulis di PT.
Anugrah Trimulya Tekstil. Dalam kesempatan ini, penulis menyusun sebuah
laporan tugas akhir yang berjudul” PERANCANGAN STANDARD OPERATING
PROSEDURE (SOP) UNTUK MENURUNKAN INTENSITAS ENERGI UNIT
JET DYEING PADA INDUSTRI TEKSTIL SEKTOR MIDSTREAM”.
Dalam penyusunan laporan ini penulis banyak kesulitan dan tantangan yang
dihadapi. Namun dengan adanya bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat
mengatasi kesulitan dan menyelesaikan tantangan ini. Laporan tugas akhir ini masih
banyak kekurangan, untuk itu penulis menerima segala kritik dan saran yang
membangun.
Akhir kata, semoga laporan kerja praktik ini dapat memberikan manfaat
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Bandung, Juli 2019

Penulis

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR ................................. i

LEMBAR PERPENGESAHAN PENULIS ....................................................... iii

PERNYATAAN PENULIS ................................................................................. iii

UCAPAN TERIMAKASIH................................................................................. vi

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi

DAFTAR TABEL................................................................................................ xii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... I-1


I.1 Latar Belakang ...................................................................................... I-1
I.2 Rumusan Masalah ................................................................................. I-3
I.3 Tujuan .................................................................................................. I-4
I.4 Batasan Masalah ................................................................................... I-4
I.5 Sistematika Pelaporan ........................................................................... I-4

BAB II DASAR TEORI .................................................................................... II-1


II.1 Proses pada tekstil ........................................................................... II-1
II.2 Jet dyeing ........................................................................................ II-6
II.2.1 Bagian bagian pada jet dyeing....................................................... II-7
II.2.2 Alur proses pada jet dyeing ........................................................... II-9
II.3 Standar Operasional Prosedur (SOP) .............................................. II-10
II.3.1 Pengertian SOP ......................................................................... II-10
II.3.2 Manfaat Standar Operasional Prosedur ........................................ II-10
II.3.3 Tujuan Standard Operating Prosedure (SOP) ............................... II-11
II.3.4 Penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) ....................... II-12
II.4 Metode perhitngan intensitas jet dyeing dan efisiensi boiler............. II-17

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN .......................................................III-1


III.1 Diagram Alir Penelitian .................................................................. III-1
III.2 Kinerja Unit Jet Dyeing .................................................................. III-4
III.3 Parameter Pada Unit Jet Dyeing ...................................................... III-4

ix
III.4 Standard Operating Procedure (SOP) Perusahaan ........................... III-12

BAB IV PERANCANGAN SOP DAN PEMBAHASAN .............................. IV-1


IV.1 Pemetaan Proses Jet Dyeing ............................................................ IV-1
IV.2 Analisis Kebutuhan Alat Pendukung SOP ........................................ IV-4
IV.3 Perhitungan Intensitas Energi .......................................................... IV-5
IV.4 Hasil Pemetaan SOP Proses Jet Dyeing PT.ATRITEKS ................... IV-9
IV.5 Perbaikan Proses ........................................................................... IV-13
IV.6 Perancangan Operasional Prosedur (SOP) Unit Jet Dyeing ............. IV-14
IV.7 Analisis Hasil Perancangan SOP ................................................... IV-26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... xxxi

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... xxxii

LAMPIRAN .................................................................................................... xxxiii

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar I. 1 Blok Diagram Proses Industri Tekstil Sektor Menegah .................. I-2
Gambar II. 1 Diagram alir proses finishing- dyeing (pewarnaan). .................... II-2
Gambar III. 1 Diagram Tahapan Perancangan Standard Operating Procedue
(SOP) ........................................................................................................... III-1
Gambar IV. 1 Neraca Massa Unit Jet Dyeing................................................. IV-1
Gambar IV. 2 Waktu Terhadap Suhu Creaving .............................................. IV-2
Gambar IV. 3 Waktu Terhadap Suhu Dyeing ................................................. IV-3
Gambar IV. 4 Skema Proses Dyeing. ............................................................. IV-3
Gambar IV. 5 Alur Distribusi Uap ................................................................. IV-6
Gambar IV. 6 Pipa Steam ............................................................................. IV-6
Gambar IV. 7 Grafik Temperatur Terhadap Panas Laten ............................... IV-8
Gambar IV. 8 Grafik potongan waktu proses penyerapan pada dyeing .......... IV-26
Gambar IV. 9 Absorbansi terhadap konsentrasi sampel. ............................... IV-27
Gambar IV. 10 Grafik intensitas setelah dan sebelum................................... IV-30

xi
DAFTAR TABEL

Tabel II. 1 Karakteristik Poliester ................................................................... II-3


Tabel II. 2 Karakteristik Polyester (Lanjutan) ................................................. II-4
Tabel II. 3 Nozzle .......................................................................................... II-7
Tabel II. 4 Winch Reel ................................................................................... II-7
Tabel II. 5 Feed Tank, Pompa Sirkulasi, Penukar Panas .................................. II-8
Tabel II. 6 Alur Proses Unit Dyeing .................... Error! Bookmark not defined.
Tabel II. 7 Standar Jet Dyeing ...................................................................... II-18
Tabel III. 1 Tabulasi Data Proses Unit Jet Dyeing .......................................... III-3
Tabel III. 2 Data Input .................................................................................. III-4
Tabel III. 3 Bahan Baku ................................................................................ III-5
Tabel III. 4 Data Proses ................................................................................ III-6
Tabel III. 5 Data Kelistrikan.......................................................................... III-9
Tabel III. 6 Data Steam ............................................................................... III-11
Tabel IV. 1 Parameter dan Alat Ukur pada Unit Jet Dyeing............................ IV-4
Tabel IV. 2 Temperatur Steam ...................................................................... IV-7
Tabel IV. 3 Pemetaan Proses pada Unit Jet Dyeing ...................................... IV-10
Tabel IV. 4 Perbaikan Unit Jet Dyeing ........................................................ IV-13
Tabel IV. 5 Perancangan SOP Jet Dyeing .................................................... IV-15
Tabel IV. 6 Konsentrasi sebelum proses pengujian ...................................... IV-27
Tabel IV. 7 Intensitas sebelum dan setelah .................................................. IV-29

xii
NOMENKLATUR

simbol deskripsi satuan


A luas penampang pipa m
A0 absorbansi sebelum dyeing dimensionless
A1 absorbansi setelah dyeing dimensionless
D diameter pipa m
g percepatan gravitasi m/s2
h head pipa m
K konstanta rugi rugi dimensionless

laju alir massa steam kg/h


n jumlah bagian pada pemipaan dimensionless
p tekanan bar
Q laju alir volume steam m3/s
ρ steam berat jenis steam kg/m3
t waktu jam
T temperature C
V kecepatan steam m/s

perubahan entalpi kJ/kg


daya satu fasa kW
tegangan line to line Volt

daya fasa R kW

daya fasa S kW

daya fasa T kW

daya tiga fasa kW


Arus Ampere

faktor daya dimensionless

konsentrasi zat pewarna sebelum mg/L


konsentrasi zat pewarna setelah mg/L

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Industri tekstil adalah industri yang memiliki peranan yang sangat penting
dalam kehidupan sehari hari dimana salah satu pendukung dari kebutuhan primer
manusia yaitu sandang. Kementrian Perindustrian menyatakan industri tekstil dan
produk tekstil (TPT) memiliki potensi yang cukup besar untuk tumbuh dan
berkembang pada masa depan. Oleh karena itu, berdasarkan Rencana Induk
Pembangunan Industri Nasional (RIIN) pada 2015-2035, sektor ini diprioritaskan
dalam pengembangannya agar mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional (Hartarto,2017). Kebutuhan energi terhadap
industri tekstil menjadi hal yang sangat diperhatikan dalam keseluruhan proses
industri, itu terbukti industri tekstil dalam kurun waktu setahun sangat jarang
adanya penurunan omset dari pemesanan kebutuhan kain (Supriadi,2018).
Setiap produksipun harus didukung dengan mesin-mesin yang dapat bekerja
dengan efektif dan efisien yang dapat menunjang keberhasilan sebuah industri
tekstil di setiap proses produksinya. Mesin-mesin yang terdapat pada industri tekstil
tekstil yaitu boiler (sebagai penyuplai uap panas pada seluruh mesin), rotary
washer, jet dyeing, stenter dan IPAL (Instalasi Pembuangan Air Limbah). Jenis
pasokan energi yang dibutuhkan oleh seluruh proses pada industri tekstil ini adalah
listrik dan batubara. Listrik sebagai energi penggerak pada motor-motor yang
digunakan dalam proses dan batubara sebagai bahan bakar pada boiler sebagai
penghasil uap panas yang merupakan kebutuhan utama dalam keseluruhan proses.
Secara umum tekstil diartikan sebagai sebuah barang/benda yang bahan
bakunya berasal dari serat (umumnya adalah kapas, poliester, rayon) yang dipintal
(spinning) menjadi benang dan kemudian dianyam/ditenun (weaving) atau dirajut
(knitting) menjadi kain yang setelah dilakukan penyempurnaan (finishing)
digunakan untuk bahan baku produk tekstil. Produk tekstil disini adalah pakaian
jadi (garment), tekstil rumah tangga, dan kebutuhan industri, secara teknis dan
struktur terbagi dalam tiga sektor industri yang lengkap , setiap alendar dan
terintegrasi dari hulu sampai hilir(Sunaryo,2015), yaitu:

I-1
1. Sektor Industri Hulu (upstream), adalah I-2 alendar yang memproduksi
serat/fiber (natural fiber dan man-made fiber atau synthetic) dan proses
pemintalan (spinning) menjadi produk benang (unblended dan blended
yarn). Industrinya bersifat padat modal, full automatic, berskala besar,
jumlah tenaga kerja realtif kecil dan out put pertenagakerjanya besar.
2. Sektor Industri Menengah (midstream), meliputi proses penganyaman
(interlacing) benang enjadi kain mentah lembaran (grey fabric) melalui
proses pertenunan (weaving) dan rajut (knitting) yang kemudian diolah lebih
lanjut melalui proses pengolahan pencelupan (dyeing), penyempurnaan
(finishing) dan pencapan (printing) menjadi kain-jadi. Sifat dari industrinya
semi padat modal, teknologi madya dan modern – berkembang terus, dan
jumlah tenaga kerjanya lebih besar dari I-2alendar hulu.
3. Sektor Industri Hilir (downstream), adalah I-2 alendar manufaktur pakaian
jadi (garment) termasuk proses cutting, sewing, washing dan finishing yang
menghasilkan ready-made garment. Pada I-2 alendar inilah yang paling
banyak menyerap tenaga kerja sehingga sifat industrinya adalah padat
karya.
Pada industri sektor menengah itu memiliki beberapa proses yang dilewati
sebelum kain grey (kain mentah) menjadi kain siap produksi, proses pada sector
menengah dapat dilihat pada gambar 1.1.

KAIN GREY UJI LAB WASHING DYEING DRYING PACKING

Gambar I. 1 Blok Diagram Proses Industri Tekstil Sektor Menegah


(Sumber : Data Pribadi)

Pada gambar 1.1 dapat dilihat bahwa pada sektor menengah industri tekstil
bahwa kain grey atau kain yang selesai dirajut pada sektor industri hulu melewati
beberapa proses sebelum kain akan dikirim pada sektor hilir, kain grey masuk ke
laboratorium untuk dilakukan uji warna agar sesuai dengan yang dibutuhkan juga
uji pada ketahanan panas pada kain, lalu untuk kain yang tipis dimasuk pada rotary
washer untuk dilakukan pembersihan dari kanji, kotoran alam dan kotoran kimia,

I-2
sedangkan untuk kain tebal pembersihan dilakukan langsung pada mesin jet dyeing,
setelah dilakukan pembersihan maka kain akan masuk pada proses pencelupan
warna kain pada mesin jet dyeing, setelah dilakukan pencelupan maka kain akan
dimasukan pada proses pengeringan dan penghalusan kain yang dilakukan oleh
mesin stenter dan setelah dinyatakan produk berhasil sesuai dengan warna dan
ketahan panas yang baik maka kain masuk pada bagian packing untuk di beri cap
dan dipotong sesuai ukuran yang telah di pesan (Suhendar,2018).
Berdasarkan keseluruhan proses,terdapat satu alat yang sangat diutamakan
yaitu jet dyeing, Jet Dyeing adalah alat yang berfungsi untuk memberikan warna
pada kain, merapatan serat kain dan juga sebagai alat pembersihan kain, mesin ini
bekerja dengan sistenm bantingan dimana kain diputar secara vertical dan untuk
penyerapan warna menggunakan sistem “jet” yang dinamakan dengan nozzle yang
membuat zat warna lebih meresap karena adanya tekanan dari nozzle.
Alat yang memiliki fungsi untuk pembersihan dan juga sebagai pemberi
warna kain dengan konsumsi energi yang cukup besar pada PT. Anugrah Trimulia
Tekstil yaitu sebesar 8808,49 kJ/kg sehingga bila terjadi suatu kerusakan akan
sangat merugikan pihak perusahaan dari segi waktu dan tentunya dana.
Berdasarkan keseluruhan masalah tersebut, maka topik diambil yaitu
mengenai proses pada mesin jet dyeing sebagai penghilangan kanji dan pewarna
kain ini dengan steam pada boiler sebagai pemanas utamanya, pengambilan data
dengan melakukan pengamatan terhadap proses,wawancara terhadap staf
perusahaan dan melakukan pencarian data melalui manual book,buku buku pada
perusahaan dan melalui pencarian ilmu bersangkutan melalui internet.
I.2 Rumusan Masalah
Pada proses mesin jet deying tidak adanya Standard Operating Procedure
(SOP) berpotensi menghasilkan resiko dalam proses kerja dan waktu absorbansi
pewarna pada kain yang lebih lama dari waktu absosrbsi pada teori. Hal-hal tersebut
menimbulkan permasalahan penurunan kinerja serta intensitas sistem pada mesin
jet dyeing. Pada penelitian ini, solusi penanggulangan dari permasalahan diatas
akan dilakukan melalui pendekatan manajemen prosedur baik pengoperasian
dengan merancang Standard Operating Procedure (SOP) pengoperasian dan
maintenance hanya pada unit yang paling banyak terdapat masalah dan unit

