Anda di halaman 1dari 14

310

ASPEK HUKUM FATWA MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA (MPU)


TENTANG ALIRAN SESAT

Kurniawan
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Aceh
E-mail: kurniawanfh@yahoo.com

Abstract

This study is aimed at describing constitutional and legal basis of MPU in Aceh, describing the
history of existence of the Ulama’s roles in Aceh and also analyzing legal aspect and legal
implication of deciding MPU Aceh concerning cult. The approaches used on this study are statute
approach, cases approach, and historical approach. The result of analysis shows that fatwa issued by
MPU Aceh concerning cult to several chairpersons of Islamic school (Pasantren/Dayah) in Aceh is
against the law, especially Article 5 (b) Qanun Aceh No. 2 of 2009 on Aceh’s Ulama Consultative
Assembly.

Keywords: fatwa, Aceh’s Ulama Consultative Assembly, cult

Abstrak

Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan landasan hukum dan landaan konstitusional Majelis Permu-
syawaratan Ulama (MPU) di Aceh, menjelaskan sejarah eksistensi peran Ulama di Aceh dan juga
menganalisis aspek hukum dan implikasi hukum penetapan fatwa MPU Aceh tentang aliran se-
sat.Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan
(statute approach), Pendekatan Kasus (Cases Approach), dan dikombinasikan dengan pendekatan Se-
jarah (Hsitorical Approach). Hasil kajian menunjukkan bahwa fatwa yang ditetapkan oleh MPU Aceh
tentang aliran sesat kepada beberapa pimpinan dayah/pasantren di Provinsi Aceh bertentangan
dengan hukum, tepatnya Pasal 5 huruf b Qanun Aceh No. 2 Tahun 2009 tentang Majelis Permusya-
waratan Ulama.

Kata Kunci: fatwa, Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh, aliran sesat.

Pendahuluan lira Bayu, Aceh Utara. MPU Aceh juga menge-


Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh da- luarkan fatwa sesat dan menyesatkan terhadap
lam dua tahun terkahir yaitu tahun 2012 dan ajaran yang dikembangkan oleh Pimpinan Yaya-
2013 telah mengeluarkan fatwa sesat dan me- san Al-Mujahadah di Desa Ujong Kareung, Keca-
nyesatkan kepada beberapa dayah/pasantren matan Sawang, Kabupaten Aceh Selatan, Tgk
yang terdapat di beberapa kabupaten/kota di Ahmad Barmawi melalui Fatwa Majelis Permu-
Aceh. Salah satu diantaranya fatwa sesat dan syawaratan Ulama Aceh Nomor 1 Tahun 2013.1
menyesatkan yang dikeluarkan oleh MPU terha- Fatwa sesat dan menyesatkan terhadap Pimpin-
dap ajaran yang dikembangkan oleh aliran La- an Yayasan Al-Mujahadah tersebut dibacakan
duni di Laduni di Kecamatan Kaway XVI, Aceh oleh Kepala Sekretariat MPU Aceh, Saifuddin
Barat di tahun 2012. Terkait dua aliran ini, utu- Puteh, di Hotel Kuala Radja Banda Aceh yang
san ulama dari kabupaten dan kota se-Aceh su- disaksikan para ketua Majelis Permusyawartan
dah bermusyawarah sejak 15-17 Oktober 2012. Ulama (MPU) dari kabupaten/kota se-Aceh.2
Fatwa sesat dan menyesatkan juga di-
tetapkan oleh MPU Aceh kepada aliran yang di- 1
“MPU Fatwakan Ajaran Ahmad Barmawi Sesat”,
kembangkan oleh pengelola beserta para santri tersedia di Website http://aceh.tribunnews.com/2013/
Dayah Baitul Mu'arrif di Kecamatan Meurah Me- 03/01/mpu-fatwakan-ajaran-ahmad-barmawi-sesat,
diakses tanggal 2 Januari 2014.
ulia, Balai Pengajian Mubtadi'ul Ulum, Syamta- 2
Ibid.
Aspek Hukum Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) tentang Aliran Sesat 311

MPU Aceh selain mengluarkan fatwa, juga sung merusak pagar dan juga papan nama da-
menyampaikan tausiah yang intinya meminta yah. Ironisnya, Satuan Polisi Pamong Praja (Sat-
pemerintah mencabut izin operasional Yayasan pol PP) juga ikut merusak papan nama dayah
Al-Mujahadah Desa Ujong Kareung, Kecamatan tersebut. Bahkan di papan nama Dayah Al-Mu-
Sawang, Aceh Selatan, dan menutup pengajian hajadah itu pun ditempel tulisan “Ajaran Sesat
dan penyebaran pemahaman, pemikiran, dan dan Menyesatkan”.
pengamalan yang dikembangkan Tgk Ahmad Fatwa yang telah dikeluarkan oleh Majelis
Barmawi dan seumpamanya serta mengawasi Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh mengenai
perkembangannya.3 MPU Aceh meminta peme- aliran sesat dan menyesatkan tersebut kecen-
rintah menertibkan setiap aktivitas LSM dan pe- derungannya selalu diikuti dengan tindakan ke-
ngajian agama yang berkedok pengobatan alter- kerasan oleh masyarakat setempat baik berupa
natif, aktivitas bela diri, dan lainnya, menertib- pengerusakan pagar dan papan nama dayah,
kan aktivitas pengajian dan membentuk tim ve- pengusiran, pemukulan, tindakan kriminal beru-
rifikasi bahan/kitab/buku kajian keagamaan bi- pa pembakaran hidup-hidup (seperti yang di-
dang fikih, tauhid, akhlak, dan tasawuf yang alami Tgk Aiyub di Plimbang, Kab. Bireuen),
muktabarah. Majelis Permusyawaratan Ulama serta berbagai bentuk kekerasan lainnya. Kere-
(MPU) Aceh juga meminta masyarakat untuk ti- sahan pun selalu menghantui para pimpinan da-
dak mengikuti pengajian, ceramah, dan diskusi yah maupun para santri yang sedang menuntut
yang menyiampang dari ajaran Islam, seperti ilmu agama di Dayah/Pasantran yang di fatwa-
ajaran Tgk Ahmad Barmawi dan sejenisnya. kan sesat dan menyesatkan tersebut. Aceh yang
Orang tua juga diimbau untuk tidak mengantar- dikenal dengan sebutan “Negeri Serambi Mak-
kan anaknya ke lembaga pendidikan yang meng- kah” yang masyarakatnya taat dan memegang
ajarkan ajaran-ajaran yang menyimpang dari teguh prinsip Islam dalam kehidupan kesehari-
Islam seperti ajaran Tgk Ahmad Barmawi dan annya, justru menampilkan sisi kekerasan (yang
sejenisnya. Selain itu MPU juga minta pada Tgk justru ditentang oleh Islam) terhadap para pim-
Ahmad Barmawi dan pengikutnya bertobat dan pinan pasantren maupun santri sebagai objek
kembali kepada ajaran yangbenar. yang difatwakan sesat dan menyesatkan oleh
Setelah dikeluarkannya fatwa sesat dan Majelis Permusyawaratan (MPU) Aceh.
menyesatkan kepada ajaran yang dikembangkan Berbagai fatwa tentang aliran sesat dan
oleh Tgk Ahmad Barmawi, Pimpinan Yayasan Al menyesatkan yang dikeluarkan oleh Majelis Per-
- Mujahadah tersebut, selasa malam tanggal 5 musyawartan Ulama (MPU) Aceh tersebut telah
Maret 2013, ratusan massa mendatangi pasan- menimbulkan sikap intoleransi dalam beragama
tren tersebut.4 Meskipun TNI akhirnya berhasil serta menimbulkan instabilitas keharmonian di
membubarkan massa pada jam 23.00 WIB, na- tengah masyarakat Aceh yang beragam. Situasi
mun massa mengancam akan kembali besok Ra- ini menimbulkan keperihatinan dari pemerintah
bu, 06 Maret 2013 dengan jumlah lebih besar.5 daerah maupun pemerintah pusat. Berbagai ka-
Keesokan harinya ratusan masyarakat mendata- langan aktifis di Aceh pun turut memberikan re-
ngi yayasan Al- Mujahadah bersamaan dengan aksi dan kecamatan keras baik kepada masya-
rombongan Muspida dan Muspika setempat yang rakat setempat sebagai aktor maupun kepada
hendak menyegel dayah tersebut. Setiba di lo- MPU Aceh yang telah mengeluarkan fatwa sesat
kasi, perwakilan dari Muspida kemudian mem- dan menyesatkan tersebut. Diantara beberapa
bacakan fatwa MPU dan setelah itu massa lang- aktifis tersebut adalah Jaringan Masyarakat Si-
pil Peduli Syariat (JMSPS) yang meminta MPU
3
Ibid. tidak mengeluarkan fatwa sesat atau menjurus
4
“Korban Fatwa Sesat MPU Dikepung Masa, Negara Harus
Jamin Keamanan”, tersedia di Website http://potret-
sesat terhadap komunitas tertentu karena akan
online.com/index.php/news-flash/1262-korban-fatwa- menimbulkan kekerasan dalam masyarakat. Ma-
sesat-mpu-dikepung-massa-negara-harus-jamin-keama-
nan, diakses tanggal 2 Januari 2014.
syarakat butuh bimbingan ulama dalam meng-
5
Ibid.
312 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 14 No. 2 Mei 2014

