Anda di halaman 1dari 12

Pentingnya Pendidikan Kesehatan Reproduksi

dan Seksualitas pada Remaja

Miswanto

ABSTRAK
Berdasarkan data yang dilansir dari Survei Kesehatan Reproduksi Remaja di Indonesia
tahun 2010, pengetahuaan mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas di kalangan
remaja masih terbilang rendah. Sebanyak 13% perempuan tidak mengetahui perubahan
fisik yang terjadi pada diri mereka dan hampir separuh dari mereka (49,9%) tidak
mengetahui masa suburnya. Masa remaja adalah masa transisi dan sangat problematis
dalam aspek psikologis. Hal ini membuat mereka berada dalam kondisi anomi (sebuah
situasi tanpa norma dan hukum) karena kontradiksi antara norma dan fase orientasi. Ada
perubahan signifikan yang terjadi pada fase remaja: aspek fisik, biologis, psikologis,
emosional dan psikososial. Perubahan tersebut dapat mempengaruhi perilaku dan
kehidupan personal, keluarga serta masyarakat. Ketika mereka tidak siap terhadap
terhadap perubahan yang terjadi, perilaku negatif akan terjadi, diantaranya kenakalan
remaja, penyalahgunaan narkoba, penyakit menular seksual dan penularan HIV/AIDS,
kehamilan tidak di inginkan, aborsi dan lain-lain. Pendidikan seksualitas yang efektif
harus sesuai dengan usia, budaya, konteks kehidupan remaja dan memberikan informasi
yang akurat. Hal itu dapat memberikan kesempatan pada remaja untuk mengeksplorasi
nilai dan akhirnya mereka dapat membuat keputusan penting mengenai kehidupan seksual
mereka sehingga dapat mencegah risiko-risiko yang mungkin terjadi. Akan tetapi, masih
ada yang beranggapan bahwa pendidikan seksualitas tabu bagi remaja.
Kata kunci: kesehatan reproduksi, seksualitas, remaja

AB S T RACT
Based on data reported by the Adolescent Reproductive Health Survey in Indonesia in
2010, knowledge about reproductive health and sexuality among young people is still
low. As many as 13% of women do not know the physical changes that happen to them
and almost half of them (49.9%) did not know the fertile period. Adolescence is a period
of transition and very problematic, significant changes happens in the physical, biological,
psychological, emotional and, psychosocial aspects. A number of deviant behavior can
occur such as drug abuse, risk of sexual behavior, sexually transmitted diseases and
HIV and AIDS, unwanted pregnancy, abortion, etc. This study used literature study;
analysis on Adolescent Reproductive Health Survey 2007 by BPS, BKKBN and the
Ministry of Health as well as other comprehensive studies on reproductive health. The
needing an effective way to deliver reproduction and sexuality education that gives an
accurate information according the age, culture and, context of young people adolescent
life. It can provide opportunities for young people to explore themselves so that they
can make important decisions related to their sexual life, and prevent the risks that may
occur.
Keywords: reproduction and sexuality health, youth

111
JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 2, September 2014
Miswanto, Pentingnya Pendidikan Kesehatan Reproduksi ...

PENDAHULUAN Menurut Mukhlish Muchad F (2007),


Masa remaja merupakan peralihan masa di dalam masyarakat, pemuda merupa-
kanak-kanak menjadi dewasa yang meli- kan harapan untuk keberlangsungan me-
batkan perubahan berbagai aspek seperti neruskan nilai-nilai yang luhur dan po-
biologis dan psikologis. Dalam keadaan de- tensial. Kedudukannya yang strategis seba-
mikian, seringkali kecenderungan melaku- gai penerus cita-cita perjuangan bangsa
kan pelanggaran norma. Remaja meng- dan sumber inspirasi bagi pembangunan
alami proses ketidakmampuan dalam me- bangsanya, begitu juga halnya seperti yang
nyesuaikan diri dengan lingkungannya, diungkapkan Calon (dalam Monks, dkk,
khususnya menyangkut pergaulan. Perasaan 1994) bahwa masa remaja menunjukkan
bahagia dan kemampuan menyesuaikan diri dengan jelas sifat transisi atau peralihan
dengan kondsi lingkungan oleh individu karena remaja belum memperoleh status
secara kualitatif bergantung pada sikap dewasa dan tidak lagi memiliki status anak.
pribadinya terhadap diri sendiri, yaitu ber- Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004:
gantung pada proses penamaan diri atau 53) masa remaja adalah peralihan dari masa
(zelfdenaming). anak dengan masa dewasa yang mengalami
Remaja yang puas dalam usaha mem- perkembangan semua aspek/fungsi untuk
benarkan diri dan mendefinisikan diri sen- memasuki masa dewasa. Masa remaja ber-
diri, akan merasa bahagia dan mudah me- langsung antara umur 12 sampai 21 tahun
nyesuaikan diri dengan lingkungannya. bagi perempuan dan 13 sampai 22 tahun
Sebaliknya, dia akan menjadi sangat tidak bagi laki-laki.
bahagia atau sengsara, apabila semua ke- Hal senada diungkapkan oleh Santrock
inginannya pada masa remajanya tidak ter- (2003:26) bahwa remaja (adolescene) di-
penuhi sesuai dengan apa yang di inginkan, artikan sebagai masa perkembangan transisi
Akibatnya remaja tersebut akan sulit untuk antara masa anak dan masa dewasa yang
mengontrol dirinya dan berimplikasi besar mencakup perubahan biologis, kognitif,
pada penyimpangan sosial yang disebabkan dan sosial-emosional. Batasan usia remaja
oleh perubahan secara biologis maupun yang umum digunakan oleh para ahli adalah
secara psikologis. antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu
Pada masa remaja terjadi berbagai ma- usia remaja ini biasanya dibedakan menjadi
cam perubahan yang cukup signifikan baik tiga, yaitu 12-15 tahun adalah masa remaja
secara fisik, biologis, mental dan emo- awal, 15-18 tahun merupakan masa remaja
sional serta psikososial. Hal tersebut dapat pertengahan, dan 18-21 tahun sebagai masa
mempengaruhi kehidupan dan perilaku remaja akhir. Akan tetapi, Monks, Knoers,
pribadi, lingkungan keluarga maupun ma- dan Haditono membedakan masa remaja
syarakat. Ketidaksiapan remaja dalam menjadi empat bagian, yaitu masa pra-
menghadapi perubahan tersebut dapat me- remaja 10-12 tahun, masa remaja awal 12-
nimbulkan berbagai perilaku seperti: ke- 15 tahun, masa remaja pertengahan 15-18
nakalan remaja, penyalahgunaan obat ter- tahun, dan masa remaja akhir 18-21 tahun
larang, Penyakit Menular Seksual (PMS) (Deswita, 2006: 192).
dan HIV dan AIDS, kehamilan yang Proses tumbuh kembang remaja harus
tidak diinginkan, aborsi dan sebagainya. mendapat perhatian yang khusus agar fase
Untuk mencegah semua itu perlu adanya tersebut dapat terkontrol. Kontrol dan
peran orang tua, pendidikan formal dan regulasi perlu di lakukan terhadap dorongan-
lingkungan tempat bersosialisasi yang di- dorongan seks dan implus-implus seks, agar
harapkan dapat berpengaruh bagi remaja. tidak terlampau eksesif dan meledak-ledak,