I-3
pengguna energi terbanyak pada sistem jet dyeing. Dengan membuat SOP
pengoperasian dan maintenance pada unit tersebut diharapkan meningkatkan
intensitas pada penggunaan mesin jet dyeing.
I.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah merancang Standard Operating
Procedure (SOP) untuk memberi peluang peningkatan intensitas pada unit mesin
jet dyeing .
I.4 Batasan Masalah
Adapun bahasan yang akan ada dalam laporan kerja praktik ini hanya
menggunakan mesin jet dyeing dengan kapasitas 400 kg dengan merk Tong-wu
pada PT. Anugrah Trimulia Tekstil, adapun batasan-batasan yang terdapat kala
pengujian adalah :
1. Objek penelitian yang akan dibahas adalah unit mesin jet dyeing.
2. Standard Operating Procedure (SOP) yang dirancang berkaitan dengan segi
manajemen pengoperasian dan perancangan ini tidak meliputi simulasi alat,
sistem kontrol, dan tekno-ekonomi.
3. Acuan standar yang digunakan adalah stadar jet deying yaitu standar yang di
keluarkan Koeshardono, 2012.
I.5 Sistematika Pelaporan
Penulisan tugas akhir ini susun beberapa bab dan sub bab dengan
sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memaparkan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, ruang lingkup dan batasan masalah, dan sistematika pelaporan terkait
dengan mesin stenter.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
Bab ini menguraikan tinjauan pustaka dan masalah mengenai mesin stenter
yang berisikan beberapa sumber referensi untuk mendukung teori dan topik tugas
akhir.
BAB III METODA DAN PROSES PENYELESAIAN
Bab ini terdapat uraian rinci objek dan ruang lingkup penelitian, metodologi
penyelesaian masalah, strategi dan teknik penelitian, metoda pengambilan data atau

I-4
metoda analisis hasil, proses pengerjaan dan masalah yang dihadapi disertai dengan
cara penyelesaiannya guna menjawab masalah yang ditimbulkan dalam
perancangan Standard Operating Procedure (SOP) baru pada mesin stenter.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan hasil dan pembahasan dari hasil yang telah didapatkan
berupa deskripsi data kemudian dihitung dan dicari parameter yang berkaitan
dengan objek masalah tugas akhir. Analisis dan interpretasi data kemudian di
klarifikasi dan di konfirmasi dengan penjelasan secara teoritik, baik secara
kualitatif, kuantitatif atau statistik.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil yang telah diperoleh guna menjawab
tujuan. Saran dibuat berdasarkan pengalaman penulis ditujukan kepada para
mahasiswa/peneliti dalam bidang sejenis yang ingin melanjutkan atau
mengembangkan penelitian yang sudah dilaksanakan

I-5
BAB II
DASAR TEORI

II.1 Proses pada tekstil


Secara umum tekstil diartikan sebagai sebuah barang/benda yang bahan
bakunya berasal dari serat (umumnya adalah kapas, poliester, rayon) yang dipintal
(spinning) menjadi benang dan kemudian dianyam/ditenun (weaving) atau dirajut
(knitting) menjadi kain yang setelah dilakukan penyempurnaan (finishing)
digunakan untuk bahan baku produk tekstil. Produk tekstil disini adalah pakaian
jadi (garment), tekstil rumah tangga, dan kebutuhan industri, secara teknis dan
struktur terbagi dalam tiga sektor industri yang lengkap , 14 alendar dan terintegrasi
dari hulu sampai hilir(Sunaryo,2015), yaitu:
1. Sektor Industri Hulu (upstream), adalah 3 alendar yang memproduksi
serat/fiber (natural fiber dan man-made fiber atau synthetic) dan proses
pemintalan (spinning) menjadi produk benang (unblended dan blended
yarn). Industrinya bersifat padat modal, full automatic, berskala besar,
jumlah tenaga kerja realtif kecil dan out put pertenagakerjanya besar.
2. Sektor Industri Menengah (midstream), meliputi proses penganyaman
(interlacing) benang enjadi kain mentah lembaran (grey fabric) melalui
proses pertenunan (weaving) dan rajut (knitting) yang kemudian diolah lebih
lanjut melalui proses pengolahan pencelupan (dyeing), penyempurnaan
(finishing) dan pencapan (printing) menjadi kain-jadi. Sifat dari industrinya
semi padat modal, teknologi madya dan modern – berkembang terus, dan
jumlah tenaga kerjanya lebih besar dari 1 alendar hulu.
3. Sektor Industri Hilir (downstream), adalah II-1 alendar manufaktur pakaian
jadi (garment) termasuk proses cutting, sewing, washing dan finishing yang
menghasilkan ready-made garment. Pada II-1 alendar inilah yang paling
banyak menyerap tenaga kerja sehingga sifat industrinya adalah padat
karya.
Proses finishing/ penyempurnaan pada 1 alendar tekstil, merupakan proses
basah karena banyak menggunakan bahan kimia dan air. Bahan bakunya adalah
kain tenun dan produk akhirnya kain jadi. Sehingga proses finishing ini banyak
dikeluarkan limbah cair. Mula-mula bahan baku kain tenun dikenakan proses

II-1
singeing untuk membakar bulu-bulu yang ada pada permukaan kain, kemudian
dilakukan proses desizing untuk menghilangkan kanji. Setelah itu dilakukan proses
pemasakan (scouring) untuk menghilangkan minyak/ lemak alam, dan diteruskan
dengan proses bleaching (penggelantangan) untuk menghilangkan pigmen-pigmen
alam dan dilanjutkan proses merserasi untuk menambah kekuatan dan daya serap
kain terhadap zat warna, kemudian dilakukan proses pencelupan (dyeing) untuk
mewarnai kain, dan selanjutnya dilakukan pengeringan kain (drying).

Gambar II. 1 Diagram alir proses finishing- dyeing (pewarnaan).


(Sumber : Ketua LSP Tekstil 2015)

Penyempurnaan produk yang lain dilakukan proses akhir yang terdiri dari
alendaring untuk meratakan kain. Pemeriksaan (inspecting) untuk memeriksa
kualitas kain jadi dan terakhir packaging untuk pengepakan kain jadi (produk).

II-2
Berikut adalah diagram alir proses finishing pewarnaan (dyeing) yang ditujukan
pada Gambar II.1
Kain poliester/serat poliester/polyester fiber adalah serat sintetis yang
diperoleh melalui proses polimerisasi etilen glikol dengan asam terephthalate.
Berbeda dengan serat katun yang bahannya terbuat dari kapas serat poliester tidak
secara alami tersedia di alam melainkan harus melalui proses rekayasa kimiawi
buatan manusia.
Hasil polimerisasi berupa polimer leleh kemudian akan melalui proses
pemintalan (spinning) pada suhu di atas titik leleh poliester yang kemudian
disemprotkan melalui spinneret. Proses penyemprotan polimer leleh
melalui spinneret ini nantinya akan menentukan corak dari kain poliester yang
dihasilkan, misalkan berbentuk persegi, elips dan sebagainya. Hasil dari proses
pemintalan ini kemudian disatukan, ditarik dan diregangkan sesuai spesifikasi kain
yang akan dihasilkan. Hasil peregangan ini kemudian dipotong sebelum masuk ke
dalam proses pemintalan selanjutnya untuk menghasilkan hasil akhir produk kain
polyster (Gustamy,2011).
Serat poliester selain dapat dijadikan kain berbahan 100% poliester juga
dapat dicampurkan dengan serat alami ataupun serat sintetis lainnya misalnya
poliester-katun. Hal ini tidak terlepas dari karakteristik kain poliester yang memiliki
sifat tidak menyerap air, tidak mudah kusut, tidak mudah menyusut dan tahan
terhadap berbagai jenis bakteri. Namun karena tidak menyerap air, kain cenderung
panas dan kaku ketika digunakan walaupun dengan perkembangan teknologi saat
ini di pasaran tersedia beberapa jenis kain poliester yang mampu menyerap keringat
dan nyaman digunakan.
Tabel II. 1 Karakteristik Poliester

Parameter Daya Serap


hidrofobik, Moisture Regain :
Daya serap
0,4%
Daya celup terhadap zat Dapat dicelup dengan zat warna
warna dispersi
tidak tahan terhadap alkali kuat,
tahan terhadap asam, larut
Kimia
dalam metil salisilat dan m
cresol .

II-3
Tabel II. 2 Karakteristik Polyester (Lanjutan)

Parameter Daya Serap


Stabil dalam pencucian setelah
Stabilitas dimensi
mengalami proses heat setting
Pada penarikan 8% dapat
Elastisitas kembali ke bentuk semula
sampai 80%.
(Sumber : Ichwan,2013)
Salah satu cara paling mudah untuk membedakan antara kain polyster
dengan kain berbahan dasar serat alam ialah dengan membakar ujung kain tersebut.
Apabila pada saat dibakar serat kain terbakar dan hangus maka kain tersebut
berbahan dasar serat alam, namun jika dibakar tampak seperti plastik yang meleleh
maka kain tersebut berbahan dasar polyester. Secara umum sifat-sifat polyester
terdapat pada Tabel II.1, poliester mempunyai kekuatan dan mulur yang tinggi
dalam keadaan basah maupun kering, kekuatan dan mulur serat poliester hampir
tidak mengalami perubahan. Kekuatan serat poliester berkisar antara 4,5-7
gram/denier dan mulur berkisar antara 11-25% (ichwan,2013).
a. Sifat Fisika
Sifat fisika adalah perubahan yang dialami suatu benda tanpa membentuk
zat baru. Sifat ini dapat diamati tanpa mengubah zat-zat penyusun materi tersebut.
Sifat fisika antara lain wujud zat, warna, bau, titik leleh, titik didih, massa jenis,
kekerasan, kelarutan, kekeruhan, kemagnetan, dan kekentalan, maka sifat fisika
pada serat polyester (Johnson,2016)
• Kekuatan mulur
Terylene mempunyai kekuatan dan mulur dari 4,5 gram/denier dan 25%
sampai 75 gram/denier dan 7,5 bergantung pada jenisnya. Sedangkan dacron
mempunyai kekuatan dan mulur dari 4,0 gram/denier dan 40% sampai 6,9
gram/denier dan 11%. Kekuatan dan mulur dalam keadaan basahnya sama dengan
dalam keadaan keringnya.
• Elastisitas
Poliester mempunyai elastisitas yang baik sehinga kain poliester tahan
kusut. Jika benang poliester ditarik dan kemudian dilepaskan pemulihan yang
terjadi dalam 1 menit adalah sebagai berikut;
Penarikan 2 % = pulih 97 %

II-4
Penarikan 4 % = pulih 90 %
Penarikan 8 % = pulih 80 %
• Moisture regain
Dalam kondisi standar yaitu suhu 70 oC dengan RH 65%, moisture regain
poliester hanya 0,4%. Sedangkan dalam kelembaban relatif 100%, moisture
regainya hanya 0,6 s/d 0,8 %.
• Modulus
Poliester mempunyai modulus awal yang tiggi. Pada pembebanan 0,9 gram
per denier poliester hanya mulur 1%, dan pada pembebabanan 1,75 gram per denier
poliester hanya mulur 2%, sedangkan rayon asetat, dalam keadaan tersebut sudah
putus, modulus yang tinggi menyebabkan poliester pada tegangan kecil didalam
penggulungan tidak akan mulur.
• Sensitifitas
Pada suhu 230 – 240oC dapat melunak dan pada suhu 255 – 260oC akan
meleleh. Poliester meskipun dapat dibakar, tetapi karena diikuti oleh pelelehan
yang kemudian akan terlepas jatuh, maka nyala api tidak akan menjalar, tetapi bila
dicampur dengan serat lain yang membantu pembakaran kain tersebut akan
terbakar. Poliester tahan terhadap serangga, jamur, bakteri, cuaca dan sinar
matahari. Poliester merupakan isolator yang baik, sedang proses bahan poliester
dapat menimbulkan elektrostatis.
• ·Berat jenis
Berat jenis poliester 1,38 g/cm3.
b. Sifat – sifat kimia
Sifat kimia zat adalah kesanggupan suatu zat untuk mengadakan reaksi
kimia sehingga terjadi perubahan. Sifat kimia zat dapat diketahui dengan beberapa
cara, dan sifat kimia yang terjadi (Johnson,2016), yaitu :
• Sensitifitas
Serat poliester tahan asam lemah sampai suhu mendidih. Tahan asam kuat
dan dingin. Tahan basa lemah, tetapi kurang tahan basa kuat. Tahan zat oksidator,
alkohol, keton, sabun dan zat-zat untuk pencucian kimia. Poliester meleleh diudara
pada suhu 250oC dan tidak menguning pada suhu tinggi. Seperti serat tekstil
lainnya, poliester juga berkurang kekuatannya terhadap penyinaran yang lama

