Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PERAN DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS

DALAM MENGATASI APATISME MAHASISWA

Nama : Arby Tri Wicaksono

NIM : 15423015

Diajukan untuk memenuhi syarat bakal calon legislatif fakultas

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Apatisme merupakan hal yang sudah tidak asing lagi dalam
kehidupan bernegara. Terlebih lagi dalam negara yang menganut
sistem demokrasi. Apatisme menjadi salah satu indikator kualitas
demokrasi itu sendiri. Oleh karena itu, apatisme menjadi masalah
yang serius tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara
kemahasiswaan kita yang notabenenya juga menganut sistem
demokrasi yang dapat dilihat dari adanya pembagian peran lembaga
yang mewujudkan trias politika dan pemilihan raya.1

Mahasiswa apabila didefinisikan sebagai kaum intelektual muda


tentunya saat ini akan banyak pertanyaan yang mempertanyakan.
Kenapa? Sebab lebel sebagai intelektual muda seakan tidak terlihat
dalam diri para mahasiswa saat ini, khususnya dalam hal-hal aspek
kemasyarakatan seperti sosial, politik, agama, dan budaya. Dimana
mahasiswa yang sering diidentikkan dengan sebutan agent of change
yang selalu ada digarda terdepan dengan gerakan-gerakan massif dan
progresifnya ternyata sikap apatis (tidak mau tahu) dan hedonis
(mementingkan diri sendiri).

1
Farid Wadjdi & Shiddiq Al- Jawawi et. A (2009),Ilusi Negara
Demokrasi. hal; 48

1
Mendengar istilah kata mahasiswa mungkin saat ini banyak orang
yang sudah menganggapnya dengan penyikapan dan sebutan yang
bisa-bisa saja dengan berbagai perilaku dan sikap yang ditunjukkan
mahasiswa dalam melihat problematika sosial dimasyarakat yang ada
saat ini. Mahasiswa yang seharusnya menjadi pilar-pilar perubahan
dalam melakukan transformasi sosial dan memberikan kontribusi-
kontribusi positif dengan ide-ide solutifnya sudah mulai terkikis
dengan kehidupan penuh kemewahan terbawa arus oleh jaman
modernitas. Padahal sejarah yang sudah jelas membuktikan dalam
tinta emasnya ditangan mahasiswalah perubahan itu terjadi.

Mahasiswa yang selalu mengedepankan filosofi ke ilmuan


semestinya berfikir logis, kritis, dan idealis melihat kondisi kampus,
bangsa dan negaranya. Kemiskinan dalam artian miskin akan
ekonomi, kurang akan pengetahuan atau kebodohan yang ada
ditengah-tengah masyarakat, kasus korupsi yang tidak ada habisnya
dan selalu menjadi tugas besar bagi bangsa dan negara seharusnya
membangkitkan dan menyadarkan akan peran penting mahasiswa
dalam melakukan perubahan dan perbaikan. Tapi sangat
disayangkan realitas yang ada saat ini dimana mahasiswa hari ini
masih disibukkan dan dibutakan hati pikirannya oleh hal yang sia-
sia dan kurang bermanfaat bahkan tidak.

Secara sadar atau tidak agent of change, dan sebagainya tersebut


sudah mulai menghilang dari lebel mahasiswa sebagai generasi
harapan bangsa dengan maraknya tindakan-tindakan bodoh yang
dilakukan mahasiswa hari ini. Baik tindakan kriminal seperti
penyalahgunaan narkoba, sex bebas, dan tindakan-tindakan
anarkisme seperti tawuran antar mahasiswa dan kerusuhan-
kerusuhan yang sering dilakukan mahasiswa sendiri dalam aksi-aksi
turun ke jalan. Aksi turun ke jalan dalam menyuarakan aspirasi
rakyat yang seharusnya mendapat simpati malah menerima hujatan
akibat dari tindakan-tindakan anarkis yang tentunya mengganggu

2
ketertiban umum. Sungguh sedih, namun bagaimana lagi? Inilah
realitas yang ada.