112
JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 2, September 2014
Miswanto, Pentingnya Pendidikan Kesehatan Reproduksi ...

sehingga bisa melemahkan jasmani dan lawan jenis pada lingkungan bebas norma
rohani. Dunia pergaulan bebas kini mulai dan rendahnya kontrol sosial, cenderung
menghantui kalangan remaja. Remaja ha- mengundang hasrat dan kebutuhan seks
rus dapat menghindari pergaulan bebas seraya menerapkannya secara bebas.
dan bisa mengontrol dirinya agar memiliki Ada anggapan di kalangan remaja,
masa depan yang cerah. Sebaliknya mereka bahwa seks merupakan indikasi kedewasaan
yang tak dapat bertahan akan terjerumus yang normal—suatu kesalahpahaman ter-
pada dunia pergaulan bebas yang kelak hadap seks. Akan tetapi, karena mereka
akan merusak masa depannya, harapan dan tidak cukup mengetahui secara utuh tentang
tujuan sebagai genarasi muda akan hancur rahasia dan fungsi seks, maka lumrah kalau
akibat dari pergaulan bebas yang tidak mereka menafsirkan seks semata-mata
terkontrol. Perilaku seks berisiko sangat sebagai tempat pelampiasan birahi tanpa
berkaitan erat dengan pergaulan bebas. mempedulikan risiko. Kendatipun secara
Namun demikian, tentunya ada beberapa sembunyi-sembunyi mereka merespon
faktor yang menyebabkan remaja bergelut gosip tentang seks diantara kelompoknya,
dalam pergaulan bebas, antara lain: mereka menganggap seks sebagai bagian
penting yang tidak bisa dipisahkan dari
kehidupan remaja. Kelakar pornografi me-
Faktor Umum
rupakan kepuasan tersendiri, sehinga me-
Ada beberapa faktor yang melatarbe- reka semakin terdorong untuk lebih dekat
lakangi remaja terjerumus ke dalam per- mengenal lika-liku seks sesungguhnya. Jika
gaulan bebas, seperti gagalnya sosialisasi imajinasi seks ini memperoleh tanggapan
norma-norma dalam keluarga, terutama yang sama dari pasangannya, maka tidak
keyakinan agama dan moralitas dan se- mustahil kalau harapan-harapan indah yang
makin terbukanya peluang pergaulan bebas termuat dalam konsep seks ini benar-benar
setara dengan kuantitas pengetahuan sosial dilakukan.
dan kelompok pertemanan. Kekosongan
aktivitas-aktivitas fisik dan rasio dalam
kehidupan sehari-hari akan terjadinya pe- Faktor Internal dan Eksternal
nyerapan dan penghayatan terhadap struktur Berdasarkan sumber dari beberapa pe-
pergaulan dan perilaku seks berisiko relatif nelitian terdahulu mencatat terdapat dua
tinggi serta rendahnya pengetahuan tentang faktor penyebab perilaku seks berisiko
kesehatan dan resiko penyakit berbahaya. di kalangan remaja yakni internal (dari
Kebutuhan hidup menuntut seseorang dalam diri) maupun eksternal (lingkungan).
untuk membentuk sistem pergaulan dalam Pertama adalah faktor internal yang me-
modernitas yang cenderung meminimalisasi rupakan perubahan secara biologis dan
ikatan moral dan kepedulian terhadap sosiologis pada remaja memungkinkan
hukum-hukum agama. Sementara di pihak terjadinya dua bentuk integrasi, pertama,
lain, jajaran pemegang status terhormat terbentuknya perasaan akan konsistensi
sebagai sumber pewarisan norma, seperti dalam kehidupannya, dan kedua, tercapai-
penegak hukum, para pemimpin formal, nya identitas peran. Kenakalan remaja ter-
tokoh masyarakat dan agama, ternyata tidak jadi karena remaja gagal mencapai masa
mampu berefek dengan contoh-contoh integritas kedua (krisis identitas). Apa-
perilaku yang sesuai dengan statusnya. kah masa remaja merupakan masa ke-
Sebagai konsekuensinya adalah membuka guncangan (sorm and stress) dimana me-
peluang untuk mencari kebebasan di reka mengalami krisis identitas? Maka
luar rumah. Khususnya dalam pergaulan jawabannya tidak selalu demikian. Me-

