Anda di halaman 1dari 8

SEMINAR MASALAH KHUSUS

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA IPB


Nama : Dwi Ajeng Budiarti
NIM : G34150030
Judul penelitian : Respon Anatomi Akar Padi (Oryza sativa L.) terhadap Cekaman
Kekeringan
Pembimbing : 1. Dr. Ir. Miftahuddin, MSi
2. Mafrikhul Muttaqin, MSi
Hari/Tanggal :
Waktu/Tempat :

ABSTRAK

DWI AJENG BUDIARTI. Respon Anatomi Akar Padi (Oryza sativa L.) terhadap Cekaman
Kekeringan. Dibimbing oleh MIFTAHUDDIN dan MAFRIKHUL MUTTAQIN.

Tanaman padi memberikan respon yang berbeda dalam menghadapi cekaman kekeringan.
Hal tersebut bergantung pada daya adaptasi dan genotipe masing-masing kultivar. Penelitian
mengenai respon anatomi akar padi terhadap cekaman kekeringan penting dilakukan agar kajian
mengenai mekanisme adaptasi tanaman padi terhadap cekaman kekeringan menjadi lebih
komprehensif dan mendalam. Penelitian ini bertujuan mempelajari respon karakter anatomi akar
pada padi kultivar Hawara Bunar, IR-64, dan RIL F9 terhadap cekaman kekeringan. Akar
tanaman padi disayat melintang pada bagian tengah. Karakter anatomi yang diamati berjumlah 26
yang terdiri dari 14 data aktual dan 12 data rasio. Karakter-karakter tersebut dianalisis
menggunakan uji statistik T-independent, One-way ANOVA, Two-way ANOVA, dan Duncan’s
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
cekaman kekeringan menyebabkan penambahan luas daerah non-aerenkima, rasio luas daerah
non-aerenkima terhadap luas korteks, rasio luas daerah non-aerenkima terhadap luas akar, dan
penurunan luas akar, luas OPR, luas korteks, luas daerah aerenkima, rasio luas daerah aerenkima
terhadap luas korteks, luas stele, luas xilem, rasio luas xilem terhadap luas stele, dan luas sel
protoxilem. Penurunan luas akar, luas OPR, luas korteks, luas daerah aerenkima, luas stele, dan
luas sel protoxilem merupakan upaya adaptasi tanaman padi agar dapat bertahan dalam kondisi
tercekam kekeringan. Rasio luas daerah aerenkima terhadap luas akar, luas sel metaxilem, luas
total metaxilem, dan rasio luas xilem terhadap luas akar lebih dipengaruhi oleh genotipe dari pada
lingkungan

Kata kunci: adaptasi anatomi, daerah penyayatan, Hawara Bunar, IR-64, RIL F9.

PENDAHULUAN

Padi merupakan salah satu sumber makanan pokok bagi penduduk Indonesia.
Pertumbuhan penduduk yang meningkat seiring waktu menyebabkan peningkatan terhadap
kebutuhan konsumsi beras. Peningkatan konsumsi beras harus diimbangi dengan peningkatan
produksi padi, oleh karena itu isu mengenai peningkatan produksi padi menjadi penting untuk
selalu diteliti dan dikaji. Sumber produksi padi di Indonesia berdasarkan lahan yang digunakan
terdapat 2 kategori, yaitu produksi padi sawah dan produksi padi ladang (BPS 2019a). Produksi
padi sawah merujuk pada produksi padi yang ditanam pada lahan terendam air maupun teririgasi
secara terus-menerus dan berkelanjutan, sedangkan produksi padi ladang merujuk pada produksi
padi pada lahan yang tidak terendam air dan hanya mendapatkan irigasi secukupnya. Produksi
padi sawah dan padi ladang masing-masing memiliki biaya produksi sebesar Rp 13.600.000,- dan
Rp 8.500.000,- dengan pendapatan petani secara berturut-turut sebesar 37% dan 27% dari biaya
produksi (BPS 2019b). Selain itu, produksi padi sawah dan padi ladang memiliki pertumbuhan
relatif tahun 2018 terhadap 2017 sebesar 0.73% dan 0.28% (Kementan 2019a dan 2019b). Luas
lahan pertanian non-sawah (ladang) di Indonesia masih cukup luas untuk dimanfaatkan (Pusdatin
2015). Pemanfaatan ladang guna pengembangan produksi padi ladang diharapkan mampu
meningkatkan produktivitas padi nasional.
Tantangan lain yang harus dihadapi petani padi ladang selain pendapatan dan
produktivitas yang rendah adalah cekaman lingkungan berupa kekeringan. Cekaman kekeringan
termasuk salah satu cekaman abiotik yang paling sering terjadi dan mempengaruhi pertumbuhan
tanaman. Cekaman kekeringan pada padi dapat mengakibatkan penurunan produksi padi (Maiti et
al. 2012). Pengembangan kultivar yang memiliki sifat toleran terhadap cekaman kekeringan dan
memiliki produktivitas yang tinggi dapat menjadi salah satu upaya peningkatan produktivitas
padi. Kultivar baru dapat diperoleh dengan melakukan persilangan antara dua atau lebih kultivar
yang memiliki sifat unggul yang diinginkan. Salah satu kultivar padi yang toleran terhadap
kekeringan adalah Hawara Bunar (Suardi 2000). Selain toleran kekeringan, Hawara Bunar juga
memiliki ketahanan terhadap penyakit blast (Silitonga 2010). Akan tetapi, Hawara Bunar
memiliki daya hasil yang rendah (Sutaryo dan Sudaryono 2010). Kultivar padi yang memiliki
daya hasil tinggi, umur genjah, dan memiliki kualitas nasi yang baik contohnya adalah IR-64
(Khush dan Virk 2005). Akan tetapi, IR-64 merupakan kultivar padi yang sensitif terhadap
cekaman kekeringan dan penyakit blast (Suardi 2000 dan Lee et al. 2010). Persilangan antara
Hawara Bunar dengan IR-64 diharapkan menghasilkan kultivar padi baru dengan sifat toleran
terhadap cekaman kekeringan dan memiliki produktivitas yang tinggi.
Recombinant Inbreed Line (RIL) F9 yang digunakan dalam penelitian ini merupakan padi
hasil persilangan antara Hawara Bunar dengan IR-64. Penelitian mengenai respon anatomi akar
padi terhadap cekaman kekeringan telah banyak dilakukan (Allah et al. 2010; Clark et al. 2008;
Comas et al. 2013; Henry et al. 2012; Jeong et al. 2013; Yang et al. 2012), tetapi dengan
parameter pengamatan anatomi yang kurang lengkap. Selain itu, belum pernah dilakukan
penelitian dengan topik tersebut pada Hawara Bunar dan populasi RIL F9. Kajian mengenai
karakter anatomi menjadi penting sebagai pelengkap pangkalan data (database), sehingga
pemahaman mengenai pengaruh cekaman kekeringan terhadap tanaman padi dapat dilakukan
secara komprehensif dan mendalam. Akar merupakan organ tanaman yang paling responsif
terhadap cekaman kekeringan (Fenta et al. 2014). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
mempelajari respon karakter anatomi akar pada padi kultivar Hawara Bunar, IR-64, dan RIL F9
terhadap cekaman kekeringan.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat


Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2019 hingga Juli 2019 di Laboratorium
Fisiologi dan Biologi Molekuler Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan adalah 8 akar tanaman Hawara Bunar (4 kontrol dan 4 tercekam
kekeringan), 15 akar tanaman IR-64 (8 kontrol dan 7 tercekam kekeringan), 109 akar RIL F9 (52
kontrol dan 57 tercekam kekeringan), dan pewarna anilin sulfat. Alat yang digunakan adalah
mikroskop dan kamera mikroskop OptiLab advance. Software yang digunakan adalah ImageJ
1.50i, Ms. Excel, dan SPSS versi 16.0.

Metode
Penyayatan sampel akar tetua (Hawara Bunar dan IR-64). Sampel disayat transversal
secara manual dengan bantuan silet (free hand section method) pada bagian pangkal dan tengah.
Hasil sayatan diwarnai dengan anilin sulfat, diamati di bawah mikroskop, dan didokumentasikan
dengan kamera mikroskop OptiLab advance. Pengukuran karakter anatomi dilakukan
menggunakan aplikasi ImageJ 1.50i. Karakter anatomi yang diukur berupa luas akar, luas stele,
dan luas metaxilem. Penyayatan akar tetua bertujuan menentukan daerah penyayatan (pangkal
atau tengah) pada RIL F9.
Penentuan Bagian Penyayatan. Karakter anatomi yang telah diukur pada sampel tetua
(Hawara Bunar dan IR-64) kemudian dianalisis lebih lanjut menggunakan aplikasi SPSS 16.0
dengan uji Two-way ANOVA. Two-way ANOVA pada SPSS dapat dilakukan dengan langkah
Analyze lalu General Linear Model kemudian Univariate. Bagian paling responsif terhadap
perlakuan kekeringan dipilih sebagai daerah penyayatan untuk sampel akar populasi IRH F9.
Penyayatan sampel akar populasi RIL F9. Sampel akar disayat transversal secara
manual dengan bantuan silet (free hand section method) pada bagian tengah, diamati di bawah
mikroskop, dan didokumentasikan dengan kamera OptiLab advance. Pengukuran karakter
anatomi dilakukan menggunakan aplikasi ImageJ 1.50i. Karakter anatomi yang diukur berjumlah
26 karakter, yang terdiri dari 14 data aktual dan 12 data rasio. Data aktual yang teramati yaitu
luas akar (LA) (mm2), luas epidermis berserta eksodermis dan sklerenkima atau biasa disebut
dengan outer part of the root (OPR) (Henry et al. 2012) (mm2), luas korteks (LK) (mm2), luas
korteks beserta stele (LKS) (mm2), luas daerah non-aerenkima (LDNA) (mm2), luas daerah
aerenkima (LDA) (mm2), luas stele (LS) (mm2), jumlah sel metaxilem (JMx), rata-rata luas sel
metaxilem (LSMx) (mm2), jumlah sel protoxilem (JPr), rata-rata luas sel protoxilem (LSPr)
(mm2), luas total metaxilem (LMx) (mm2), luas total protoxilem (LPr) (mm2), dan luas xilem
(LX) (mm2). Data rasio yang diukur, yaitu rasio luas korteks terhadap luas akar (LK:LA), rasio
luas daerah non-aerenkima terhadap luas korteks (LDNA:LK), rasio luas daerah non-aerenkima
terhadap luas akar (LDNA:LA), rasio luas daerah aerenkima terhadap luas korteks (LDA:LK),
rasio luas daerah aerenkima terhadap luas akar (LDA:LA), rasio luas stele terhadap luas korteks
beserta stele (LS:LKS), rasio luas stele terhadap luas akar (LS:LA), rasio luas total metaxilem
terhadap luas xilem (LMx:LX), rasio luas total protoxilem terhadap luas xilem (LPr:LX), rasio
luas xilem terhadap luas stele (LX:LS), rasio luas xilem terhadap luas korteks beserta stele
(LX:LKS), dan rasio luas xilem terhadap luas akar (LX:LA). Semua data rasio ditampilkan dalam
bentuk persentase (%).
Respon Karakter Anatomi terhadap Cekaman Kekeringan. Karakter anatomi (26