hadapi perbedaan-perbedaan pandangan aga- pemerintahan yang bersifat khusus atau


ma, bukan fatwa saling menyesatkan sebagai- bersifat istimewa tersebut, maka pemerintah
mana pesan yang disampaikan oleh Juru Bicara menge-sahkan beberapa daerah tertentu yang
Jaringan Masyarakat Sipil Peduli Syariat (JMS- meme-nuhi syarat secara materil maupun
PS), Affan Ramli melalui siaran persnya. Selain secara histo-ris akan status tersebut.
itu juga, Aceh Judicial Monitoring Insititute Daerah-daerah di Indonesia yang menda-
(AJMI) turut mengecam sikap yang dilakukan patkan status otonomi khusus diberikan oleh
oleh MPU Aceh. Berdasarkan latar belakang dia- Pemerintah hanya kepada dua provinsi di Indo-
tas, penulis tertarik untuk mengkaji mengenai nesia yaitu Provinsi Aceh dan Provinsi Irian Ja-
aspek dan implikasi yuridis keberadaan fatwa ya. Status Otonomi Khusus bagi Provinsi Aceh
Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh diberikan oleh Pemerintah dengan disahkannya
tentang paham atau aliran sesat. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa
Pembahasan Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussa-
Landasan Konstitusional MPU Aceh lam sebagaimana telah dicabut dengan Undang-
Keberadaan MPU di Aceh merupakan wu- Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerin-
jud daripada manifestasi komitmen negara yang tahan Aceh. Adapun Otonomi Khusus bagi Pro-
mengakui serta menghormati satuan-satuan pe- vinsi Papua diberikan oleh Pemerintah dengan
merintahan daerah tertentu yang bersifat khu- disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun
sus maupun bersifat istimewa. Hal tersebut se- 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.
cara tegas dijabarkan dalam UUD 1945 sebagai Provinsi Aceh selain mendapatkan status
konstitusi negara sebagaimana yang tercantum Otonomi khusus secara bersamaan menyandang
dalam Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 menyebut- status istimewa. Status istimewa bagi Provinsi
kan bahwa: “Negara mengakui dan menghorma- Aceh disematkan oleh Pemerintah seiring de-
ti satuan-satuan pemerintahan daerah yang ber- ngan disahkannya Undang-Undang Nomor 44 Ta-
sifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur hun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewa-
dengan undang-undang”. Rumusan Pasal 18B an Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Adapun hal-
ayat (1) tersebut secara nyata menunjukkan hal pokok yang ditetapkan dalam Undang-Un-
bahwa para elit negara ini menyadari akan ke- dang Nomor 44 Tahun 1999 tersebut, untuk me-
ragaman budaya dan sejarah setiap daerah yang nyelenggarakan keistimewaan Aceh dan tidak
ada di Indonesia.6 diberikan kepada daerah-daerah lainnya di In-
Keragaman budaya maupun sejarah terse- donesia.8 Hal ini bermakna bahwa provinsi Aceh
but telah membuka ruang adanya status daerah merupakan satu-satunya daerah di Indonesia
yang bersifat khusus maupun bersifat istimewa yang satuan pemerintahan daerahnya menda-
kepada satuan pemerintahan tertentu di Indo- patkan dua buah status secara bersamaan seba-
nesia. Perkataan “khusus” memiliki cakupan gaimana yang diamanatkan dalam Pasal 18B
luas, antara lain dimungkinkan untuk memben- ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
tuk pemerintahan daerah dengan otonomi khu- Indoensia Tahun 1945, yaitu status Istimewa
sus seperti Aceh dan Irian Jaya.7 Sebagai bentuk dan status Otonomi Khusus.
manifestasi daripada amanat Pasal 18B ayat (1)
konstitusi tersebut menyangkut status satuan Landasan Hukum MPU Aceh
Berdasarkan amanat konstitusi mengenai
6
Kurniawan, “Eksistensi Masyarakat Hukum Adat dan status satuan pemerintahan yang bersifat khu-
Lembaga-Lembaga Adat di Aceh dalam Penyelenggaraan
sus atau bersifat istimewa sebagaimana yang
Keistimewaan dan Otonomi Khusus di Aceh”, Jurnal Hu-
kum YUSTISIA, Vol. 84 No. 22 September - Desember
2012,Surakarta: FH UNS, hlm. 49.
7 8
Husni Jalil, dkk, “Implementasi Otonomi Khusus di Pro- Mohammad Daud Yoesoef, “Qanun Sebagai Aturan Pe-
vinsi Aceh berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun laksana Peraturan Perundang-Undangan Atasan”, Jurnal
2006”,Jurnal Ilmu Hukum KANUN, No. 51 Tahun XII Ilmu Hukum KANUN, No. 47 Tahun IX Agustus 2009,
Agustus 2010,Aceh: FH UNSIYAH,hlm. 206-207. Aceh: FH UNSIYAH, hlm. 178.
Aspek Hukum Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) tentang Aliran Sesat 313

diatur dalam Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang sideran menimbang huruf a, huruf b dan huruf c
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999
tersebut, maka untuk Aceh dikeluarkanlah Un- tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi
dang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Pe- Daerah Istimewa Aceh. Pertama, bahwa sejarah
nyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah panjang perjuangan rakyat Aceh membuktikan
Istimewa Aceh. Undang-Undang Nomor 44 Ta- adanyaketahanan dan daya juang yang tinggi,
hun 1999 tersebut hakikatnya telah mengama- yang bersumber dari kehidupan yang religius,
natkan kepada Aceh untuk menyelenggarakan adat yang kukuh, dan budaya Islam yang kuat
keistimewaan yang salah satunya penyelengga- dalam menghadapi kaum penjajah; kedua, bah-
raan kehidupan beragama (syari’at Islam), se- wa kehidupan religius rakyat Aceh yang telah
bagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 3 ayat membentuk sikap pantang menyerah dan sema-
(2) menyebutkan bahwa: ngat nasionalisme dalam menentang penjajah
Penyelenggaraan Keistimewaan meliputi: dan mempertahankan kemerdekaan merupakan
a. Penyelenggaraan kehidupan beragama; kontribusi yang besar dalam menegakkan Nega-
b. Penyelenggaraan kehidupan adat; ra Kesatuan Republik Indonesia meskipun rakyat
c. Penyelenggaraan pendidikan; dan
d. Peran ulama dalam penetapan kebija- Aceh kurang mendapat peluang untuk menata
kan Daerah. diri; ketiga, bahwa kehidupan masyarakat Aceh
yang religius, menjunjung tinggi adat, dan telah
Keistimewaan yang dimaksud dalam Un- menempatkan ulama pada peran yang terhor-
dang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tersebut mat dalam kehidupan bermasyarakat, berbang-
adalah kewenangan khusus untuk menyelengga- sa, dan bernegara perlu dilestarikan dan dikem-
rakan kehidupan beragama, adat, pendidikan, bangkan bersamaan dengan pengembangan
dan peran ulama dalam penetapan kebijakan pendidikan. Ketiga dasar petimbangan sejarah
Daerah sebagaimana yang dijelaskan dalam Pa- tersebut yang menjadi pertimbangan pemerin-
sal 1 angka 8. Istilah “Keistimewaan” sebagai- tah sehingga menetapkan status keistimewaan
mana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor bagi Aceh sebagai manifestasi tuntutan kehen-
44 Tahun 1999 tersebut merupakan pengakuan dak para pemimpin Aceh di masa lalu yang be-
dari bangsa Indonesia yang diberikan kepada lum terpenuhi secara utuh.
daerah karena perjuangan dan nilai-nilai hakiki Undang-undang No. 44 Tahun 1999 terse-
masyarakat yang tetap dipelihara secara turun but dijadikan sebagai landasan hukum atau alas
temurun sebagai landasan spiritual, moral dan hak bagi Pemerintah Aceh dalam memben-tuk
kemanusiaan sebagaimana yang diamanatkan beberapa lembaga keistimewaan dalam rangka
dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 44 Tahun manifestasi dari status istimewa yang telah di-
1999. berikan dengan telah disahkannya Undang-Un-
Diformalisasikannya syari’at Islam dalam dang Nomor 44 Tahun 1999. Beberapa lembaga
penyelenggaraan kehidupan beragama di Aceh keistimewaan tersebut adalah sebagai berikut:
sebagai bentuk keistimewaan yang diberikan Dinas Syari’at Islam, Wilayatu Hisbah (WH) atau
Pemerintah kepada Aceh tersebut bukan secara Polisi Syari’ah, Mahkamah Syari’ah, Majelis Per-
tiba-tiba(plotseling) dan tanpa sebab maupun musyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Majelis Pen-
pertimbangan (zonder rekening te houden), didikan Daerah (MPD), Majelis Adat Aceh (MAA)
melainkan secara fundamental karena ada fak- dan Baitul Maal.
tor pertimbangan sejarah (historical cinsidera- Kelembagaan MPU Acehsebagaimana yang
tion)dimasa masa lalu yang panjang.9 Dasar disebutkan diatas dibentuk melalui Pera-turan
pertimbangan sejarah tersebut yaitu karena ti- Daerah Istimewa Aceh Nomor 3 Tahun 2000 ten-
ga hal sebagaimana yang tercantum dalam kon- tang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja
Majelis Permusyawaratan Ulama Provinsi Dae-
9
Kurniawan, “Dinamika Formalisasi Syari’at Islam di In-
donesia”, Jurnal Ilmu Hukum KANUN, No. 58 Tahun XIV
rah Istimewa Aceh. Keberadaan Lembaga MPU
Desember 2012,Aceh: FH UNSIYAH, hlm. 453.
314 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 14 No. 2 Mei 2014

