Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH FARMAKOLOGI

OBAT PRE EKLAMSIA, EKLAMPSIA DAN ANTI KONVULSI

Dosen Pengampu :

Nur Khafidhoh, S. SIT, M. Kes

Disusun Oleh :

1. Tiara Cahya Rinayu (P1337424419105)


2. Neneng Susilawati (P1337424419115)
3. Nur Allifia Riqsani Mediyanti (P1337424419110)
4. Yudit Marta Tania Agustine (P1337424419129)
5. Erika Nandasari Putri (P1337424419154)
6. Ilhami Sabilatun Ni’mah (P1337424419164)
7. Vina Febriyanti (P1337424419170)
8. Ima Musyarofah (P1337424419175)
9. Ria Rokmana (P1337424419195)

PRODI DIV KEBIDANAN SEMARANG DAN PROFESI BIDAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

TAHUN 2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat, dan anugerah-Nya penulis dapat menyusun Makalah ini dengan
judul “Makalah Farmakologi Obat Pre Eklamsia, Eklampsia dan Anti Konvulsi
yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah farmakologi.

Tidak sedikit kesulitan yang kami alami dalam proses penyusunan


makalah ini. Namun berkat dorongan dan bantuan dari semua pihak yang terkait,
baik secara moril maupun materil, dan akhirnya kesulitan tersebut dapat diatasi.
Tidak lupa pada kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih kepada
Dosen yang telah membimbing kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
ini dengan baik.

Kami menyadari bahwa untuk meningkatkan kualitas makalah ini kami


membutuhkan kritik dan saran demi perbaikan makalah di waktu yang akan
datang. Akhir kata, besar harapan kami agar makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.

Semarang, 15 Agustus 2019

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.........................................................................................3
C. TUJUAN..................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................4
A. Obat Pre Eklampsia dan Eklampsia.........................................................................4
B. Anti Konvulsi...........................................................................................................7
BAB III PENUTUP..........................................................................................................12
A. Kesimpulan.............................................................................................................12
B. Saran.......................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) saat ini
masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan. Hal tersebut menjadi
indikator penentu yang menunjukkan bahwa masih rendahnya derajat
kesehatan masyarakat. Setiap tahun hampir 50.000 wanita meninggal akibat
komplikasi terkait preeklampsia dan eklampsia (Hezelgrave dkk., 2012).
Preeklampsia dan eklampsia merupakan hipertensi dalam kehamilan yang
berperan sebagai penyebab utama tingginyaangka morbiditas dan mortalitas
pada ibu dan bayi (WHO,2011). Preeklampsia diartikan sebagai hipertensi
yang disertai dengan proteinurin, yang terjadi setelah usia kehamilan 20
minggu. Sedangkan, eklampsia merupan preeklampsia yang disertai dengan
kejang. Preeklampsia dan eklampsia berkontribusi terhadap 10 – 15% dari
total kematian ibu di dunia. Sebagian besar kematian di negara berkembang
diakibatkan oleh eklampsia, sementara di negara maju lebih sering
disebabkan oleh komplikasi dari preeklampsia (Turner, 2010). Eklampsia
menduduki urutan kedua setelah perdarahan sebagai penyebab utama
kematian ibu di Indonesia pada tahun 2010 (Hernawati, 2011).
Penyebab dari preeklampsia itu sendiri masih belum dapat dipahami
dengan jelas sehingga menjadi tantangan dalam pencegahan penyakit
tersebut. Cara untuk mengatasi preeklampsia dan komplikasinya difokuskan
pada deteksi dini penyakit dan pemberian terapi yang tepat. Tatalaksana terapi
preeklampsia bergantung pada ketersediaan pelayanan obstetri emergensi
termasuk antihipertensi (Hezelgrave dkk, 2012). Pengontrolan tekanan darah
ibu dengan menggunakan obat antihipertensi penting dilakukan untuk
menurunkan kejadian perdarahan pada otak dan mencegah terjadinya stroke
maupun komplikasi serebrovaskular lain akibat preeklampsia (Sidani dan
Siddik-Sayyid, 2011).

