Anda di halaman 1dari 19

Laporan Hasil Observasi

Nyot Nyot Thai tea Jember

Disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Manajemen Waralaba Kelas A

Dosen Pengampu:
Drs. Joko Widodo, M.M.
Mukhamad Zulianto, S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh :
1. Tiara Nurmala Asih (150210301021)
2. Bintang Eko Dwi Prayoga (150210301050)
3. Novinda Ayuningtias (150210301065)
4. Laila Said Nadiyah (150210301071)
5. Nugroho Adi Saputro (150210301084)

Prodi Pendidikan Ekonomi


Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Jember
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan
laporan Hasil Observasi ini sebagai tugas kelompok untuk mata kuliah
Manajemen Waralaba dengan tepat waktu meskipun terdapat banyak kekurangan
di dalamnya. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada bapak Drs. Joko
Widodo, M.M. dan bapak Mukhamad Zulianto, S.Pd., M.Pd selaku dosen mata
kuliah Manajemen Waralaba yang telah memberikan tugas dan membimbing
dalam penyusunan laporan ini.
Diharapkan laporan hasil observasi ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan mengenai Manajemen Waralaba. Disadari
sepenuhnya bahwa di dalam Laporan Hasil Observasi ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, diharapkan adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan laporan hasil obnservasi yang nantinya akan dibuat di masa
mendatang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga laporan hasil observasi ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi
penyusun maupun pembaca. Sebelumnya mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan mohon kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan dimasa depan.

Jember, 04 April 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2

1.4. Manfaat Penulisan .................................................................................... 2

1. Manfaat Teoritis ............................................................................................... 2

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahaninformasi yang


bermanfaat bagi perusahaan yang tertarik dengankeputusan pembelian konsumen
dan dapat memperluas pengetahuankhususnya dalam mempertimbangkan
keputusan pembelian konsumen. ............................................................................ 2

2. Manfaat Praktis ................................................................................................ 2

2.1. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 3

2.1.1 Pengertian Waralaba ................................................................................... 3

2.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Waralaba ...... Error! Bookmark not defined.

2.2.3 Jenis-jenis Waralaba .................................. Error! Bookmark not defined.

2.2.4 Waralaba (franchise) Minimarket.............. Error! Bookmark not defined.

2.2.5 Perjanjian Waralaba.................................................................................... 4

2.2.6 Pihak-pihak dalam Perjanjian Waralaba ................................................. 10

2.2. Paparan Hasil Observasi ......................................................................... 11

Pembahasan ....................................................................................................... 11

BAB 3. PENUTUP ............................................................................................... 14

3.1. Kesimpulan ............................................................................................. 14

iii
3.2. Saran ....................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15

iv
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pertumbuhan dan
perkembangan perekonomian saat ini telah memasuki era globalisasi. Hal ini
menyebabkan persaingan dalam dunia bisnis menjadi semakin ketat. Salah satu
industri yang kian berkembang pesat di Indonesia yaitu industri makanan dan
minuman siap saji. Ini terbukti dengan berkembangnya produk makanan dan
minuman berkemasan praktis yang beredar luas di pasaran. Perkembangan ini
disebabkan mulai dari tingginya kebutuhan konsumen akan kepraktisan sebuah
makanan maupun minuman, hingga keinginan konsumen untuk menikmati
berbagai macam varian jenis dan rasa yang ditawarkan produsen kepada
konsumen.

Tradisi Minum teh sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sejak
zaman dahulu. Minuman ini bisa ditemui di banyak negara dengan jenis sajian
berbeda-beda. Thai tea adalah salah satu jenis sajian teh yang belakangan banyak
digandrungi. Thai Tea adalah varian teh asal negeri gajah putih Thailand yang kini
sudah mendunia. Pada tahun 1980'an, pedagang dari China menyalurkan teh yang
mejadi bahan baku Thai Tea yaitu Cha Yen Tea yang merupakan teh hitam atau
black tea, namun karena harganya yang melambung, Cha Yen kemudian
digantikan dengan seduhan teh Ceylon, teh hitam beraroma sangat pekat yang
berasal dari Sri Lanka, teh yang dipilih memang tak bisa sembarangan karena
seduhan teh tersebut haruslah memiliki aroma yang tajam dan rasa teh hitam yang
sangat kuat pula. Maka dari itu, tidak heran kalau Cha Yen atau Ceylon yang
terpilih.