Aceh merupakan sebagai instrumen untuk me- mor 2 Seri E Nomor 2, Tambahan Lembaran
laksanakan status keistimewaan Aceh dalam bi- Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
dang peran ulama dalam penetapan kebijakan Nomor 4); ketiga, Qanun Aceh Nomor 11 Tahun
daerah sebagaimana yang diamanatkan dalam 2002 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam Bidang
Pasal 3 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor Aqidah, Ibadah, dan Syi’ar Islam; keempat, Qa-
44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keisti- nun Aceh Nomor 12 Tahun 2003 tentang Lara-
mewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh.10 ngan Khamar; kelima, Qanun Aceh Nomor 13
Peraturan Daerah Istimewa Aceh Nomor 3 Tahun 2003 tentang Maisir; keenam, Qanun
Tahun 2000 tentang Pembentukan Organisasi Aceh Nomor 14 tahun 2003 tentang Khalwat;
dan Tata Kerja Mejelis Permusyawaratan Ulama ketujuh, Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2004 ten-
Provinsi Daerah Istimewa Aceh tersebut selan- tang Pengelolaan Zakat; kedelapan, Qanun
jutnya diubah dengan Peraturan Daerah Istime- Aceh Nomor 11 Tahun 2004 tentang Fungsional
wa Aceh Nomor 43 Tahun 2001 tentang Peruba- Kepolisian Daerah Nanggroe Aceh Darussalam;
han Atas Peraturan Daerah Provinsi Daerah Isti- kesembilan, Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2009
mewa Aceh Nomor 3 Tahun 2000 tentang Pem- tentang Majelis Permusyawaratan Ulama.
bentukan Organisasi dan Tata Kerja Mejelis Per- Undang-undang No. 44 Tahun 1999 ten-
musyawaratan Ulama Provinsi Daerah Istimewa tang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi
Aceh. Pada Tahun 2009, kedua Peraturan Dae- Daerah Istimewa Aceh telah menempatkan Pro-
rah tersebut dicabut dan dinyatakan tidak ber- vinsiAceh sebagai satu-satunya daerah di wila-
laku lagi seiringdengan telah disahkannya Qa- yah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
nun Aceh Nomor 2 Tahun 2009 tentang Majelis secara hukum mendapat pengakuan formal (Le-
Permusyawaratan Ulama. gal Formal Recognation) akan berlakunya pelak-
Pemerintah Aceh telah mengeluarkan be- sanaan syari’at Islam dalam rangka manifestasi
berapa peraturan daerah atau Qanun Aceh se- daripada jaminan pengakuan negara terhadap
bagai peraturan lanjutan atau peraturan orga- satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersi-
nik yang ditujukan untuk melaksanakan secara fat khusus dan istimewa sebagaimana yang di-
teknis alam penyelenggaraan keistimewaan ter- amanatkan dalam Pasal 18B ayat (1) UUD
sebut yang salah satunya menyangkut dengan 1945.12 Guna memperkuat keberadaan penye-
penyelenggaraan kehidupan beragama dan juga lenggaraan keistimewaan Aceh dibawah rezim
menyangkut adanya peran ulama dalam pe- Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tersebut
netapan kebijakan daerah.11 Beberapa peratu- sekaligus guna memberi kewenangan yang luas
ran lanjutan atau peraturan organik tersebut dalam menjalankan pemerintahan bagi Provinsi
sebagai pijakan dasar dalam penerapan syari’at Daerah Istimewa Aceh, sesuai dengan amanat
Islam secara menyeluruh adalah sebagai beri- TAP MPR No. IV/MPR/1999 maka disahkan Un-
kut. Pertama, Peraturan Daerah Provinsi Daerah dang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang
Istimewa Aceh Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pe- Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa
laksanaan Syari’at Islam (Lembaran Daerah Pro- Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darus-
vinsi Daerah Istimewa Aceh Tahun 2000 Nomor salam.13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001
30); kedua, Peraturan Daerah Provinsi Nanggroe pada prinsipnya mengatur kewenangan yang
Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002 tentang bersifat khusus kepada Pemerintah Provinsi
Peradilan Syari’at Islam (Lembaran Daerah Pro- Nanggroe Aceh Darussalam yang berbeda dari
vinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2003 No- kewenangan pemerintahan daerah sebagaimana

10
Zainal Abidin, “Pemberlakuan Syari’at Islam sebagai Hu-
kum Positif di Provinsi Aceh”, Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu
12
Sosial dan Kemasyarakatan MONDIAL, Vol. 12 No. 21 Kurniawan, “Demokrasi dan Konstitusionalisme Hukum
Januari - Juni 2010, Aceh: UPT Perpustakaan UNSIYAH, Islam di Indonesia”,Jurnal Ilmu Hukum KANUN, No. 55
hlm. 134. Tahun XIII Desember 2011,Aceh: FH UNSIYAH, hlm. 380.
11 13
Danial dkk, “Pelaksanaan Syari’at Islam dan Kekerasan Hasan Basri, “Kedudukan Syari’at Islam di Aceh Dalam
di Aceh”, Jurnal Kajian Aceh Seumike’, Vol. 3 No. 1 Sistem Hukum Indonesia”, Jurnal Ilmu Hukum KANUN,
November 2007,Aceh: Aceh Institute Press, hlm. 62. No. 55 Tahun XIII Desember 2011, hlm. 319.
Aspek Hukum Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) tentang Aliran Sesat 315

yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 kan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik In-
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 14 donesia pada masa revolusi fisik. Perjuangan
Keberadaan status keistimewaan bagi dan pengorbanan rakyat Aceh dalam memper-
Aceh semakin menghujam kedalam sistem hu- tahankan kemerdekaan RI melalui peran ulama
kum nasional dengan lahirnya Undang-Undang yang sangat dominan dan masif, telah menem-
Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan patkan Aceh sebagai salah satu daerah yang
Aceh menggantikan Undang-Undang Nomor 18 memiliki kedudukan tersendiri.
Tahun 2001 tersebut.Undang-Undang Nomor 11 Penghayatan terhadap ajaran Islam yang
Tahun 2006 merupakan hasil kesadaran yang telahmelekat tersebut melahirkan budaya Aceh
kuat dari Pemerintah dan Gerakan Aceh Mer- yang tercermin dalam kehidupan adat sehingga
deka (GAM) untuk menyelesaikan konflik secara tergambarkan dalam hadis majah (kata-kata bi-
damai, menyeluruh, berkelanjutan serta ber- jak) yaitu: “Adat bak poteumeureuhom, hukom
martabat yang permanen dalam kerangka NK- bak Syiah Kuala, Qanun bak putroe Phang, reu-
RI.15 Namun, materi muatan yang terkandung sam bak laksamana”. Kalimat tersebut bermak-
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 na bahwa: ”hukum adat ditangan pemerintah,
tersebut mempunyai beberapa perbedaan sig- dan hukum syari’at ditangan ulama”.17 Untaian
nifikan dengan materi muatan yang terkandung kata-kata sebagai-mana yang terdapat dalam
dalam Memorendum of Understanding (MoU) hadis maja tersebut merupakan pencerminan
yang ditandatangani oleh para pihak (Peme- dan perwujudan syari’at Islam dalam praktik
rintah dan Wakil GAM).16 kehidupan sehari-hari bagi masyarakat Aceh. 18
Selanjutya oleh karena letaknya di wilayah pa-
Keistimewaan Aceh dalam Lintasan Sejarah ling barat, maka Aceh dikenal sebagai Daerah
Perjalanan sejarah praktek ketatanegara- Serambi Makkah dimana kaum muslimin dari
an di Indonesia telah menempatkan Aceh seba- berbagai wilayah di Nusantara berangkat ke Ta-
gai pemerintahan yang bersifat istimewa dan nah Suci Makkah untuk menunaikan rukun Islam
khusus. Pemberian kedua status tersebut ter- yang ke-lima.
kait dengan katakter khas sejarah perjuangan Semenjak Islam lahir pada abad VI, Aceh
masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan dan merupakan tempat pertama yang menerima Is-
daya juang tinggi bersumber dari pandangan lam di Asia Tenggara. Menurut catatan pengem-
hidup yang berlandaskan syari’at Islam yang bara barat, Aceh menjadi sebuah kerajaan Is-
melahirkan budaya Islam yang kuat. lam pada abad XIII Masehi, yang selanjutnya
Kehidupan rakyat Aceh yang religius telah berkembang menjadi sebuah kerajaan yang ma-
membentuk sikap pantang menyerah dan me- ju pada abad XIV Masehi yang selanjutnya ber-
miliki semangat nasionalisme yang kuat dalam kembang ke seluruh Asia Tenggara.19 Pada seki-
mempertahankan kemerdekaan, sehingga me- tar abad XV Masehi ketika bangsa barat memu-
nempatkan Aceh menjadi daerah modal bagi lai petualangannya di wilayah timur, hampir se-
perjuangan dalam merebut dan mempertahan- bagian besar wilayah nusantara berhasil dikua-
sai, tetapi Aceh tetap bebas sebagai sebuah
14
Eddy Purnama, “Refleksi Otonomi Khusus Berdasarkan
kerajaan yang berdaulat.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006“, Jurnal Ilmiah
Ilmu-ilmu Sosial dan Kemasyarakatan MONDIAL, Vol. 12
No. 21 Januari - Juni 2010, Aceh: UPT Perpustaan UNSI-
17
YAH, hlm. 3. Taqwaddin, “Kewenangan Mukim dalam Pengelolaan
15
Sulaiman, “Keadilan Bagi Korban Pelanggaran Berat Sumber Daya Alam”,Jurnal Ilmu Hukum KANUN, No. 48
HAM Masa Lalu di Aceh”, Jurnal Hukum dan Keadilan Tahun 9 Desember 2009, Aceh: FH UNSIYAH, hlm. 328.
18
MEDIASI, Vol. 1 No. 3 September 2011, Aceh: UNMUHA, Malik Musa, “Kewenangan, Peran, dan Tugas Lembaga
hlm. 33. Tuha Peut di Aceh”, Jurnal Hukum dan Keadilan ME-
16
Galuh Wandita, Patrick Burgess, “Minum Kopi Pahit Asli DIASI, Vol. 1 No. 3 Mei 2011. Aceh: FH UNMUHA, hlm. 3.
19
Aceh: Membuka Jendela-jendela Pertanggungjawaban Teuku Muttaqin Mansur, Faridah jalil, “Aspek Hukum
Atas Kekerasan Masa Lalu”, Jurnal Kajian Aceh Seumi- Peradilan Adat di Indonesia Periode 1602-2009”, Jurnal
ke’, Vol. 4 No. 21 Februari 2009,Aceh: Aceh institute Ilmu Hukum KANUN, No. 59 Tahun XIV April 2013, Aceh:
Press, hlm. 29. FH UNSIYAH, hlm. 65.
316 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 14 No. 2 Mei 2014

Hubungan Kerajaan Aceh Darussalam de- sebut yaitu: Tgk. H. Jakfar Lamjabat, Tgk. H.
ngan Kerajaan Belanda tercatat dalam percatu- Muhammad Hasan Krueng Kalee, Tgk. H. Ahmad
ran internasional cukup baik, namun pada abad Hasballah Indera Puri, dan Tgk. H. Muhammad
XVI hubungan diantara kedua kerajaan tersebut Daud Beureueh.25
mengalami krisis.20 Meski demikian dalam Trak- Seluruh wilayah Republik Indonesia, pada
tat London 17 Maret 1824, Pemerintah Belanda akhir tahun 1948 telah berhasil diduduki oleh
berjanji kepada Pemerintah Inggris untuk tetap Kerajaan Belanda ketika dilancarkannya agresi
menghormati kedaulatan Kerajaan Aceh. 21 Em- Militer Belanda Kedua, kecuali daerah Aceh.
pat puluh tujuh tahun kemudian, dengan berba- Oleh karena itu, maka Soekarno menem-patkan
gai kelicikan, Belanda meyakinkan Inggris untuk Aceh sebagai “Daerah Modal” untuk memperta-
tidak menghalangi menguasai Aceh melalui hankan kemerdekaan Negara Indonesia yang te-
Traktat Sumatra 1 November 1871.22 Dua tahun lah diproklamasikan pada tahun 1945. Presiden
kemudian (1873) Kerajaan Belanda menyerang Soekarno dalam beberapa waktu berkunjung ke
Aceh dan berkobarlah peperangan yang ber- Aceh dalam upaya merebut simpati rakyat Aceh
langsung puluhan tahun dengan menalan korban untuk terus mengobarkan semangat melawan
yang banyak diantara kedua belah pihak.23 Se- kolonialisme Belanda.
jak saat itu hingga perang dunia kedua, Keraja- Presiden Soekarno dalam sebuah pidato-
an Belanda telah kehilangan enam jenderal dan nya di Lapangan Blang Padang, Kuta Raja (saat
ribuan perwiran dan para prajurit. ini bernama kota Banda Aceh) tanggal 17 Juni
Komitmen kebangsaan rakyat Aceh ter- 1948, di depan lebih dari 100 ribu rakyat Aceh
hadap Republik Indoneisa tidak pernah surut yang datang telah membakar semangat perjua-
dalam perjalanan sejarah kemerdekaan Indone- ngan rakyat Aceh dalam kobaran garangnya ora-
sia. Setelah Proklamasi kemerdekaan, para pe- si heroik patriotik dengan kutipan kata sebagai
muda Aceh umumnya ikut dalam perjuangan berikut:26
untuk membela negara dengan turut bergabung “Dari ribuan kilometer aku datang ke sini
dalam Tentara keamanan Rakyat (TKR) yang se- spesial untuk bertemu dengan rakyat
lanjutnya berubah menjadi Tentara Rakyat In- Aceh yang terkenal sebagai satu rakyat
yang selalu berjuang untuk kemerdekaan,
donesia(TRI) selanjutnya berubah menjadi ten- yang selalu menjadi kampiun dan pelopor
tara Nasional Indonesia (TNI). Dua bulan setelah perjuangan kemerdekaan rakyat Indone-
Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 sia. Segenap rakyat Indonesia di Tanah
Agustus 1945, tepatnya tanggal 7 Oktober 1945, Jawa, Sumatra, Sunda Kecil, Kalimantan,
empat orang ulama besar Aceh mengeluarkan Sulawesi, dan pulau-pulau lainnya menga-
rahkan matanya kepada saudara-saudara.
fatwa yang menegaskan bahwa: Pokoknya, saudara punya perjuangan se-
“bagi kaum Muslimin yang berperang un- karang ini ialah perjuangan menyelamat-
tuk mempertahankan cita-cita proklama- kan Republik Indonesia, republik yang se-
si yang apabila ia meninggal dalam pe- karang menjadi kecil sesudah terjadi-nya
rang tersebut akan mendapatkan pahala perang kolonial pada Juli 1947 tahun lalu,
syahid”.24 tetapi dengan Aceh menjadi Daerah Mo-
dal seluruh wilayah Republik Indonesia
Keempat ulama besar tersebut juga mengan- akan kita rebut kembali.Terus saudara-
jurkan rakyat berdiri teguh di belakang pemim- saudara tidak salah sangka aku, semangat
pin bangsa Indonesia yang sedang berjuang. Ada Aceh memang bergelora, menjadi modal
pun keempat ulama Aceh yang melegenda ter- bagi perjuangan bangsa Indonesia”.