II-5
tetapi tahan sinarnya masih cukup baik dibanding dengan serat lain. Di balik kaca
tahan sinar poliester lebih baik dari kebanyakan serat. Sifat serat poliester adalah
thermoplastis, dimana kekuatannya berbanding terbalik dengan suhu, sedang
perpanjangan sampai putusnya berbanding lurus dengan kenaikan suhunya.
• Penggelembungan
Serat poliester menggelembung dalam larutan 2% asam benzoat, asam
salisilat, fenol dan meta kresol dalam air, dispersi 0,5% mono-khloro benzoat, para-
dikhloro benzena, tetrahidro naftalena, metil benzoat dan metil salisilat, dalam air,
dispersi 0,3% ortofenildan parafenil dalam air
• Kelarutan
Larut dalam meta kresol panas, asam trifluorom asetat, orto khlorofenol,
campuran dari 7 bagian berat trikhlorofenol dan 10 bagian fenol dan campuran 2
bagian tetra khloroetana dan 3 bagian fenol. Pengaruh asam dan alkali terhadap
kekuatan poliester:
• Mengkeret
Benang Terylene apabila dalam air mendidih akan mengkeret sampai 7%
atau lebih. Dacron dalam perendaman selama 70 menit akan mengkeret 10 – 14%.
Beberapa zat organik seperti aseton, khloroform dan trikhlor etilena juga akan
menyebabkan barang atau kain mengkeret pada titik didih. Tetapi apabila kain
sebelumnya telah di “heat set” atau pemantapan panas, didalam air mendidih
ataupun pelarut-pelarut untuk pencucian kering pada titik didih tidak akan
mengkeret. Heat set akan menstabilkan dimensi kain poliester.
Heat set ini dilakukan dengan cara mengerjakan kain dalam dimensi yang
telah diatur (biasanya dalam bentuk lebar pada suhu 30-40oC lebih tinggi dari suhu
penggunaan kain sehari-hari, untuk pakaian biasanya pada suhu 220-230oC.
II.2 Jet dyeing
Jet dyeing adalah suatu tenologi yang secara umum mesin jet dyeing
berfungsi untuk proses desizing (penghilangan kanji), scouring (pemasakan) dan
dyeing (pencelupan), kain yang dapat dimasukan ke mesin jet dyeing diantaranya
ialah poliester, cotton, dan campuran, terdapat bagian bagian pada mesin jet dyeing
diantaranya ialah whinch reel, nozzle, pompa sirkulasi, tank feeding, dan heat
exchanger (Kendra,2014).

II-6
II.2.1 Bagian bagian pada jet dyeing
Elemen dan peralatan penting yang terdapat pada mesin jet dyeing :
Nozzle merupakan suatu peralatan berbentuk terompet yang memungkinkan
daya dorong(jet) terjadi. Alat ini dipasang pada leher mesin dan dapat diganti
menurut keperluaannya disesuaikan dengan tebal tipisnya kain. Apabila nozzle
yang dipakai terlalu kecil sedang kain yang diproses cukup tebal, maka kain akan
menyumbat nozzle sehingga tidak terjadi sirkulasi kain terlalu tipis. Maka akan
terjadi slip sehingga tidak terjadi sirkulasi kain. Pada Gambar 2.2 terlihat
mekanisme pada nozzle, dimana bentuk yang mengkerucut dan mengandalkan
tekanan dapat menginjeksi cairan sehingga saat keluaran nozzle memiliki tekanan
dan kecepatan yang sangat tinggi.

Tabel II. 3 Nozzle


Winch reel, merupakan roda berputar aktif membantu sirkulasi kain
dipasang di bagian atas didalam mesin, seperti pada Gambar 2.3 winch reel yang
digerakan oleh motor akan mnggerakan kain sehingga kain akan berputar.

Tabel II. 4 Winch Reel

II-7
Feeding tank adalah tempat penyimpanan zat zat yang akan di masukan
pada mesin di tunjukan pada Gambar 2.4 karena mesin bekerja pada temperatur dan
tekanan tinggi maka tidak mungkin penyuapan larutan/zat-zat dilakukan secara
langsung dengan membuka bejana utama. Oleh karena itu larutan/zat-zat yang akan
ditambahkan ditampung dalam feeding tank dan melalui pompa disuapkan ke dalam
bejana utama. Feeding tank ini juga menampung larutan yang tumpah dari bejana
utama untuk disuapkan kembali

Tabel II. 5 Feed Tank, Pompa Sirkulasi, Penukar Panas


a. Level indicator, merupakan penunjuk batas larutan minimal dan maksimal
sehingga sirkulasi larutan berlangsung sesuai dengan kapasitas pompa
b. Heat exchanger, yang berfungsi untuk menaikkan atau menurunkan
temperatur
c. Entagling alarm, yang akan berbunyi apabila kain macet, tidak tersirkulasi
d. Peralatan pengatur program yang berfungsi untuk menaik turunkan
temperatur.
e. Pompa sirkulasi, untuk mensirkulasi larutan minimal sekali dalam satu
menit. Menit tinggi kemampuan sirkulasi pompa akan menghasilkan
pencelupan yang lebih rata dan lebih tua
f. Pompa isap tekan, untuk menyedot larutan dari feeding tank dan diusapkan
ke dalam bejana utama

II-8
g. Unloading wheel, berfungsi untuk membantu penarikan kain keluar dari
mesin
II.2.2 Alur proses pada jet dyeing
Proses Jet dyeing sebagai pewarna kain memiliki beberapa proses yang
dapat dilihat pada Gambar II.1 .

Data Sheet Pre treatment Job Sheet

Zat Kimia
Pembersih
Desizing Limbah kanji

Zat warna dan zat


pembantu
Dyeing Limbah zat warna

Finishing

Gambar II.1 Proses Unit Jet dyeing


a. Pre-treatment
Proses pre-treatment di perlukan untuk menyiapkan segala kebutuhan
sebelum memulai proses seperti pengukuran kain dengan ukuran yang telah di
tentukan, mentiapkan zat yang di butuhkan yaitu caustik ysng digunakan untuk
proses penghilangan kanji, leveling untuk perata zat warna, oxidator untuk
membenatu menghilangan kanji, cuka untuk menambah pH air, zat dispersing
untuk membantu penhyerapan, sabun untuk pencucian pada proses screaping, dan
zat anti creas untuk membuat kain agar tidak kusut. Pre-treatment juga dilakukan
pengecekan kondisi unit dimana pengecekan meliputi kebersihan chamber, valve

II-9
pada steam dan lainnya agar saat proses di jalankan tgidak terjadi masalah pada
produk.
b. Screaving
Pembersihan reduksi digunakan untuk menghancurkan dan menghilangkan
zat warna dispersi yang diendapkan pada serat poliester. Karena pemborosan besar
air, energi dan waktu karena pembilasan diperlukan untuk menghilangkan zat
pereduksi. Sangat mencemari karena tingginya konduktivitas yang dihasilkan.
Pembersihan reduksi dilakukan pada pencelupan kain poliester.
c. Dyeing
proses pemberian warna pada kain dengan mengandalkan temperature dan
juga tekanan, proses pewarnaan ini dilakukan selama waktu ±1,5 jam.

II.3 Standard Operating Prosedure (SOP)


II.3.1 Definisi SOP
Standard Operating Prosedure merupakan suatu pedoman atau acuan untuk
melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja
instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis, administratif dan
prosedural sesuai tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerjapada unit kerja yang
bersangkutan. (Tjipto Atmoko,2014)
II.3.2 Manfaat Standar Operasional Prosedur
Manfaat Standar Operasional Prosedur yakni :
1. Sebagai standarisasi cara yang dilakukan pegawai dalam
menyelesaikan pekerjaan.
2. Mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin dilakukan
oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas.
3. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab individual pegawai dan organisasi secara
keseluruhan.
4. Membantu pegawai menjadi lebih mandiri dan tidak bergantung pada
intervensi manajemen, sehingga akan mengurangi keterlibatan
pimpinan dalam pelaksanaan proses sehari-hari.
5. Meningkatkan akuntibilitas pelaksanaan tugas.

II-10
6. Menciptakan ukuran standar kinerja yang akan memberikan pegawai
cara konkrit untuk memperbaiki kinerja serta membantu
mengevaluasi usaha yang telah dilakukan.
7. Memastikan pelaksanaan tugas penyelenggaraan pemerintahan dapat
berlangsung dalam berbagai situasi.
8. Memberikan informasi mengenai kualifikasi kompetensi yang harus
dikuasai oleh pegawai dalam melaksanakan tugasnya.
9. Memberikan informasi dalam upaya peningkatan kompetensi
pegawai.
10. Memberikan informasi mengenai beban tugas yang dipikuloleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya.
11. Sebagai instrument yang dapat melindungi pegawai dari
kemungkinan tuntutan hukum karena tuduhan melakukan
penyimpangan.
12. Menghindari tumpang tindih pelaksanaan tugas.
13. Membantu penelusuran terhadap kesalahan-kesalahan prosedural
dalam memberikan pelayanan.
14. Membantu memberikan informasi yang diperlukan dalam
penyusunan Standar Pelayanan, sehingga sekaligus dapat
memberikan informasi bagi kinerja pelayanan. [Peraturan Menteri
Riset, Teknologi dan Pendidikan tinggi Republik Indonesia Nomor 71
tahun 2017]

II.3.3 Tujuan Standard Operating Prosedure (SOP)


Merancang SOP memiliki beberapa tujuan, antara lain :
1. Agar petugas/pegawai menjaga konsistensi dan tingkat kinerja
petugas/pegawai atau tim dalam organisasi atau unit kerja.
2. Agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam
organisasi.
3. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari
petugas/pegawai terkait.
4. Melindungi organisasi/unit kerja dan petugas/pegawai dari
malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya.

II-11
5. Untuk menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan, duplikasi, dan
inefisiensi.

II.3.4 Penyusunan Standard Operating Procedure (SOP)


A. Prinsip Penyusunan SOP
Dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan tinggi Republik
Indonesia Nomor 71 tahun 2017, dalam menyusun SOP harus memiliki beberapa
prinsip yang nantinya penyusunan SOP akan berorientasi pada prinsip tersebut.
1. Efisiensi dan efektivitas. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus
merupakan prosedur yang paling efisien dan efektif dalam proses
pelaksanaan tugas.
2. Berorientasi pada pelanggan. Prosedur-prosedur yang distandarkan
harus mempertimbangkan kebutuhan pengguna (customer’s needs),
sehingga dapat memberikan kepuasan kepada pengguna.
3. Kejelasan dan kemudahan. Prosedur-prosedur yang distandarkan
harus dapat dengan mudah dimengerti dan diterapkan oleh semua
aparatur bahkan bagi seseorang yang sama sekali baru dalam
pelaksanaan tugasnya;
4. Keselarasan. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus selaras
dengan prosedur-prosedur standar lain yang terkait.
5. Keterukuran. Output dari prosedur-prosedur yang distandarkan
mengandung standar kualitas atau mutu baku tertentu yang dapat
diukur pencapaian keberhasilannya.
6. Dinamis. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus dengan cepat
dapat disesuaikan dengan kebutuhan peningkatan kualitas pelayanan
yang berkembang dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan.
7. Kepatuhan hukum. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kepastian hukum. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus ditetapkan
oleh pimpinan sebagai sebuah produk hukum yang ditaati, dilaksanakan, dan
menjadi instrumen untuk melindungi aparatur atau Pelaksana dari kemungkinan
tuntutan hukum.

II-12
Dari seluruh prinsip tersebut, yang menjadi perhatian dalam penyusunan
SOP pada sistem CS2 Recovery Through hanya memperhitungkan 4 (empat) hal,
yaitu efisiensi dan efektivitas yang berarti prosedur yang dilakukan sesuai dan tepat
sehingga proses mencapai kinerja yang efisien; kejelasan dan kemudahan dengan
menyusun SOP mengunakan format diagram alir bercabang sehingga SOP dapat
dengan mudah dipahami; keterukuran dengan didukung adanya data yang dapat
diukur sehingga dapat diketahui tingkat keberhasilan SOP dari hasil pengukuran
tersebut; serta kepatuhan hukum yang dalam perancangan SOP sistem CS 2
Recovery Through merujuk pada Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan
Pendidikan tinggi Republik Indonesia.
B. Langkah-Langkah Penyusunan SOP
1. Tentukan proses atau aktivitas yang akan dibuatkan SOP.
2. Tentukan ruang lingkup proses atau aktivitas.
3. Tentukan pihak -pihak yang terlibat dalam SOP, termasuk:
• Pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan SOP.
• Pihak yang mengesahkan SOP.
• Pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan SOP.
4. Tentukan input dan output proses atau aktivitas.
5. Tentukan tolak ukur atau indikator keberhasilan SOP.
6. Jika ada, lampirkan dokumen-dokumen, baik kebijakan dan peraturan
internal organisasi atau perusahaan, maupun kebijakan dan peraturan
pihak eksternal, termasuk kebijakan dan peraturan pemerintah, yang
terkait dengan proses atau aktivitas yang akan dibuatkan SOP, sebagai
lampiran dan atau sebagai referensi dalam pembuatan SOP.
7. Tentukan dan definisikan istilah-istilah yang akan digunakan dalam
SOP.
8. Buat Diagram Alir (Flowchart) awal menyangkut proses atau aktivitas
yang akan dibuatkan SOP.
9. Wawancara para pihak yang terlibat dalam proses atau aktivitas yang
akan dibuatkan SOP. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui
informasi mengenai pelaksanaan proses atau aktivitas yang
sebenarnya secara lebih rinci.