Tidak hanya sampai pada seduhan teh hitamnya, Thai Tea tidak akan lengkap
rasanya bila tidak dilengkapi dengan bahan lainnya, seperti rampah-rempah,
seperti asam dan anise, juga pewarna makanan oranye, warna khas dari Thai Tea
itu sendiri. Eits, warna oranye itu asalnya dari pewarna loh, bukan dari seduhan
tehnya! Supaya lebih manis dan creamy, teh yang kaya rempah tadi kemudian

1
dipadukan dengan condensed milk, gula, evaporated milk, atau coconut milk. Tak
hanya itu, es batu pun menjadi elemen penting yang membuat Thai Tea menjadi
primadona disaat kehausan.

Salah satu pemain yang turut mempopulerkan teh Thailand ini adalah Nyot
Nyot Thai Tea asal Surakarta, Jawa Tengah. Berdiri sejak tahun 2017, usaha ini
resmi menawarkan kemitraan awal April tahun 2017. Dengan pemaparan diatas
kami tertarik untuk melakukan observasi di salah satu mitra Nyot Nyot Thaitea
yang berada di Jember, khususnya di Jl. Mastrip, Sumbersari – Jember.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian waralaba ?
2. Apa kelebihan dan kekurangan waralaba ?
3. Bagaimana peluang usaha Nyot-Nyot Thaitea?
4. Apa kekuatan dan kelemahan franchise Nyot-Nyot Thaitea?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Memahami apa itu waralaba.
2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan waralaba.
3. Memahami peluang usaha Nyot-Nyot Thaitea.
4. Memahami kekuatan dan kelemahan franchise Nyot-Nyot Thaitea

1.4. Manfaat Penulisan


1. Manfaat Teoritis
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai waralaba secara
umum, khususnya Nyot-Nyot Thaitea.
2. Manfaat Praktis
Manfaat bagi pihak lain diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai referensi atau bahan rujukan tambahan dalm mengembangkan ide-
ide baru untuk penelitian selanjutnya.

2
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengertian Waralaba


Waralaba (bahasa Inggris: franchising; bahasa Perancis: franchise yang
aslinya berarti hak atau kebebasan) adalah hak-hak untuk menjual suatu
produk atau jasa maupun layanan. Sedangkan menurut pemerintah Indonesia,
waralaba adalah perikatan yang salah satu pihaknya diberikan hak
memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HAKI)
atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu
imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut
dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa.

Definisi waralaba secara umum adalah bentuk kerjasama bisnis atau usaha
dengan memakai prinsip kemitraan, sebuah perusahaan yang sudah mapan
baik itu dari segi sistem manajemennya, keuangannya maupun dari
marketingnya serta adanya merek dari produk perusahaan yang sudah dikenal
oleh masyarakat luas, dengan perusahaan ataupun individu yang memakai
merek dari produk maupun sistem tersebut itulah yang disebut dengan
waralaba. Hubungan kerjasama usaha di antara kedua belah pihak disahkan
dalam sebuah ikatan perjanjian atau kesepakatan. Lazimnya pihak pemberi
waralaba dapat memberikan arahan ataupun bimbingan tentang teknis usaha,
manajemen maupun dari segi marketing produk kepada pihak Franchisee
(penerima waralaba), sedangkan dari pihak penerima waralaba harus
membayar sejumlah dana sebagaimana kesepakatan antara kedua belah pihak
yang telah disepakati sebelumnya,Pemilik dari merek atau Franchisor akan
memberikan hak kepada para pelaku usaha untuk menjalankan bisnisnya
dengan atribut produsen seperti nama merek, prosedur dan sistem atau cara-
cara yang telah disepakati yang meliputi area tertentu dan dalam kurun waktu
tertentu juga.

3
Lalu yang dimaksud dengan Hak Kekayaan Intelektual atau HKI dalam
arti waralaba antara lain seperti Hak paten, hak cipta, rahasia dagang, desain
logo dagang, nama dagang dan juga merek dagang. Kemudian yang lainnya
seperti cara penjualannya, sistem manajemennya, penataannya dan cara
pendistribusian produknya yang menjadi karakteristik khusus dari pemilik
usaha, itu semua merupakan penemuan atau ciri khas dari usaha.

