Anda di halaman 1dari 7

POPOK, LIMBAH BERBAHAYA

YANG CEMARI SUNGAI

Dosen Pengampu :

Dr. Lita Tyas

Disusun Oleh:

Irene Natalia Siahaan (30000118420030)

Primadi Gayuh Laksono Putro (30000118410001)

MAGISTER ILMU LINGKUNGAN


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Ketika tidur malam hari atau sedang bepergian jauh, popok sekali pakai menjadi solusi
bagi para ibu untuk mengatasi kerepotan berganti celana saat anak buang air kecil atau besar.
Rata-rata para ibu menggunakan popok untuk anaknya ketika sang buah hati berusia satu hingga
tiga tahun, atau sampai mulai mengenalkan toilet training pada anak, karena menurut mereka
anak yang berumur di bawah tiga tahun kerap buang air kecil sebab mereka masih sering minum
air susu. Popok sekali pakai pun dirasa mampu meringankan pekerjaan para ibu yang sehari-hari
mengurus sang buah hati. Popok sekali pakai mulai banyak dijual dengan harga ramah kantong
sejak sekitar tahun 2000. Sedangkan pada tahun 1990-an popok sekali pakai jumlahnya belum
sebanyak sekarang dan harga cenderung mahal.
Selanjutnya, kehadiran popok sekali pakai menyisakan permasalahan sampah yang
berpotensi mencemari lingkungan. popok sekali pakai menjadi penyumbang sampah terbanyak
kedua di laut, yakni 21% menurut riset Bank Dunia pada 2017. Di peringkat pertama ada sampah
organik yang besaran angkanya mencapai 44%. Selain itu, ada pula tas plastik (16%), sampah
lain (9%), pembungkus plastik (5%), beling kaca dan metal (4%), serta botol plastik (1%). Prigi
Arisandi, Direktur LSM Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton),
mengatakan sampah popok juga menjadi persoalan sungai-sungai yang terletak di pulau Jawa. Ia
menjelaskan bahwa sampah popok ditemukan di sungai besar seperti Kali Brantas, Bengawan
Solo, Citarum, dan Progo. Di Sungai Brantas, diperkirakan sebanyak 3 juta popok sekali pakai
dibuang warga ke kali setiap hari
Popok sekali pakai mengandung senyawa kimia Super Absorbent Polymer (SAP)
sebanyak 42% yang akan berubah bentuk menjadi gel saat terkena air. Apabila terurai dalam air,
zat kimia ini dapat berbahaya bagi lingkungan. Senyawa ini dapat menyebabkan perubahan
hormon pada ikan. Pembuahan ikan berlangsung secara eksternal, sperma keluar dan ovum juga
keluar. Maka kondisi air sangatlah berpengaruh yaitu mengakibatkan benih mati atau berubah
kelamin.
Bahan pokok pembuat popok sekali pakai adalah plastik yang notabene membutuhkan
waktu lama untuk terurai. Seperti yang terjadi di Kali Brantas, ditemukan fragmen plastik dan
fiber yang menyerupai bahan baku popok pada lambung ikan.

1.2. TUJUAN DAN SASARAN


1.2.1. Tujuan
1. Untuk melakukan identifikasi bahan-bahan berbahaya di dalam popok sekali pakai.

2. Untuk memperoleh informasi mengenai kondisi sampah popok sekali pakai sebagai salah
satu pemicu pencemaran lingkungan.
3. Untuk mengetahui upaya mengurangi sampah popok sekali pakai.

1.2.2. Sasaran
1. Teridentifikasinya bahan-bahan berbahaya di dalam popok sekali pakai.
2. Teridentifikasinya kondisi sampah popok sekali pakai sebagai salah satu pemicu pencemaran
lingkungan.
3. Teridentifikasinya upaya mengurangi sampah popok sekali pakai.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Popok Sekali Pakai


Di sejumlah desa di Bali, para ibu memilih popok kain dengan alasan tradisi, yaitu
menggunakan kain bekas orangtua agar si bayi hormat dan bakti pada orangtua. Penggunaan
popok sudah dilakukan sejak zaman kuno. Ini bisa ditemukan dalam dokumen-dokumen Mesir,
Aztec, Romawi, dan lainnya yang melukiskan kegiatan sehari-hari. Popok merupakan salah satu
benda pertama yang membedakan manusia dari hewan. Popok kuno terbuat dari kulit binatang,
lumut, linen, dedaunan, dan sejenisnya. Pada akhir abad ke-19, bayi-bayi di Eropa dan Amerika
Utara mulai mengenakan popok, yang kita kenal sekarang. Bahannya dari kain linen persegi atau
planel katun yang dilipat menjadi bentuk persegi. Sebagai kancingnya, digunakan peniti. Pada
abad ini pula popok kain mulai diproduksi massal oleh Maria Allen, seorang ibu asal AS. “Popok
kain memulai debutnya pada 1887,” tulis Catherine O′Reilly dalam Did Thomas Crapper Really
Invent the Toilet?: The Inventions That Changed Our Homes and Our Lives.