karakter) yang telah diukur pada tiga kultivar sampel (Hawara Bunar, IR-64, dan RIL F9)
dianalisis menggunakan uji Two-way ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95%. Karakter-
karakter yang tidak terpengaruh secara nyata oleh faktor interaksi (kultivar dan perlakuan) diuji
lebih lanjut menggunakan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) dalam T-independent test.
Karakter-karakter yang terpengaruh secara nyata oleh faktor interaksi diuji lebih lanjut
menggunakan DMRT dalam One-way ANOVA. Uji lanjut DMRT dilakukan pada taraf nyata 5%
(α=0.05).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Penentuan Bagian Penyayatan
Karakter anatomi yang digunakan untuk menentukan bagian penyayatan adalah karakter
yang mudah diamati dan diukur. Karakter tersebut adalah luas akar (LA), luas stele (LS), dan luas
metaxilem (LMx). Ketiga karakter tersebut selanjutnya diuji statistik menggunakan uji Two-way
ANOVA. Uji tersebut dilakukan untuk mengetahui bagian akar yang lebih terpengaruh oleh
faktor kultivar, perlakuan, maupun interaksi antara faktor kultivar dan perlakuan untuk setiap
karakter uji. Bagian yang lebih terpengaruh secara nyata kemudian dipilih sebagai daerah
penyayatan untuk populasi RIL F9.

Tabel 1 Nilai signifikansi beberapa karakter anatomi pada akar bagian pangkal dan tengah
Nilai signifikansi
Pangkal Tengah
Variabel
Luas Luas
Luas akar Luas stele Luas akar Luas stele
metaxilem metaxilem
Kultivar 1.89E-05* 3.28E-09* 6.39E-09* 4.51E-05* 8.50E-08* 1.44E-07*
Perlakuan 0.074879 0.036563* 0.002466* 1.31E-04* 4.16E-05* 4.54E-06*
Interaksi 0.00583* 3.67E-05* 0.146798 1.20E-04* 1.03E-06* 3.19E-04*
Keterangan: *berbeda nyata berdasarkan uji Two-way ANOVA dengan taraf nyata 5% (α = 0.05)

Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan yang nyata untuk semua karakter pada bagian
tengah akar. Luas akar pada bagian pangkal secara statistik tidak terpengaruh oleh faktor
perlakuan. Selain luas akar, karakter luas metaxilem pada bagian pangkal juga tidak terpengaruh
oleh faktor interaksi antara kultivar dan perlakuan.

Respon Karakter Anatomi terhadap Cekaman Kekeringan


Karakter anatomi yang diamati berjumlah 26 karakter yang terdiri dari 14 data aktual dan
12 data rasio. Data aktual dan rasio tersebut dikategorikan menjadi 2 kelompok, yaitu data di luar
stele dan di dalam stele. Selain berdasarkan keberadaan karakter terhadap stele, penyajian tabel
hasil pengamatan juga dibedakan berdasarkan uji lanjutan yang dilakukan. Tabel 2 dan Tabel 3
menyajikan data karakter anatomi yang diuji lanjut menggunakan DMRT dalam uji T-
independent test, sedangkan Tabel 4 dan Tabel 5 menyajikan data karakter anatomi yang diuji
lanjut menggunakan DMRT dalam uji One-way ANOVA. Hal tersebut dilakukan berdasarkan
hasil uji statistik awal pada Two-way ANOVA yang menunjukkan hasil bahwa beberapa karakter
terpengaruh secara nyata oleh faktor interaksi, sementara beberapa karakter lainnya tidak.
Tabel 2 Respon karakter anatomi di luar stele terhadap cekaman kekeringan (T-independent test)
LDNA LK:LA LDNA:LK LDNA:LA LDA:LK LDA:LA
Hawara Bunar 2.30a 51.97a 24.14a 12.44a 56.88a 58.44b
Kultivar IR-64 1.49a 52.93a 18.76a 10.06a 42.87a 81.24b
RIL F9 2.82a 54.47a 23.08a 12.29a 76.92b 42.09a
Kontrol 1.15a 55.04a 10.99a 5.89a 75.94a 62.22a
Perlakuan
Kekeringan 2.69b 53.15a 27.15b 14.46b 62.57b 48.97a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji
lanjut DMRT pada uji T-independent (α=0.05).