1
2

Preeklampsia dan eklampsi menduduki peringkat kedua penyebab


kematian ibu sedangkan peringkat pertama adalah pendarahan. Oleh karena
itu deteksi dini preeklampsia yang merupakan langkah awal sebelum
terjadinya eklampsia, serta penanganannya harus segera dilaksanakan untuk
menekan angka kematian ibu dan bayi. Kejang yang tidak ditangani dengan
antikonvulsan secara tepat menjadi masalah utama pada kasus kematian
akibat eklampsia (Duley dkk., 2010).Pemberian antikejang sangat bermanfaat
bagi penderita preeklampsia untuk mencegah terjadinya penyakit lanjutan
yaitu eklampsia. Obat antikejang yang bisa diberikan antara lain: MgSO4
(pada kondisi kehamilan termasuk kategori A/aman pada kehamilan),
Diazepam (termasuk kategori D/tidak aman pada kehamilan) dan Fenitoin
(termasuk kategori D/tidak aman pada kehamilan) (Roeshadi, 2006).
Obat yang diberikan harus aman, efektif, dan digunakan secara
rasional untuk menghasilkan efek yang diinginkan. Pemberian terapi dengan
obat pada masa kehamilan memerlukan perhatian khusus karena ancaman
efek teratogenik obat dan perubahan fisiologis pada ibu sebagai respon
terhadap kehamilan. Obat dapat menembus sawar plasenta dan masuk ke
dalam sirkulasi darah janin. Pemilihan obat-obatan selama kehamilan harus
dilakukan untuk mempertimbangkan rasio manfaat dan risiko bagi ibu
maupun janin untuk menghasilkan terapi yang aman dan rasional (Schellack
dan Schellack, 2011).
3

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari preeklamsia dan eklamsia?
2. Apa saja macam-macam obat pre eklamsia dan eklamsia?
3. Bagaimana cara kerja/khasiat obat pre eklamsia dan eklamsia?
4. Apa indikasi dan kontra indikasi obat pre eklamsia dan eklamsia?
5. Bagaimana dosis yang digunakan pada obat pre eklamsia dan eklamsia?
6. Bagaimana efek samping dan cara mengatasinya pada obat pre eklamsia
dan eklamsia?
7. Apa pengertian dari obat anti konvulsi?
8. Bagaimana mekanisme kerja obat anti konvulsi?
9. Bagaimana efek samping dan cara mengatasinya obat anti-konvulsi?
10. Apa saja contoh obat anti konvulsi?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari preeklamsia dan eklamsia.
2. Untuk mengetahui macam-macam obat pre eklamsia dan eklamsia.
3. Untuk memahami cara kerja/khasiat obat pre eklamsia dan eklamsia.
4. Untuk mengetahui mengenai indikasi dan kontra indikasi obat pre
eklamsia dan eklamsia.
5. Untuk memahami mengenai dosis yang digunakan pada obat pre
eklamsia dan eklamsia.
6. Untuk memahami mengenai efek samping dan cara mengatasinya pada
obat pre eklamsia dan eklamsia.
7. Untuk mengetahui pengertian anti konvulsi.
8. Untuk mengetahui mekanisme kerja
9. Untuk mengetahui efek samping dan cara mengatasinya obat anti
konvulsi
10. Untuk mengetahui contoh obat anti konvulsi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Obat Pre Eklampsia dan Eklampsia


1. Pengertian
Hipertensi akibat kehamilan (PIH) merupakan komplikasi
gawat kehamilan yang paling sering, dapat sangat mempengaruhi
janin dan ibu. Tetapi dengan penatalaksanaan yang baik, prognosis
untuk keduanya baik ibu maupun bayi adalah baik. Hipertensi terjadi
pada sekitar 6-30 % ibu hamil, kira-kira 80% dari kasus-kasus ini
digolongkan sebagai hipertensi akibat kehamilan (Kee & Hayes,
2002)
Pre-eklampsia didefinisikan sebagai adanya hipertensi,
proteinuria, dan edema setelah hamil 20 minggu, pada ibu-ibu yang
sebelum hamil memiliki tekanan darah yang normal. Kira-kira 5%
klien pre-eklamsi, yaitu mereka yang perawatan prenatalnya kurang
teratur, akan menjadi eklamsi, mengalami aktivitas kejang-kejang
(Prawirohardjo, 2013)

2. Diagnosis
a. Preeklampsia Berat
Menurut (WHO, 2013), diagnosis PEB antara lain sebagai berikut;
1) Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20
minggu
2) Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥2+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam
3) Atau disertai keterlibatan organ lain:
- Trombositopenia (<100.000 sel/uL),hemolisis
mikroangiopati
- Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan
atas
- Sakit kepala, skotoma penglihatan
- Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
- Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
- Oliguria (<500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl
b. Eklampsia
Menurut (WHO, 2013), diagnosis Eklampsia antara lain;
- Kejang umum dan/atau koma