Pada tanggal 16 Juli 1948, Presiden Soe-


20
Kaoy Syah, 2004, Keistimewaan Aceh Dalam Lintasan karno mengunjungi Aceh dan mengumpulkan
Sejarah, Jakarta: Pengurus Besar Al-Jami’iyatul Washli-
yah, hlm. 2. para tokoh dan pedagang Aceh untuk mengga-
21
Ibid.
22
Ibid.
23 25
Ibid. Ibid., hlm. 64.
24 26
Ibid., hlm. 63 - 64. Ibid., hlm. 64 - 65.
Aspek Hukum Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) tentang Aliran Sesat 317

lang kekuatan dan bantuan untuk mendukung untuk memberikan kebebasan kepada rakyat
perjuangan dalam mempertahankan kemerde- Aceh melaksanakan unsur-unsur syari’at Islam
kaan Indonesia. Presiden Soekarno memberikan dalam seluruh aspek hidup dan kehidupan.29 Be-
pidato politiknya di Pendopo Residen Aceh ber- rikut dialog antara Presiden Soekarno dengan
kata:27 Tgk. Abu Daud Beureu’eh yang dikutip dari bu-
“hanya jikalau negara Indonesia telah ku Referendum Aceh dalam Pantauan Hukum
berdiri dengna isinya, jikalau sang merah Karya Sofyan Ibrahim Tiba S.H. sebagai beri-
putih telah berkibar di seluruh kepulauan kut:30
Indonesia, barulah kita boleh berkata
bahwa revolusi nasional kita telah selesai. Presiden Soekarno (PS): “Saya meminta
Saya tahu rakyat Aceh adalah pahlawan. bantuan Kakak (Daud Beureu’eh), agar
Aceh selalu menjadi contoh teladan bagi rakyat Aceh turut mengambil bagian da-
perang kemerdekaan, contoh perang ke- lam perjuangan bersenjata yang sekarang
merdekaan seluruh rakyat Indonesia. Se- sedang berkobar antara Indonesia dengan
luruh rakyat Indonesia melihat ke Aceh, Belanda untuk mempertahankan kemer-
mencari kekuatan batin dari Aceh, dan dekaan yang telah kita proklamirkan pada
Aceh menjadi obor perjuangan rakyat tanggal 17 agustus 1945.”
Indonesia”. Daud Beureu’eh (DB): “Saudara Presi-
den! Kami rakyat Aceh dengan segala se-
nang hati dapat memenuhi permintaan
Rapat raksasa tangal 18 Juli 1948 di Bi- Presiden, asal saja perang yang akan kami
reuen, Presiden soekarno sekali lagi berpidato kobarkan itu, berupa perang sabil atau
di depan lebih seratus ribu rakyat Aceh berka- perang fii sabilillah, perang untuk mene-
ta:28 gakkan agama Allah, sehingga kalau ada
“Aku ingin bertemu muka dengan rakyat di antara kami yang terbunuh dalam pe-
Aceh yang selalu menjadi kenanganku, perangan tersebut berarti mati syahid”.
rakyat yang tidak mau dijajah Belanda.... PS: “Kakak! Memang yang saya maksud
Rakyat yang telah mengalahkan tentara itu adalah perang seperti yang telah
Belanda.... yang telah mengadakan per- dikobarkan oleh para pahlawan Aceh yang
juangan mati-matian, bertempur, meno- terkenal seperti Tengku Chikditiro dan
lak dan menahan imperialisme Belanda lain-lain, yaitu pe-rang yang tidak kenal
masuk ke Daerah Aceh, sehingga karena- mundur, perang yang bersemboyan ‘mer-
nya Aceh menjadi Daerah Modal Re- deka atau syahid”.
publik Indonesia......”. DB: “kalau begitu kedua pendapat kita
telah bertemu saudara Presiden. Dengan
demikian bolehlah saya mohon kepada
Paska kunjungan Presiden Soekarno ke Saudara Presiden, bahwa apabila perang
Aceh tersebut berdasarkan himbaun Soekarno telah usai nanti, kepada rakyat Aceh di-
dengan ditopang oleh pengaruh kharismatik beri kebebasan untuk menjalankan sya-
Tgk. Abu Daud Ber’euh (sebagai ulama sekaligus ri’at Islam dalam daerahnya”.
pimpinan militer), akhirnya semua anggota ma- PS: “Mengenai itu Kakak tidak usah kha-
watir, sebab 90% rakyat Indonesia beraga-
syarakat terutama para pedagang mengumpul- ma Islam”.
kan dana dan emas untuk membeli sebuah ka- DB: Maafkan saya Saudara Presiden, kalau
pal terbang sebagai sarana bagi pemimpin Indo- saya terpaksa mengatakan bahwa hal itu
nesia untuk melakukan lobi-lobi secara masif di tidak menjadi jaminan bagi kami. Kami-
tingkat internasional dalam upaya mendapatkan kami menginginkan satu kata ketentuan
dari Saudara Presiden”.
simpatik dari berbagai peimimpin dunia. PS: “Kalau demikian baiklah saya setuju
Tokoh Aceh yang menjadi Gubernur Mili- permintaan Kakakku”.
ter ketika itu Tgk. M. Daud Beureu’eh sebelum DB: “Alhamdulillah. Atas nama rakyat
Soekarno kembali Ke Ibu Kota Jakarta,meminta Aceh saya mengucapkan terimakasih ba-
jaminan dari Presiden RI pertama Ir. Soekarno nyak atas kebaikan hati Saudara Presiden.

29
Ibid., hlm.98.
27 30
Ibid., hlm.64. Sofyan Ibrahim Tiba dalam Kaoy Syah, Ibid., hlm. 98 -
28
Ibid., hlm.65. 99.
318 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 14 No. 2 Mei 2014

Kami mohon (sambil menyodorkan secer- tiap pertempuran melawan imperialisme Belan-
cik kertas kepada Presiden Soekarno), su- da bahkan Kerajaan Belanda kehilangan Jen-
di kiranya Saudara presiden menulis sedi- deral Kohler pada pertempuran di seputar loka-
kit di atas kertas ini”.
si Masjid Raya Baiturrahman (Masjid Bersejarah
Mendengar ucapan Beureu’eh tersebut, lang- di Aceh yang terletak di Kuta Raja yang seka-
sung Soekarno menangis terisak-isak. Air mata- rang bernama Kota banda Aceh).
nya yang mengalir di pipinya membasahi baju- Aceh merupakan satu-satunya daerah di
nya. Dalam keadaan terisak-isak tersebut, Soe- Indonesia yang bebas dari pendudukan Belanda
karno berkata: di masa revolusi fisik (1945–1949). Situasi terse-
“Kakak, kalau begitu tak ada gunanya aku but menyebabkan Aceh dapat dengan leluasa
jadi Presiden. Apa gunanya jadi Presiden membantu wilayah Sumatara Timur pada front
jika tidak dipercaya”. Langsung saja Daud Medan Area. Situasi tersebut juga dimanfaatkan
Beureu’eh menjawab “Bukan kami tidak oleh Duta Besar L.N Palar di Perserikatan Bang-
percaya Saudara Presiden, akan tetapi
hanya sekedar menjadi tanda yang akan sa Bangsa (PBB) atau DR. Sudarsono sebagai
kami perlihatkan kepada rakyat Aceh Diplomat yang menghubungi India untuk menun-
yang nantinya akan berjuang”. Lantas jukkan kepada dunia internasional bahwa Repu-
Soekarno sambil menyeka air matanya, blik Indonesia dapat bertahan bahkan masih
berkata: “Wallah Billah, kepada daerah memiliki Aceh yang tetap tegak kokoh tanpa ja-
Aceh nanti akan diberikan hak untuk me-
nyusun rumah tangganya sendiri sesuai mahan Kerajaan Belanda sedikitpun yang secara
dengan Syariat Islam.31 Wallah, saya akan de facto dan de jure memiliki luas dan lebih
pergunakan pengaruh saya agar rakyat besar daripada negeri Belanda.35
Aceh benar-benar nanti dapat melak- Berkat kontribusi Aceh dalam memper-
sanakan syari’at Islam dalam daerahnya. 32 tahankan kemerdekaan sekaligus guna meme-
Nah, apakah kakak masih ragu-ragu? dan
dijawab oleh Daud Beureu’eh; “Saya nuhi janji presiden Soekarno, maka pada tahun
tidak ragu lagi Saudara Presiden.33 Sekali 1949atas nama Presiden, Wakil Perdana Menteri
lagi atas nama rakyat Aceh saya mengu- menetapkan Peraturan Wakil Perdana Menteri
capkan terimakasih atas kebaikan hati Pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 8/Des/
Saudara Presiden”.34 WKPM/1949 tertanggal 17 Desember 1949 ten-
Cuplikan potongan pembicaraan antara Presi- tang Pembentukan Provinsi Aceh, yang dengan
den Soekarno dan Daud Beureu’eh selaku Ulama itu dinyatakan Aceh sebagai satu provinsi yang
Karismatik Aceh yang juga sebagai Gubernur Mi- berdiri sendiri yang lepas dari Provinsi Suma-
liter Aceh pada masa itu memperlihatkan bah- tera Utara.36 Namun akhirnya, setelah Republik
wa eksistensi serta peran startegis Ulama di Indonesia kembali ke negara kesatuan, melalui
Aceh memiliki dominasi yang sangat kuat dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-un-
setiap sendi-sendi kehidupan masyarakat Aceh dang Nomor 5 Tahun 1950 tentang Pembentuk-
masa itu maupun jauh hari sebelumnya. Setelah an Provinsi SumateraUtara sebagai daerah oto-
pertemuan di antara kedua tokoh tersebut, de- nom yang mulai berlaku 15 Agustus 1950, status
ngan segenap pengaruh dan kharismatik yang daerah Aceh kembali ditetapkan menjadi salah
dimiliki oleh Daud Beureu’eh telah menyakin- satu karesidenan dalam Provinsi Sumatera Uta-
kan seluruh rayat Aceh bahwa perang yang se- ra, selain Sumatera Timur dan Tapanuli.37
dang dan yang terus dilakukan kedepan oleh Ketetapan ini menimbulkan kekecewaan
rakyat Aceh adalah perang Fii Sabilillah (perang yang mendalam di kalangan pemimpin dan rak-
dalam membela agama Allah), maka seluruh yat Aceh, yang pada akhirnya menimbulkan ge-
rakyat Aceh turut mengambil bagian dalam se- jolak perlawanan pada bulan September 1953