113
JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 2, September 2014
Miswanto, Pentingnya Pendidikan Kesehatan Reproduksi ...

nurut John W Santrock dalam bukunya ngah-tengah keluarga, anak mendapat


Adolescence (2001) dapat kita lihat bahwa cinta kasih, bimbingan dan perlindungan.
ada remaja yang mengalami krisis identitas Melalui pemahaman inilah seorang anak
dan banyak jumlahnya, sehingga tidak mulai mengenal simpati, kasih sayang, soli-
sedikit yang berperilaku aneh, tetapi ada daritas, loyalitas keluarga yang murni dan
pula yang tidak mengalami krisis identitas. tumbuhlah sosialitas sejati pada diri anak.
Mereka memasuki masa remaja dengan Apabila keluarga mengalami ketidak-
identitas yang sangat kokoh, inilah yang aturan yang disebabkan oleh perceraian
disebut sebagai identity foreclosure. atau salah satu orang tua meninggalkannya
Tentu bukan kebetulan kalau mereka (kabur), ataupun bercerai dan kawin lagi,
tidak mengalami krisis identitas, pertanya- maka muncullah sebuah istilah yang penulis
annya adalah apa yang menyebabkan sebut sebagai runtunan kesulitan bagi anak-
mereka mampu memasuki masa remaja anak. Pertikaian antara kedua orang tua
dengan identitas diri yang jelas dan ke- akan mengacaukan perasaan dan mental
pribadaian yang mantap? Jawabanya bisa anak-anak, bahkan sering membuat mereka
kita runut pada masa sebelum mereka me- sangat sedih dan panik. Timbullah rasa
masuki usia remaja. Anak-anak yang tidak tidak aman secara emosional (emotional
mengalami krisis identitas itu adalah mereka insecurity). Batin mereka sangat menderita
yang sebelum memasuki masa remaja telah dan tertekan oleh segala ulah orang tuanya
memiliki orientasi hidup yang benar, tujuan yang dianggap tidak mampu dan tidak de-
hidup yang jelas dan nilai-nilai yang kuat. wasa dalam menyelesaikan permasalahan
Sementara itu, remaja yang tidak bisa keluarga. Kemudian timbullah rasa malu
mempelajari dan membedakan tingkah laku terhadap lingkungan atas perbuatan orang
yang dapat diterima dengan yang tidak tuanya hingga terjadilah konflik batin yang
dapat diterima akan terseret pada perilaku serius.Mereka umumnya mengalami depresi
“nakal” begitupun bagi mereka yang me- atau tekanan mental dan berimplikasi pada
ngetahui perbedaan dua tingkah laku ter- sikap mereka di masyarakat, seperti tidak
sebut, namun tidak bisa mengembangkan percaya diri/minder, menutup pergaulan dan
kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai tidak mudah percaya terhadap orang baru.
dengan pengetahuannya. Artinya, remaja Perceraian orang tua, tidak adanya
dalam mengontrol dirinya sangat lemah dan komunikasi antar anggota keluarga, atau
pada akhirnya remaja yang tidak memiliki perselisihan antara anggota keluarga bisa
orientasi dalam hidupnya akan lebih mudah memicu perilaku negatif pada remaja.
untuk melakukan perilaku seks berisiko dan Pendidikan yang salah di keluarga se-
bertindak tidak sesuai dengan norma-norma perti terlalu memanjakan anak, bisa men-
yang sudah diisyaratkan dalam masyarakat. jadi penyebab terjadinya kenakalan re-
Kemudian yang kedua adalah faktor maja. Yang kedua adalah pergaulan
eksternal yang menyebabkan munculnya dengan teman sepermainan (peer group).
perilaku seks berisiko di kalangan remaja. Remaja akan mencoba menyesuaikan diri
Pertama adalah faktor keluarga. Keluarga dengan berinteraksi dan bersosialisasi
yang merupakan lembaga pertama dan dengan masyarakat dimana peran teman
yang paling utama untuk mensosialisasikan sebaya menjadi penentu atas perilaku
nilai pada anak-anak. Di sinilah anak me- remaja. Apabila bergaul dengan teman
lakukan adaptasi terhadap lingkungan so- sebaya yang baik dan terarah akhlak dan
sialnya, mengenali aturan-aturan hidup keperibadiannya, maka akan menjadi orang
dan norma-norma susila tertentu. Di te- yang baik akhlak dan keperibadiannya,

114
JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 2, September 2014
Miswanto, Pentingnya Pendidikan Kesehatan Reproduksi ...