Munir Fuady mengatakan bahwa Franchisee adalah suatu lisensi kontraktual


diberikan oleh franchisor kepada franchisee yang :

1) Mengizinkan atau mengharuskan franchisee selama jangka waktu


franchise, untuk melaksanakan bisnis tertentu dengan menggunakan nama
khusus yang dimiliki atau berhubungan dengan pihak franchisor.
2) Memberikan hak kepada franchisor untuk melaksanakan pengawasan
berlanjut selama jangka waktu franchise terhadap aktivitas bisnis franchise
oleh franchisee.
3) Mewajibkan pihak franchisor untuk menyediakan bantuan kepada
franchisee dalam hal melaksanakan bisnis franchise tersebut semisal
memberikan bantuan pendidikan, perdagangan, manajemen, dan lain-lain.
4) Mewajibkan pihak franchisee untuk membayar secara berkala kepada
franchisor sejumlah uang sebagai imbalan penyediaan barang dan jasa oleh
pihak franchisor.

Dua jenis waralaba yang biasa dijalankan oleh pebisnis tanah air.
Waralaba format bisnis, franchisor memberikan hak (lisensi) kepada
franchisee untuk menjual produk atau jasa menggunakan merek, identitas dari
sistem yang dimiliki franchisor. Jenis yang terbanyak digunakan oleh pebisnis
di indonesia ini menawarkan sistem yang komplit dan komprehenship tentang
tata cara menjalankan bisnis. Termasuk di dalamnya pelatihan dan konsultasi
usaha dalam hal, pemasaran, penjualan, pengelolaan stok, akuntansi,
personalia, pemeliharaan, pengembangan bisnis.

4
Berbeda dengan waralaba format bisnis, waralaba jenis kedua yaitu
waralaba produk dan merek dagang, merupakan pemberian hak izin dan
pengelolaan dari franchisor kepada franchisee untuk menjual produk dengan
menggunakan merek dagang dalam bentuk agen, distributor atau lisensi
penjualan. Pada jenis ini franchisor membantu franchisee memilih lokasi dan
menyediakan jasa orang untuk pengambilan keputusan.

2.1.2 Jenis – jenis Waralaba


Menurut Thomas, dkk (2008), Franchise atau waralaba dibagi menjadi dua
jenis, yaitu:

a. Waralaba luar negeri, cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih


jelas, merek sudah diterima diberbagai dunia, dan dirasakan lebih
bergengsi.
b. Waralaba dalam negeri, juga menjadi salah satu pilihan investasi untuk
orang- orang yang ingin cepat menjadi pengusaha tetapi tidak memiliki
pengetahuan cukup piranti awal dan kelanjutan usaha ini yang disediakan
oleh pemilik waralaba.

2.1.3 Keuntungan dan Kerugian Waralaba


Menurut Suryono (2012) Keuntungan dan Kerugian Bisnis Waralaba
antara lain:
1. Keuntungan:
a) Manajemen bisnis telah terbangun. Bisnis waralaba memberikan
keuntungan untuk berbisnis di bawah bendera bisnis lain yang sudah
memiliki reputasi yang bagus. Ide, penamaan dan manajemen suatu bisnis
telah di uji coba sebelumnya dan siap untuk di implementasikan pada
lokasi yang baru.
b) Sudah dikenal masyarakat. Pemasaran bisnis waralaba cenderung lebih
mudah, karena bisnis sebelumnya lebih terdahulu di kenal masyarakat.
Dengan kata lain, biaya dan tenaga yang diperlukan untuk membangun
reputasi bisnis tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan dengan
membangun bisnis baru.