35
Hardi dalam Kaoy Syah, Ibid., hlm. 66.
31 36
Ibid., hlm. 99. Husni Jalil, 2005, Eksistensi Otonomi Khusus Provinsi
32
Ibid. Nanggroe Aceh Darussalam Dalam Negara Kesatuan RI
33
Ibid. Berdasarkan UUD 1945, Bandung: CV. Utomo, hlm. 179.
34 37
Ibid. Ibid., hlm. 186.
Aspek Hukum Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) tentang Aliran Sesat 319

yang melibatkan hampir seluruh rakyat Aceh Perjalanan ketatanegaraan Indonesia me-
dengan label Darul Islam/Tentara Islam Indo- miliki aneka ragam ideologi dan kepentingan
nesia (DI/TII) yang langsung dipimpin oleh Tgk. telah mendorong Presiden Soekarno mengena-
M. Daud Beureu’eh.Pada saat dideklarasikan, bangkan Manifesto politik dengan poros Nasio-
Aceh disebut sebagai Negara Bagian Aceh dari nal-Agama dan Komunis (NASAKOM). Melalui
Negara Islam Indoensia (NBA-NII). Adapun DI/TII konsep NASAKOM inilah selanjutnya memberi
dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwir- ruang kepada ideologi Komunis untuk memben-
yo. tuk Partai dengan nama Partai Komunis Indo-
Berdasarkan Status nama pemberontakan nesia (PKI) dan turut terlibat dalam penyeleng-
Aceh memiliki makna bahwa pemberontakan garaan pemerintahan negara.
yang dipimpin oleh Tgk. M. Daud Beureu’eh bu- Kebijakan politik tersebut menimbulkan
kan menjadikan Aceh sebagai negara sendiri penolakan dan reaksi keras dari sebagian besar
terpisah dari Indonesia, melainkan masih se- rakyat di seluruh Indonesia, terutama dari me-
bagai bagian dari Negara Islam Indonesia. Hal reka di daerah-daerah yang memiliki basis Islam
ini bermakna bahwa pemberontakan di Aceh yang kuat seperti di Sumatra Barat dengan na-
masa itu bukan merupakan pemberontakan da- ma Dewan Banteng dipimpin oleh Kolonel Ah-
lam artian separatis, melainkan bentuk perla- mad Husein, di Sumatra Selatan dengan nama
wanan terhadap kekuasaan negara yang sah Dewan Gajah, di Sulawesi dengan nama Per-
yang telah mengecewakan rakyat Aceh. Dalam juangan Semesta (Permesta).39 Pemberontakan
situasi tersebut para elit Partai Komunis Indo- semakin meluas melebihi pemberontakan DI/TII
nesia (PKI) turut bermain dalam menyulut keke- di Aceh, yaitu pemberontakan Pemerintah Re-
cewaan rakyat Aceh guna memperlemah rezim volusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Per-
Soekarno sebagai upaya percepatan transforma- juangan Semesta (Permesta) yang dipimpin oleh
si ideologi komunis ke Republik Indonesia mela- para Panglima Militer di daerah-daerah. Di Su-
lui perebutan kekuasaan secara tidak sah (kude- matra Barat dipimpim oleh Ahmad Husein, di
ta). Sumatra dipimpin oleh Sombolon, di Sumatra
Empat tahun dalam pertikaian antara Pe- Selatan dipimpin oleh Barlian dan di Sulawesi
merintah dengan rakyat Aceh akhirnya mem- dipimpin oleh Kawilarang.
buat Pemerintah menyadari bahwa pemberon- Pemberontakan yang berkepanjangan dan
takkan Aceh melawan Pemerintah Indonesia meluas tersebut akhirnya menimbulkan krisis
memang sia-sia karena harus perang saudara, nasional dan instabilitas keamanan nasional.
perang dengan saudar-saudara seiman dan sau- Situasi tersebut yang kemudian membuat Pre-
dara-saudara yang telah memilik andil besar siden Soekarno menyatakan negara dalam ke-
dalam upaya mempertahankan kemerdekaan In- adaan bahaya (SOB). Dalam upaya mengantisi-
donesia dari imperialisme Belanda ketika masa pasi situasi krisis dan pemeliharaan keamanan
revolusi fisik. Dalam upaya menampung aspirasi pada tingkat pusat di bentuk Penguasa Perang
dan tuntutan rakyat Aceh tersebut, Pemerintah Daerah (Peperda) yang dipimpin oleh para
menetapkan kembali status Karesidenan Aceh Panglima KODAM dengan Gubernur sebagai wa-
menjadi daerah otonom Provinsi Aceh melalui kilnya. Upaya lain yang dilakukan oleh Peme-
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang rintah menuju penyelesaian masalah keamanan
Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Atjeh salah satunya di Aceh secara menyeluruh
dan Perubahan Peraturan Pembentukan Provinsi adalah dengan mengirimkan satu misi khusus di
Sumatra Utara, dimana Ali Hasymy diangkat se- bawah pimpinan Wakil Perdana Menteri yang
bagai Gubernur/Kepala Daerah Aceh berdasar- mem-berikan status Daerah Istimewa melalui
kan ketetapan Presiden No. 615/M/1957 tang- Keputu-san Perdana Menteri Republik Indonesia
gal 5 januari 1957.38 Nomor 1/Missi/1959 yang mulai berlaku tanggal

38 39
Husni Jalil, op.cit., hlm. 194. Kaoy Syah, op. cit., hlm. 64 - 65.
320 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 14 No. 2 Mei 2014