Hasil uji statistik pada Tabel 2 dan Tabel 3 menunjukkan beberapa karakter anatomi yang
terpengaruh kekeringan, di antaranya penambahan luas daerah non-aerenkima, rasio luas daerah
non-aerenkima terhadap luas korteks, rasio luas daerah non-aerenkima terhadap luas akar, dan
penurunan rasio luas daerah aerenkima terhadap luas korteks. Selain itu, semua karakter anatomi
pada Tabel 3 secara statistik tidak memiliki perbedaan nyata terhadap pengaruh faktor perlakuan.

Tabel 3 Respon karakter anatomi di dalam stele terhadap cekaman kekeringan (T-independent test)
LS:LKS LS:LA LSMx LMx LMx:LX LPr:LX LX:LA
Hawara Bunar 15.24a 9.24a 0.10b 0.27b 70.04a 29.96a 2.57b
Kultivar IR-64 13.91a 8.46a 0.08a 0.14a 68.04a 31.96a 1.50a
RIL F9 13.61a 8.42a 0.10ab 0.28b 67.13a 32.87a 3.20ab
Kontrol 14.16a 8.95a 0.11a 0.32a 69.74a 30.26a 2.26a
Perlakuan
Kekeringan 14.38a 8.82a 0.09a 0.22a 68.17a 31.83a 1.85a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji
lanjut DMRT pada uji T-independent (α=0.05).

Tabel 2 dan Tabel 3 juga menyajikan data yang menunjukkan, bahwa antar kultivar
memiliki perbedaan secara umum pada karakter anatomi berupa rasio luas daerah aerenkima
terhadap luas korteks, rasio luas daerah aerenkima terhadap luas akar, luas sel metaxilem, luas
total metaxilem, dan rasio luas xilem terhadap luas akar.

Tabel 4 Respon karakter anatomi di luar stele (One-way ANOVA)


Perlakuan Kultivar LA OPR LK LKS LDA
Hawara Bunar 27.66b 8.46b 16.57b 19.20b 15.34b
Kontrol IR-64 12.85a 5.13a 6.64a 7.72a 5.80a
RIL F9 19.15ab 6.65ab 12.50ab 11.22a 9.80a
Hawara Bunar 13.43a 5.40a 6.66a 8.03a 4.87a
Kekeringan IR-64 13.83a 4.98a 7.72a 8.85a 5.57a
RIL F9 22.14ab 7.77ab 14.37ab 12.69ab 8.52a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji
lanjut DMRT pada uji One-way ANOVA (α=0.05).

Interaksi antara cekaman kekeringan dengan jenis kultivar berpengaruh nyata terhadap
semua karakter anatomi pada Tabel 4 dan Tabel 5. Perlakuan kekeringan secara signifikan
menurunkan ukuran luas akar, luas OPR, luas korteks, luas daerah aerenkima, luas stele, dan luas
sel protoxilem hanya pada kultivar Hawara Bunar.
Tabel 5 Respon karakter anatomi di dalam stele (One-way ANOVA)
Perlakuan Kultivar LS JMx JPr LSPr LPr LX LX:LS LX:LKS
Kontrol Hawara Bunar 2.63b 4c 19c 0.011b 0.22d 0.72c 27.04d 5.19d
IR-64 1.08a 2ab 13ab 0.005a 0.07ab 0.25ab 23.01c 1.80ab
RIL F9 1.61a 3abc 16bc 0.008a 0.14c 0.42b 4.60a 3.49c
Kekeringan Hawara Bunar 1.37a 3bc 16bc 0.005a 0.09abc 0.33ab 23.81c 1.94ab
IR-64 1.20a 2a 9a 0.007a 0.06a 0.17a 14.61b 1.21a
RIL F9 1.70a 3bc 17c 0.007a 0.13bc 0.42b 4.49a 3.04bc
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji
lanjut DMRT pada uji One-way ANOVA (α=0.05)

Tabel 5 menunjukkan bahwa pada kultivar Hawara Bunar dan IR-64, cekaman kekeringan
secara nyata menyebabkan penurunan luas xilem dan rasio luas xilem terhadap luas stele. Selain
itu, cekaman kekeringan menyebabkan penurunan luas total daerah protoxilem dan rasio luas
xilem terhadap luas korteks secara signifikan pada semua kultivar.