begitu pula sebaliknya, apabila berteman duksi remaja yang terjadi di seluruh dunia,
dengan anak-anak yang bermasalah, maka yang dapat menjadi bahan pembanding
akan ikut bermasalah pula. Begitu penting- untuk masalah yang sama di Indonesia,
nya seorang remaja dalam mencari teman atau asumsi kejadian di Indonesia bila be-
yang sebaya, agara terhindar dengan hal- lum tersedia datanya. Apapun yang men-
hal yang menjadikannya melakukan pe- jadi indikator untuk masalah kesehatan re-
nyimpangan sosial. produksi dipresentasikan pada bagian ini.
Ketiga adalah lingkungan tempat ting- Informasi mengenai masalah kesehatan re-
gal yang kurang baik. Semakin aktif remaja produksi, selain penting diketahui oleh para
berinteraksi dan bersosialisasi dengan ma- pemberi pelayanan kesehatan, pembuat ke-
syarakat juga akan membawa dampak bagi putusan, juga penting untuk para pendidik
perilaku remaja, apabila remaja bergaul dan penyelenggara program bagi remaja,
dalam lingkungan yang baik, maka akan agar dapat membantu menurunkan masalah
menjadi remaja yang terarah, dan ini berlaku kesehatan reproduksi remaja.
untuk kebalikannya. Maka untuk itu, ideal- Sekitar 50 juta orang (20%) populasi
nya orang tua membantu memfasilitasi Indonesia adalah remaja (usia 10-19 ta-
anak-anaknya dalam bergaul. hun). Dari jumlah tersebut diperkirakan
akan banyak permasalahan yang dihadapi.
Beberapa masalah remaja antara lain ke-
hamilan yang tidak diinginkan. Berdasar-
DAMPAK PERILAKU SEKS kan data yang dilansir oleh PKBI tahun
BERISIKO DI KALANGAN REMAJA 2005, sebanyak (33,79%) remaja siap untuk
Terdapat indikasi pada remaja baik di melakukan aborsi. Pada penelitian lain di-
perkotaan maupun perdesaan yang menun- dapatkan, dari 2,4 juta kasus aborsi atau
jukkan meningkatnya perilaku seks pra- 21% (700-800 ribu) dilakukan oleh remaja
nikah. Padahal kelompok usia remaja meru- (BBKBN-LDFEUI, 2000).
pakan usia yang paling rentan terinfeksi Masa remaja merupakan masa peralih-
HIV dan AIDS dan Penyakit Menular Sek- an (transisi) dari anak-anak ke masa de-
sual (PMS) lainnya. Bahkan, dalam jangka wasa. Pada masa transisi, remaja sering
waktu tertentu, ketika perempuan remaja menghadapi permasalahan yang sangat
mengandung, maka kehamilannya dapat kompleks dan sulit ditanggulangi sendiri.
mengancam kelangsungan hidup janin/ Tiga risiko yang sering dihadapi oleh
bayinya. remaja (TRIAD KRR, 2000) yaitu risiko-
Pada dasarnya, kerentanan perempuan, risiko yang berkaitan dengan seksualitas
bukan hanya karena faktor biologisnya, (kehamilan tidak diinginkan, aborsi dan
namun juga secara sosial dan kultural ku- terinfeksi penyakit menular seksual), pe-
rang berdaya untuk menyuarakan kepen- nyalahgunaan NAPZA, dan HIV dan AIDS.
tingan/haknya pada pasangan seksualnya Masa transisi kehidupan remaja dibagi
demi keamanan, kenyamanan, dan kese- menjadi lima tahapan (youth five life tran-
hatan dirinya. Kepasifan dan ketergan- sitions), yaitu melanjutkan sekolah (con-
tungan sebagai karakter feminim yang di- tinue learning), mencari pekerjaan (start
lekatkan pada perempuan juga melatari working), memulai kehidupan berkeluarga
kerentanan tersebut. Faktor ekonomi juga (form families), menjadi anggota masyarakat
mengkondisikan kerentanan perempuan. (exercise citizenship), dan mempraktikkan
Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah hidup sehat (practice healthy life). (Dr. Siti
mengkompilasi, masalah kesehatan repro- Hannifah dan Titeu Herawati, 2008).

115
JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 2, September 2014
Miswanto, Pentingnya Pendidikan Kesehatan Reproduksi ...

Dalam rangka menumbuhkembangkan dan metode pencegahannya, kegagalan alat


perilaku hidup sehat bagi remaja, maka kontrasepsi, serta dapat juga terjadi akibat
perlu kepedulian dalam bentuk pelayanan terjadi tindak perkosaan. KTD berdampak
dan penyediaan informasi yang benar bukan hanya secara fisik, psikis namun juga
serta kesepahaman bersama akan penting- sosial (Pertiwi, 2010).
nya kesehatan reproduksi remaja sehing- Siswi yang mengalami kehamilan bia-
ga dapat membantu mereka dalam me- sanya mendapatkan respon dari dua pihak.
nentukan pilihan masa depannya. Kese- Pertama yaitu dari pihak sekolah, biasanya
hatan Reproduksi Remaja (KRR), menurut jika terjadi kehamilan pada siswi, maka
DITREM-BKKBN adalah suatu kondisi yang sampai saat ini terjadi adalah sekolah
sehat yang menyangkut sistem reproduksi meresponnya dengan sangat buruk dan
(fungsi, komponen dan proses) yang di- berujung dengan dikeluarkannya siswi
miliki oleh remaja baik secara fisik, mental tersebut dari sekolah. Remaja menjadi
dan emosional. putus sekolah, kehilangan kesempatan
Salah satu masalah yang sering timbul bekerja dan berkarya dengan menjadi orang
pada remaja terkait dengan masa awal ke- tua tunggal dan menjalani pernikahan dini
matangan organ reproduksi pada remaja yang tidak terencana.
adalah perilaku seks beresiko hingga Kedua yaitu dari lingkungan tempat
masalah kehamilan yang terjadi pada remaja remaja tinggal, lingkungan akan cenderung
usia sekolah di luar pernikahan. Mengapa mencemooh dan mengucilkan remaja
remaja melakukan hubungan seks? Penye- tersebut. Hal tersebut terjadi karena ma-
babnya antara lain tekanan pasangan, merasa sih kuatnya nilai norma kehidupan ma-
sudah siap melakukan hubungan seks, syarakat kita. Akibatnya remaja akan ke-
keinginan dicintai, keingintahuan tentang sulitan beradaptasi secara psikologis,
seks, keinginan menjadi popular, tidak ingin kesulitan berperan sebagai orang tua (tidak
diejek “masih perawan”, pengaruh media bisa mengurus kehamilan dan bayinya),
massa (tayangan TV dan internet) yang akhirnya berujung pada stress dan konflik,
memperlihatkan bahwa normal bagi remaja aborsi ilegal yang lebih lanjut berisiko
untuk melakukan hubungan seks, serta mengakibatkan kematian pada ibu dan bayi.
paksaan dari orang lain untuk melakukan Penulis mencoba merangkum beberapa
hubungan seks. Perilaku seks berisiko penyebab rentannya remaja terhadap HIV
mengarah pada terjadinya kehamilan tak dan AIDS diantaranya adalah 1) Kurangnya
diinginkan (Pertiwi, 2010). informasi yang benar mengenai perilaku
Kehamilan tidak diinginkan (KTD) seks yang aman dan upaya pencegahan
terjadi karena beberapa faktor seperti fak- yang bisa dilakukan oleh remaja dan kaum
tor sosiodemografik (kemiskinan, seksu- muda, 2) Perubahan fisik dan emosional
alitas aktif dan kegagalan dalam penggu- pada remaja yang mempengaruhi dorongan
naan kontrasepsi, media massa), karak- seksual dan mencoba-coba sesuatu yang
teristik keluarga yang kurang harmonis baru, termasuk melakukan hubungan seks
(hubungan antar keluarga), status per- dan penggunaan narkoba, 3) Adanya infor-
kembangan (kurang pemikiran tentang masi yang menyuguhkan kenikmatan hi-
masa depan, ingin mencoba-coba, kebu- dup yang diperoleh melalui seks, alkohol,
tuhan akan perhatian), penggunaan dan narkoba, dan sebagainya yang disam-
penyalahgunaan obat-obatan. Selain itu paikan melalui berbagai media cetak atau
kurangnya pengetahuan yang lengkap dan elektronik, 4) Adanya tekanan dari teman
benar tentang proses terjadinya kehamilan sebaya untuk melakukan hubungan seks,