II-13
10. Sempurnakan Diagram Alir (Flowchart) awal (8) berdasarkan
informasi dari hasil wawancara.
11. Jika diperlukan, selain SOP dalam format Flowchart, buat juga SOP
dalam format Narasi berdasarkan Flowchart yang telah
disempurnakan.
12. Lakukan uji coba atau uji lapangan terhadap SOP. Hasil uji coba SOP
akan digunakan untuk meningkatkan efektivitas implementasi SOP.
13. Sahkan SOP. Apabila dalam uji coba atau uji lapangan SOP sudah
tidak ada permasalahan, dan SOP dianggap sudah memenuhi
persyaratan untuk diimplementasikan, SOP disahkan.
14. Distribusikan dan sosialisasikan SOP ke pihak-pihak yang terkait.
[Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan tinggi Republik
Indonesia Nomor 71 tahun 2017.
C. Unsur SOP
Unsur SOP merupakan unsur inti dari SOP yang terdiri dari identitas SOP
dan prosedur SOP. Identitas SOP berisi data-data mengenai identitas SOP,
sedangkan Prosedur SOP berisi kegiatan, Pelaksana, mutu baku dan keterangan.
a. Bagian Identitas
Bagian identitas unsur prosedur dalam SOP dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1) logo Kementerian dan nama Unit Organisasi, nomenklatur
satuan/Unit Organisasi pembuat;
2) nomor SOP, nomor prosedur yang di-SOP-kan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
3) tanggal pembuatan, tanggal pertama kali SOP dibuat berupa
tanggal selesainya SOP dibuat bukan tanggal dimulainya
pembuatannya;
4) tanggal revisi, tanggal SOP direvisi atau tanggal rencana ditinjau-
ulangnya SOP yang bersangkutan;
5) tanggal efektif, tanggal mulai diberlakukan SOP atau sama dengan
tanggal ditandatanganinya Dokumen SOP;
6) pengesahan oleh pejabat yang menduduki jabatan pimpinan tinggi.

II-14
7) judul SOP, judul prosedur yang di-SOP-kan sesuai dengan
kegiatan yang sesuai dengan tugas dan fungsi yang dimiliki;
8) dasar hukum, berupa peraturan perundang-undangan yang
mendasari prosedur yang di-SOP-kan beserta aturan
pelaksanaannya;
9) keterkaitan, memberikan penjelasan mengenai keterkaitan
prosedur yang distandarkan dengan prosedur lain yang
distandarkan.
10) peringatan, memberikan penjelasan mengenai kemungkinan-
kemungkinan yang terjadi ketika prosedur dilaksanakan atau tidak
dilaksanakan.
11) kualifikasi Pelaksana, memberikan penjelasan mengenai
kualifikasi Pelaksana yang dibutuhkan dalam melaksanakan
perannya pada prosedur yang distandarkan.
12) peralatan dan perlengkapan, memberikan penjelasan mengenai
daftar peralatan utama (pokok) dan perlengkapan yang dibutuhkan.
13) pencatatan dan pendataan, memuat berbagai hal yang perlu didata
dan dicatat. [Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan
tinggi Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2017]
b. Bagian Flowchart
Bagian flowchart merupakan uraian mengenai langkah-langkah (prosedur)
kegiatan beserta mutu baku dan keterangan yang diperlukan. Bagian flowchart ini
berupa diagram alir (flowcharts) yang menjelaskan langkah-langkah kegiatan
secara berurutan dan sistematis dari prosedur yang distandarkan yang berisi:
1) nomor kegiatan;
2) uraian kegiatan yang berisi langkah-langkah (prosedur);
3) Pelaksana yang merupakan pelaku kegiatan; dan
4) mutu baku yang berisi kelengkapan, waktu, output dan
keterangan. [Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan
Pendidikan tinggi Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2017]

II-15
D. Format SOP
Dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan tinggi Republik
Indonesia Nomor 71 tahun 2017, terdapat 4 (empat) faktor yang dapat dijadikan
dasar dalam penentuan format penyusunan SOP yang dapat dipakai oleh suatu
organisasi, yaitu :
1. Berapa banyak keputusan yang akan dibuat dalam suatu prosedur;
2. Berapa banyak langkah dan sub langkah yang diperlukan dalam
suatu prosedur;
3. Siapa yang dijadikan target sebagai Pelaksana;
4. Apa tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan SOP.
Format terbaik SOP adalah format yang sederhana dan dapat
menyampaikan informasi yang dibutuhkan secara tepat serta memfasilitasi
implementasi SOP secara konsisten sesuai dengan tujuan penyusunan SOP.
Format SOP yang dipersyaratkan dalam kebijakan reformasi birokrasi
memiliki format yang telah distandarkan tidak seperti Format SOP pada umumnya.
Adapun Format SOP yang dipergunakan dalam kebijakan reformasi birokrasi
adalah sebagai berikut:
1. Format Diagram Alir Bercabang (Branching Flowcharts)
Format yang dipergunakan dalam SOP adalah format diagram alir
bercabang (branching flowcharts) dan tidak ada format lainnya yang
dipakai. Hal ini diasumsikan bahwa prosedur pelaksanaan tugas dan
fungsi Unit Organisasi memuat banyak kegiatan dan memerlukan
pengambilan keputusan yang banyak. Oleh sebab itu, untuk
menyamakan format maka seluruh prosedur dibuat dalam bentuk
diagram alir bercabang (branching flowcharts) termasuk juga
prosedur yang singkat dengan/atau tanpa pengambilan keputusan.
2. Menggunakan hanya 5 (Lima) Simbol Diagram Alir (Flowcharts)
Simbol yang digunakan dalam SOP hanya terdiri dari 5 (lima)
simbol, yaitu: 4 (empat) simbol dasar flowcharts (basic symbol of
flowcharts) dan 1 (satu) simbol penghubung ganti halaman (off-page
conector). Simbol-simbol yang biasa digunakan ialah :

II-16
a. Terminal Simbol yang menunjukan
point awal (start) atau akhir (stop)
dari suatu kegiatan
b. Persegi Simbol yang menunjukan
panjang suatu kegiatan/operasi
c. Belah Simbol yang menunjukan
ketupat kegiatan yang
membutuhkan pengambilan
keputusan
d. Anak Panah Simbol yang
merepresentasikan alur
kerja
e. Segi lima Sebagai titik konektor yang
menghubungkan halaman
yang berbeda
II.4 Metode perhitngan intensitas jet dyeing dan efisiensi boiler
Kinerja proses pencelupan pada unit jet dyeing bekerja dengan seberapa
banyak energi panas yang dibutuhkan sebagai parameter utama. Pada unit jet dyeing
PT. Anugrah Trimulia Tekstil panas di distribusikan dari boiler, dimana boiler pada
perusahaan ini merupakan boiler modifikasi yang memiliki efisiensi dibawah
standar dengan perhitungan dengan metode dirrect.
• Efisiensi boiler
𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
=
𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝐼𝑛𝑝𝑢𝑡
𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 = 𝑚̇ 𝑠 × (ℎ𝑔 − ℎ𝑓 )
𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝐼𝑛𝑝𝑢𝑡 = 𝑚̇𝑏𝑏 × 𝐺𝐶𝑉
o Keterangan :
o 𝑚̇𝑠 = 𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 (𝑘𝑔⁄ℎ)
o ℎ𝑔 = 𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙𝑝𝑖 𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 (𝑘𝐽⁄𝑘𝑔)
o ℎ𝑓 = 𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙𝑝𝑖 𝑓𝑒𝑒𝑑𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 (𝑘𝐽⁄𝑘𝑔)
o 𝑚̇𝑏𝑏 = 𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑎𝑙𝑖𝑟 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟 (𝑘𝑔⁄ℎ)
o 𝐺𝐶𝑉 = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑘𝑎𝑙𝑜𝑟 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟 (𝑘𝐽⁄𝑘𝑔)

II-17
Dalam menghitung kinerja dari unit jet dyeing sebagai pencelupan dapat
dinyatakan dengan rumus intensitas konsumsi energi (IKE) yang merupakan
perbandingan antara energi input total dengan massa output.
• Intensitas jet dyeing
steam out x entalpi steam+daya motor
Intensitas = berat kain

Perhitungan intensitas menggunakan perbandingan dengan standar yang


dikeluarkan oleh perusahaan Citive pada tahun 2014.
Tabel II. 6 Standar Jet Dyeing
(Sumber : Koeshardono, 2012)
Jenis kain Poyester
Dyeing
Konsumsi energi 3000-8500 kj/kg
Dyring
konsumsi energi 539kj/kg
Stentering
konsumsi energi 607 kj/kg

II-18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Diagram Alir Penelitian


Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode penelitian mulai dari studi
pustaka hingga menjadi rancangan SOP. Untuk metodologinya dapat dilihat pada
Gambar III.1 berikut ini.

MULAI

Pre-Audit

Audit Rinci
• Pengambilan data
• Pengolahan data
• Perbandingan dengan
standar

YA
SESUAI DENGAN STANDAR SELESAI

TIDAK
INTENSITAS TURUN

INTENSITAS NAIK
PERANCANGAN SOP

PERHITUNGAN SETELAH INTENSITAS SETELAH


PERANCANGAN SOP PERANCANGAN SOP

Gambar III. 1 Diagram Tahapan Perancangan Standard Operating Procedue


(SOP)

III-1
Diagram tahapan perancangan Standard Operating Procedure (SOP) dapat
dijelaskan tujuan dan tahapan-tahapannya sebagai berikut,
1. Pre Audit
Sebelum memulai sebuah penelitian tentunya membuat rancangan yaitu
menentukan format. Bentuk format yang dipilih bisa yaitu mendisain sendiri
Standard Operating Procedure (SOP) sesuai kebutuhan atau mengadopsi Standard
Operating Procedure (SOP) dari pihak luar. Dan melakukan analisisa pada
lingkungan dengan melakukan beberapa teknik pendekatan dibawah ini:
a. Teknik brainstorming yaitu biasanya dilakukan pada kondisi dimana tidak
memiliki cukup informasi yang diperlukan dalam pengembangan Standard
Operating Procedure (SOP)
b. Teknik wawancara dilakukan jika ingin mendapatkan informasi secara
mendalam dari seorang key informan, yaitu orang yang menguasai secara
teknis berkaitandengan prosedur-prosedur yang akan distandarkan.
c. Teknik survey dilakukan jika tim ingin memperoleh informasi dari
sejumlah besar orang yang terkait dengan prosedur.
d. Teknik benchmark yaitu dilakukan jika memandang bahwa terdapat
banyak unit sejenis yang sudah memiliki Standard Operating Procedure
(SOP) dapat dijadikan contoh untuk pengembangan Standard Operating
Procedure (SOP).
e. Telaah dokumen dilakukan untuk memperoleh informasi sekunder.
Tujuan dari pre audit sendiri yaitu untuk mengenal industri yang menjadi
objek penelitian. Selain itu, konsumsi listrik energi di industri sangat penting
untuk diketahui.
Pengambilan data proses dilakukan dengan mengambil data sekunder dari
laporan kerja praktik Ilham Nurrofik di PT Anugrah Trimulia Tekstil berkaitan
dengan data operasi pada unit jet dyeing yang meliputi berat kain, tekanan, data
kelistrikan serta temperatur udara,. Proses pengambilan data dapat dilihat pada
Tabel III.1.
2. Audit Rinci
Pelaksanaan audit dapat menginterpretasikan profil unit jet dyeing yang
menjadi objek penelitian untuk mengetahui karakteristik dan kinerja unit jet dyeing.

III-2
Kegiatan audit tersebut sebagai sarana untuk mengetahui SOP yang dipakai untuk
mengoperasikan mesin stenter dari industri yang bersangkutan serta mempelajari
sistem produksinya. Setelah itu, akan diketahui Intensitas Konsumsi Energi (IKE)
dari data yang diperoleh dari audit dengan total energi yang dipakai per satuan
produksi, untuk data yang akan saya cari pada audit dapat dilihat pada tabel III.1.

Tabel III. 1 Tabulasi Data Proses Unit Jet Dyeing

panjang berat kain jumlah Tekanan suhu (OC) Daya


tanggal waktu
kain (m) (kg) air (L) (bar) scraping dyeing (kW)

3. Pengolahan Data
Data yang telah didapatkan akan diolah dengan cara perhitungan.
Perhitungan tesebut dilakukan untuk mengetahui intensitas konsumsi energi dari
unit jet dyeing yang akan menunjukan kondisi kinerja unit sehingga dapat
dilakukan identifikasi dan analisis terhadap kemungkinan peningkatan kinerja dari
mesin stenter.
4. Pembahasan
Pembahasan dengan menganalisis data proses yang didapatkan yang
kemudian akan dibandingkan dengan teori mengenai proses pewarnaan kain pada
unit jet dyeing untuk didapatkan kesimpulan terhadap parameter-parameter yang
memengaruhi proses produksi dan dilakukan analisis peluang-peluang perbaikan
pada proses.
5. Perancangan Standard Operating Procedure (SOP)
Perancangan Standard Operating Procedure (SOP) ini dilakukan dengan
melakukan pendekatan antara SOP yang berlaku di perusahaan setelah hasil
pengolahan data dan mengamati pola pengoperasian oleh operator (SOP tidak
tertulis).
6. Penyusunan Laporan
Penyusunan laporan dilakukan setelah hasil perancangan difinalisasi.