4
5

- Ada tanda dan gejala preeklampsia


- Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subarakhnoid, dan meningitis).
3. Tatalaksana
Menurut (WHO, 2013), ibu hamil dengan preeklampsia harus
segera dirujuk kerumah sakit. Dengan begitu dalam pencegahan dan
tatalaksana kejang yang bisa dilakukan antara lain sebagai berikut ;
a. Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen),
dan sirkulasi (cairan intravena).
b. MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia
(sebagai tatalaksana kejang) dan preeklampsia berat (sebagai
pencegahan kejang).
c. Pada kondisi di mana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya,
berikan dosis awal (loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas
kesehatan yang memadai.
d. Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu
ke ruang ICU (bila tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas
ventilatortekanan positif.
4. Macam-macam Obat Pre Eklampsia dan Eklampsia
1) Obat Pre Eklampsia dan Eklampsia
Menurut (Kee & Hayes, 2002), Obat yang paling sering
dipakai untuk mengobati pre-eklampsia berat yaitu Magnesium
Sulfat dan Hidrazalin.
2) Cara Pemberian MgSO4
Menurut (WHO, 2013), cara pemberian MgSO4 antara lain :
a. Berikan dosis awal 4 g MgSO4 sesuai prosedur untuk
mencegah kejang atau kejang berulang.
b. Sambil menunggu rujukan, mulai dosis rumatan 6g MgSO4
dalam 6 jam sesuai prosedur.
5. Indikasi dan Kontra Indikasi
Indikasi Pemberian MgSO4
- Tersedia Ca Glukonas 10%
- Ada refeks patella
- Jumlah urin minimal 0,5 mg/kg BB/jam
- Frekuensi pernafasan minimal 16x/menit
6. Dosis yang Digunakan
a. Dosis Obat Pre-eklampsia yang digunakan, antara lain:
1) Magnesium Sulfat
 Dosis Pembebanan : 4g dalam 20-30 menit IV; infus
dengan menggunakan piggyback pompa/pengatur. Obat ini
dapat mencegah dan mengobati kejang yang berhubungan
dengan hipertensi akibat kehamilan (Kee & Hayes, 2002).
6

 Dosis Rumatan : 1-2 mg/jam Iv dengan


menggunakan pompa infus konstan dalam mode
piggyback. Pemakaian ini mempengaruhi sistem vaskular
perifer dengan meningkatkan aliran darah uterus melalui
vasodilatasi dan sedikit penurunan TD yang sementara
selama jam pertama; juga menghambat kontraksi uterus.
Menekan refleks tendon dalam dan pernapasan ; dosis
rumatan tergantung dari refleks, frekuensi pernafasan ,
keluaran urine dan kadar magnesium(Kee & Hayes, 2002).
Risiko utamanya adalah meningkatnya kadar magnesium
yang abnormal; kadar terapeutik adaah 2,5-6,7 mEq/L;
kadar antara 4-7,5 mEq/l efektif untuk mencegah serangan
kejang.
Sedangkan menurut (WHO, 2013), cara pemberian dosis awal
MgSO4 antara lain :
 Ambil 4 g larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%)
dan larutkan dengan 10 ml akuades
 Berikan larutan tersebut secara perlahan IV selama 20
menit
 Jika akses intravena sulit, berikan masing-masing 5g
MgSO4 (12,5ml larutan MgSO4 40%) IM di bokong kiri
dan kanan
Sejalan dengan hal tersebut menurut (WHO, 2013), cara
pemberian dosis rumatan MgSO4 antara lain :
 Ambil 6g MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40%) dan
larutkan dalam 500 ml larutan Ringer Laktat/Ringer
Asetat, lalu berikan secara IV dengan kecepatan 28
tetes/menit selama 6 jam, dan diulang hingga 24 jam
setelah persalinan atau kejang berakhir (bila eklampsia)
 Lakukan pemeriksaan fisik tiap jam, meliputi tekanan
darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, refleks
patella, dan jumlah urin.
 Bila frekuensi pernapasan <16 x/menit, dan/atau
tidak didapatkan refleks tendon patella, dan/atau
terdapat oliguria (produksi urin <0,5 ml/kg BB/jam),
segera hentikan pemberian MgSO4.
 Jika terjadi depresi napas, berikan Ca
glukonas 1g IV (10 ml larutan 10%) bolus dalam 10
menit.
 Selama ibu dengan preeklampsia dan eklampsia
dirujuk, pantau dan nilai adanya perburukan
preeklampsia. Apabila terjadi eklampsia, lakukan
penilaian awal dan tatalaksana kegawatdaruratan.
7