Pembahasan
Akar merupakan organ tanaman yang berfungsi memberikan suplai air untuk tanaman
dengan melakukan penyerapan air tanah. Berdasarkan jaringan meristem pembentuknya, terdapat
dua tipe akar, yaitu akar primer dan akar serabut. Akar primer berkembang dari jaringan
embrional (radikula), sedangkan akar serabut berkembang dari bagian tumbuhan yang telah
dewasa, seperti batang dan daun. Akar primer pada tumbuhan monokot yang biasa disebut akar
semaian akan mati pada saat tumbuhan monokot dewasa. Tipe akar yang berkembang ketika
tumbuhan monokot dewasa adalah akar serabut (Mulyani 2006). Akar serabut padi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah akar terpanjang dengan asumsi akar tersebut telah
mengalami pertumbuhan dan perkembangan maksimal. Hal tersebut dilakukan karena pada saat
dewasa akar primer padi mati, sehingga penyayatan pada akar primer tidak dapat mewakili
anatomi akar pada padi dewasa.
Akar memiliki 4 daerah perkembangan, yaitu daerah tudung akar, daerah pembelahan sel,
daerah pemanjangan sel, dan daerah pematangan sel. Tudung akar, daerah pembelahan, dan
daerah pemanjangan berada di bagian ujung akar. Daerah pematangan sel atau daerah diferensiasi
hanya terdapat pada bagian tengah hingga pangkal akar. Daerah tersebut secara morfologi
ditandai dengan banyaknya rambut akar yang tumbuh (Stern et al. 2003). Berdasarkan pernyataan
Stern et al. (2003) tersebut, bagian ujung akar tidak dipilih sebagai daerah penyayatan karena
belum mengalami diferensiasi jaringan. Bagian tengah dan pangkal akar tidak memiliki
perbedaan zonasi berdasarkan fase perkembangan. Perbedaan pada kedua daerah tersebut
didasarkan pada usia sel yang semakin tua ke arah pangkal. Mulyani (2006) menyatakan, bahwa
perbedaan usia sel tersebut disebabkan oleh proses diferensiasi dan perkembangan jaringan pada
akar yang terjadi secara akropetal (terbentuk secara berurutan dari bagian dasar ke arah ujung,
sehingga bagian paling ujung merupakan bagian termuda).
Pemilihan salah satu daerah penyayatan (tengah atau pangkal) penting dilakukan untuk
meningkatkan stabilitas dan validitas data anatomi yang diperoleh. Pengujian statistik
menunjukkan bahwa bagian tengah akar memiliki sifat yang lebih responsif terhadap cekaman
kekeringan daripada bagian pangkal. Hal tersebut ditandai dengan lebih banyaknya karakter
anatomi akar bagian tengah yang memiliki nilai signifikansi di bawah 0.05 daripada bagian
pangkal (Tabel 1). Lebih responsifnya suatu karakter anatomi akar padi menunjukkan sifat
toleransi yang lebih tinggi terhadap cekaman kekeringan (Henry et al. 2012). Berdasarkan hal
tersebut, maka bagian penyayatan yang dipilih adalah bagian tengah. Penyayatan pada bagian
tengah untuk penelitian respon karakter anatomi akar padi terhadap cekaman kekeringan juga
dilakukan oleh Henry et al. (2012). Pemilihan bagian tengah sebagai daerah penyayatan
didukung dengan pernyataan Stern et al. (2003), bahwa rambut akar lebih banyak terbentuk di
zona diferensiasi. Keberadaan rambut akar tersebut membantu memperluas bidang penyerapan
air dan hara (Mulyani 2006), sehingga dapat digunakan sebagai parameter analisis responsitas
tanaman terhadap cekaman kekeringan.
Secara umum, cekaman kekeringan menyebabkan penambahan luas daerah non-
aerenkima, juga rasionya terhadap luas korteks dan luas akar. Penambahan ukuran tersebut terjadi
karena terjadi penurunan luas daerah aerenkima pada korteks (Tabel 4 dan Tabel 2). Penurunan
daerah aerenkima pada saat tercekam kekeringan merupakan mekanisme tanaman untuk
memperkuat struktur perakaran sehingga dapat melakukan penetrasi lebih dalam dan menyerap
air lebih banyak. Hal tersebut disimpulkan dari pernyataan Maiti et al. (2012), bahwa proses
pembentukan aerenkima menyebabkan struktur akar menjadi lemah, sehingga kemampuan
penetrasi akar menjadi berkurang, dan pernyataan Huang (2006) bahwa kedalaman penetrasi akar
pada padi berasosiasi dengan peningkatan penyarapan air ketika terjadi cekaman kekeringan.
Kultivar Hawara Bunar, IR-64, dan RIL F9 secara umum memiliki perbedaan pada rasio
luas daerah aerenkima terhadap luas akar (Tabel 2), luas sel metaxilem, luas total metaxilem, dan
rasio luas xilem terhadap luas akar (Tabel 3). Semua karakter tersebut tidak dipengaruhi oleh
faktor perlakuan cekaman kekeringan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa karakter-karakter
tersebut lebih dipengaruhi oleh genotipe daripada lingkungan.
Perlakuan kekeringan secara signifikan menurunkan luas akar, luas OPR, luas korteks,
luas daerah aerenkima, luas stele, dan luas sel protoxilem hanya pada kultivar Hawara Bunar
(Tabel 4 dan Tabel 5). Penurunan luas akar berhubungan dengan semakin dalamnya penetrasi
akar ke tanah. Penurunan luas akar sebanyak 20% pada kentang diikuti dengan bertambahnya