III-3
III.2 Kinerja Unit Jet Dyeing
Kinerja dari unit jet dyeing dapat diketahui dengan melakukan kegiatan
audit awal. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui proses yang berlangsung pada
unit jet dyeing yang menjadi objek penelitian dalan tugas akhir ini. Unit yang
digunakan adalah unit jet dyeing dengan merk TONG-WU yang memiliki kapasitas
sebesar 400 liter, dimensi dari unit jet dyeing tersebut dapat dilihat pada Gambar
III.2.
III.3 Parameter Pada Unit Jet Dyeing
Unit jet dyeing memiliki beberapa parameter yang dapat diukur pada setiap
partnyanya. Parameter yang dapat ukur antara lain temperatur dan tekanan unit jet
dyeing. Unit jet dyeing adalah unit yangh bekerja dengan sistem batch, dimana
setiaap pekerjaan dilakukan dengan cara bergantian sehingga setelah satu kain telah
selesai dicelup maka akan digantikan dengan kain yang lain. Pengukuran dilakukan
sebanyak 3 batch dimana pada data kelistrikan dilakukan dengan rentan waktu 10
menit sedangkan untuk data proses dilakukan dengan rentan waktu 5 menit.
Pengukuran dilakukan mulai dari pukul 08:30 WIB hingga pukul 20:00 WIB
dimana pengambilan data mengikuti jam kerja karyawan. Hasil pengukuran dapat
dilihat pada tabel III.5 hingga tabel III.10.
Tabel III. 2 Data Input

Jumlah Tekana
Panjang kain Berat kain Suhu (
air n
Tanggal
Creavin Dyein
(Yard) (kg) (L) (Bar)
g g

2000 385 3000 2.2 110 130

8/4/201
2000 386 3000 1.9 110 130
9

2000 384 3000 2.1 110 130

III-4
Tabel III. 3 Bahan Baku

Bahan Baku
Creaving (gram) Dyeing (gram)
Coustic 4000 Rubine Segfl 288
Sabun 500 Navy Blue Eco 3840
Anticreas 3200 Black Eco 768
Oxidator 3200 Dispersing 3200
- - Oxidator 3200
- - Leveling 3200

III-5
Tabel III. 4 Data Proses

Waktu Panjang kain Berat kain Jumlah air Tekanan Suhu Berat kain keluar
Batch Proses Keterangan
(Jam) (Yard) (kg) (L) (Bar) Creaving Dyeing (kg)
8:50 70 - Runing
8:55 75.2 - Runing
9:00 81.6 - Runing
Scraping 9:05 88.8 - Runing
9:10 96.3 - Runing
9:15 104.2 - Runing
9:20 110 - Runing
09:20-09:40 Cooling
9:40 - 74.5 Runing
1 9:45 2000 385 3200 2.2 - 78.2 654.5 Runing
9:50 - 83.8 Runing
9:55 - 91.2 Runing
10:00 - 98.3 Runing
Dyeing 10:05 - 105.6 Runing
10:10 - 112.8 Runing
10:15 - 119.9 Runing
10:20 - 126.7 Runing
10:25 - 130 Runing
10:30-11:40 - 130 Runing
11:40-12:10 Shifting

III-6
Lanjutan tabel III.3
13:00 70 - Runing
13:05 74.3 - Runing
13:10 79.7 - Runing
Scraping 13:15 87.9 - Runing
13:20 96.4 - Runing
13:25 103.8 - Runing
13:30 110 - Runing
13:30-13:50 Cooling
13:50 - 75.6 Runing
2 2000 386 3200 1.9 656.2
13:55 - 79.9 Runing
14:00 - 84.9 Runing
14:05 - 91.6 Runing
14:10 - 99.5 Runing
Dyeing
14:15 - 106.8 Runing
14:20 - 114.8 Runing
14:25 - 121.8 Runing
14:30 - 130 Runing
14:35-15:50 - 130 Runing
15:50-16:10 Shifting

III-7
Lanjutan Tabel III.3
16:10 80 - Runing
16:15 85.8 - Runing
16:20 92.8 - Runing
Scraping 16:25 99.8 - Runing
16:30 107.3 - Runing
16:35 110 - Runing
16:40 110 - Runing
16:50-17:10 Cooling
17:10 2.1 - 74.5 Runing
17:15 - 80.4 Runing
17:20 - 87.8 Runing
17:25 - 94.5 Runing
3 2000 384 3200 652.8
17:30 - 101.7 Runing
17:35 - 107.4 Runing
17:40 - 115.7 Runing
17:45 - 123.9 Runing
Dyeing
17:50 - 130 Runing
17:55 1.2 - 128.8 Open window
18:00 1.4 130 Slip
18:05 127.5 Maintenance
1.3
18:10 125.3 Maintenance
18:15 1.9 128.9 Runing
18:20 130 Runing
2
18:20-19:10 130 Runing

III-8
Tabel III. 5 Data Kelistrikan

tegangan (V) arus (I) cos phi Daya (kw)


Proses waktu Daya 3 Phasa
R S T R S T R S T R S T
Pre-treatment 8:30
9:00 380 380 380 18.7 18.7 18.92 0.22 0.672 0.46 1.56 4.78 3.31
Scriping
9:10 380 380 380 18.4 18.9 18.97 0.23 0.576 0.34 1.61 4.14 2.45
Pengeluaran air 09:20-09:40
9:40 380 380 380 18.6 18.8 18.6 0.21 0.545 0.56 1.48 3.89 3.96
10:00 380 380 380 18.3 18.6 18.5 0.22 0.652 0.52 1.53 4.61 3.66
10:20 380 380 380 18.7 18.5 18.7 0.23 0.487 0.43 1.63 3.42 3.06
9.162
Dyeing 10:40 380 380 380 18.8 18.8 18.5 0.22 0.765 0.42 1.57 5.47 2.95
11:00 380 380 380 18.3 18.9 18.9 0.23 0.654 0.45 1.60 4.70 3.23
11:20 380 380 380 18.4 18.6 18.7 0.24 0.678 0.48 1.68 4.79 3.41
11:40 380 380 380 18.8 18.7 18.4 0.23 0.557 0.34 1.64 3.96 2.38
Pembersihan 11:40-12:10

Rata-rata 380 380 380 18.556 18.722 18.688 0.226 0.621 0.444 1.590 4.417 3.156
Pre-treatment 13:00
13:20 380 380 380 18.3 18.2 18.87 0.24 0.668 0.49 1.67 4.62 3.51
Scriping
13:30 380 380 380 18.5 18.6 18.89 0.22 0.564 0.43 1.55 3.99 3.09
9.338
Pengeluaran air 13:30-13:50
13:50 380 380 380 18.4 18.7 18.6 0.22 0.534 0.57 1.54 3.79 4.03
Dyeing
14:10 380 380 380 18.7 18.6 18.5 0.22 0.662 0.52 1.56 4.68 3.66

III-9
Lanjutan Tabel III.4
14:30 380 380 380 18.2 18.4 18.6 0.24 0.477 0.47 1.66 3.34 3.32
14:50 380 380 380 18.7 18.7 18.5 0.22 0.664 0.46 1.56 4.72 3.23
15:10 380 380 380 18.5 18.6 18.4 0.24 0.684 0.48 1.69 4.83 3.36
15:30 380 380 380 18.3 18.3 18.7 0.23 0.672 0.48 1.60 4.67 3.41
15:50 380 380 380 18.5 18.7 18.6 0.24 0.587 0.44 1.69 4.17 3.11
Pembersihan 15:50-16:10
Rata-rata 380 380 380 18.456 18.533 18.629 0.230 0.612 0.482 1.613 4.312 3.413
Pre-treatment 16:10
16:30 380 380 380 18.5 18.9 18.89 0.22 0.667 0.45 1.55 4.79 3.23
Scriping
16:50 380 380 380 18.7 18.7 18.94 0.23 0.578 0.38 1.63 4.11 2.73
Pengeluaran air 16:50-17:10
17:10 380 380 380 18.3 18.7 18.9 0.21 0.534 0.58 1.46 3.79 4.17
17:30 380 380 380 18.9 18.9 18.3 0.22 0.662 0.48 1.58 4.75 3.34
17:50 380 380 380 18.3 18.6 18.8 0.24 0.478 0.44 1.67 3.38 3.14 9.216
Dyeing 18:10 380 380 380 18.4 18.8 18.6 0.23 0.762 0.47 1.61 5.44 3.32
18:30 380 380 380 18.7 18.7 18.7 0.22 0.663 0.45 1.56 4.71 3.20
18:50 380 380 380 18.2 18.5 18.3 0.24 0.674 0.45 1.66 4.74 3.13
19:10 380 380 380 18.4 18.6 18.8 0.22 0.565 0.38 1.54 3.99 2.71
Pembersihan 19:10-19:30
Rata-rata 380 380 380 18.489 18.711 18.692 0.226 0.620 0.453 1.584 4.412 3.220

III-10
Tabel III. 6 Data Steam

steam

Time flowrate flowrate massa flowrateflowrate berat


pressure (bar) steam steam jenis steam steam Steam kain Steam entalphy
(m3) (m3/hr) steam (kg/hr) (kg/s) dHfg (kg) out steam
09:00- 1.72147E-
9.5 177.65
11:40 0.30794 0.012831 4.83 0.061973 05 2056.804 654.5 1680.84 2509.913
13:20- 1.64306E-
9.1 175.9
15:50 0.30794 0.012831 4.61 0.05915 05 2061.403 656.2 1680.84 2509.913
16:30-
9.3 176.8
19:10 0.30794 0.012831 4.71 0.060433 1.6787E-05 2059.104 652.8 1680.84 2509.913

III-11
III.4 Standard Operating Procedure (SOP) Perusahaan
Standar Operating Procedure (SOP) untuk Unit jet dyeing yang terdapat
pada PT. Anugrah Trimulya Tekstil berdasarkan pengamatan dan wawancara
adalah sebagai berikut.
Persiapan:
1. Ukur kain dengan panjang 2000 yard.
2. Siapkan zat yang dibutuhkan sesuai dengan planning.
3. Siapkan unit untuk siap produksi.
4. Siapkan zat warna yang akan digunakan.
Operasi :
1. Nyalakan main pump untuk mengalirkan air.
2. Masukan kain melali window.
3. Buka katub valve uap secara penuh
4. Pantau suhu hingga 100oC dan putar winch will dengan kecepatan 300 rpm.
5. Lalu masukan zat creving pada dyestuff , dimana alat ini adalah alat yang di
gunakan untuk mengaduk dan mengalirkan zat pada chamber.
6. Amati proses dan jaga tekanan minimal 1,8 bar.
7. Amati warna hingga sesuai dengan planning.
Prosedur Shut Down:
1. Setelah mesin berhenti, nyalakan main pump untuk mengeluarkan limbah.
2. Tunggu suhu turun hingga 800C.
3. Keluarkan kain dari unit.
4. Bersihkan unit.

III-12
BAB IV
PERANCANGAN SOP DAN PEMBAHASAN

IV.1 Pemetaan Proses Jet Dyeing


Unit jet dyeing yang digunakan di PT Anugrah Trimulya Tekstil ini terdiri
dari beberapa bagian, diantaranya window, winch will, dyeing vessel atau chamber,
heat exchanger dan dyestuff dan separator yang memiliki fungsi yang berbeda pada
setiap kegiatan produksinya.
Serangkaian alat tersebut digunakan untuk membersihkan kain polyester
dan juga memberikan warna pada kain. Pemberian warna dilakukan dengan
mengunakan panas dari boiler yang di alirkan melalui pipa lalu masuk pada HE
yang nantinya akan memanaskan air hingga suhu yang di tentukan menggunakan
steam yang memiliki tekanan tertentu. Dengan asumsi bahwa steam output dari
boiler adalah uap jenuh, pada data III.6 adalah data yang dibuat dari hasil
perhitungan dan menggunakan tabel steam.
Neraca massa proses pengambilan unit jet dyeing dapat dilihat pada gambar
IV.1.
• Limbah
Pewarnaan
• Kanji

Kain Grey
(kain Polyester)
• Zat Warna JET DYEING TONG
Kain Berwarna
• Leveling WU 400 kg
• Dispersing
• Cuka

• Steam Boiler
• Motor 22 kW
• T =1300C
• t = 2 jam
• P = 1,8 bar
• Air = 3000 liter
• Nozzle = 30 cm3/s
• RPM = 910

Gambar IV. 1 Neraca Massa Unit Jet Dyeing

IV-1
Proses yang terjadi pada unit jet dyeing adalah membuat kain grey menjadi
kain berwarna dimana kondisi awal kain memiliki kotoran alam dan kotoran kimia
juga kondisi serat yang masih renggang dan juga berwarna putih.
Proses pada unit ini mengggunakan energi input berupa stream dan motor
sebagai penggerak, steam pada unit ini memiliki peranan sangat penting, dengan
data yang di ambil sebanyak 3 batch didapat data dengan hasil pengukuran yang
telah dilakukan pada tabel IV.2 didapat grafik waktu terhadap suhu yang di buat
berdasarkan proses creaving dan dyeing seperti pada gambar IV.2 dan IV.3.

Waktu Terhadap Suhu Creaving


120

100

80
Suhu (oC)

60 Batch 1

40 Batch 2
Batch 3
20

0
0 10 20 30 40
Waktu (menit)

Gambar IV. 2 Waktu Terhadap Suhu Creaving


Grafik IV.2 dan IV.3 memperlihatkan bahwa temperatur pada unit jet
dyeing peningkatan yang berbeda pada setiap 5 menit pengambilan data ini
bergantung pada unit utilitasnya yaitu boiler.

IV-2
Waktu Terhadap Suhu Dyeing
140

120

100
Suhu (oC)

80
Batch 1
60
Batch 2
40
Batch 3
20

0
0 20 40 60 80 100 120 140
Waktu ( menit )

Gambar IV. 3 Waktu Terhadap Suhu Dyeing


Gambar IV.2 dan IV.3 mempresentasikan proses dyeing dimana proses
tersebut menggunakan temperatur dimana setiap 5 menit memperlihatkan kenaikan
suhu rata rata stabil setelah 45 menit, Gambar IV.3 memperlihatkan kenaikan suhu
pada dyeing dan pada suhu 130 oC proses absorbsi terjadi.