Tindakan-tindakan mahasiswa dalam berbagai aksinya tidak lagi


mencerminkan cikal bakal generasi intelektual yang mengedepankan
aspek konseptual dan moral bukan emosional sebagai harapan masa
depan bangsa. Mahasiswa seringkali menunjukkan sikap anarkisme
(kekerasan) dan pragmatism (mencari keuntungan) sehingga opini
yang terbentuk dimasyarakat dalam beberapa tahun belakangan ini
mahasiswa dipandang tidak lagi sebagai agent of change tetapi
sebagai agent of destroyer yang senantiasa menganggu ketertiban
umum dan kehidupan bermasyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian apatis?
2. Bagaimana perkembangan sikap apatis di kehidupan
kampus?
3. Dampak apa yang akan diberikan kepada kehidupan
kampus?

C. Tujuan
1. Mengetahui sikap apatis
2. Mengetahui perkembangan sikap apatis dilingkungan
kampus
3. Mengetahui dampak yang diberikan kepada mahasiswa dari
sikap apatis

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian apatis

Apatisme adalah serapan dari Bahasa Inggris, yaitu apathy. Kata


tersebut diadaptasi dari Bahasa Yunani, yaitu apathes yang berarti
tanpa perasaan. Dalam istilah psikologis apatis merupakan keadaan
ketidak pedulian, dimana seorang individu tidak menanggapi
rangsangan kehidupan emosional, sosial, maupun fisik.2

Apatis merupakan keadaan ketidakpedulian, dimana seorang


individu tidak menanggapi rangsangan kehidupan. Sebagai makhluk
sosial tentunya setiap individu membutuhkan individu lain dalam
kehidupannya. Namun pernyataan ini bertentangan dengan pengertian
apatis yang merupakan keadaan ketidakpedulian seorang individu
terhadap lingkungannya. Beberapa individu bahkan menggunakan
sikap apatis untuk proteksi diri mereka dari serangan musuh ataupun
sekedar mengacuhkan sesuatu agar tidak terlibat lebih jauh didalamnya
dan meminimalisir segala kemungkinan terburuk yang ada3

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa sikap apatis tidak


sepenuhnya memberikan dampak negatif. Sikap tersebut juga dapat
memberikan dampak yang positif dalam konteks serta keadaan tertentu.
Disinilah peran dari setiap individu yang harus mampi berfikir cerdas
dalam menempatkan sikap pada waktu dan situasi yang tepat. Sehingga
apa yang dilakukan tidak memberikan dampak negatif bagi diri sendiri
maupun lingkungannya.4

2
Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. UMM Press. Malang. hal; 66
3
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, (Jakarta:
Rajawali, 1970), hal 13
4
http://id.shvoong.com/humanities/theory-criticism/2291557-
pengertian-apatis

4
Beberapa faktor yang disebabkan oleh sikap apatis, yaitu:

1. Sikap Individualis
Individu yang apatis mengindikasikan bahwa mereka cenderung
bersikap individualis. Banyak orang yang berjuang menjadi superior
dengan memperhatikan orang lain atau lingkungan sekitarnya.
Tujuannya bersifat pribadi, dan perjuangannya dimotivasi oleh perasaan
diri yang berlebihan. Pencuri adalah contoh orang yang berjuang hanya
mencapai keuntungan pribadi. Secara khusus, perjalanan hidupnya
lebih terfokus pada motivasi sendiri, dan tidak mencapai minat yang baik
untuk kehidupan sosialnya. Maka jika setiap individu memiliki
keinginan dan kemampuan yang cukup tinggi, dapat dimungkinkan
munculnya perilaku idealis dan apatispun akan selalu menyertai setiap
gerak maupun hubungan individu di masyarakat sekitar.