116
JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 2, September 2014
Miswanto, Pentingnya Pendidikan Kesehatan Reproduksi ...

misalnya untuk membuktikan bahwa me- PMS, HIV dan AIDS, KTD dan dampaknya,
reka adalah jantan, 5) Risiko HIV dan serta pengembangan perilaku reproduksi
AIDS sukar dimengerti oleh remaja, sehat untuk menyiapkan diri melaksanakan
karena HIV dan AIDS mempunyai periode fungsi reproduksi yang sehat (fisik, mental,
inkubasi yang panjang, gejala awalnya ekonomi, spiritual). Pendidikan KRR dapat
tidak segera terlihat, 6) Informasi mengenai diwujudkan dalam penyuluhan, bimbingan
penularan dan pencegahan HIV dan AIDS dan konseling, pencegahan, penanganan
rupanya juga belum cukup menyebar di masalah yang berkaitan dengan KRR ter-
kalangan remaja sehingga banyak remaja masuk upaya mencegah masalah perenatal
masih mempunyai pandangan yang salah yang dapat dialami oleh ibu dan anak yang
mengenai HIV dan AIDS, 7) Remaja pada dapat berdampak pada anggota keluarga
umumnya kurang mempunyai akses ke lainnya.
tempat pelayanan kesehatan reproduksi
dibanding orang dewasa sehingga banyak
remaja yang terkena HIV dan AIDS tidak PENTINGNYA PENDIDIKAN
menyadari bahwa mereka terinfeksi, ke- SEKSUALITAS YANG
mudian menyebar ke remaja lain, sehingga
KOMPREHENSIF
sulit dikontrol.
Berbagai fenomena yang terjadi di Indo-
Berbagai permasalahan yang berkaitan
nesia, agaknya masih timbul pro kontra
dengan kesehatan reproduksi remaja di atas
di masyarakat, lantaran adanya anggapan
memerlukan suatu upaya pengembangan
bahwa membicarakan seks adalah hal yang
program pendidikan kesehatan reproduksi
tabu dan pendidikan seks akan mendorong
remaja yang dapat mencakup penyediaan
remaja untuk berhubungan seks. Sebagian
pelayanan klinis, pemberian informasi
besar masyarakat masih beranggapan pen-
akurat, mempertimbangkan kemampuan dan
didikan seks sebagai suatu hal yang vulgar.
sisi kehidupan remaja, menjamin program
yang cocok atau relevan dengan remaja Selama ini, jika kita berbicara mengenai
serta mendapat dukungan masyarakat. seks, maka yang terbersit dalam benak
Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja sebagian besar orang adalah hubungan
(KRR) berbasis sekolah merupakan salah seks. Padahal, seks itu artinya jenis kelamin
satu alternatif strategi yang tepat karena yang membedakan laki-laki dan perempuan
bisa mencakup semua tantangan di atas. secara biologis. Seksualitas menyangkut
Pendidikan kesehatan reproduksi remaja beberapa hal antara lain dimensi biologis,
(KRR) yang dilakukan oleh sekolah me- yaitu berkaitan dengan organ reproduksi,
rupakan salah satu upaya untuk mem- cara merawat kebersihan dan kesehatan;
bimbing remaja mengatasi konflik sek- dimensi psikologis, seksualitas berkaitan
sualnya. Oleh berbagai pihak, sekolah dan dengan identitas peran jenis, perasaan
guru dianggap sebagai pihak yang layak terhadap seksualitas dan bagaimana men-
memberikan pendidikan Kesehatan Re- jalankan fungsinya sebagai makhluk seksual,
produksi Remaja (KRR) ini. dimensi sosial, berkaitan dengan bagai-
mana seksualitas muncul dalam relasi antar
Pendidikan kesehatan Reproduksi Re-
manusia serta bagaimana lingkungan ber-
maja (KRR) untuk memberikan bekal
pengaruh dalam pembentukan pandangan
pengetahuan kepada remaja mengenai
mengenai seksualitas dan pilihan perilaku
anatomi dan fisiologi reproduksi, proses
seks, dan dimensi kultural, menunjukkan
perkembangan janin, dan berbagai per-
bahwa perilaku seks itu merupakan bagian
masalahan reproduksi seperti kehamilan,
dari budaya yang ada di masyarakat.

117
JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 2, September 2014
Miswanto, Pentingnya Pendidikan Kesehatan Reproduksi ...