Gambar IV. 4 Skema Proses Dyeing.


(sumber: Teknologi Pencelupan 2 STT Tekstil,2015)
Grafik IV.3 dan IV.4 adalah penggambaran proses pada dyeing tersebut,
namun memiliki perbedaan saat dibandingkan dengan skema proses berdasarkan
teori, perbedaannya terletak pada lamanya proses absorbsi yaitu yang terjadi pada
suhu 130oC, berdasarkan teori proses absorbsi hanya membutuhkan waktu selama

IV-3
30 menit namun pada proses yang terjadi pada jet dyeing PT. ATRITEKS selama
80 menit.
Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan waktu pemasukan kain pada kain,
jika di lihat bahwa poliester adalah serat sintetik yang paling banyak digunakan
untuk bahan tekstil, merupakan salah satu polimer hasil reaksi antara monomer
asam tereftalat dan etilena glikol seperti berikut :

Polimer yang terbentuk disebut polyester yang memiliki keteraturan struktur


rantai yang menyebabkan serat memiliki struktur yang rapat akibat rantai yang
saling berdekatan membentuk ikatan hydrogen antara gugus -OH dan gugus -
COOH dalam molekulnya. Oleh karena itu serat polyester bersifat hidrofob dan
sulit dimasuki air maupun zat warna. Agar dapat dimasuki air dan zat warna maka
ikatan hydrogen antar rantai molekul yang berdekatan harus dikurangi dengan cara
menaikkan suhu. Kenaikkan suhu mengakibatkan adanya vibrasi molekul yang
memperlemah ikatan antar molekul, menjadikan jarak antar rantai lebih longgar,
serat menjadi plastis sehingga dapat dimasuki oleh molekul air dan zat warna.
IV.2 Analisis Kebutuhan Alat Pendukung SOP
SOP yang telah dirancang akan berjalan dengan baik apabila didukung
dengan alat ukur yang memadai. Alat ukur yang telah terpasang pada masing-
masing alat pada unit jet dyeing dan dilakukan evaluasi agar sesuai dengan nilai
parameter yang telah ditentukan. Alat ukur yang telah tersedia pada unit jet dyeing
dapat dilihat pada tabel IV.1.
Tabel IV. 1 Parameter dan Alat Ukur pada Unit Jet Dyeing

N Ketersediaa
Parameter Alat ukur Kelayakan
o n
Chamber
1 Temperatur Air Termometer Ada Layak
2 Kecepatan putaran kain Tachometer Ada Layak
Venturi
3 Laju alir nozzle Ada Layak
Meter
Venturi
4 Laju alir Air Tidak Ada -
Meter
5 Volume air Flow meter Ada Tidak Layak
6 Kadar pH pH Meter Tidak Ada -

IV-4
Tidak
7 Tekanan Manometer Ada
Layak
Heat Exchanger
1 Temperatur Steam masuk Termometer Tidak Ada -
Venturi
2 Laju Alir Steam Tidak Ada -
Meter
3 Tekanan masuk Manometer Tidak Ada -
Dyestuff
kecepatan putaran
1 Tachometer Tidak Ada -
pengaduk
Winch Will
1 Kecepatan motor Tachometer Ada Layak
2 Tegangan Voltmeter Ada Tidak Layak
3 Arus Ampermeter Ada Tidak Layak
4 Chos phi Cos phi meter Tidak Ada -

Pada table IV.1 terlihat bahwa alat ukur yang terdapat di unit jet dyeing ini
belum sepenuhnya tersedia. Terdapat beberapa alat ukur yang belum terpasang
sehingga dapat menghambat pelaksanaan SOP yang telah diperbaiki. Untuk hal ini,
perlu adanya penambahan alat ukur yang belum tersedia pada tiap-tiap alat untuk
hasil pengukuran yang akurat.
IV.3 Perhitungan Intensitas Energi
Parameter yang sangat penting pada unit jet dyeing salah satunya steam,
karena pada proses pencelupan steam berfungsi untuk menaikan temperatur yang
dibutuhkan proses yaitu 130oC, pemberi tekanan, dan temperatur tinggi guna untuk
proses absorbs. Namun karena alat ukur steam masuk tidak tersedia maka untuk
mendapat data steam masukan pada unit dilakukan dengan perhitungan steam
output boiler di tambah dengan rugi-rugi pipa dan katub dan steam di asumsikan
sebagai uap jenuh (superheated), data yang menjadi acuan adalah data boiler yang
terdapat pada tabel III.5.
Maka yang dilakukan pertama mencari velocity atau kecepatan steam (m/s)
2.9 m3 1ℎ𝑜𝑢𝑟 𝑚3
(Q)Flow = 𝑥 = 0,000805556
hour 3600𝑠 𝑠
0,0008055556𝑚3
Q (Debit) 𝑠
𝑉=
A (Luas penampang)
= 1 = 0,1490 𝑚/𝑠
4
𝑋µ𝑋(0,1016)𝑚2

IV-5
Untuk nilai A dimana sebagai luas penampang namun karena menggunakan
pipa makan nilai yang di ambil adalah luar lingkaran nya yaitu 4 inchi atau jika di
konversikan pada meter yaitu sebesar 0,1016 m.

Gambar IV. 5 Alur Distribusi Uap


Kecepatan steam yang keluar dari boiler sebesar 0,1490 m/s kemudian
steam yang keluar didistribusikan pada beberapa unit jet dyeing dan salah satunya
ke unit jet dyeing kapasitas 400 yang saya jadikan sebagai objek penelitian, untuk
mengukur debit pada unit ini dapat dilakukan dengan perhitungan berdasarkan
pemipaanya yang dapat dilihat pada gambar IV.10.

Gambar IV. 6 Pipa Steam


Dari gambar IV.5 di ketahui berapa jumlah lekukan dan juga jumlah katub
yang berada pada lapangan sehingga dapat dicari head loss minor (rugi katub dan
siku).
V2 0,14902
Rugi katub (m) = 𝑛 𝑥 𝐾 𝑥 ( ) = 1 𝑥 0,089 𝑥 ( ) = 1,007 x 10 − 4 m
2xg 2 x 9,81

IV-6
V2 0,14902
Rugi penyiku = 𝑛 𝑥 𝐾 𝑥 ( ) = 6 𝑥 0,356 𝑥 ( ) = 2,41 x 10 − 3 m
2xg 2 x 9,81

Total head = Rugi katub + Rugi penyiku + total panjang pipa


= (1,007 x 10-4 m) + (2,41 x 10-3 m) + 38m = 38,0025 m
Karena steam dialirkan atau beroprasi selama 24 jam maka volume daripada
steam menuju jet dyeing adalah
Volume steam = volume tabung

1 1
= 4 𝑛 𝐷 2 𝑡 = 4 𝑛 𝐷 2 ℎ𝑒𝑎𝑑

1
= 4 𝑥 3,14 𝑥 0,10162 𝑥 38,0025 𝑚

= 0,30794 m3 karena dialirkan selama 24 jam maka,

volume steam 0,30794


Q= = = 0,12831 𝑚3 /ℎ
t 24

Jika dipindahkan kedalam satuan Kg/h maka di dapat,

ṁ = 𝑄 𝑥 𝜌steam (massa jenis steam didapat dari tabel steam

= 0,012831 m3/h x 4,83 kg/m3


= 0,0,06197 kg/h

Temperatur steam tersebut merupakan temperatur yang di dapat dari steam


tabel dengan hasil perhitungan interpolasi, steam di anggap berupa steam saturated
atau uap jenuh maka di dapat hasil pada tabel IV.2.
Tabel IV. 2 Temperatur Steam
P (bar) T ( oC )
9,5 177,65
9,1 175,9
9,3 176,8

Kemudian dilakukan perhitungan intensitas dengan penambahan rugi tugi


steam akibat pemipaan dimana perhitungannya dilakukan sebagai berikut :
d. Perhitungan energi keluaran steam untuk proses jet dyeing
30
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑆𝑡𝑒𝑎𝑚 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 = 𝑥 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑏𝑜𝑖𝑙𝑒𝑟
100

IV-7
Berdasarkan Franco (1994) penggunaan energi steam yang digunakan pada
mesin jet dyeing adalah 30% dari total steam yang dihasilkan. Massa steam yang
dihasilkan dari boiler adalah 2801,4 kg/h sehingga massa steam yang masuk ke jet
dyeing adalah
30 𝑘𝑔 𝑘𝑔
𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 𝑘𝑒 𝑏𝑜𝑖𝑙𝑒𝑟 = 𝑥 2801,4 = 840,42
100 ℎ ℎ

Berdasarkan steam tabel bahwa steam yang masuk keluar sehingga menjadi
kondensat yang berupa uap jenuh, sehingga untuk perhitungan energinya didapat
adalah
𝑄 𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 = ṁ 𝑥 △ 𝐻𝑓𝑔

𝑘𝑔 𝑘𝐽
𝑄 𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 = 840,42 𝑥 2059,98 𝑥 3 𝑗𝑎𝑚 = 5.193.764 𝑘𝐽
ℎ 𝑘𝑔

△ 𝐻𝑓𝑔 didapat dari steam tabel dengan adanya interpolasi. Namun, agar
lebih efektif maka data di tabel dimasukkan dan didapat grafik untuk mendapatkan
persamaan. Grafik dilihat pada Gambar IV.4

T terhadap panas laten


2500 y = -2.5555x + 2510.7
R² = 0.9989
2450
2400
2350
2300
2250
2200
2150
0 20 40 60 80 100 120 140 160

Gambar IV. 7 Grafik Temperatur Terhadap Panas Laten


Dari Gambar IV.4 didapat persamaan untuk mendapatkan panas laten
yaitu,

∆𝐻𝑓𝑔 = −2,555𝑥 + 2510,7

x adalah Temperature daripada steam yang didapat yaitu 176,75oC sehingga


∆𝐻𝑓𝑔 yang dihasilkan adalah 2059,98 kJ/kg. Kemudian, karena jet dyeing
beroperasi selama 3 jam maka energy dikali dengan 3 jam.

IV-8
a. Energi yang dihasilkan karena adanya kerugian (Losses)
Rugi yang dihasilkan disebabkan karena ada kerugian belokan (elbow 90o)
dan valve
𝑘𝑔 𝑘𝐽 𝑘𝐽
𝑄 𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 𝑟𝑢𝑔𝑖 𝑟𝑢𝑔𝑖 = 0,060519 𝑥 2059,98 = 124,667
ℎ 𝑘𝑔 ℎ

𝑘𝐽
𝑄 𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 𝑟𝑢𝑔𝑖 𝑟𝑢𝑔𝑖 = 124,667 𝑥3 ℎ𝑜𝑢𝑟 = 373,99 𝑘𝐽

b. Energi dari motor untuk jet dyeing


𝑃1∅ = 𝑉𝑙𝑙 𝑥 𝐼 𝑥 𝐶𝑜𝑠 ∅
𝑃𝑟 = 380 𝑉 𝑥 18.8 𝐴 𝑥 0,23 = 1,64 𝑘𝑊
𝑃𝑠 = 380 𝑉 𝑥 18,7 𝐴 𝑥 0,557 = 3,96 𝑘𝑊
𝑃𝑇 = 380 𝑉 𝑥 18,4 𝐴 𝑥 0,48 = 3,41 𝑘𝑊
𝑃3∅ = 𝑃𝑟 + 𝑃𝑠 + 𝑃𝑇
𝑃3∅ = 1,64 + 3,96 + 3,41 = 9,238 𝑘𝑊
Dalam hal ini kW setara dengan kJ/s
𝑘𝐽
𝑃3∅ = 1,64 + 3,96 + 3,41 = 9,238 𝑥 10800 𝑠 = 99777,6 𝑘𝐽
𝑠
c. Intensitas Jet Dyeing
Intensitas adalah jumlah energi yang digunakan untuk satuan produk.
Produk ini menghasilkan kain yang sudah terserap zat pewarna. Sedangkan, untuk
konsumsi energinya adalah (energi steam (termasuk losses) ditambah dengan energi
motornya), intensitas energi pada mesin jet dyeing adalah
𝑄 𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 + 𝑄 𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 𝐿𝑜𝑠𝑠𝑒𝑠 + 𝑀𝑜𝑡𝑜𝑟 (𝑘𝐽)
𝐼𝑛𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 =
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑖𝑛 (𝑘𝑔)
5.193.764 + 373,9 + 99777,6 𝑘𝐽
𝐼𝑛𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 =
654,5 (𝑘𝑔)
𝐼𝑛𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 = 8088,515 𝑘𝐽/𝑘𝑔

IV.4 Hasil Pemetaan SOP Proses Jet Dyeing PT.ATRITEKS


Pemetaan dan analisis proses dilakukan dengan cara memahami secara
menyeluruh proses yang dilakukan. Kegiatan ini bertujuan untuk melihat secara
menyeluruh rangkaian proses yang mempengaruhi kinerja pada sistem. Pemetaan
proses pada unit jet dyeing dapat dilihat pada table IV.3.