2. Style of life atau Gaya hidup


Perilaku apatis juga berhubungan dengan proses gaya hidup dan
adaptasi seseorang. Gaya hidup sendiri adalah cara unik dari setiap
orang dalam berjuang mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan
orang itu dalam kehidupan dimana dia berada. Jika seseorang kurang
mampu beradaptasi dengan lingkungannya, maka orang tersebut
merasa tidak nyaman dengan apa yang ada disekitarnya. Hal itu
menyebabkan seseorang enggan untuk terlibat dan melibatkan diri
dalam kegiatan yang sedang berlangsung disekitarnya.

3. Prinsip Menarik Diri


Sikap apatis bisa diperkuat dengan adanya prinsip menarik diri,
dimana individu lebih cenderung untuk melarikan diri dari dunia luar.
Kesulitan individu yang apatis adalah mereka selalu diam ditempat dan
menghambat perkembangan pribadinya sendiri. Orang yang akan diam
ditempat adalah orang yang tidak bergerak kemanapun, menolah semua
tanggung jawab dengan menarik diri dari semua ancaman keberhasilan

5
dan kegagalan. Mereka mengamankan aspirasinya dengan tidak
melakukan apapun agar tidak terbukti bahwa mereka tidak dapat
mencapai tujuan itu.

B. Berkembangnya Sikap Apatis Dikehidupan Kampus

Mahasiswa sebuah kata bermakna, banyak kalangan yang mencoba


mengartikan kata tersebut. Begitu banyak arti dari kata Mahasiswa
sehingga menimbulkan banyak pandangan yang semua hal tersebut
benar. Akan tetapi kita terlupakan dari kata Mahasiswa itu terbentuk.
Mahasiswa terbentuk dari dua kata yakni “Maha” dan “Siswa” yang
dimana Maha artinya yang dan Siswa artinya terpelajar. Berarti
Mahasiswa sama saja dikatakan yang terpelajar.

Kampus dan mahasiswa merupakan satu wujud yang tidak dapat


dipisahkan. Kampus merupakan wadah atau candradimuka bagi para
mahasiswa. Namun pernyataan itu kurang atau bahkan tidak tepat bagi
kalangan mahasiswa apatis. Kampus merupakan tempat untuk
bersenang-senang yang dalam artian “hura-hura” bagi mereka yang
tidak begitu tertarik dengan euforia dinamika kampus. Buku, pesta, dan
cinta itulah kata yang tepat untuk bisa menggambarkan betapa
bernilainya suatu tempat yang bernama kampus.

Dalam kehidupan kampus banyak mahasiswa menyibukkan atau


mendapat cerita baik dan buruk dengan belajar akademik dan lembaga,
dan ada juga yang sibukkan dengan keduanya. Namun apabila
dipresentasikan secara keseluruhan maka jumlah mahasiswa yang
menyibukkan diri hanya untuk kepentingan akademi jauh lebih banyak
dibandingkan dengan mahasiswa yang disibukkan oleh lembaga atau
organisasi kampus. Melihat dari peran dan fungsi mahasiswa, ini
sangatlah memprihatinkan. Dikarenakan mahasiswa sebagai kaum
intelektual penerus dan berjuang untuk masa depan bangsa dan negara

6
ini. Sebuah pertanyan pun muncul, apa yang membuat jumlah
mahasiswa akademisi begitu banyak?

Sikap apatis tentunya tidak muncul begitu saja, banyak faktor dan
alasan yang menyebabkan mahasiswa memiliki sikap tersebut. Dari
pengamatan sosial yang dilakukan, ada beberapa faktor yang
menyebabkan berkembangnya sikap apatis dalam kehidupan kampus,
yaitu:

1. UII Bukan Tujuan Utama Untuk Melanjutkan Pendidikan


Sebuah tujuan merupakan kekuatan dari diri seseorang untuk
bekerja sekeras mungkin dalam mencapainya. Namun ketika tujuan
tersebut tidak tercapai dan apa yang mereka dapatkan tidak sesuai
dengan yang diharapkan, individu tersebut tidak lagi memiliki kekuatan
besar itu. Semangat yang mereka miliki seolah hilang dan mereka
melanjutkan kehidupannya tanpa adanya semangat. Inilah yang terjadi
banyak mahasiswa
Banyak mahasiswa menjadikan UII sbg pilihan terakhir dalam
melanjutkan pendidikannya, bahkan ada yang merasa terpaksa untuk
masuk ke UII. Hal ini menyebabkan kurangnya dukungan diri dari
seorang mahasiswa untuk memberikan peran terbaiknya kepada
kampus. Sehingga mahasiswa bersikap apatis dan seolah tidak peduli
dengan kegiatan yang ada di kampus.