Berikan kembali MgSO4 2g IV perlahan (15-20


menit). Bila setelah pemberian MgSO4 ulangan
masih terdapat kejang, dapatdipertimbangkan
pemberian diazepam 10 mg IV selama 2 menit.
2) Hidralazin Hidroklorida (Apresoline)
a) IV : 100 mg dalam normal salin 1000 mL dengan pompa
infus yang dititrasi pada 6-12 mg/jam untuk menjaga TD
pada nilai tertentu (Kee & Hayes, 2002).
b) IV yang didorong : 5-10 mgIV perlahan-lahan; dosis
tambahan 5-10 mg setiap 20 menit prn; Dosis tunggal
tidak boleh melebihi 20 mg (Kee & Hayes, 2002).
IM : 5-10 mg
PO : 100 mg/hari dalam dosis terbagi 4
7. Efek Samping dan Cara mengatasinya
Efek Samping Obat Pre-eklampsia magnesium Sulfat
 Sakit maag
 Diare
 Tekanan darah rendah
 Keringat berlebih
 Sakit kepala ringan

B. Anti Konvulsi
1. Pengertian
Antikonvulsi (anti kejang) digunakan untuk mencegah dan
mengobati bangkitan epilepsi ( epileticseizure) dan bangkitan non-
epilepsi. Kebanyakan obat anti konvulsi bersifat sedatif (meredakan).
Semua obat antikonvulsi memiliki waktu paruh panjang, dieliminasi
dengan lambat, dan berkumulasi dalam tubuh pada penggunaan
kronis.
Anti Konvulsi merupakan golongan obat yang identik dan
sering hanya digunakan pada kasus- kasus kejang karena
Epileptik. Golongan obat ini lebih tepat dinamakan Anti Epilepsi,
sebab obat ini jarang digunakan untuk gejala konvulsi penyakit lain.
Epilepsi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau
penyakit susunan saraf pusat yang timbul spontan dengan episode
singkat (disebut Bangkitan atau Seizure), dengan gejala utama
kesadaran menurun sampai hilang. Bangkitan ini biasanya disertai
kejang (Konvulsi), hiperaktifitas otonomik, gangguan sensorik atau
8

psikis dan selalu disertai gambaran letupan EEG obsormal dan


eksesif. Berdasarkan gambaran EEG, apilepsi dapat dinamakan
disritmia serebral yang bersifat paroksimal.
2. Mekanisme kerja
Pada prinsipnya ,obat antiepilepsi bekerja untuk menghambat
proses inisiasi dan penyebaran kejang. Namun, umumnya obat
antiepilepsi lebih cenderung bersifat membatasi proses penyebaran
kejang daripada mencegah proses inisiasi. Dengan demikian secara
umum ada dua mekanisme kerja, yakni: peningkataninhibisi (GABA-
ergik) dan penurunan eksitasi yang kemudian memodifikasi konduksi
ion: Na+, Ca2+, K+, dan Cl- atau aktivitas neurotransmitor, meliputi:
a. Inhibisi kanal Na+ pada membrane sel akson
Contoh: fenitoin dan karbamazepin (pada dosis terapi),
fenobarbital dan asam valporat (dosis tinggi), lamotrigin,
topiramat, zonisamid.
b. Inhibisi kanal Ca2+ tipe T pada neuron thalamus (yang berperan
sebagai pece-maker untuk membangkitkan cetusan listrik umum
di korteks).
Contoh: etosuksimid, asam valporat, dan clonazepam.
c. Peningkatan inhibisi GABA
1) Langsung pada kompleks GABA dan kompleks Cl-
Contoh: benzodiazepine, barbitural
2) Menghambat degradasi GABA, yaitu dengan
mempengaruhi re-uptake dan metabolism GABA.
Contoh: tiagabin, vigabarin, asam valporat, gabapentin.

d. Penurunan eksitasi glutamate, yakni melalui:


