Anda di halaman 1dari 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/320308651

Evaluasi program wajib belajar 12 tahun pemerintah daerah Kota Yogyakarta

Article · October 2017


DOI: 10.21831/amp.v5i2.8546

CITATIONS READS

2 1,184

2 authors, including:

Cepi Safruddin Abdul Jabar


Universitas Negeri Yogyakarta
8 PUBLICATIONS   4 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Effective school View project

All content following this page was uploaded by Cepi Safruddin Abdul Jabar on 04 December 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Jurnal Akuntabilitas Manajemen Pendidikan
Volume 5, No 2, September 2017 (228-239)
Online: http://journal.uny.ac.id/index.php/jamp

EVALUASI PROGRAM WAJIB BELAJAR 12 TAHUN


PEMERINTAH DAERAH KOTA YOGYAKARTA
Yenny Merinatul Hasanah, Cepi Safruddin Abdul Jabar
Tanjung Pauh, Kuantan Singingi (RIAU), Universitas Negeri Yogyakarta
gadiancak@yahoo.co.id, cepi_safruddin@uny.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi: (1) pelaksanaan program (2) pencapaian tujuan
program, dan(3) hambatan-hambatan pelaksanaan program wajibbelajar 12 tahun di Kota
Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi dengan menggunakan pendekatan
kualitatif. Model evaluasi yang digunakan adalah discrepancy evaluation program. Hasil penelitian
program wajib belajar 12 tahun di Kota Yogyakarta bukan Compulsory Education, tetapi lebih
merupakan Basic Education Program (BEP) yang didasari Universal Besic Education (UBE) yang
pada hakekatnya berarti penyediaan akses yang sama untuk mengikuti pendidikan dasar
terhadap anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pelaksanaan Program Wajib Belajar 12
Tahun: (a) kecukupan tanaga pendidik belum terpenuhi pada jenjang SD, (b) ketersediaan sarana
prasarana belum terpenuhisecara keseluruhan, dan(c) ketersediaan pembiayaan pendidikan
sudah terpenuhi. (2) pencapaian tujuan program wajib belajar 12 tahun: (a) meningkatkan Angka
Partisipasi Sekolah (APS), (b) mengurangi Angka Putus Sekolah (APS), (c) meningkatkan Angka
Melanjutkan (AM), (d) program wajib belajar sudah dapat meningkatkan anak lulus minimal
SMA/SMK dan sederajat, dan (e) terwujudnya perluasan akses dan pemerataan pendidikan
untuk semua. (3) Hambatan-hambatan Program Wajib Belajar 12 Tahunadalah: (a)rendahnya
daya beli/tingkat partisipasi masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan, (b) rendahnya minat
anak dan kesadaran orang tua kurang terhadap pentingnya pendidikan untuk masa depan, (c)
masih adanya anak putus sekolah di Kota Yogyakarta (d) sosialisasi program wajib belajar 12
tahun kurang maksimal, dan (e) tidak tepatnya subsidi (KMS) pemerintah Kota Yogyakarta.
Kata kunci: evaluasi, pelaksanaan program,tujuan program, hambatan program