2. Tidak Mampunya Adaptasi Dengan Lingkungan Kampus


Adaptasi merupakan proses penyesuaian diri terhadap lingkungan
sosial disekitarnya. Jika seseorang tidak mampu beradaptasi, maka
individu tersebut dengan sendirinya akan tersisihkan dari
lingkungannya. Mereka yang tersisihkan tersebut merasa kurang
percaya diri sehingga mereka enggan melibatkan diri dalam kegiatan-
kegiatan dikampus. Jika seseorang tersisihkan dari suatu
lingkungannya, maka individu tersebut pasti akan berusaha mencari
lingkungannya sendiri. Bahkan individu tersebut menjadi oposisi bagi

7
pihak kampus yang tidak pernah mendukung program kerja dari
kampus.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan khususnya terhadap


mahasiswa UII, tidak sedikit mahasiswa yang merasa kurang percaya
diri karena ketidakmampuan mereka dalam beradaptsi dengan
lingkungan kampus. Sehingga mereka beranggapan bahwa mereka tidak
mampu memberikan kotribusinya kepada kampus. Inilah salah satu
faktor mengapa seorang mahasiswa enggan untuk mengikuti dan terlibat
dalam kegiatan-kegiatan di kampus.

3. Kurangnya Motivasi Berprestasi


Sebuah motivasi sangat dibutuhkan sebagai semangat dan dorongan
dari seorang individu untuk mencapai tujuannya. Jika seseorang tidak
memiliki sebuah motivasi maka orang tersebut seolah tak punya
semangat hidup dan cenderung sekedar menjalani hidupnya tanpa
adanya target. Sikap dan pemikiran ini tentunya sangat merugikan diri
sendiri bahkan memberikan dampak negatif terhadap individu di
sekitarnya.

Dalam islam seorang pemimpin tidak dibolehkan untuk mempunyai


sifat “apatis”, karena dalam islam seorang pemimpin diharuskan
memposisikan diri sebagai pelayan ummat maka seorang pemimpin
harus peduli terhadap lingkungan sosialnya. Dalam konteks organisasi,
kepemimpinan adalah suatu proses, perilaku atau hubungan yang
menyebabkan suatu kelompok dapat bertindak secara bersama-sama
atau secara berkerja sama sesuai dengan aturan atau sesuai dengan
tujuan bersama. Setiap manusia pada hakekatnya adalah pemimpin dan
sesorang pemimpin dalam islam harus memegang teguh empat prinsip
yaitu: 1) tidak menjadikan orang kafir (orang tidak beriman ) sebagai

8
pemimpin 2) Menjadi suri tauladan 3) Menerapkan musyawarah dalam
mengambil keputusan.5

C. Dampak dari Sikap Apatis Terhadap Perkembangan dan Prestasi


Kampus
Dari pembahasan sebelumnya dapat kita ketahui bahwa sikap apatis
lebih banyak memberikan dampak negatif baik bagi diri sendiri maupun
lingkungan di sekitarnya. Sikap dan pemikiran yang apatis ini dapat
menghambat diri seseorang maupun hal lain yang terlibat dengan
dirinya. Individu apatis dapat diibaratkan sebagai benalu pada sebuah
pohon. Benalu tersebut memang ada dan hidup pada pohon tersebut,
namun benalu itu tak memberikan dampak positif apapun pada sang
pohon. Ia hanya menempel dan menjadi tanaman yang menghambat
pertumbuhan dari tanaman lainnya. Begitu juga dengan individu yang
apatis, ia memang ada dan hidup secara sosial, namun individu tersebut
tidak memberikan dampak positif kepada individu lainnya. Bahkan
mereka bisa saja menjadi penghambat bagi individu lain. Dalam ranah
filsafat, segala macam permasalahan yang menyangkut tentang
moralitas (termasuk apatis) digolongkan dalam etika terapan6.