5
c) Manajemen finansial yang lebih mudah. Investor cenderung lebih suka
untuk memberikan modal pada bisnis yang telah kokoh dari segi finansial
dan jaringan pemasaran. Dengan menggunakan bisnis waralaba, sistem
manajeman finansial telah di tetapkan oleh pemilik waralaba utama,
sehingga kita tidak perlu dipusingkan lagi dengan manajemen finansial
seperti membangun bisnis baru.
d) Kerjasama bisnis telah terbangun. Orang yang membeli waralaba bisa
mendapatkan keuntungan kerjasama yang telah terbangun sebelumnya
oleh pemilik waralaba. Contohnya kerjasama dengan pemasok bahan
baku, pihak periklanan dan juga pemasaran.
e) Dukungan dan keamanan yang lebih kuat. Pemilik waralaba biasanya akan
memberikan pelatihan seperti manajemen finansial, pemasaran, periklanan
dan lain lain. Hal – hal seperti ini biasanya sudah termasuk dalam paket
pembelian waralaba.
f) Bisa mendapat untung lebih besar. Banyak orang berpikir bahwa
keuntungan dari bisnis waralaba adalah mendapatkan keuntungan lebih
besar karena brand telah dikenal banyak orang. Tapi pada kenyataannya,
hal ini tidak selalu terjadi. Biaya yang dikeluarkan oleh pembeli waralaba
kepada pihak pemilik waralaba tentunya dipotong dari keuntungan yang
didapat. Pembeli waralaba akan mendapatkan banyak kemudahan di saat-
saat awal usaha, tapi untuk jangka panjang, para pemilik waralaba kadang
menemukan bahwa memulai bisnis sendiri mungkin akan jauh lebih
menguntungkan.
2. Kerugian
a) Kurang kendali. Salah satu kekurangan dari bisnis waralaba adalah
kurangnya kendali dari pembeli waralaba terhadap bisnisnya sendiri,
karena semua sistem telah ditentukan oleh pemilik waralaba. Sehingga
ruang gerak pembeli waralaba sangat terbatas. Ide-ide untuk berkreatifitas
pun terkadang tidak bisa diaplikasikan, karena adanya perjanjian-
perjanjian khusus.

6
b) Sangat terikat dengan supplier. Untuk mendapatkan keuntungan yang
mencukupi, tentunya setiap pengusaha menginginkan modal yang kecil.
Salah satu caranya adalah mencari supplier yang murah. Dengan
menggunakan sistem waralaba, pihak pemasok barang pun telah
ditentukan. Sehingga kita tidak bisa memilih lagi supplier yang lebih
murah.
c) Ketergantungan pada reputasi waralaba lain. Salah satu kekurangan
terbesar dari waralaba adalah tergantungnya reputasi waralaba terhadap
waralaba yang lain. Jika waralaba yang lain melakukan kesalahan yang
mengakibatkan rusaknya reputasi, maka hal ini juga akan mempengaruhi
waralaba yang anda kelola.
d) Biaya waralaba. Pihak pemilik waralaba akan mengajukan biaya awal
untuk membeli perjanjian waralaba. Kemudian biaya lanjutan untuk
pelatihan dan dukungan bagi para pembeli waralaba.
e) Pemotongan keuntungan. Pembeli waralaba di haruskan untuk membayar
royalti dari sejumlah keuntungan yang didapatkan. Jika keuntungan yang
didapatkan sedikit, berarti keuntungan tersebut akan dipotong untuk
menutupi biaya ini.

2.1.4 Waralaba di Indonesia


Di Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu
dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi.
Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya
sistem pembelian lisensi plus, yaitu pewaralaba tidak sekadar menjadi
penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya. Agar
waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus
dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi
pengwaralaba maupun pewaralaba. Karenanya, kita dapat melihat bahwa di
negara yang memiliki kepastian hukum yang jelas, waralaba berkembang
pesat, misalnya di AS dan Jepang. Tonggak kepastian hukum akan format
waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang

7
Waralaba. PP No. 16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan
diganti dengan PP no 42 tahun 2007 tentang Waralaba.
Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum
dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut:
1. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.
259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara
Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
2. Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-
DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba.
3. Undang – undang :
 Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
 Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
 Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
Banyak orang masih skeptis dengan kepastian hukum terutama dalam
bidang waralaba di Indonesia. Namun saat ini kepastian hukum untuk
berusaha dengan format bisnis waralaba jauh lebih baik dari sebelum tahun
1997. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya payung hukum yang dapat
melindungi bisnis waralaba tersebut. Perkembangan waralaba di Indonesia,
khususnya di bidang rumah makan siap saji sangat pesat. Hal ini ini
dimungkinkan karena para pengusaha kita yang berkedudukan sebagai
penerima waralaba diwajibkan mengembangkan bisnisnya melalui waralaba
master (master franchise) yang diterimanya dengan cara mencari atau
menunjuk penerima waralaba lanjutan. Dengan mempergunakan sistem
piramida atau sistem sel, suatu jaringan format bisnis waralaba akan terus
berekspansi.
Ada beberapa asosiasi waralaba di Indonesia antara lain APWINDO
(Asosiasi Pengusaha Waralaba Indonesia), WALI (Waralaba & License
Indonesia), AFI (Asosiasi Franchise Indonesia). Ada beberapa konsultan
waralaba di Indonesia antara lain IFBM, The Bridge, Hans Consulting, FT
Consulting, Ben WarG Consulting, JSI dan lain-lain. Ada beberapa pameran
Waralaba di Indonesia yang secara berkala mengadakan roadshow diberbagai

8
daerah dan jangkauannya nasional antara lain International Franchise and
Business Concept Expo (Dyandra), Franchise License Expo Indonesia
(Panorama convex), Info Franchise Expo (Neo dan Majalah Franchise
Indonesia).