AN EVALUATION OF THE 12 YEAR COMPULSORY EDUCATION PROGRAM OF THE


CITY GOVERNMENT OF YOGYAKARTA.
Yenny Merinatul Hasanah, Cepi Safruddin Abdul Jabar
Tanjung Pauh, Kuantan Singingi (RIAU), Universitas Negeri Yogyakarta
gadiancak@yahoo.co.id, cepi_safruddin@uny.ac.id
Abstract
This study aims to: (1) evaluate the implementation (2) achievement of the purpose, and (3) obstacles in the
implementation of the 12 year compulsory education program in Yogyakartacity.This study is an
evaluation using the qualitative approach.Model used in this research is discrepancy evaluation model. The
results of this study that the 12-year compulsory education program Yogyakarta instead of Compulsory
Education, but rather the Basic Education Program (BEP) which is based on the Universal Besic Education
(UBE) which essentially means providing equal access to basic education.(1) Theresults indicate that in the
implementation of the 12 year compulsory education program: (a) the adequacyof educators isnot met, (b)
the infrastructure is not ready, and (c) the educational funding isready. (2) The purpose the 12
yearcompulsory education program in the city of Yogyakarta is: (a) to improvethe welfare of the
community, (b) to relieve the burden of education costs, (c) to make effort for students to pass a minimum
of SMA/SMK and equal, (d) to increase enrollment rates, and (e)to expandaccess and equity in education
for all. (3) The obstacles in the implementation of the 12 year compulsory education program are: (a) the
low purchasing power and public participation in the funding of education, (b) the low interest in children
and awareness of parents about the importance of education for the future, (c) theschool drop out of
children in the city of Yogyakarta, (d) the minimum socialization of 12 years compulsory education, and (e)
the lack of accuracy (KMS) of government subsidies.
Keywords: evaluation,program implementation,program objectives, program constraintsv

Jurnal Akuntabilitas Manajemen Pendidikan


p-ISSN 2337-7895 e-ISSN 2461-0550
Evaluasi Program Wajib Belajar 12 Tahun ... − 229
Yenny M. Hasanah, Cepi S. A. Jabar

Pendahuluan Menurut Burton (Basleman &


Pendidikan merupakan hal paling Mappa, 2011, p. 7) “Learning is a change in
penting dan investasi masa yang akan da- the individual, due to interaction of that
tang dalam suatu negara. Pendidikan me- individual and his invironment, which fills a
rupakan upaya sadar dan terencana dalam need and makes him more capable of dealing
menyiapkan pembangunan masyarakat In- adequately with his environment”. Belajar
donesia untuk meningkatkan taraf hidup adalah suatu perubahan yang terjadi dalam
masyarakat untuk menjadi lebih baik. Pe- diri individu yang dihasilkan dari interaksi
merintah mengupayakan pembangunan individu dengan lingkungannya untuk da-
manusia Indonesia melalui program pendi- pat memenuhi kebutuhannya dan menjadi-
dikan yang dapat memberikan akses dan kannya lebih mampu melestarikan ling-
pemerataan perolehan pendidikan bagi kungannya secara memadai.Hal ini mem-
masyarakat Indonesia tanpa terkecuali, se- berikan arti bahwa belajar mencakup per-