Sebagai seorang mahasiswa, sikap tersebut merupakan sikap yang


harus dihilangkan. Karena seorang mahasiswa haruslah bersikap kritis
serta mampu memberikan suaranya kepada kampus untuk kemajuan
dan perkembangan kampus. Namun pada kenyataanya sikap tersebut
masih dimiliki oleh banyak mahasiswa khususnya di kampus UII. Hal
itu tentunya memberikan pengaruh yang kurang baik bagi kampus.
Seperti tumbuhan benalu tadi, mahasiswa apatis memang ada dan
mengikuti perkuliahan seperti mahasiswa pada umumnya, tapi mereka

5
DPPAI, Menjadi Pemimpin Muslim Sejati, (Yogyakarta, Edisi revisi,
2013), hal: 27
6
Virginia Held, Etika Moral, terj Ardi Handoko, (Jakarta: Erlangga,
1991), hal 9

9
tidak pernah mendukung dan memberikan kontribusinya terhadap
kegiatan serta program kerja kampus. Dampak dan pengaruh lain dari
mahasiswa apatis terhadap perkembangan kampus adalah:

1. Sulitnya kampus mendapatkan prestasi.


2. Minimnya ide-ide serta kreatifitas dalam menjalankan program kerja.
3. Banyak muncul kritik tanpa solusi.
4. Tidak optimalnya kegiatan yang dilaksanakan kampus.
5. Kurang adanya pencitraan yang baik dari kampus kepada
masyarakat.

Beberapa pengaruh dari mahasiswa apatis terhadap kehidupan dan


pekembangan kampus UII yang tentunya memberikan dampak yang
kurang baik terhadap perkembangan kampus. Pengaruh tersebut kami
ambil dari beberapa wawancara serta dari hasil pengamatan kami
sendiri.

D. Peran DPM dalam Mengatasi Apatisme Mahasiswa

Dewan Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Islam Indonesia


adalah bentuk perwakilan dari seluruh mahasiswa UniversitasIslam
Indonesia dan merupakan lembaga permusyawaratan mahasiswa yang
berkedudukan di tingkat universitas. 7Peran DPM sangat mempengaruhi
untuk mengatasi mahasiswa mahasiswa yang apatisme, dimulai dari
interfensi lingkungan dapat dilakukan dengan mengubah konsep
lembaga kemahasiwaan serta kegiatan-kegiatannya. Perubahan-
perubahan harus memperhatikan beberapa hal, antaralain:

1. Peran dan fungsi ideal lembaga kemahasiswaan tersebut


Kondisi ideal sebuah lembaga kemahsiswaan merupakan kondisi
yang benar-benar prima atau optimal sesuai dengan yang

7
Ketetapan Sidang Umum XXXVII Keluarga Mahasiswa Universitas
Islam Indonesia 2015

10
diamanahkan undang-undang. Undag-undang yang telah dibentuk
pastinya telah memperhatikan pembagian peran atau ranah seperti
trias politika sehingga ketika seluruh lembaga kemahsiswaan di
Kampus menjalankan fungsi idealnya maka kebermanfaat lembaga
kemahsasiswaan menjadi maksimal.

2. Kebutuhan dan keinginan objek politik yaitu mahasiswa


Ketika kondisi atau kegiatan lembaga kemahasiswaan sesuai
dengan kebutuhan dan keinginan mahasiswanya maka perhatian dan
keikutsertaan mahasiswa akan semakin besar. Namun, keingingan
objek politik tidak boleh menyalahi amanah dasar hukum yang ada.