IV-9
Tabel IV. 3 Pemetaan Proses pada Unit Jet Dyeing

Nama
Pelaksana Kegiatan Utama Input Output
Proses
Mempersiapkan planning
(rencana proses
produksi) sesuai instruksi
Operator supervisor
Catat pada jobsheet
berupa jenis kain, lebar
kain, warna kain dan
komposisi zat pewarna
dan zat pembantu
Persiapan Awal

Operator lainnya.
Pengukuran kain dengan
Hasil awal pada Izin
ukuran sesuai kapasitas
worksheet Pengoperasian
mesin yaitu dengan
panjang 2000 yard dan
Operator berat kain kering 400 kg.
Pengecekan kondisi
chamber, panel kontrol,
alat ukur dan kebersihan
dyestuff (tangki
Operator pengaduk zat).
Siapkan zat warna dan
zat pembantu lain sesuai
Operator dengan jobsheet.
Persiapkan komponen
pada preparation tank
(dispersing agent,
leveling agent dan acetic
Operator acid)
Nyalakan main pump
pada panel untuk
Start up

unit Unit siap untuk


mengalirkan air dari
dipersiapkan melakukan
sumur (reverse osmosis)
untuk digunakan proses
pada chamber sampai
Operator 300 liter.
Masukan kain melalui
window dan dorong
menggunakan winch will
kemudian tutup dan
Operator kunci dengan rapat.

IV-10
Atur valve uap dari
boiler untuk heat
exchanger dengan set
point, pada proses
desizing temperatur
boiler harus mencapai
130C dan pada proses
Operator dyeing pada suhu 155C
Saat temperatur air sudah
100C putar winch will
dengan kecepatan
minimal 300 rpm untuk
membuka pori-pori pada
Operator serat kain polyester.
Masukan zat creving
pada dyestuff, dimana
alat ini adalah alat yang
di gunakan untuk
mengaduk dan
mengalirkan zat pada
Operator chamber.
Buka valve yang terletak
pada bawah dyestuff
untuk mengalirkan zat
Desizing (Penghilangan Kanji)

Operator creving.
Setelah zat creving
masuk pada chamber
Kain grey yang
buka valve steam untuk
masih Kain grey yang
menaikan hingga 120C
megandung bersih dan serat
untuk scouring
kanji dan kain yang
Operator (pemasakan).
memiliki serat renggang
Selama proses,
kain yang rapat
pertahankan tekanan
sebesar 1,8 bar (agar
Operator tidak terjadi slip)
±20 menit proses ini
dilakukan untuk
membersihkan kain dari
kanji dari kain, dan serat
kain sudah menjadi
Operator renggang.
Tutup valve steam pada
HE untuk menghentikan
Operator pemanasan.
Matikan putaran winch
Operator will.
Lakukan cooling dengan
membuka exhaust hingga
tekanan turun dan
temperatur mencapai
Operator 80C.

IV-11
Buka saluran
pembuangan air ( botom
valve) dan nyalakan main
pump untuk membantu
pengurasan air hingga
Operator habis.
Isi kembali air sebanyak
300 liter untuk proses
Operator pewarnaan
Nyalakan main pump
pada panel untuk
mengalirkan air dari
sumur (reverse osmosis)
pada chamber sampai
Operator 300 liter.
Masukan zat warna dan
zat pembantu seperti
leveling, dispersing dan
cuka dengan takaran
Operator sesuai pada planning.
Dyeing (Pewarnaan)

Buka valve yang terletak


pada bawah dyestuff
untuk mengalirkan zat
Kain grey bersih
Operator creving.
dan belum kain berwarna
Masukan disk berisi
berwarna
program pada control
panel (program untuk
mengatur kecepatan
motor/winch will ,
pemanasan dan juga
Operator cooling otomatis)
Selama proses berjalan
amati kain jangan sampai
Operator terjadi slip.
Setelah selesai tunggu
suhu turun hingga 80C
lalu keluarkan seluruh air
dalam chamber melalui
Operator bottom valve
Product Quality

Lakukan pengujian
kesesuaian warna pada
Checking

planning dengan hasil Data hasil Laporan hasil


Operator produksi produksi produksi
Laporkan hasil produksi
Operator dan catat pada jobsheet
Tutup valve steam, valve
mematikan

pada dyestuff, dan


Prosedur

keluarkan disk pada


Pengecekan unit Selesai
Operator contro panel.
Matikan main pump pada
Operator panel

IV-12
IV.5 Perbaikan Proses
Perbaikan proses dilakukan berdasarkan hasil evaluasi. Tujuannya adalah
untuk menyusun proses lebih efektif, efisien dan dapat dipahami oleh semua
kalangan. Perbaikan proses pada unit jet dyeing dapat dilihat pada tabel IV.4.
Tabel IV. 4 Perbaikan Unit Jet Dyeing

Harapan Bagaimana
Nama Dapat Perbaikan yang
No Pengguna Perbaikan
Proses diperbaiki Diusulkan
Utama dilakukan

Dilakukan
Mesin dalam
pengecekan Membuat lembar
Persiapan keadaan baik
1 V kondisi pada pemeriksaan
produksi ketika akan
masing-masing kondisi unit
digunakan
bagian unit

Dapat Penambahan alat


Menambahkan
melakukan ukur pada masing-
Persiapan alat ukur pada
2 pengambilan V masing alat seperti
produksi setiap alat
data atau yang ditunjukan
operasi
pengukuran pada tabel IV.1.
Besar tekanan Perbaikan unit
Mempertahankan
pada chamber di agar tetap vakum
Persiapan tekanan sebesar
3 pertahanlan V dengan mengganti
produksi 1,8 bar agar tidak
sebesar minimal karet sheel selama
terjadi slip
1,8 bar 3 tahun sekali
Pengecekan
pipa distribusi Memperbaiki Perbaikan pipa
steam, katup kebocoran steam distribusi uap dan
Persiapan
4 masukan steam V yang juga karet sheel
produksi
agar tidak menyebabkan pada katup steam
terjadi temperatur drop input
kebocoran
Volume air
yang masuk penambahan flow
harus sesuai penggantian alat meter atau
Persiapan
5 dengan V petunjuk volume perbaikan alat
produksi
kapasitas unit air penunjuk volume
yaitu sebesar air
320 liter

IV-13
Melakukan
Membuat lembar
Pengambilan pengambilan data
pengecekan
Persiapan data yang yang lengkap dan
6 V parameter-
produksi lengkap dan akurat sesuai
parameter
akurat dengan lembar
produksi
pengecekkan

IV.6 Perancangan Operasional Prosedur (SOP) Unit Jet Dyeing


Setelah dilakukan pemetaan dan analisis proses serta melakukan evaluasi
proses perbaikan. Maka langkah selanjutnya adalah merancang SOP. Perancangan
SOP didasari pada kegiatan pemetaan dan proses perbaikkan yang telah dilakukan.
perancangan standar operasional prosedur pada unit jet dyeing dapat dilihat pada
tabel IV.5.

IV-14
Tabel IV. 5 Perancangan SOP Jet Dyeing

IV-15
IV-16
IV-17
IV-18
IV-19
IV-20
IV-21
IV-22
IV-23
IV-24
IV-25
IV.7 Analisis Hasil Perancangan SOP
Improvement yang dirancang pada prosedur operasi adalah memotong
waktu absorbansi yang semula 1 jam 45 menit menjadi 30-45 menit dimana waktu
absorbansi yang seharusnya adalah selama 30 menit perhitungan dapat dilihat pada
lampiran. Hal yang berpengaruh dalam pemotongan waktu ini adalah kualitas
produk yang dihasilkan dari dari kain. Adapun contoh ilustrasi pemotongan waktu
penyerapan (absorbansi) dilihat pada Gambar IV.

Waktu terhadap Suhu Dyeing Batch 1


140
120
100
Suhu

80
60
40
20
0

Waktu

Gambar IV. 8 Grafik potongan waktu proses penyerapan pada dyeing


Berdasarkan Gambar IV.11 terlihat bahwa garis hijau merupakan waktu
start dari proses penyerapan zat warna dan garis oranye merupakan waktu minimal
yang harus ditempuh untuk dihasilkan proses penyerapan zat warna sedangkan
garis hitam menunjukkan waktu maksimal proses penyerapan zat warna. Proses
penyerapan ini dilakukan dengan suhu konstan yaitu 130 oC.Hal ini akan
memengaruhi terhadap kualitas produk yang diindikasikan dengan daya serap
warna pada kain jika diasumsikan konsentrasi dari kain adalah sama dengan
konsentrasi rancangan. Kendati demikian, zat warna yang digunakan sebanyak
14469gram campuran zat warna yang dilarutkan dalam air sebanyak 3200 mL.
Sehingga, konsentrasi dari zat warna menjadi 4530 mg/L. Adapun hasil pengujian
didapat dengan mengukur warna komplementer. Warna komplementer adalah
warna yang diserap oleh spectrum pada spektrofotometer panjang gelombang dari
warna tampa sampel 580-595 nm. Adapun hasil pengukuran adalah dilihat pada
Gambar IV.12

IV-26
Absorbansi terhadap konsentrasi pewarna
0.16
0.14
0.12

Absorbansi 0.1
0.08
0.06 y = 0.0145x + 0.0027
0.04 R² = 0.9918

0.02
0
0 2 4 6 8 10 12
konsentrasi (ppm)

Gambar IV. 9 Absorbansi terhadap konsentrasi sampel.


Gambar IV.12 menunjukkan grafik absorbansi terhadap konsentrasi standar
yang diberikan untuk setiap variasi konsentrasinya. Hal ini digunakan untuk
mengukur konsentrasi dari sampel zat pewarna kain pada mesin jet dyeing dan
didapatkan persamaan regresi. Pengukuran sampel diukur sebelum proses dan
setelah proses dan diukur absorbansinya sehingga didapat konsentrasi zat pewarna
sebelum proses.Secara teoritis dan uji sampel dilihat pada Tabel IV.
Tabel IV. 6 Konsentrasi sebelum proses pengujian

Perhitungan Teoritis Hasil uji


Berat zat Jumlah Konsentrasi Absorbansi Konsentrasi
pewarna pelarut (L) teoritis sebelum hasil uji
(mg) (mg/L) (mg/L)
14.496.000 3200 4530 0.211 4309,655

Tabel IV.6 merupakan perbandingan hasil uji dan secara teoritis yang mana
memiliki perbedaan. Perbedaan antara perhitungan teoritis dan laboratorium
diasumsikan karena pelarut yang masuk terlalu berlebih sehingga hasil uji
menyatakan bahwa konsentrasi existing lebih encer dari hasil teoritisnya. Selain itu,
dilakukan pengukuran dengan cara yang sama seperti pegukuran laboratorium
untuk mengukur daya serap kain. Adapun perhitungan didasari dengan persamaan
regresi Gambar IV.12.yaitu y = 0,0145x + 0,0027 dimana y merupakan absorbansi
dan x merupakan konsentrasi (mg/L). Perhitungan dilakukan sebagai berikut :

IV-27
Kondisi existing :

A0 = 0,211 (Absorbansi sebelum proses existing)

A1 = 0,138 (Absorbansi setelah proses)

Y = 0,0145x + 0,0027

0,211 − 0,0027 𝑚𝑔
𝑋0 = 𝑥 3000 = 4309,67
0,0145 𝐿

0,138 − 0,0027 𝑚𝑔
𝑋1 = 𝑥 100 = 933,1
0,0145 𝐿

𝑋0 − 𝑋1
𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑠𝑒𝑟𝑎𝑝 𝑘𝑎𝑖𝑛 (%) = 𝑥 100%
𝑋0

4309,67 − 933,1
𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑠𝑒𝑟𝑎𝑝 𝑘𝑎𝑖𝑛 (%) = 𝑥 100% = 78,34%
933,1

Pengukuran absorbansi untuk menentukan persentase serap kain setelah


melalui proses pewarnaan didapat sebesar 78,34%. Improvement yang dilakukan
adalah menurunkan jumlah pelarut sesuai kebutuhan semula yaitu sebesar 3000
Liter sehingga konsentrasi dari zat pewarna yang masuk lebih pekat dari kondisi
awal. Berdasarkan Gambar IV.11 bahwa pada kondisi awal waktu absorbansinya
menjadi 1 jam 45 menit yang dikarenakan zat pewarna lebih encer dari yang
seharusnya, setelah dirancang waktu dari absorbansinya dilakukan selama 30-45
menit yang diasumsikan absorbansi dari kain sama seperti kondisi existing. Adapun
perhitungan improvement adalah sebagai berikut :
Berat zat pewarna (mg) = 14.496.000

Jumlah pelarut (L) = 3000 L

𝑚𝑔 14.496.000 𝑚𝑔
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 𝑖𝑚𝑝𝑟𝑜𝑣𝑒𝑚𝑒𝑛𝑡 ( )= = 4832
𝐿 3000 𝐿

A1 = 0,138 (Absorbansi setelah proses)

Y = 0,0145x + 0,0027

0,138 − 0,0027 𝑚𝑔
𝑋1 = 𝑥 100 = 933,1
0,0145 𝐿

IV-28
𝑋0 − 𝑋1
𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑠𝑒𝑟𝑎𝑝 𝑘𝑎𝑖𝑛 (%) = 𝑥 100%
𝑋0

4832 − 933,1
𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑠𝑒𝑟𝑎𝑝 𝑘𝑎𝑖𝑛 (%) = 𝑥 100% = 80,69%
4832

Berdasarkan Perhitungan daya serap kain kondisi existing sebesar 78,34 %


sedangkan setelah pelarutnya dikurangi sesuai kebutuhan opoerasi yaitu 3000L
daya serap kainnya menjadi 80,69% meningkat sebesar 2,34% sehingga waktu
operasi dikondisikan dalam kurun waktu 30 sampai 45 menit. Penurunan waktu ini
mengakibatkat penurunan waktu dalam 1 batch adapun penurunan waktu dan dan
penurunan intensitas tiap batchnya dilihat dari Tabel IV.
Tabel IV. 7 Intensitas sebelum dan setelah
Sebelum
total
waktu total Q steam berat kain
waktu Q listrik intensitas Standar
absorbans waktu Losses Q steam (kJ) Q total (kJ) (kg/batch
(jam/batc (kJ) (kJ/kg) (kJ/kg)
i (menit) (s/batch) (kJ) )
h)
105 10800 3 373.9972 99777.6 5193764.084 5293915.7 654.50 8088.49
Setelah
total
waktu total berat kain
waktu Q steam Q listrik intensitas
absorbans waktu Q steam (kJ) Q total (kJ) (kg/batch
(jam/batc (kJ) (kJ) (kJ/kg)
i (menit) (s/batch) )
h)
3000-8500
30 7380 2.05 255.56 68181.36 3549072.12 3617509.05 654.50 5527.13
33 7560 2.1 261.80 69844.32 3635634.86 3705740.98 654.50 5661.94
36 7740 2.15 268.03 71507.28 3722197.59 3793972.91 654.50 5796.75
39 7920 2.2 274.26 73170.24 3808760.33 3882204.83 654.50 5931.56
42 8100 2.25 280.50 74833.20 3895323.06 3970436.76 654.50 6066.37
45 8280 2.3 286.73 76496.16 3981885.80 4058668.69 654.50 6201.17

Tabel IV.7 merupakan intensitas sebelum dan setelah improvement dimana


yang menjadi acuan adalah waktu absorbansi yang semula selama 105 menit
menjadi 30-45 menit dengan variasi waktunya ditambah tiap 3 menit. Berat kain
produk diasumsikan sama seperti kondisi existing. Adapun Grafik yang dihasilkan
dilihat dari Gambar IV.