hingga anak usia produktif untuk sekolah ubahan tingkah laku yang bersifat perma-
tidak putus sekolah ataupun tidak sekolah. nen sebagai akibat dari interaksi individu
Langkah pemerintah Indonesia dalam me- dengan kondisi dalam lingkungannya. Se-
nangani masalah pemerataan pendidikan dangkan menurut Sugihartono, Fathiyah,
melalui pencanangan program wajib bel- Harahap, Setiawati, & Nurhayati, (2007, p.
ajar yaitu 6 tahun melalui Sekolah Dasar 74), “Belajar merupakan suatu proses per-
(SD) selama 6 tahun, kemudian wajib bel- ubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi
ajar 9 tahun melalui Sekolah Lanjutan Ting- individu dengan lingkungannya dalam
kat Pertama (SLTP) selama 3 tahun, selan- memenuhi kebutuhan hidupnya”.
jutnya Pemerintah Kota Yogyakarta me- Berdasarkan pengertian belajar di atas
ningkatkan wajib belajar 12 tahun sesuai dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
dengan PP tentang wajib belajar bahwa proses atau usaha yang dilakukan setiap
pemerintah daerah dapat meningkatkan individu untuk memperoleh suatu per-
jengjang pada program wajib belajar. ubahan tingkah laku tertentu baik dalam
Pengertian belajar menurut Illeris bentuk pengetahuan, keterampilan mau-
(2009, p. 88) “learning is, however, not the pun sikap dan nilai yang positif sebagai
same as transformation and change of conduct, pengalaman untuk mendapatkan sejumlah
because learning may result in a better under- kesan dari bahan yang telah dipelajari. Ke-
standing of a phenomenon, which cannot giatan belajar tersebut ada yang dilakukan
necessarily be observed as changed conduct”. di sekolah, di rumah, dan di tempat lain
Sedangkan menurut Fry, Ketteridge, & seperti museum, di laboratorium, di hutan
Marshall (2008, p. 8) menambahkan bahwa dan dimana saja. Belajar merupakan tin-
“learning is not a single thing; it may involve dakan dan perilaku yang kompleks. Se-
mastering abstract principles, understanding bagai tindakan maka belajar hanya dialami
proofs, remembering factual information, acqui- oleh individu itu sendiri dan akan menjadi
ring methods, techniques and approaches, recog- penentu terjadinya atau tidak terjadinya
nition, reasoning, debating ideas, or developing proses belajar.
behaviour appropriate to specific situations; it is Menurut Bradley, Tomlinson, &
about change.” yang berarti bahwa belajar Gureckis (Ross. 2008, p.168) “We live in a
bukan satu hal, namun mungkin melibat- world consisting of concrete experiences. Mo-
kan penguasaan prinsip-prinsip abstrak, ment to moment, we learn and make decisions
memahami bukti, mengingat informasi based on these experiences. Given this cha-
faktual, memperoleh metode, teknik dan racterization of our environment, it is unclear
pendekatan, pengakuan, penalaran, berde- what would constitute a true abstraction, let
bat ide, atau mengembangkan perilaku alone how we could acquire and retrieve such
yang sesuai dengan situasi tertentu. Oleh knowledge based on the sensory cues provided
karena itu, belajar adalah tentang perubah- by the environment”. Intinya menurut
an sebelum dan sesudah belajar. Bradley, Tomlinson, & Gureckis bahwa