1) Blok reseptor NMDA, misalnya lamogatrigin.
2) Blok reseptor AMPA, misalnya fenobarbital, topiramat.
3) Banyak obat epilepsy bekerja pada beberapa tempat
3. Efek samping dan cara mengatasinya
Efek samping obat anti konvulsi:
a. Jumlah sel darah putih & sel darah merah berkurang
b. Tenang
c. Ruam kulit
9

d. Pembengkakan gusi
e. Penambahan berat badan, rambut rontok
Cara Mengatasi efek samping obat Anti konvulsi:
a. Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lain dari benda
keras, tajam atau panas.
b. Longgarakan pakaian, bila mungkin miringkan kepala kesamping
untuk mencegah sumbatan jalan nafas.
c. Biarkan kejang berlangsung, jangan memasukkan benda keras
diantara gigi karena dapat mengakibatkan gigi patah.
d. Biarkan istirahat setelah kejang, karena penderita akan bingung
atau mengantuk setelah kejang.
e. laporkan adanya serangan pada kerabat dekat penderita epilepsy
( penting untuk pemberian pengobatan dari dokter ).
f. Bila serangan berulang dalam waktu singkat atau mengalami luka
berat, segera larikan ke rumah sakit.
4. Contoh obat anti konvulsi
Beberapa Obat Golongan Antikonvulsi/ Antiepilepsi
a. Golongan Hidantoin
Pada golongan ini terdapat 3 senyawa yaitu Fenitoin,
mefentoin dan etotoin, dari ketiga jenis itu yang tersering
digunakan adalan Fenitoin dan digunakan untuk semua jenis
bangkitan, kecuali bangkitan Lena.Fenitoin merupakan
antikonvulsi tanpa efek depresi umum SSP, sifat antikonvulsinya
penghambatan penjalaran rangsang dari focus ke bagian lain di
otak.
b. Golongan Barbiturat
Golongan obat ini sebagai hipnotik- sedative dan efektif
sebagai antikonvulsi, yang seing digunakan adalah barbiturate
kerja lama ( Long Acting Barbiturates ).Jenis obat golongan ini
antara lain fenobarbital dan primidon, kedua obat ini dapat
menekan letupan di focus epilepsy.
c. Golongan Oksazolidindion
Salah satu jenis obatnya adalah trimetadion yang
mempunyai efek memperkuat depresi pascatransmisi, sehingga
transmisi impuls berurutan dihambat , trimetadion juga dalam
10

sediaan oral mudah diabsorpsi dari saluran cerna dan


didistribusikan ke berbagai cairan tubuh.
d. Golongan Suksinimid
Yang sering digunakan di klinik adalah jenis etosuksimid
dan fensuksimid yang mempunyai efek sama dengan trimetadion.
Etosuksimid diabsorpsi lengkap melalui saluran cerna, distribusi
lengkap keseluruh jaringan dan kadar cairan liquor sama dengan
kadar plasma. Etosuksimid merupakan obat pilihan untuk
bangkitan lena.
e. Golongan Karbamazepin
Obat ini efektif terhadap bangkitan parsial kompleks dan
bangkitan tonik klonik dan merupakan obat pilihan pertama di
Amerika Serikat untuk mengatasi semua bangkitan kecuali lena.
Karbamazepin merupakan efek analgesic selektif terutama pada
kasus neuropati dan tabes dorsalis, namun mempunyai efek
samping bila digunakan dalam jangka lama, yaitu pusing, vertigo,
ataksia, dan diplopia.

f. Golongan Benzodiazepin
Salah satu jenisnya adalah diazepam, disamping senagai
anti konvulsi juga mempunyai efek antiensietas dan merupakan
obat pilihan untuk status epileptikus.
Contoh-Contoh Obat Anti Konvulsi
Carbamazepine Carbatrol
Clobazam Clonazepam
Depakene Depakote
Depakote ERDiastat
Dilantin Felbatol
Frisium Gabapentin
Gabitril Keppra
Klonopin Lamictal
Lyrica Mysoline
Neurontin Phenobarbital
11