Revolusi popok terjadi ketika muncul popok sekali pakai (disposable diapers). Pada 1942,
sebuah perusahaan kertas di Swedia, Paulistrom, menciptakan popok sekali pakai pertama,
terbuat dari lembaran tisu yang dimasukkan ke dalam celana karet. Empat tahun kemudian
Marion Donovan, seorang ibu rumahtangga asal Connecticut, AS, membuat popok anti-air dari
lembaran plastik yang biasa dipakai untuk tirai kamar mandi. Upayanya bermula dari
kerepotannya karena kerap kali harus mengganti popok bayinya. Buah dari usahanya, Marion
mendapat empat hak paten atas temuannya, termasuk penggunaan kancing plastik yang lebih
aman sebagai pengganti peniti.

Pada 1950-an, banyak perusahaan ikut bermain dalam industri popok. Procter & Gamble (P&G)
mulai serius mendalami popok. Penelitian dilakukan tahun 1956. Tiga tahun kemudian Victor
Mills –ilmuwan perusahaan yang ikut dalam proyek bernama p-57– berhasil mengembangkan
popok modern, yang kemudian diberi merek Pampers. Produk ini mulai dipasarkan dua tahun
kemudian. Pampers kemudian menjadi nama yang sering dipakai untuk menyebut popok sekali
pakai.

Tapi P&G bukanlah satu-satunya yang memproduksi popok sekali pakai. Ada Kimberly Clark,
misalnya, yang mengeluarkan produk Huggies. Persaingan ketat pun tak terelakkan. Perseteruan
antara Pampers (P&G) dan Huggies (Kimberly Clark) “membuat harga murah dan perubahan
drastis pada desain popok,” tulis Leah Leverich dalam Cloth Diapers.

Perkembangan teknologi memungkinkan para produsen berinovasi. Di antaranya penggunaan


polimer penyerap, plester pengunci, atau pengikat yang lebih elastis. Bentuk dan kemampuan
serapnya pun terus diperbaiki. Saat ini popok umumnya lebih tipis dan nyaman dipakai.
Kemampuan serapnya sangat baik. Motif dan warnanya pun beragam.

Di Indonesia, penggunaan popok sekali pakai dimulai pada 1980-an. Umumnya, dipakai bayi-
bayi dari kalangan ekspatriat. Baru pada 1990-an, penggunaannya meluas. Ia jadi pilihan karena
lebih praktis. Si buah hati bisa diajak jalan ke mana-mana. Si ibu atau pengasuh tak perlu repot-
repot mengganti popok setiap kali si kecil ngompol –dan mencucinya. Tak perlu khawatir sofa
atau kasur jadi kotor. Juga tak perlu repot membersihkan ceceran pipisnya di lantai.
Penggunaan popok sekali pakai menjadi tren. Tapi, sejumlah ibu punya pertimbangan lain untuk
tak memilihnya. Harga popok sekali pakai jauh lebih mahal ketimbang popok kain. Popok sekali
pakai juga membuat kulit bayi merah, lecet, alergi, atau bahkan bengkak. Kulit bayi juga lebih
rentan terhadap jamur. “Keadaan kulitnya belum sebagus kita,” ujar dr. Wibisono, praktisi
kesehatan asal Tangerang. Selain itu, pemakaian popok ini menyebabkan anak tak peka terhadap
sinyal tubuh akan keperluan membuang hajat. Si kecil juga agak kesulitan untuk membiasakan
diri buang air di toilet (potty training). Tak kalah penting, alasan kelestarian lingkungan karena
popok sekali pakai umumnya mengandung unsur plastik dan bahan kimia.

Beberapa tahun belakangan, sekumpulan ibu-ibu di Manhattan, New York, AS,


membentuk support group bagi orangtua yang tak memakaikan popok sekali pakai pada anak-
anak mereka. Mereka beralasan, popok sekali pakai mahal dan menumbuhkan konsumerisme
serta tak nyaman bagi bayi yang selalu “menduduki” pipis dan tinjanya sendiri. Gerakan ini
menyebar ke sejumlah tempat. Di Indonesia, ada DiaperFreeBabies. Mereka berpaling kembali
untuk menggunakan popok kain.

Popok kain juga mengalami evolusi, yang disesuaikan dengan kebutuhan orangtua modern.
Sudah lebih praktis, tak seperti popok kain zaman dulu. Jenisnya pun beragam. Ada popok kain
yang bisa menahan pipis si kecil agar tak tembus dan berceceran ke mana-mana seperti
jenis prefold, diaper cover, pocket diaper, atau fitted diaper. Berdasarkan peruntukannya pun
popok berbeda-beda, berjenjang menurut usia dan kebutuhan. Jenis pull ups pants, misalnya,
cocok untuk bayi yang sudah bisa lari ke mana-mana. …………………

2.2 Dasar Hukum

2.3 …………

2.3 Upaya Penyelesaian


BAB III

PENUTUP

1. nnnnnn

2. nnnnnnnnnnnn

3. nnnnnnnnnnn
DAFTAR PUSTAKA

www.diaperjungle.com

Anda mungkin juga menyukai