3. Tempat-tempat dan cara-cara strategis menyebarkan informasi


lembaga kemahasiswaan
Pemilihan media komunikasi massa harus menjadi perhatian
sebelum menyebarkan informasi. Karena ketidak strategisan
penyebaran informasi akan menyebabkan ketidak efektifan
penyebaran informasi itu sendiri. Selain itu, cara-cara yang efektif
dan menarik juga harus direncakan dengan matang agara dapat
meningkatkan kepedulian mahasiswa akan kegiatan serta informasi
lembaga kemahasiswaan.
Sedangkan, interfensi personal atau individu harus dilakukan
dengan pendekatan personal dengan cara-cara yang sesuai denga
karakter-karakter personal. Halpertama yang harus dilakukan
adalah dengan melakukan segmentasi atau analisis terhadap
kelompok yang homogen agar penyelesaian masalah individu dapat
diefektifkan dan tidak menyerap banyak perhatian lembaga
kehamsiswaan. Setelah itu, analisis selanjutnya yaitu melakukan
pendekatan yang sesuai dengan karakter dan cara mehasiswa
tersebut.
Tentang pemilihan ranah perjuangan yang berbeda sebenarnya
hanya butuh fasilitasi yang serius dari lembaga-lembaga

11
kemahsiswaan dan mengoptimalkan kebermanfaatannya. Karena
dengan memfasilitasi minat dalam berjuang oleh lembaga
kemahasiswaan akan menignkatkan partisipasi mahasiswa terhadap
kegiatan lembaga kemahsiswaan. Sedangkan dengan optimalisasi
kebermanfaatan yang searah denga minat atau pilihan ranah
berjuang akan menarik perhatian dan simpati mahasiswa terhadap
lembaga kemahasiwaa.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian apatis
menurut bahasa adalah sikap acuh tidak acuh, tidak pedulu, dan masa
bodoh. Sedangkan menurut istilah apatis merupakan ketidakpedulian
terhadap permasalahan-permasalahan lingkungan (Thomson dan
Barton, 1994). Sikap apatis berkembang pada kehidupan kampus
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta disebabkan oleh berbagai faktor,
diantaranya:
1. UII bukan tujuan utama mahasiswa untuk melanjutkan
pendidikannya.
2. Tidak mampunya mahasiswa beradaptasi dengan kehidupan
kampus.
3. Kurangnya motivasi berprestasi dari dalam diri mahasiswa sendiri.

Peran DPM sangat mempengaruhi untuk mengatasi mahasiswa


mahasiswa yang apatisme, dimulai dari interfensi lingkungan dapat
dilakukan dengan mengubah konsep lembaga kemahasiwaan serta
kegiatan-kegiatannya. Perubahan-perubahan harus memperhatikan
beberapa hal, antaralain:

1. Peran dan fungsi ideal lembaga kemahasiswaan tersebut.


2. Tempat-tempat dan cara-cara strategis menyebarkan informasi
lembaga kemahasiswaan.
B. Saran

Pengamatan sosial seperti ini perlu dilakukan agar kita dapat


menempatkan sikap secara tepat di waktu yang tepat pula, termasuk
dapat menempatkan sikap apatis dengan konteks yang benar. Namun,
kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan.
Oleh karena itu saran dan kritik dari para pembaca sangat diperlukan
demi sempurnanya makalah ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

DPPAI, Menjadi Pemimpin Muslim Sejati, (Yogyakarta, Edisi revisi, 2013),,

Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. UMM Press. Malang.

Ketetapan Sidang Umum XXXVII Keluarga Mahasiswa Universitas Islam


Indonesia 2015.

Farid Wadjdi & Shiddiq Al- Jawawi et. A (2009)l Ilusi Negara Demokrasi
Al-Azhar Perss.

Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, (Jakarta:


Rajawali, 1970)

Virginia Held, Etika Moral, terj Ardi Handoko, (Jakarta: Erlangga, 1991)

14

Anda mungkin juga menyukai