kedalaman penetrasi akar 60 cm hingga 80 cm (Zarzyńska et al. 2017). Diameter akar juga
berkorelasi secara nyata dan positif dengan efisiensi penggunaan air (Atta et al. 2013), daya
toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan, dan hasil produksi pada gandum (Ahmad et al.
2017). Berdasarkan hal tersebut, penurunan luas akar pada tumbuhan saat cekaman kekeringan
bertujuan meningkatkan efisiensi pergerakan akar ke dalam tanah, efisiensi penggunaan air,
peningkatan toleransi, dan peningkatan hasil produksi.
Daerah OPR terdiri dari lapisan jaringan epidermis, hipodermis, dan sklerenkima (Henry
et al. 2012). Penurunan luasan daerah OPR terjadi karena sel-sel epidermis yang mengecil pada
saat tanaman tercekam kekeringan (Ninilouw et al. 2015 dan Suharti et al. 2017). Suharti et al.
(2017) menyatakan, bahwa penurunan ukuran sel dalam jaringan merupakan mekanisme adaptasi
tanaman terhadap cekaman kekeringan yang bertujuan mempercepat transport air antar sel dalam
jaringan. Selain karena pengecilan sel epidermis, penurunan luasa daerah OPR juga terjadi karena
penurunan tebal dinding sklerenkima (Henry et al. 2012). Colmer et al. (1998) melaporkan,
bahwa daerah OPR berfungsi menghambat hilangnya oksigen dari akar, tetapi tidak menghalangi
proses penyerapan air dari tanah (Ranathunge et al. 2003 dan 2011). Berdasarkan fungsi OPR
tersebut, dapat dipahami bahwa pengecilan ukuran sel epidermis dan penurunan ketebalan
dinding sklerenkima merupakan upaya adaptasi tanaman saat kekeringan yang bertujuan proses
penyerapan air oleh akar menjadi lebih mudah.
Penurunan luas daerah korteks hanya terjadi pada genotipe toleran (Hawara Bunar) saat
cekaman kekeringan (Tabel 4). Hal yang sama dilaporkan oleh Rosawanti et al. (2015) dan
Makbul et al. (2011), bahwa penurunan luas korteks pada tanaman kedelai tercekam kekeringan
hanya terjadi pada kedelai genotipe toleran. Rosawanti et al. (2015) menyatakan, bahwa hal
tersebut merupakan mekanisme toleransi tanaman agar jarak transportasi air ke stele dan xilem
menjadi lebih singkat.
Penurunan diameter stele saat cekaman kekeringan (Tabel 5) juga terjadi pada jagung
(Fraser et al. 1990). Stele merupakan bagian dari akar yang tersusun atas berbagai macam jenis
sel, seperti endodermis, perisiklus, metafloem, protofolem, metaxilem, dan protoxilem (Mulyani
2006). Penurunan luas daerah stele pada ketiga kultivar terjadi karena penurunan luas total
protoxilem, bukan karena luas total metaxilem (Tabel 3), sedangkan pada kultivar Hawara Bunar
dan IR-64, penurunan luas stele juga terjadi karena jumlah sel metaxilem dan protoxilem yang
mengalami penurunan (Tabel 5). Tabel 5 juga menunjukkan, bahwa pada kultivar Hawara Bunar
dan IR-64, cekaman kekeringan secara nyata menyebabkan penurunan luas xilem dan rasio luas
xilem terhadap luas stele. Selain itu, cekaman kekeringan menyebabkan penurunan luas total
daerah protoxilem dan rasio luas xilem terhadap luas korteks secara signifikan pada semua
kultivar.
Pengelompokan xilem menjadi protoxilem dan metaxilem didasarkan pada perbedaan
waktu pematangan unsur-unsur pada xilem, bukan pada perbedaan fungsi dari unsur-unsur
tersebut. Unsur yang selesai terbentuk lebih dahulu disebut protoxilem, sedangkan unsur yang
selesai dibentuk kemudian disebut metaxilem (Fahn 1982). Perubahan ukuran xilem pada saat
cekaman kekeringan merupakan variabel penting dalam pendugaan toleransi terhadap cekaman
kekeringan pada tanaman kacang buncis (Pena-valdivia et al. 2010), kedelai (Makbul et al.
2011), kakao (Prihastati 2010), dan anggur (Lovisolo dan Schubert 1998). Penurunan ukuran
xilem terjadi untuk menjaga kondisi xilem (Rosawanti et al. 2015) dan menghindari embolisme
(peristiwa terperangkapnya gelembung udara yang berasal dari uap air pada kolom xilem ketika
kondisi kering dan tegangan air xilem naik (Sperry dan Tyree 1988)) pada xilem (Comas et al.
2013 dan Henry et al. 2012). Penurunan ukuran xilem untuk menghindari embolisme pada xilem
didukung oleh pernyataan Prihastati (2010), bahwa embolisme pada xilem dapat mengganggu
penyediaan air dari xilem ke daun.
Simpulan
Cekaman kekeringan menyebabkan penambahan luas daerah non-aerenkima, rasio luas
daerah non-aerenkima terhadap luas korteks, rasio luas daerah non-aerenkima terhadap luas akar,
dan penurunan luas akar, luas OPR, luas korteks, luas daerah aerenkima, rasio luas daerah
aerenkima terhadap luas korteks, luas stele, luas xilem, rasio luas xilem terhadap luas stele, dan
luas sel protoxilem. Penurunan luas akar, luas OPR, luas korteks, luas daerah aerenkima, luas
stele, dan luas sel protoxilem merupakan upaya adaptasi tanaman padi agar dapat bertahan dalam
kondisi tercekam kekeringan. Rasio luas daerah aerenkima terhadap luas akar, luas sel
metaxilem, luas total metaxilem, dan rasio luas xilem terhadap luas akar lebih dipengaruhi oleh
genotipe dari pada lingkungan