Berdasarkan kesepakatan internasional nilai, serta kemampuan pengambilan kepu-


di Kairo 1994 (The Cairo Consensus) tusan ataupun keterampilan hidup lain-
tentang kesehatan reproduksi yang ber- nya yang dibutuhkan remaja untuk dapat
hasil ditandatangani oleh 184 negara ter- membuat keputusan terkait dengan ke-
masuk Indonesia, diputuskan tentang hidupan seksualnya.
perlunya pendidikan seks bagi para re- Persoalan di atas masih membayang-
maja. Dalam salah satu butir konsensus bayangi kita (pemerintah dan LSM) karena
tersebut ditekankan tentang upaya untuk target Millenium Developmen Goals
mengusahakan dan merumuskan perawatan (MDGs) 5A dan 6A untuk penurunan
kesehatan seksual dan reproduksi serta me- Angka Kematian Ibu dan penurunan pre-
nyediakan informasi yang komprehensif valensi penyebaran HIV dan AIDS bisa
termasuk bagi para remaja. dikatakan sangat sulit dicapai. Pada intinya,
Ada dua faktor mengapa pendidikan kebijakan pemerintah dalam menyelesaikan
seks sangat penting bagi remaja. Faktor kedua isu ini tidak menghubungkan dua hal
pertama adalah ketika anak-anak tumbuh penting: remaja dan SRHR (Sexuality and
menjadi remaja, mereka belum paham Reproductive Health and Rights atau Hak
dengan pendidikan seks—sebab orang tua Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas).
masih menganggap bahwa membicarakan Remaja masih dianggap anak kecil yang
mengenai seks adalah hal yang tabu. Sehingga tidak perlu dipenuhi hak-haknya dan SRHR
dari ketidakpahaman tersebut para remaja masih dianggap tabu. Selama SRHR tidak
merasa tidak bertanggungjawab dengan dianggap sebagai hak setiap orang (padahal
seks atau kesehatan anatomi reproduksinya. pemerintah sudah menandatangani Program
Faktor kedua, dari ketidak pahaman of Action ICPD tahun 1994), dan orang
remaja tentang seks dan kesehatan anatomi muda tidak dilibatkan dalam proses peru-
reproduksi, mereka kemudian mencari- musan kebijakan terkait masalah di atas.
cari informasi yang dapat menjawab per- Di samping itu pengetahuan remaja
tanyaan mereka. Di lingkungan sosial ma- tentang kesehatan reproduksi remaja relatif
syarakat konten mengenai seksualitas dan masih rendah sebagaimana ditunjukkan oleh
reproduksi ditawarkan dalam beragam hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja
media. Sejumlah sarana seperti VCD, ma- Indonesia tahun 2007. Sebanyak 13% remaja
jalah, internet, bahkan tayangan televisi perempuan tidak tahu tentang perubahan
pun saat ini memuat konten pornografi yang fisiknya dan hampir separuhnya (47,9%)
mengarah kepada hal yang tidak layak untuk tidak mengetahui kapan masa subur seorang
di konsumsi oleh remaja. Dalam mengakses perempuan. Adapun yang memprihatinkan
beragam media tersebut, banyak remaja kita semua adalah, pengetahuan remaja
yang belum mampu memilih apa yang tentang cara paling penting untuk meng-
layak dikonsumsi pada usianya dan apa hindari infeksi HIV masih terbatas. Hanya
yang tidak. Sehingga apa yang diperagakan 14% remaja perempuan dan 95% remaja
dalam media tersebut dianggap sebagai hal laki-laki menyebutkan pantang berhu-
biasa. bungan seks, 18% remaja perempuan
Pendidikan seksualitas yang efektif dan 25% remaja laki-laki menyebutkan
harus disesuaikan dengan umur remaja, menggunakan kondom serta 11% remaja
budaya dalam konteks kehidupan remaja, perempuan dan 8% remaja laki-laki me-
serta memberikan informasi yang akurat. nyebutkan membatasi jumlah pasangan
Hal tersebut mencakup kesempatan bagi (jangan berganti-ganti pasangan seksual)
remaja untuk mengeksplorasi sikap dan sebagai cara menghindar dari HIV/AIDS.

118
JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 2, September 2014
Miswanto, Pentingnya Pendidikan Kesehatan Reproduksi ...