26 Mai 1959, yang isinya tentang Keistimewaan nya Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2009 tentang
Provin-si Aceh yang meliputi bidang agama, Majelis Permusyawaratan Ulama.
keistime-waan bidang peradatan, dan Keberadaan kelembagaan MPU Aceh ter-
40
keistimewaan bi-dang pendidikan. Ditinjau sebut merupakan instrument untuk melaksana-
dari aspek sejarah, Surat Keputusan Perdana kan status keistimewaan Aceh dalam bidang pe-
Menteri Republik In-donesia Nomor I/Missi/1959 ran ulama dalam penetapan kebijakan daerah
tersebut merupa-kan tonggak sejarah bagi sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 3
eksistensi Ulama be-serta dengan perlembagaan ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 44 Ta-
ulama di Aceh pas-ka kemerdekaan sekaligus hun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewa-
sebagai cikal bakal lahirnya Majelis an Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Dalam upaya
Permusyawaratan Ulama (MPU) dalam mengisi menyempurnakan pelaksanaan keistimewaan
keistimewaan Aceh dalam bidang agama dan Aceh tersebut maka pada tahun 2001 disahkan-
peran ulama dalam penetapan ke-bijakan nya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 ten-
daerah. tang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Is-
Status keistimewaan Aceh selanjutnya se- timewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh
makin diperkuat dengan hadirnya Undang-Un- Darussalam. Dengan demikian bermakna bahwa
dang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyeleng- Provinsi Aceh selain melekat status istimewa
garaan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa secara bersamaan juga melekat daerah dengan
Aceh, yang meliputi: penyelenggaraan kehidup- status Otonomi Khusus (Otsus).
an beragama, penyelenggaraan kehidupan adat, Berdasarkan kewenangan otonomi khusus
penyelenggaraan pendidikan, dan peran ulama yang diberikan kepada Aceh melalui Undang-
dalam penetapan kebijakan Daerah. Secara filo- Undang Nomor 18 Tahun 2001, maka pluralisme
sofis, lahirnya Undang-Undang Nomor 44 Tahun penerapan hukum di Aceh pun mulai diakui dan
1999 tersebut dalam rangka memberikan lan- diberlakukan kembali.41 Undang-Undang Nomor
dasan bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh da- 18 Tahun 2001 tersebut akhirnya dicabut dan
lam mengatur urusan-urusan yang telah men- dinyatakan tidak berlaku lagi seiring dengan te-
jadi keistimewaannya melalui kebijakan Dae- lah disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Ta-
rah. hun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Kelahir-
Untuk memperkuat keberadaan penye- an Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 meru-
lenggaraan keistimewaan Aceh dibawah rezim pakan bahagian upaya dari kedua pihak (Peme-
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang rintah dan Gerakan Aceh Merdeka) untuk pe-
Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah nyelesaian konflik berkepanjangan di Aceh. 42
Istimewa Aceh sekaligus guna memberi kewena-
ngan yang luas dalam menjalankan pemerintah- Aspek dan Implikasi Yuridis Keberadaan Fat-
an bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh, maka wa MPU Aceh tentang paham atau aliran sesat
disusun kelembagaan Majelis Permusyawaratan Pasal 5 Qanun Aceh No. 2 Tahun 2009
Ulama (MPU) Aceh melalui Peraturan Daerah Is- tentang Majelis Permusyawaratan Ulama, me-
timewa Aceh Nomor 3 Tahun 2000 tentang Pem- ngamanatkan bahwa:
bentukan Organisasi dan Tata Kerja Mejelis Per- Wewenang Majelis Permusyawaratan Ula-
musyawaratan Ulama Provinsi Daerah Istimewa ma (MPU) Aceh ada dua: (a) menetapkan
Aceh. Seiring dengan perjalanan waktu yang fatwa terhadap masalah pemerintahan,
pembangunan, ekonomi, sosial budaya
menghendaki adanya penyesuaian perkembang- dan kemasyarakatan; dan (b) memberi-
an dan kebutuhan di lapangan, selanjutnya Per-
aturan Daerah Istimewa Aceh Nomor 3 Tahun 41
Bakti Siahaan, “Pemberlakuan Syari’at Islam di Aceh
2000 tersebut dicabut dengan telah disahkan- Berhadapan Hukum Nasional di Indonesia”,Jurnal Ilmu
Hukum KANUN,No. 47 Tahun IX Agustus 2009, Aceh: FH
UNSIYAH, hlm. 245.
40 42
Darmawan, “Kedudukan Hukum Adat dalam Otonomi Sulaiman Tripa, “Membentuk Hukum Bagi Perdamaian
Khusus”, Jurnal Ilmu Hukum KANUN, No. 51 Tahun XII Aceh”, Jurnal Ilmu Hukum KANUN, No. 56 Tahun XIV
Agustus 2010, Aceh: FH UNSIYAH, hlm. 332. April 2012, Aceh: FH UNSIYAH, hlm. 159.
Aspek Hukum Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) tentang Aliran Sesat 321

kan arahan terhadap perbedaan pendapat bentuk-bentuk paham atau aliran sesat sebagai-
dalam masalah keagamaan baik sesama mana yang diamanatkan Pasal 6 Qanun Aceh
umat Islam maupun antar umat beragama No. 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat
lainnya.
Islam Bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam
Berdasarkan rumusan isi Qanun Aceh tersebut mengamanatkan bahwa: “Bentuk-bentuk paham
sangat jelas bahwa, wewenang menetapkan fat- dan atau aliran yang sesat di tetapkan melalui
wa bagi(PM) Aceh adalah hanya dalam hal ma- Fatwa MPU”, bukannya mengeluarkan/mene-
salah pemerintahan, pembangunan, ekonomi, tapkan fatwa sesat atas kelompok maupun
sosial budaya dan kemasyarakatan. Adapun ter- orang tertentu.
kait adanya perbedaan pendapat dalam masa- Fatwa yang dikeluarkan oleh MPU Aceh
lah keagamaan baik sesama umat Islam maupun yang materi muatannya terkait aliran sesat dan
antar umat beragama, MPU hanya diberikan we- menyesatkan tersebut, secara yuridis telah me-
wenang untuk memberikan arahan. ngambil peran dan fungsi lembaga yudisial (per-
Secara yuridis dapat disimpulkan bahwa adilan) di Aceh dalam hal ini Mahkamah Sya-
berdasarkan rumusan Pasal 5 huruf b Qanun r’iyah (MS). Hal ini mengingat MPU Aceh hanya
Aceh Nomor 2 Tahun 2009 tentang Majelis Per- diberi wewenang untuk menetapkan kriteria-
musyawaratan Ulama Aceh, menunjukkan bah- kriteria bentuk-bentuk paham atau aliran sesat
wa Fatwa yang telah dikeluarkan oleh MPU sebagaimana yang diamanatkan Pasal 6 Qanun
Aceh tentang Paham atau Aliran Sesat dan Me- Aceh Nomor 11 Tahun 2002 tersebut.
nyesatkan dalam hal adanya perbedaan pen- Kriteria mengenai bentuk-bentuk paham
dapat dalam masalah keagamaan diantara para dan atau aliran sesat yang ditetapkan MPU Aceh
ulama (pimpinan dayah) sebagaimana yang ter- tersebut menjadi hukum materill (materiil
jadi beberapa kali di Aceh bukan merupakan recht) bagi institusi negara yang berwenang
kewenangan atau otoritas MPU Aceh. Hal ini untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan
mengingat, bahwa kewenangan mengeluarkan perkara atas dugaan apakah suatu ajaran yang
fatwa dimiliki MPU Aceh hanya dalam hal masa- telah disebarkan adalah sesat atau tidak.Ada-
lah pemerintahan, pembangunan, ekonomi, so- pun Badan atau institusi negara yang berwe-
sial budaya dan kemasyarakatan sebagaimana nang untuk memeriksa, mengadili dan memu-
yang diamanatkan Pasal 5 huruf a Qanun Aceh tuskan/menetapkan perkara terkait dengan du-
Nomor 2 Tahun 2009. Menyikapi situasi per- gaan adanya pelanggaran terhadap ketentuan-
bedaan pendapat masalah keagamaan diantara ketentuan yang terdapat dalam Qanun Aceh No-
ulama (pimpinan dayah/pasantren) di Aceh ter- mor 11 Tahun 2002 tersebut termasuk me-
sebut, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) nyangkut dugaan adanya penyebaran faham
Aceh sepatutnya memberikan arahan sebagai- atau aliran sesat adalah Mahkamah Syari’ah se-
mana yang diamanatkan dalam Pasal 5 huruf b bagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 19
Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2009, bukannya Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2002 yang menen-
menetapkan/mengeluarkan fatwa. tukan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan-
Argumentasi yang digunakan oleh MPU ketentuan yang terdapat dalam Qanun ini di-
Aceh yang selama ini menggunakan Qanun Aceh periksa dan diputuskan oleh Mahkamah Syari-
Nomor 11 Tahun 2002 sebagai landasan hukum yah. Kalimat “ketentuan-ketentuan dalam qa-
sebagai dasar justifikasi dalam mengeluarkan nun ini” termasuk Pasal 5 ayat 2 Qanun Aceh
fatwa sesat bagi beberapa pimpinan Pasantren/ Nomor 11 Tahun 2002 yang menentukan bah-wa
Dayah di Aceh, secara yuridis MPU Aceh telah setiap orang dilarang menyebarkan faham atau
melakukan langkah yang sangat keliru. Hal ini aliran sesat.
mengingat Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2002 Keberadaan beberapa fatwa MPU Aceh
tersebut hanya memberikan wewenang kepada tentang aliran sesat dan menyesatkan terkait
MPUAceh untuk menetapkan kriteria-kriteria dengan adanya perbedaan pendapat dalam ma-
322 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 14 No. 2 Mei 2014