Saran
Perlu dilakukan analisis daya hasil pada galur populasi RIL F9 yang terindikasi toleran
terhadap cekaman kekeringan.

Daftar Pustaka
Ahmad I, Ali N, Ahmad H, Inamullah. 2017. Association Mapping of Root Traits for Drought Tolerance in Bread
Wheat, Wheat Improvement, Management and Utilization, Ruth Wanyera and James Owuoche. London (UK):
IntechOpen.
Abd Allah AA, Baddawy SA, Zayed BA, El.Gohary AA. 2010. The role of root system traits in the drought tolerance
of rice (Oryza sativa L.). WASET. 44: 1388-1392.
Atta BM, Mahmood T, Trethwan RM. 2013. Relationship between root morphology and grain yield of wheat in
north-western NSW, Australia. Aust. J. Crop Sci. 7(13): 2108-2115.
BPS. 2019a. Konsep Padi: Padi Sawah dan Padi Ladang [Internet]. Diakses pada 2019/06/08: [diunduh
2019/06/08]. Tersedia pada: https://www.bps.go.id/subject/53/tanaman-pangan.html#subjekViewTab1
BPS. 2019b. Nilai Produksi dan Biaya Produksi per Musim Tanam per Hektar Budidaya Tanaman Padi Sawah,
Padi Ladang, Jagung, dan Kedelai, 2017 [Internet]. Diakses pada 2019/06/08: [diunduh 2019/06/08].
Tersedia pada: https://www.bps.go.id/statictable/2019/04/10/2055/nilai-produksi-dan-biaya-produksi-per-
musim-tanam-per-hektar-budidaya-tanaman-padi-sawah-padi-ladang-jagung-dan-kedelai-2017.html
Clark LJ, Price AH, Steele KA, Whalley WR. 2008. Evidence from near-isogenic lnes that root penetration increases
with root diameter and bending stiffness in rice. Funct. Plant Biol. 35: 1163-1171.
Colmer TD, Gibberd MR, Wiengweera A, Tinh TK. 1998. The barrier to radial oxygen loss from roots of rice (Oryza
sativa L.) is induced by growth in stagnant solution. J. Exp. Bot. 49(325): 1431-1436.
Comas LH, Becker SR, Cruz VMV, Byrne PF, Dierig DA, 2013. Root traits contributing to plant productivity under
drought. Front. Plant Sci. 4(442): 1-16.
Fahn A. 1982. Anatomi Tumbuhan. Yogyakarta (ID): UGM Press.
Fenta BA, Beebe SE, Kunert KJ, Burridge JD, Barlow KM, Lynch JP, Foyer CH. 2014. Field phenotyping of
soybean roots for drought stress tolerance. Agron. J. 4:418-435.
Fraser TE, Silk WK, Rost TL. 1990. Effect of low water potential on cortical cell length in growing regions of maize
roots. Plant Physiol. 93: 648-651.
Henry A, Cal AJ, Batoto TC, Torres RO, Serraj R. 2012. Root attributs affecting water uptake of rice (Oryza sativa)
under drought. J. Exp. Bot. 63(13): 4751-4763.
Huang B. 2006. Plant-Environment Interactions. Boca Raton (US): CRC Press.
Jackson MB dan Colmer TD. 2005. Response and adaptation by plants to flooding stress. Ann. Bot. 96: 501-502.
Jeong JS, Kim YS, Redillas MCFR, Jang G, Jung H, Bang SW, Choi YD, Ha SH, Reuzeau C, Kim JK. 2013.
OsNAC5 overexpression enlarges root diameter in rice plants leading to enhanced drought tolerance and
increased grain yield in the field. Plant Biotechnol. J. 11: 101-114.
Kementan. 2019a. Produktivitas Padi Sawah [Internet]. Diakses pada 2019/06/08: [diunduh 2019/06/08]. Tersedia
pada: https://www.pertanian.go.id/Data5tahun/TPATAP-2017(pdf)/31-ProdtvPadiSawah.pdf
Kementan . 2019b. Produktivitas Padi Ladang [Internet]. Diakses pada 2019/06/08: [diunduh 2019/06/08]. Tersedia
pada: https://www.pertanian.go.id/Data5tahun/TPATAP-2017(pdf)/32-ProdtvPadiLadang.pdf
Khush GS dan Virk PS. 2005. IR Varieties and Their Impact. Los Banos (Phi):IRRI.
Lee JH, Muhsin M, Atienza GA, Kwak DY, Kim SM, Leon TBD, Angeles ER, Coloquio E, Kondoh H, Satoh K, et