2.1.5 Perjanjian Waralaba


1. Pengertian dan Syarat Sahnya Perjanjian
Menurut Abdulkadir Muhammad (2000: 225) perjanjian adalah suatu
persetujuan dengan mana dua atau lebih saling mengikatkan diri untuk
melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan. Berdasarkan rumusan
perjanjian di atas maka unsur-unsur perjanjian adalah sebagai berikut:
a. ada pihak-pihak, sedikitnya dua orang;
b. ada persetujuan antara pihak-pihak itu;
c. ada tujuan yang akan dicapai;
d. ada prestasi yang akan dilaksanakan;
e. ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan; dan
f. ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian.
Perjanjian waralaba merupakan perbuatan hukum antara franchisee dengan
franchisor yang menimbulkan kewajiban dan hak timbal balik antara kedua
pihak. Kewajiban franchisor adalah memberikan hak kepada franchisee,
sedangkan kewajiban franchisee adalah mendistribusikan barang/jasa dalam
lingkup area. geografis dan periode waktu tertentu dengan mempergunakan
merek logo dan sistem operasi yang dimiliki dan dikembangkan oleh
franchisor. Pemberian hak ini dituangkan dalam bentuk perjanjian waralaba.
Sebagaimana perjanjian pada umumnya, untuk sahnya perjanjian waralaba
harus memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang tercantum dalam
Pasal 1320 KHUPdt, menurut pasal tersebut untuk sahnya perjanjian
diperlukan empat syarat yaitu:
a. Adanya suatu kesepakatan bagi mereka yang mengikatkan dirinya.Apabila
dihubungkan dengan unsur-unsur perjanjian di atas maka dalam perjanjian
waralaba harus ada persetujuan antara franchisee dan franchisor.

9
Persetujuan dari kedua pihak artinya tanpa paksaan, tipuan maupun
kekeliruan
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan erat kaitannya dengan subjek
hukum. Apabila dihubungkan dengan unsur-unsur perjanjian di atas maka
dalam suatu perjanjian harus ada subjek hukum atau pihak-pihak yang
terdiri dari sedikitnya dua orang. Pihak-pihak dalam perjanjian waralaba
harus masuk dalam kriteria cakap melakukan perbuatan hukum, sudah
dewasa atau sudah mencakup umur 21 tahun atau sudah menikah
walaupun belum mencapai umur 21 tahun.

c. Suatu hal tertentu


Jika dihubungkan dengan unsur-unsur perjanjian di atas maka suatu hal
tertentu artinya ada prestasi yang akan dilaksanakan dan ada tujuan yang
akan dicapai franchisee adalah mempergunakan merek yang dimiliki oleh
franchisor.

2.1.6 Pihak-pihak dalam Perjanjian Waralaba


Menurut Subekti (2002:1) yang dimaksud dengan pihak-pihak dalam
perjanjian waralaba adalah mereka yang secara langsung terikat memenuhi
kewajiban dan memperoleh hak dalam perjanjian waralaba yang dalam hal ini
adalah pemberi waralaba (franchisor) dan penerima waralaba (franchisee).
A. Pemberi Waralaba (franchisor)
Berdasarkan Pasal 1 Ayat (2) PP Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba
yang dimaksud dengan pemberi waralaba (franchisor) adalah orang
perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan
dan/atau menggunakan waralaba yang dimiliknya kepada penerima waralaba.
B. Penerima Waralaba (franchisee)
Penerima (franchisee) adalah orang perseorangan atau badan usaha yang
diberikan hak oleh pemberi waralaba (franchisor) untuk memanfaatkan
dan/atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba. Penerima

10
waralaba (franchisee) berhak untuk mendapatkan perlengkapan penjualan,
satu buah tempat berdagang, dapat menggunakan nama bisnis waralaba dan
menggunakan dan melaksanakan SOP (Standard Operasional Procedure)
sebagai arahan kerja.