Phenytek Phenytoin
Sabril Tegretol
Tegretol XRTopamax
Trileptal Valproic Acid
Zarontin Zonegran
Zonisamide.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Preeklampsia dan eklampsi menduduki peringkat kedua penyebab
kematian ibu sedangkan peringkat pertama adalah pendarahan. Oleh karena itu
deteksi dini preeklampsia yang merupakan langkah awal sebelum terjadinya
eklampsia, serta penanganannya harus segera dilaksanakan untuk menekan
angka kematian ibu dan bayi. Kejang yang tidak ditangani dengan
antikonvulsan secara tepat menjadi masalah utama pada kasus kematian akibat
eklampsia (Duley dkk., 2010). Pemberian antikejang sangat bermanfaat bagi
penderita preeklampsia untuk mencegah terjadinya penyakit lanjutan yaitu
eklampsia. Obat antikejang yang bisa diberikan antara lain: MgSO4 (pada
kondisi kehamilan termasuk kategori A/aman pada kehamilan), Diazepam
(termasuk kategori D/tidak aman pada kehamilan) dan Fenitoin (termasuk
kategori D/tidak aman pada kehamilan) (Roeshadi, 2006).
Anti konvulsi adalah obat yang di gunakan terutama untuk mencegah dan
mengobati bangkitan epilepsi (epilec seizure). Bangkitan ini biasa di sertai
kejang(konvulsi), hiperaktivitas otonom, gangguan sensoris atau psikis. Obat
anti konvulsi di sebut juga obat anti-epilepsi. Epilepsi{berasal dari bahasa
Yunani berarti Kejang}atau di indonesia di kenal dngan penyakit ayan. Ayan
adalah penyakit yang menyerang saraf sehinggaa fungsi saraf terganggu yang
timbul secara tiba-tiba dan berkala,biasa nya di sertai perubahan
kesadaran.penyebab utama dari epilepsi adalah akibat adanya muatan listrik
yang cepat.

12
13

B. Saran
Bidan dalam memberikan obat antikonvulsi harus selalu memperhatikan
faktor 5T1W agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut. Selalu pertimbangkan
dengan dokter mengenai masalah pemberian obat, dan juga selalu melakukan
prinsip 5 benar dan cek obat 3 kali sebelum pemberian agar tidak terjadi efek
samping yang merugikan.

Kepada seluruh tenaga kesehatan diwajibkan untuk menguasai segala


bentuk teori dan metode yang berkaitan dengan obat-obatan. Tenaga kesehatan
juga harus mampu memberikan konseling kepada masyarakat mengenai segala
aspek, unsur, dan komponen obat-obatan yang digunakan dalam segala bentuk
tindakan medis.

Kepada masyarakat, diharapkan untuk tidak sembarangan dalam


mengonsumsi obat-obatan, dan lebih teliti dalam memilih obat-obatan. Selain
itu, masyarakat diharapkan untuk berkonsultasi dengan tenaga kesehatan dalam
menangani gangguan maupun penyakit yang dialami.
DAFTAR PUSTAKA

Hernawati, I., 2011, Analisis Kematian Ibu di Indonesia Tahun 2010 Berdasarkan
Data SDKI, Riskesdas, dan Laporan Rutin KIA, disampaikan pada
Pertemuan Teknis Kesehatan Ibu di Bandung, 6 April 2011..
Hezelgrave, N.L., Duffy, S.P., dan Shennan, A.H., 2012, Preventing The
Preventable: Preeclampsia and Global Maternal Mortality, Obstetrics,
Gynaecology, and Reproductive Medicine, 22 (6). 170-172.
Kee, J. L., & Hayes, E. R. (2002). Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta: EGC.
L Duley. DJ Henderson-Smart, S Meher, JF King. Antiplatelet agents for
preventing preeclampsia and its complications. Cochrane database of
systematic reviews. 2010.
Prawirohardjo, S. (2013). Ilmu Kebidanan . Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Roeshadi, H.R., 2006. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Angka Kematian
Ibu pada Penderita Pre-eklampsia dan Eklampsia: USU. (Thesis)
Schellack, G. dan Schellack, N., 2011, Pharmacotherapy During Pregnancy,
Childbirth, and Lactation: Principle to Consider, South African
Pharmaceutical Journal, 78 (3), 12-17.
Sidani, M. dan Siddik-Sayyid, S.M., 2011, Preeclamsia, A New Perspective in
2011, The Middle East Journal of Anesthesiology, 21 (2), 207-216
Turner, J.A., 2010, Diagnosis and Management of Preeclampsia: An Update,
International Journal of Women’s health, 2, 327-337
WHO. (2013). Buku saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar
dan Rujukan. Jakarta: Kemenkes RI.
World Health Organization, 2011.Prevention and treatment of Preeklampsia and
Eclampsia. Diaskes tanggal 14 Agustus 2019

Anda mungkin juga menyukai