Sementara itu, data dari Kemenkes tahun nyebutkan pencegahan terhadap seks pra-
2010 menunjukkan bahwa hampir separuh nikah, namun menyebutkan bahwa pe-
(47,8%) kasus AIDS berdasarkan usia juga meliharaan kesehatan remaja ditujukan
diduduki oleh kelompok usia muda (20-29 untuk mempersiapkan menjadi orang
tahun). Hal ini menunjukkan bahwa perilaku dewasa yang sehat dan produktif, baik
seks berisiko terjadi pada usia remaja. sosial maupun ekonomi (pasal 136 ayat
Oleh karena itu, rendahnya pengetahuan 1), dan dilakukan agar remaja terbebas
tersebut menjadikan pendidikan kesehatan dari berbagai gangguan kesehatan yang
reproduksi dan seksual penting untuk dapat menghambat kemampuan menjalani
diberikan. kehidupan reproduksi secara sehat (ayat 2).
Berdasarkan suatu penelitian terdahulu Hal ini diinterpretasikan oleh para pemang-
mengenai pendidikan seksualitas di se- ku kebijakan sebagai upaya pencegahan
kolah, Utomo, Donald, & Hull (2012) remaja melakukan seks ‘bebas’.
menunjukkan bahwa pendidikan seksua- Sejalan dengan mandat kebijakan ter-
litas meskipun tidak diberikan dalam sebut, program BKKBN memiliki pro-
mata pelajaran khusus, namun telah di- gram GenRe (Generasi Berencana) di
berikan secara terintegrasi dalam mata pe- sekolah yaitu GenRe Goes to School
lajaran pendidikan jasmani, kesehatan, yang berupa sosialisasi untuk pence-
dan olahraga (Penjaskesor), Biologi, Ilmu gahan remaja melakukan perilaku seks
Pengetahuan Sosial, dan Pendidikan Agama. berisiko, mengkonsumsi napza (narko-
Meskipun demikian, Holzner dan Oetomo tika, psikotropika, dan zat adiktif), abor-
(2004) menyoroti kelemahan pendidikan si, dan HIV/AIDS. Program ini meng-
seksualitas yang selama ini menggunakan konstruksikan seks bagi kaum muda me-
wacana seks bagi kaum muda tidak sehat rupakan hal yang tidak berbahaya. Pene-
dan berbahaya. Dalam survei yang di- litian ini memandang bahwa discourse of
lakukan oleh Holzner dan Oetomo (2004) prohibition dan mengkonstruksikan sek-
di Karawang, Sukabumi dan Tasikmalaya sualitas remaja sebagai hal yang negatif
juga menunjukkan bahwa 60% responden tidaklah cukup untuk memberdayakan re-
perempuan usia 15–24 tahun telah menerima maja. Akan tetapi, perlu disadari bahwa
pendidikan kesehatan reproduksi, namun pendidikan kesehatanreproduksi dan sek-
mayoritas dari mereka (70%) menyatakan sual merupakan topik sensitif yang mem-
materi yang diberikan adalah bahaya dari butuhkan advokasi pada otoritas terkait dan
seks. Pendidikan seksualitas semacam ini pendidikan publik mengenai pentingnya
tidak memberdayakan kaum muda untuk pendidikan seks pada remaja. Untuk itu,
memahami seksualitasnya dan menghindari penting untuk memahami norma budaya
perilaku seks yang berisiko bagi kesehatan seputar seksualitas agar pendidikan ke-
reproduksi dan seksualnya. sehatan reproduksi dan seksual dapat
Wacana pendidikan seksualitas yang diterima.
ditujukan untuk mencegah ‘seks bebas’ Oleh karena itu, pendidikan seksualitas
ini sejalan dengan temuan Holzner dan dan kesehatan reproduksi perlu memandang
Oetomo (2004), pendidikan seksualitas seksualitas secara komprehensif, yaitu
yang selama ini menggunakan wacana mengakui berbagai dimensi mengenai sek-
larangan (discourse of prohibition). Kons- sualitas yang dihadapi remaja yang dapat
truksi seksualitas remaja dalam kebijakan mempengaruhi keputusan remaja men-
terkait yaitu Undang-Undang Kesehatan jalani seks berisiko atau tidak. Adanya
No. 36 Tahun 2009, meskipun tidak me- dorongan seksual, kenikmatan seksual serta

119
JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 2, September 2014
Miswanto, Pentingnya Pendidikan Kesehatan Reproduksi ...

di sisi lain relasi gender, ajaran agama dan efektif. Usia menjelang remaja, Pada saat
norma budaya, resiko kesehatan seksual ini, anak semakin berkembang, mulai saat-
dan reproduksi, dan risiko sosial perlu nya diterangkan mengenai menstruasi
didiskusikan pada remaja berdasarkan (haid), mimpi basah, dan juga perubahan-
pengalaman yang mereka jalani. perubahan fisik yang terjadi pada seseorang
Pendidikan kesehatan reproduksi harus remaja. Orang tua bisa menerangkan bahwa
dianggap sebagai bagian dari proses pen- si gadis kecil akan mengalami perubahan
didikan yang mempunyai tujuan untuk bentuk payudara, atau terangkan akan
memperkuat dasar-dasar pengetahuan dan adanya tumbuh bulu-bulu di sekitar alat
pengembangan kepribadian. Melalui pen- kelaminnya. Pada saat usia remaja, seorang
didikan kesehatan reproduksi merupakan remaja akan mengalami banyak perubahan
upaya bagi remaja untuk meningkatkan pe- secara seksual. Orang tua perlu lebih
mahaman, pengetahuan, sikap, dan perilaku intensif menanamkan nilai moral yang baik
positif tentang kesehatan reproduksi dan kepadanya. Berikan penjelasan mengenai
seksualnya, serta meningkatkan derajat re- kerugian seks bebas seperti penyakit yang
produksinya. ditularkan dan akibat-akibat secara emosi.
Kapankah pendidikan kesehatan repro- Adanya remaja yang telah aktif secara
duksi diberikan? Sangat dimungkinkan seksual dan faktor gender yang bermain
pendidikan kesehatan reproduksi diberikan dalam perilaku seks pranikah, belum
sejak usia dini, secara tidak langsung. Me- banyak didiskusikan dalam pendidikan sek-
nurut Nurohmah (2013) tahapan usia da- sualitas di sekolah selama ini. Sementara
lam memberikan pendidikan kesehatan itu, berbagai hasil penelitian juga menun-
reproduksi sejak usia dini, yaitu: Balita jukkan bahwa remaja di Indonesia se-
(1-5 tahun). Pada usia ini penanaman pen- makin cenderung untuk aktif secara sek-
didikan kesehatan reprodukjsi cukup mu- sual dibandingkan generasi-generasi sebe-
dah dilakukan yaitu mulai mengenalkan lumnya (lih. Bennett, 2005 atau Smith-
kepada anak tentang organ reproduksi yang Hefner, 2006).
dimilikinya secara singkat. Dapat dilakukan
Hal lain yang perlu dilihat dari data
ketika memandikan si anak dengan mem-
pengalaman remaja dalam penelitian yang
beritahu organ yang dimilikinya, misalnya
di lakukan oleh Higgins dan Hirsch (2007)
rambut, kepala, tangan, kaki, perut, penis
dan vagina. Terangkan juga perbedaan alat adalah melihat keterkaitan antara seksualitas
kelamin dari lawan jenisnya. Tandaskan dan kesehatan reproduksi yaitu aspek ke-
juga bahwa alat kelamin tersebut tidak nikmatan seksual (termasuk mencari ke-
boleh dipertontonkan dengan sembarangan. nikmatan seksual) dan keterkaitannya
Pada usia ini juga perlu ditandaskan dengan risiko seksual. Seperti menurut
tentang sikap asertif yaitu berani berkata Higgins dan Hirsch (2007) aspek kenik-
tidak kepada orang lain yang akan berlaku matan seksual (sexual pleasure dan sexual
tidak senonoh. Dengan demikian dapat pleasure-seeking) dan dampaknya ter-
melindungi diri anak terhadap maraknya hadap risiko seksual merupakan hal yang
kasus kekerasan seksual dan pelecehan masih sulit untuk dipahami dalam program
seksual. Usia 3–10 tahun, Pada usia ini, kesehatan reproduksi. Hal ini menunjukkan
anak biasanya mulai aktif bertanya tentang bahwa aspek sexual pleasure-seeking di-
seks. Misalnya anak akan bertanya dari lakukan dan memiliki dampak yang berbeda
mana ia berasal. Atau pertanyaan umum berdasarkan gender, namun masih belum
mengenai asal-usul bayi. Jawaban-jawaban di sadari dalam pemberian pendidikan
yang sederhana dan terus terang biasanya seksualitas dan kesehatan reproduksi.