al. 2010. Single nucleotide polymorphisms in a gene for translation initiation factor (elF4G) of rice (Oryza
sativa) associated with resistance to rice tungro spherical virus. MPMI. 23(1): 29-38.
Lovisolo C dan Schubert A. 1998. Effects of water stress on vessel siza and xylem hydraulic conductivity in Vitis
vinifera L. J. Exp. Bot. 49(321): 693-700.
Maiti R, Satya P, Rajkumar D, Ramaswamy A. 2012. Crop Plant Anatomy. Massachusetts (USA): CABI.
Makbul S, Guler NS, Durmus N, Guven S. 2011. Changes in anatomical and physiological parameters of soybean
under drought stress. Turk J Bot. 35: 369-377.
Mulyani S. 2006. Anatomi Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Ninilouw JP, Mukarlina, Linda R. 2015. Struktur anatomi akar, batang, dan daun jabon putih (Anthocephalus
cadamba (Rpxb.) Miq) yang mengalami cekaman kekeringan dan genangan. Protobiont. 4(2): 113-120.
Nishiuchi S, Yamauchi T, Takahashi H, Kotula L, Nakazono M. 2012. Mechanisms for coping with submergence
and waterlogging in rice. Rice. 5(2): 1-14.
Peña-Valdivia CB, Sánchez-Urdaneta AB, Rangel JM, Muñoz JJ, García-Nava R, Velázquez RC. 2010. Anatomical
root variations in response to water deficit: wild and domesticated common bean (Phaseolus vulgaris L.) Biol
Res. 43: 417-427.
Prihastati E. 2010. Perubahan struktur pembuluh xilem akar kakao (Theobroma cacao L.) dan Gliricidia sepium pada
cekaman kekeringan. BIOMA. 12(1): 24-28.
Pusdatin. 2015. Luas lahan Non-Sawah [Internet]. Diakses pada 2019/06/08: [diunduh 2019/06/08]. Tersedia pada:
https://www.pertanian.go.id/home/index.php?show=search
Ranathunge K, Steudle E, Lafitte R. 2003. Control of water uptake by rice (Oryza sativa L.): role of the outer part of
the root. Planta. 217: 193-205.
Ranathunge K, Lin J, Steudle E, Schreiber L. 2011. Stagnant deoxygenated growth enhances root suberization and
lignifications, but differentially affects water and NaCl permeabilities in rice (Oryza sativa L.) roots. Plant
Cell Environ. 34: 1223-1240.
Rosawanti P, Ghulamahdi M, Khumaida N. 2015. Respon anatomi dan fisiologi akar kedelai terhadap cekaman
kekeringan. J. Agron. Indonesia. 43(3): 186-192.
Silitonga, T.S. 2010. The use of biotechnology in the characterization, evaluation, and utilization of Indonesian rice
germplasm. Jurnal AgroBiogen. 6(1): 49-56.
Sperry JS dan tyree MT. 1988. Mechanism of water stress-induced xylem embolism. Plant Physiol. 88: 581-587.
Stern KR, Jansky S, Bidlack JE. 2003. Introductory Plant Biology, Ninth Edition. New York (USA): McGraw-Hill.
Suardi D. 2000. Kajian metode skrining padi tahan kekeringan. AgroBio. 3(2): 67-73.
Suharti, Mukarlina, Gusmalawati D. 2017. Struktur anatomi akar, batang, dan daun gaharu (Aquilaria malaccensis
Lamk.) yang mengalami cekeman kekeringan. Protobiont. 6(2): 38-44.
Sutaryo B dan Sudaryono T. 2010. Keragaan fenotipe dan beberapa karakter genetik hasil dan karakter agronomi
enam padi hibrida di laham kering masam. Agrin. 14(2): 114-122.
Yang X, Li Y, Ren B, Ding L, Gao C, Shen Q, Guo S. 2012. Drought-induced root aerenchyma formation restricts
water uptake in rice seedlings supplied with nitrate. Plant Cell Physiol. 53(3): 495-504.
Zarzyńska K, Boguszewska-Mańkowska D, Nosalewicz A. 2017. Differences in size and architecture of the potato
cultivars root system and their tolerance to drought stress. Plant Soil Environ. 63: 159-164.

Anda mungkin juga menyukai