IV-29
intensitas terhadap waktu
10000.00

8000.00

6000.00
kJ/kg

4000.00

2000.00

0.00
25 30 35 40 45 50
menit

intensitas sebelum intensitas setelah


standar minimum standar maksimal

Gambar IV. 10 Grafik intensitas setelah dan sebelum


Dari Gambar IV.13 terlihat bahwa kondisi existing merupakan intensitas
yang mendekati dengan standar maksimumnya yaitu 8088,49 kJ/kg dari standar
8500 kJ/kg. Setelah improvement dengan menurunkan laju alir air (pelarut) sesuai
dengan operasinya sehingga waktu absorbansi menjadi lebih kecil karena
konsentrasi zat warnanya semakin tinggi dam diasumsikan bahwa produk setara
dengan kondisi existing. Berdasarkan perhitungan dilihat pada Gambar IV.3
intensitas menjadi 5527,13 kJ/kg hingga 6201,17 kJ/kg.

IV-30
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan
Dari perancangan SOP (Standard Operating Procedure) pada unit jet dyeing dapat
disimpulkan bahwa hasil perancangan dapat menurunkan intensitas dengan memotong
waktu absorbsi pada eksisting selama 1 jam 45 menit dimana pada teori hanya sebesar 30
menit, dengan pemotongan waktu absorbsi pada suhu 130oC dengan standar range 3000
hingga 8500 kJ/kg intensitas eksisting didapat sebesar 8088.49 kJ/kg menjadi 5527.13
kJ/kg .

V.2 Saran
1. Diperlukan adanya SOP untuk setiap pegawai terutama untuk teknisi dan
operator
2. Perlu diadakannya sosialisasi untuk SOP sehingga setiap pegawai yaitu teknisi,
operator dan supervisor paham mengenai pentingnya SOP
3. Melakukan pelatihan mengenai SOP sehingga SOP dapat dijalankan dengan
baik
4. Melakukan kegiatan penambahan alat ukur yang belum tersedia

xxxi
DAFTAR PUSTAKA

Bureau of Energy Efficiency. TT. “Manual On Energy Conservation Measures In


Textile Cluster Surat, Gujarat”. India.
Save Energy in Textile (SET). 2014. “Production Processes and Efficiency
Measures”. Belgia.
Kemenperin. 2012. “Perencanaan Kebutuhan Energi Sektor Industri dalam
Rangka Akselerasi Industrialisasi”. Biro Perencanaan Kemenperin:
Jakarta
Martin Adelaar and Brad Kynoch. TT. ”Energy Benchmarking & Best Practices in
Canadian Textiles Wet Processing”. Fintex Mechanical & Processes. Inc
Setiawan, Ari. dkk. TT. “Penerapan Metode Reliability Centered Maintenance
(RCM) untuk Menentukan Strategi Perawatan Kualitas Produksi Kain”.
Jurnal Telematika Volume 8 Nomor 1. ITB, UNPAR : Bandung
Noerati dkk. 2013. “Bahan Ajar Pendidikan & Latihan Profesi Guru (Plpg) :
Teknologi Tekstil”. STT Tekstil : Bandung.
R. L. Watts R. E., Dodge S. A., Smith K. R. Ames. 1984. “Identification of
Existing Waste Heat Recovery and Process Improvement Technologies”.
Battelle Memorial Institute : Battele.
Moertinah, Sri. 2008. “Peluang-peluang produksi bersih pada industri tekstil
finishing bleaching. UNDIP : Semarang..
Triana,hanaji. 2013,.” LAPORAN TRAINING NEW COMER DEPARTEMENT
DYEING
MESIN JET DYEING (EXHAUST)” : Cimahi.
Hendra, Mulya. 2016 “Studi Konservasi Energi Di Industri Tekstil (Proses
penenunan, ............Proses pencelupan, Proses peneympurnaan)” :
Bandung.
Hasanbeigi, Ali. 2010. “Energy-Efficiency Improvment Opportunities For The
Textille /...........Industry “ : China.
Kendra, Shiksha. 2014. “Textile Chemical Proses” : India

xxxii
LAMPIRAN

xxxiii
LAMPIRAN A
CURRICULUM VITAE

DATA PRIBADI
Nama : Ilham Nurrofik
Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 1 November 1996
Alamat : Komplek Emerald Recindence II no 80, kopo sayati,
jalan sukamenak indah, Kab. Bandung
Email : nurrofikilham19@gmail.com
Telepon : 081210877061
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia

PENDIDIKAN
Perguruan tinggi : Politeknik Negeri Bandung, 2015-sekarang
Jurusan : Teknik Konversi Energi
Prodi : D4 Teknik Konservasi Energi
SMA : SMK Negeri 12 Bandung (Penerbangan), 2012-
2015
SMP : SMP Negeri 43 Bandung, 2009-2012
SD : SD Negeri Kopo Permai Bandung , 2003 - 2009

PENGALAMAN KERJA
2014 : Kerja Praktik di PT. JAS AERO ENGINEERING
SERVICE
2018 : Kerja Praktik di PT. ANUGRAH TRIMULYA TEKSTIL

xxxiv
PENGALAMAN PARTISIPASI
1. Mentoring Karakter Berbasis Pendidikan Agama – Politeknik Negeri
Bandung (2017)
2. Training of Trainers Panitia Lapangan PPKK – Politeknik Negeri
Bandung (2016)
3. Pelatihan dan Seminar Oil and Gas – Politeknik Negeri Bandung
(2016)
4. Learning Re-Creation – Politeknik Negeri Bandung (2015)
5. ESQ - Politeknik Negeri Bandung (2015)
6. Pelatihan Bela Negara – PUSDIKHUB (2015)
7. Program Pengenalan Kehidupan Kampus dan LKMM Pra-Dasar –
POLBAN (2015)
8. Pelatihan Mechanical Design Level Of Associate “SOLIDWORKS”
9. Pelatihan Mechanical Design Level Of Professional “SOLIDWORKS”
10. Pelatihan Advanced Weldments Level Of Professional
“SOLIDWORKS”
11. Pelatihan Advanced Surfacing Level Of Professional “SOLIDWORKS”
12. Pelatihan Advanced Sheet Metal Level Of Professional
“SOLIDWORKS”

PENGALAMAN ORGANISASI
Nama Organisasi Jabatan Tahun
Pasukan Husus Anggota 2013-2015

Himpunan Mahasiswa Teknik


Ketuan Divisi Design
Energi Politeknik Negeri 2016-2017
Departemen Wirausaha
Bandung

Himpunan Mahasiswa Teknik


Energi Politeknik Negeri Tim Disiplin Kaderisasi 2016-2017
Bandung
Forum Komunikasi Mahasiswa
Anggota 2016-2018
Teknik Energi
Demikian curriculum vitae ini saya buat dengan sebenar-benarnya, terima kasih

xxxv
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN INTENSITAS RANCANGAN
]
1. Waktu absorbansi : 30 menit
Waktu per batch = 2,05 jam = 7380 detik
Q steam = 0,23345 kJ/s
Qrugi steam = 0.03429 kJ/s
P listrik = 9,238 kW = 9,238 kJ/s
total Energi = Q steam + Qrugi steam + P listrik
total Energi = 9,50574 kJ/s

Energi per batch = Energi x waktu per batch


= 9,50574 kJ/s x 7380 s/batch = 3.617.509,05 kJ/batch
Berat kain basah = 654,5 kg/batch
Intensitas energi = Energi/berat kain
3.617.509,05 𝑘𝐽/𝑏𝑎𝑡𝑐ℎ
= = 5527,13 𝑘𝐽/𝑘𝑔
654,5 𝑘𝑔/𝑏𝑎𝑡𝑐ℎ

2. Waktu absorbansi : 33 menit


Waktu per batch = 2,1 jam = 7560 detik
Q steam = 0,23345 kJ/s
Qrugi steam = 0.03429 kJ/s
P listrik = 9,238 kW = 9,238 kJ/s
total Energi = Q steam + Qrugi steam + P listrik
total Energi = 9,50574 kJ/s

Energi per batch = Energi x waktu per batch


= 9,50574 kJ/s x 7560 s/batch = 3.705.740,98 kJ/batch
Berat kain basah = 654,5 kg/batch
Intensitas energi = Energi/berat kain
3.705.740,98 𝑘𝐽/𝑏𝑎𝑡𝑐ℎ
= = 5661,94 𝑘𝐽/𝑘𝑔
654,5 𝑘𝑔/𝑏𝑎𝑡𝑐ℎ

xxxvi
3. Waktu absorbansi : 36 menit
Waktu per batch = 2,15 jam = 7740 detik
Q steam = 0,23345 kJ/s
Qrugi steam = 0.03429 kJ/s
P listrik = 9,238 kW = 9,238 kJ/s
total Energi = Q steam + Qrugi steam + P listrik
total Energi = 9,50574 kJ/s

Energi per batch = Energi x waktu per batch


= 9,50574 kJ/s x 7740 s/batch = 3.793.972,91 kJ/batch
Berat kain basah = 654,5 kg/batch
Intensitas energi = Energi/berat kain
3.793.972,91 𝑘𝐽/𝑏𝑎𝑡𝑐ℎ
= = 5796,75 𝑘𝐽/𝑘𝑔
654,5 𝑘𝑔/𝑏𝑎𝑡𝑐ℎ

4. Waktu absorbansi : 39 menit


Waktu per batch = 2,2 jam = 7920 detik
Q steam = 0,23345 kJ/s
Qrugi steam = 0.03429 kJ/s
P listrik = 9,238 kW = 9,238 kJ/s
total Energi = Q steam + Qrugi steam + P listrik
total Energi = 9,50574 kJ/s

Energi per batch = Energi x waktu per batch


= 9,50574 kJ/s x 7920 s/batch = 3.895.323,06 kJ/batch
Berat kain basah = 654,5 kg/batch
Intensitas energi = Energi/berat kain
3.895.323,06 𝑘𝐽/𝑏𝑎𝑡𝑐ℎ
= = 5931,56 𝑘𝐽/𝑘𝑔
654,5 𝑘𝑔/𝑏𝑎𝑡𝑐ℎ

xxxvii
5. Waktu absorbansi : 42 menit
Waktu per batch = 2,25 jam = 8100 detik
Q steam = 0,23345 kJ/s
Qrugi steam = 0.03429 kJ/s
P listrik = 9,238 kW = 9,238 kJ/s
total Energi = Q steam + Qrugi steam + P listrik
total Energi = 9,50574 kJ/s

Energi per batch = Energi x waktu per batch


= 9,50574 kJ/s x 8100 s/batch = 3.970.436,76 kJ/batch
Berat kain basah = 654,5 kg/batch
Intensitas energi = Energi/berat kain
3.970.436,76 𝑘𝐽/𝑏𝑎𝑡𝑐ℎ
= = 6066,3𝑘7 𝐽/𝑘𝑔
654,5 𝑘𝑔/𝑏𝑎𝑡𝑐ℎ

6. Waktu absorbansi : 45 menit


Waktu per batch = 2,3 jam = 8280 detik
Q steam = 0,23345 kJ/s
Qrugi steam = 0.03429 kJ/s
P listrik = 9,238 kW = 9,238 kJ/s
total Energi = Q steam + Qrugi steam + P listrik
total Energi = 9,50574 kJ/s

Energi per batch = Energi x waktu per batch


= 9,50574 kJ/s x 8280 s/batch = 4.058.668,69 kJ/batch
Berat kain basah = 654,5 kg/batch
Intensitas energi = Energi/berat kain
4.058.668,69 𝑘𝐽/𝑏𝑎𝑡𝑐ℎ
= = 6201,17 𝑘𝐽/𝑘𝑔
654,5 𝑘𝑔/𝑏𝑎𝑡𝑐ℎ

xxxviii
LAMPIRAN C
DIMENSI UNIT JET DYEING

Gambar C.1 Dimensi Unit Jet Dyeing

xxxix

Anda mungkin juga menyukai