120
JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 2, September 2014
Miswanto, Pentingnya Pendidikan Kesehatan Reproduksi ...

Program pendidikan seksualitas dan maja secara positif sebagai makhluk sek-
kesehatan reproduksi di Indonesia belum sual (sexual being) yang memiliki hak
komprehensif karena cenderung fokus pada kesehatan reproduksi dan agar dapat ber-
aspek biologis dan pencegahan penyakit tanggungjawab terhadap kesehatan seksual
menular (misalnya HIV dan AIDS). Pen- dan reproduksinya.
didikan semacam ini tidak hanya ter-
jadi di Indonesia, berdasarkan penelitian
Allen (2011), pendidikan seksualitas ba- DAFTAR PUSTAKA
nyak dikritik dibeberapa negara karena
Aliansi Remaja Independen. 2010. Fact
gagal menyediakan pemahaman yang Sheet Status Kesehatan Reproduksi
komprehensif, tidak berdasarkan kebu- Remaja Indonesia. Jakarta.
tuhan remaja, dan melupakan aspek ke-
Atkinson. 1999. Pengantar Psikologi. Jakarta:
timpangan gender dan ketidakadilan sosial
Penerbit Erlangga.
yang lebih luas. Pendidikan yang hanya
memfokuskan pada bahaya dan risiko hu- BPS, BKKBN, Depkes. 2008. Survei Kesehatan
bungan seksual sebagaimana yang dike- Reproduksi Remaja Tahun 2007. Ja-
karta.
mukakan oleh Bay-Cheng (2003) tidaklah
realistis dengan kondisi remaja dan akan Badris, Gifari. 2007. Bahaya Narkoba dan Seks
gagal untuk memberikan informasi se- Bebas. Riau: CV. Milaz Grafika.
benarnya mengenai seksualitas dan tidak BKKBN. 2001. Remaja Mengenai Dirinya. Ja-
dapat memberdayakan remaja untuk ber karta: BKKBN
tanggungjawab terhadap kesehatan repro- Dep. Kesehatan RI. 1997. AIDS di Tempat Ker-
duksi dan seksualnya. ja. Jakarta: Depkes RI
Diana Teresia Pakasi. Rani Kartikawati, Antara
Kebutuhan Tabu: Pendidikan Sek-
KESIMPULAN sualitas dan Kesehatan Peproduksi
Pemahaman dan pengetahuan remaja bagi remaja di SMA, Pusat Kajian
terhadap kesehatan reproduksi dan seksu- Gender dan Seksualitas,
alitas selama ini terbilang masih rendah dan Pratiwi, Kartika Ratna. 2010. Kesehatan Repro-
tidak sedikit pula yang mengabaikannya. duksi Remaja dan Permasalahannya.
Hal ini dapat berimplikasi pada risiko sek- Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Bio-
sual yang dihadapi oleh remaja. Pemaha- logi FMIPA UNY
man terhadap seksualitas dan kesehatan Muflihati, A. 2010. “Studi Kasus Program
reproduksi yang diberikan di lembaga pen- Penyuluhan dan Konseling Kesehatan
didikan formal maupun informal cenderung Reproduksi Remaja di SMA Muham-
memandang aspek kesehatan reproduksi madiyah 2 Yogyakarta.” Naskah Thesis
dan seksualitas remaja hanya sebatas pada S2, Fakultas Kesehatan Masyarakat.
FISIP UI diakses dari http://www.
fenomena biologis semata–cenderung meng-
digilib.ui. ac.id/ opac/ themes/ libri2/
konstruksikan seksualitas remaja sebagai
detail.jsp? id=108893
hal yang tabu dan berbahaya—dikontrol
melalui wacana moral, dan agama. Selain Tim KRR Perinasia. 2007. Materi Pela-
itu, agar lebih efektif, pemahaman terhadap tihan: KRR. Jakarta: Perinasia
seksualitas dan kesehatan reproduksi perlu Wagner, Lola dan Denny Irawan Yatim.
dikontekstualisasikan berdasarkan realitas 1997. Seksualitas di Pulau Batam.
dan kondisi remaja. Diharapkan hal ini Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
dapat mengkonstruksikan seksualitas re-

121
JURNAL STUDI PEMUDA • Vol. 3, No. 2, September 2014

Anda mungkin juga menyukai