salah keagamaan diantara para pimpinan pe- Nomor 2 Tahun 2009 tentang Majelis Permusya-
santren/dayah yang terjadi di Aceh tersebut se- waratan Ulama.
cara nyata menunjukkan bahwa MPU Aceh telah MPU Aceh dalam prakteknya dalam hal
bertindak di luar kewenangannya (kompetensi). menyikapi perbedaan pendapat dalam masalah
sehingga berbagai fatwa sesat dan menyesatkan keagamaan diatara para pemimpin pasentren/
yang telah dikeluarkan oleh MPU Aceh di bebe- dayah di beberapa daerah di Aceh bukannya
rapa kabupaten di Aceh bertentangan dengan memberikan arahan sebagaimana yang diama-
Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2009 tentang Maje- natkan Pasal 5 huruf b Qanun Aceh Nomor 2 Ta-
lis Permusyawaratan Ulama Aceh jo Qanun Aceh hun 2009 melainkan mengeluarkan fatwa. Se-
Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Sya- lain itu fatwa yang dikeluarkan oleh MPU Aceh
riat Islam Bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar Is- yang materi muatannya terkait aliran sesat dan
lam. Secara hukum, kondisi ini menimbulkan menyesatkan, secara yuridis telah mengambil
implikasi yuridis di mana berbagai fatwa yang peran dan fungsi lembaga yudisial (peradilan) di
telah dikeluarkan oleh MPU Aceh terkait dengan Aceh dalam hal ini Mahkamah Syar’iyah (MS).
Aliran sesat dan menyesatkan tersebut tidak Hal ini MPU Aceh hanya diberi wewenang untuk
sah dan karenanya batal demi hukum, sehingga menetapkan kriteria-kriteria bentuk-bentuk pa-
karenanya fatwa tersebut tidak dapat diekse- ham atau aliran sesat sebagai-mana yang di-
kusi. amanatkan Pasal 6 Qanun Aceh Nomor 11 Tahun
2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang
Penutup Aqidah.
Simpulan Kriteria mengenai bentuk-bentuk paham
Pembentukan kelembagaan MPU Aceh dan atau aliran sesat yang ditetapkan MPU Aceh
melalui Peraturan Daerah Istimewa Aceh Nomor tersebut selanjutnya menjadi hukum materill
3 Tahun 2000 tentang Pembentukan Organisasi (materiil recht) bagi institusi negara yang ber-
dan Tata Kerja Mejelis Permusyawaratan Ulama wenang untuk memeriksa, mengadili, dan me-
Provinsi Daerah Istimewa Aceh yang selanjutnya mutuskan perkara atas dugaan apakah suatu
dicabut dengan telah disahkannya Qanun Aceh ajaran yang telah disebarkan adalah sesat atau
Nomor 2 Tahun 2009 tentang Majelis Permusya- tidak. Badan atau institusi negara yang berwe-
waratan Ulama merupakan instrumen untuk nang untuk memeriksa, mengadili dan memu-
melaksanakan status keistimewaan Aceh dalam tuskan perkara terkait dengan dugaan adanya
bidang peran ulama dalam penetapan kebijakan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan
daerah sebagaimana yang diamanatkan dalam yang terdapat dalam Qanun Aceh Nomor 11 Ta-
Pasal 3 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor hun 2002 tersebut termasuk menyangkut duga-
44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ke- an adanya penyebaran faham atau aliran sesat
istimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh. adalah Mahkamah Syari’ah, sebagaimana yang
MPU Aceh secara hukum diberi wewenang diamanatkan dalam Pasal 19 Qanun Aceh Nomor
untuk menetapkan fatwa hanya terhadap ma- 11 Tahun 2002.
salah pemerintahan, pembangunan, ekonomi, Keberadaan beberapa fatwa yang telah
sosial budaya dan kemasyarakatan sebagaimana dikelaurkan/ditetapkan MPU Aceh tentang ali-
yang diamanatkan dalam Pasal 5 huruf a Qanun ran sesat dan menyesatkan terkait dengan ada-
Aceh Nomor 2 Tahun 2009. Selain diberi wewe- nya perbedaan pendapat dalam masalah keaga-
nang untuk menetapkan fatwa, MPU Aceh juga maan diantara para pimpinan pasantren/dayah
diberi wewenang untuk memberikan arahan da- yang terjadi di Aceh selama ini secara nyata
lam menghadapi perbedaan pendapat dalam menunjukkan bahwa MPU Aceh telah bertindak
masalah keagamaan baik sesama umat Islam di luar kewenangannya (kompetensi). Hal ini
maupun antar umat beragama lainnya sebagai- menyebabkan, berbagai fatwa tentang aliran
mana diamanatkan Pasal 5 huruf b Qanun Aceh sesat dan menyesatkan tersebut bertentangan
dengan Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2009 ten-
Aspek Hukum Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) tentang Aliran Sesat 323

tang Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh jo YUSTISIA. Vol. 84 No. 22 September –


Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pe- Desember 2012. Surakarta: FH UNS;
laksanaan Syariat Islam Bidang Aqidah, Ibadah Mansur, Teuku, Muttaqin,. Jalil, Faridah.“As-
dan Syiar Islam. Secara hukum, kondisi ini me- pek Hukum Peradilan Adat di Indonesia
Periode 1602-2009”. Jurnal Ilmu Hukum
nimbulkan implikasi yuridis dimana berbagai
KANUN. No. 59 Tahun XIV April 2013.
fatwa yang telah dikeluarkan oleh MPU Aceh Aceh: FH UNSIYAH;
terkait dengan Aliran sesat dan menyesatkan
Musa, Malik. “Kewenangan, Peran, dan Tugas
tersebut tidak sah dan karenanya batal demi Lembaga Tuha Peut di Aceh”. Jurnal Hu-
hukum, sehingga karenanya fatwa tersebut ti- kum dan Keadilan MEDIASI. Vol. 1 No. 2
dak dapat dieksekusi. Mei 2011. Aceh: FH UNMUHA;
Purnama, Eddy. “Refleksi Otonomi Khusus Ber-
Daftar Pustaka dasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2006“.Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Sosial dan
Abidin, Zainal.“Pemberlakuan Syari’at Islam se- Kemasyarakatan MONDIAL. Vol. 12 No. 21
bagai Hukum Positif di Provinsi Aceh”. Januari - Juni 2010. Aceh: UPT. Perpusta-
Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Sosial dan Kemas- kaan UNSIYAH;
yarakatan MONDIAL. Vol. 12 No. 21 Janu- Siahaan,Bakti.“Pemberlakuan Syari’at Islam di
ari - Juni 2010. Aceh: UPT. Perpustakaan Aceh Berhadapan Hukum Nasional di Indo-
UNSIYAH; nesia”. Jurnal Ilmu Hukum KANUN. No.
Basri, Hasan. “Kedudukan Syari’at Islam di Aceh 47 Tahun IX Agustus 2009. Aceh: FH UNSI-
dalam Sistem Hukum Indonesia”. Jurnal YAH;
Ilmu Hukum KANUN. No. 55 Tahun XIII De- Sulaiman. “Keadilan Bagi Korban Pelanggaran
sember 2011. Aceh: FH UNSIYAH; Berat HAM Masa Lalu di Aceh”. Jurnal Hu-
Danial dkk,.“Pelaksanaan Syari’at Islam dan Ke- kum dan Keadilan MEDIASI. Vol. 1 No. 3
kerasan di Aceh”, Jurnal Kajian Aceh Seu- September 2011. Aceh: FH UNMUHA;
mike’. Vol. 3 No. 1 November 2007. Aceh: Syah,Kaoy. 2004. Keistimewaan Aceh dalam
Aceh Institute Press; Lintasan Sejarah. Jakarta: Pengurus Besar
Darmawan.“Kedudukan Hukum Adat dalam Oto- Al-Jami’iyatul Washliyah;
nomi Khusus”.Jurnal Ilmu Hukum KANUN. Taqwaddin.“Kewenangan Mukim dalam Penge-
No. 51 Tahun XII Agustus 2010. Aceh: FH lolaan Sumber Daya Alam”. Jurnal Ilmu
UNSIYAH; Hukum KANUN. No. 48 Tahun IX Desember
Jalil, Husni, dkk.“Implementasi Otonomi Khu- 2009. Aceh: FH UNSIYAH;
sus di Provinsi Aceh berdasarkan Undang- Tripa, Sulaiman. “Membentuk Hukum bagi Per-
Undang Nomor 11 Tahun 2006”.Jurnal Il- damaian Aceh”. Jurnal Ilmu Hukum KA-
mu Hukum KANUN.No. 51 Tahun XII Agus- NUN. No. 56 Tahun XIV April 2012. Aceh:
tus 2010. Aceh: FH UNSIYAH; FH UNSIYAH;
Jalil, Husni. 2005. Eksistensi Otonomi Khusus Wandita, Galuh. Burgess, Patrick. “Minum Kopi
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam da- Pahit Asli Aceh: Membuka Jendela-jen-
lam Negara Kesatuan RI Berdasarkan UUD dela Pertanggungjawaban atas Kekerasan
1945. Bandung: CV. Utomo; Masa Lalu”. Jurnal Kajian Aceh Seumike’.
Kurniawan. “Demokrasi dan Konstitusionalisme Vol. 4 No. 21 Februari 2009. Aceh: Aceh
Hukum Islam di Indonesia”. Jurnal Ilmu Institute Press;
Hukum KANUN. No. 55 Tahun XIII Yoesoef, Mohammad, Daud. “Qanun Sebagai
Desember 2011. Aceh: FH UNSIYAH; Aturan Pelaksana Peraturan Perundang-
-------. “Dinamika Formalisasi Syari’at Islam di Undangan Atasan”. Jurnal Ilmu Hukum
Indonesia”.Jurnal Ilmu Hukum KANUN.No. KANUN.No. 47 Tahun IX Agustus 2009.
58 Tahun XIV Desember 2012. Aceh: FH Aceh: FH UNSIYAH.
UNSIYAH;
-------. “Eksistensi Masyarakat hukum adat dan
Lembaga-Lembaga Adat di Aceh dalam
Penyelenggaraan Keistimewaan dan
Otonomi Khusus di Aceh”. Jurnal Hukum

Anda mungkin juga menyukai