Jurnal Akuntabilitas Manajemen Pendidikan


Volume 5, No 2, September 2017
230 − Jurnal Akuntabilitas Manajemen Pendidikan

manusia hidup di dunia yang terdiri dari feedback”. Lingkungan belajar sangat sen-
pengalaman konkrit. Pengalaman konkrit sitif terhadap perbedaan individu dan ke-
tersebut ada, karena dari waktu ke waktu lompok pada latar belakang individu, pe-
kita belajar dan mampu membuat keputus- ngetahuan individu, motivasi dan kemam-
an berdasarkan pengalaman-pengalaman puan individu masing-masing. Oleh kare-
tersebut. Hal ini mengingat karakteristik na itu, lingkungan belajar harus mendu-
dari lingkungan kita yang akan mendapat- kung berbagai perbedaan yang dimiliki in-
kan dan memberikan pengetahuan berda- dividu atau kelompok baik latar belakang,
sarkan dari petunjuk sensorik yang diberi- pengetahuan, motivasi dan kemampuan
kan oleh lingkungan kita. masing-masing individu supaya dapat
Menurut Ormrod (2012, p.1) bebera- memberikan rasa aman dan kenyaman
pa alasan seseorang belajar “Human learn- dalam proses belajar dan dapat tercapainya
ing takes many forms….And people learn for tujuan dari belajar. Berdasarkan pendapat
many reasons. Some learn for the external di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan
rewards their achievements bring for example, belajar adalah sejumlah hasil belajar yang
for good grades, recognition, or money. But menunjukkan bahwa siswa telah melaku-
others learn for less obvious, more internal kan belajar yang umumnya meliputi pe-
reasons—perhaps to gain a sense of accom- ngetahuan, keterampilan dan sikap-sikap
plishment and satisfaction, or perhaps simply to baru yang diharapkan dapat tercapai oleh
make life easier”. Manusia belajar akan meng- siswa.
ambil banyak bentuk, seseorang belajar Wajib belajar merupakan salah satu
karena memiliki berbagai alasan-alasan ter- dari program pendidikan yang dicanang-
tentu. Alasan-alasan ketika orang belajar kan oleh pemerintah tiap masing-masing
yaitu untuk mendapatkan imbalan secara negara. Wajib belajar di masing-masing ne-
eksternal artinya bahwa ketika seorang me- gara berbeda-beda sesuai dengan kebijakan
miliki prestasi setelah akhir proses belajar pemerintahannya. Berdasarkan Peraturan
akan mendapatkan imbalan, misalnya pres- Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47
tasi yang didapatkan dari hasil akhir bel- Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar pasal 1
ajar seperti mendapatkan nilai yang baik, ayat (1) “Wajib belajar adalah program
pengakuan dari orang lain, atau hadiah. pendidikan minimal yang harus diikuti
Tetapi ada alasan lain seseorang belajar ya- oleh warga negara Indonesia atas tanggung
itu alasan internal individu tersebut, alasan jawab pemerintah dan pemerintah daerah”.
tersebut seperti untuk mendapatkan kepu- Wajib belajar adalah program pendidikan
asan mendapatkan prestasi atau mungkin minimal yang harus diikuti oleh warga ne-
hanya untuk mendapatkan kemudahan gara Indonesia atas tanggung jawab peme-
dalam hidup. rintah dan pemerintah daerah. Wajib bela-
Karakteristik belajar menurut jar ini merupakan salah satu program yang
Dumont, Istance, & Benavides (2010, p.18) gencar digalakkan oleh Departemen Pendi-
“Learner-centred: the environment needs to be dikan Nasional (Depdiknas). Program ini
highly focused on learning as the principlal mewajibkan setiap warga Negara Indone-
activity, not as an alternative to the critical role sia untuk bersekolah selama 9 tahun pada
of teachers and learning professionals but jenjang pendidikan dasar, yaitu dari ting-
dependent on them”. Lingkungan sangat ber- kat kelas 1 Sekolah Dasar (SD) atau Mad-
pengaruh pada proses belajar sebagai kegi- rasah Ibtidaiyah (MI) hingga kelas 9 Seko-
atan utama, bukan sebagai alternatif peran lah Menengah Pertama (SMP) atau Mad-
(tugas) guru dan pengajar profesional. rasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain
Lebih lanjut lagi “Profoundly personalised: yang sederajat.
The learning environment is acutely sensitive Menurut Sparta (Rothbard, 1999, p.
to individual and group differences in 19) mengatakan “The full logical conclusion
background, prior knowledges, motivation and of the compulsory system; absolute State
abilities, and offers tailored and detailed control over the “whole child”, uniformity and