2.2 Paparan Hasil Observasi

Pembahasan
2.2.1 Analisis SWOT
SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk
mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang
(opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau suatu spekulasi
bisnis. Keempat faktor itulah yang membentuk akronim SWOT (strengths,
weaknesses, opportunities, dan threats). SWOT akan lebih baik dibahas dengan
menggunakan tabel yang dibuat dalam kertas besar, sehingga dapat dianalisis
dengan baik hubungan dari setiap aspek.
Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau
proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan
yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut. Analisis SWOT dapat diterapkan
dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat
faktornya, kemudian menerapkannya dalam gambar matrik SWOT, di mana
aplikasinya adalah bagaimana kekuatan (strengths) mampu mengambil
keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang ada, bagaimana cara
mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mencegah keuntungan (advantage) dari
peluang (opportunities) yang ada, selanjutnya bagaimana kekuatan (strengths)
mampu menghadapi ancaman (threats) yang ada, dan terakhir adalah bagaimana
cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mampu membuat ancaman (threats)
menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman baru.

A. Strenght ( kekuatan )
1. Mempunyai laba yang jelas

11
2. Menyediakan jasa desain grafis bagi yang mau merubah desain sesuai
keinginan
3. Produk yang dibuat dengan olahan bahan baku sendiri dengan resep
rahasia
4. Booth nyot-nyot diproduksi dengan elegant dan ekslusif menggunakan
bahan kayu terbaik pilihan , yang mampu menarik konsumen
5. Tidak terfokus hanya pada satu jenis minuman saja
B. Weakness ( kelemahan )
1. Kalah saing dengan minuman yg telah mulai duluan atau yg memiliki
brand equity
2. Belum tersebar di seluruh Indonesia
3. Pemasaran yang kurang menguncang , hanya sebagian saja yg
mengetahui.

C. Opportunity ( peluang )
1. Menjadi thai tea terbaik di indonesia
2. Menginovasi berbagai makanan
3. Membuat rumah khusus pecinta thaitea
4. Membuat dan menjadi brand equity
D. Threat ( ancaman )
1. Ketidakpastian nya cuaca seperti hujan yang tidak teratur
2. Produk produk yang telah memiliki brand equity
3. Pendapatan rumah tangga
4. Produk replica yang banting harga
E. INOVASI
1. Membuat inovasi dengan varian tooping
2. Membuat thaitea dengan toping manga
3. Green tea dengan toping manga
4. Membuat varian terbaru thaitea coffe

12
2.3 Pembahasan / Diskusi Hasil

13
BAB 3. PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Waralaba (Franchise) merupakan suatu bentuk bisnis kerjasama yang
dilakukan oleh dua belah pihak, dimana pihak pertama (franchisor) memberikan
hak kepada pihak kedua (franchisee) untuk menjual produk atau jasa dengan
memanfaatkan merk dagang yang dimiliki oleh pihak pertama (franchisor) sesuai
dengan prosedur atau system yang diberikan.

Waralaba merupakan salah satu bentuk perikatan/atau perjanjian dimana


kedua belah pihak harus memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing.
Perjanjian waralaba adalah perjanjian yang tidak bertentangan dengan undang-
undang, agama, ketertiban umum, dan kesusilaan. Kemudian banyak orang yang
mengatakan bahwa waralaba itu sama dengan lisensi, padahal pada kenyataannya
kedua istilah tersebut berbeda baik dari segi pengertian maupun dari segi
pengaplikasiannya. Lisensi merupakan pemberian hak merk/hak cipta kepada
pihak tertentu dan tidak mempunyai tanggung jawab untuk melakukan bimbingan
ataupun pelatihan kepada penerima lisensi. Sedangkan di dalam bisnis waralaba,
pihak franchisor mempunyai kewajiban untuk memberikan pelatihan dan
bimbingan kepada pihak franchisee.

3.2. Saran

14
DAFTAR PUSTAKA

http://www.pengertianku.net/2015/08/pengertian-waralaba-dan-contohnya.html
http://thaiteanyotnyot.com/
http://subaripemuda.blogspot.co.id/2015/06/makalah-franchise-waralaba-
lengkap.html

15

Anda mungkin juga menyukai