Volume 5, No 2, September 2017


Evaluasi Program Wajib Belajar 12 Tahun ... − 231
Yenny M. Hasanah, Cepi S. A. Jabar

education in passive obedience to State orders”. and sustained political commitment, enhanced
Keseluruhan kesimpulan logis dari sistem financial allocations and the participation of all.
wajib belajar adalah kendali penuh negara EFA partners in the processes of policy design,
terhadap “seluruh anak”, keseragaman dan strategic planning and the implementation of
pendidikan diatur pada perintah negara. programmes”. Pendidikan untuk semua ada-
Oleh karena itu, keseluruhan dari sistem lah hak asasi manusia dari inti pembangun-
wajib belajar diatur khusus oleh undang- an. Hal ini harus menjadi prioritas nasional
undang setiap negara yang melaksanakan maupun internasional untuk memberikan
program wajib belajar. Sekolah-sekolah kesempatan yang sama dalam mendapat-
yang melaksanakan program wajib belajar kan pendidikan. Membutuhkan komitmen
harus memenuhi standar instruksi yang kebijakan yang kuat dan berkelanjutan,
ditetapkan pemerintah dalam pelaksanaan alokasi keuangan ditingkatkan dan parti-
pendidikan. sipasi semua mitra EFA dalam proses ke-
Menurut Seel (2012, p.697) mengata- bijakan yang akan dilakukan, perencanaan
kan bahwa “compulsory education refers to strategis dan pelaksanaan program. Oleh
the most crucial period of formal education karena itu, untuk mencapaienam gol yang
required by law of all children between certain telah dirancang dalam pencapaian EFA
ages in a given country”. Seel menyatakan memerlukanstrategi yang tepat sehingga
bahwa pendidikan wajib merupakan perio- tercapainya Pendidikan untuk Semua (PUS).
de paling penting dari pendidikan formal Menurut Amuda (2011, p.3027) me-
yang diwajibkan oleh hukum dari setiap ngatakan bahwa “Section 15 of the Nigerian
negara, pendidikan wajib diberikan kepada Child Act 2003 provides that a child has the
semua anak usia tertentu berdasarkan right to free, compulsory, and universal basic
undang-undang negara tersebut. education and the parents should ensure that
Menurut Jin & Zhang (2008, p.1008) their children attend primary and junior secon-
“compulsory education is the fundamental dary school as stated in the Act”. Pemerintah
education for citizens and is the source of state negara Nigeria memberikan hak hukum
power, which radically determines thought pada anak untuk memiliki akses pendidik-
level, political awareness, cultural sense and an. Peraturan tersebut terdapat pada ba-
production ability of the entire nation”. gian 15 dari undang-undang anak Nigeria
Maksudnya bahwa wajib belajar merupa- tahun 2003 yang menetapkan seorang anak
kan pendidikan fundamental untuk masya- memiliki hak untuk mendapatkan pendi-
rakat dan merupakan sumber dari kekuat- dikan dasar universal dan orang tua harus
an negara yang secara radikal ditentukan memastikan bahwa anak-anak mereka ber-
melalui tingkatan kesadaran, politik, bu- sekolah di SD dan SMP sebagaimana yang
daya dan kemampuan produksi dari selu- tercantum dalam undang-undang. Setiap
ruh bangsa. Selanjutnya Jin & Zhang (2008, orang tua yang gagal menyekolahkan anak,
p. 1009) mengatakan “… compulsory edu- maka pemerintah memberikan teguran se-
cation is the education of the entire human banyak dua kali. Teguran yang pertama se-
beings and the education of social citizens”. bagai peringatan, sedangkan teguran yang
Wajib belajar merupakan pendidikan selu- kedua orang tua diberi hukuman satu bu-
ruh umat manusia dan merupakan pendi- lan penjara.
dikan masyarakat sosial. Setanggap de- Beberapa pelaksanaan wajib belajar
ngan forum pendidikan dunia dengan menurut Vassiliou (2011, p. 9) “In most
program Education for All untuk membela countries, the start of compulsory education
hak atas akses dan pemerataan pendidikan coincides with the start of primary education.
tanpa terkecuali. Almost everywhere, children who have reached
Menurut Kim (2000, p.17) “Education compulsory school age must be enrolled in an
for All is a basic human right at the heart of educational institution”. Intinya sebagian ne-
development. It must be a national and gara, menetapkan pendidikan wajib dimu-
international priority, and it requires a strong lai dengan pendidikan dasar. Hampir di se-

Jurnal Akuntabilitas Manajemen Pendidikan


Volume 5, No 2, September 2017
232 − Jurnal Akuntabilitas Manajemen Pendidikan

tiap negara, anak-anak yang telah menca- kan di Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta.
pai usia wajib belajar harus terdaftar di Evaluasi program wajib belajar 12 tahu
institusi pendidikan formal, nonformal atau penting dilakukan untuk mengumpulkan
informal dengan kata lain bagi anak-anak data mengenai kondisi nyata sesuatu hal,
usia wajib belajar harus sudah bersekolah. sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian
Progam pendidikan dasar (Basic Edu- mana tujuan yang sudah tercapai. Hasil
cation Program) merupakan konsep yang evaluasi akan menemukan kelebihan dan
didasari universal basic education (UBE) kelemahan program. Kelemahan dan
yang pada hakekatnya berarti penyediaan kelebihan program tersebut dianalisis dan
akses yang sama untuk mengikuti pendi- dicari solusinya untuk menemukan sebuah
dikan dasar terhadap anak. Pendidikan rekomendasi bagi pelaksanaan program
merupakan hal terpenting dalam meng- wajib belajar 12 tahun di Kota Yogyakarta
akhiri kemiskinan dan meningkatkan ke- yang efektif.
makmuran bersama. Menurut World Bank Worthen & Sanders (1980, p. 19),
(2013, p. 1) “Yet 61 million children today are memberikan pendapat tentang definisi
not in school-and there is aboundant evidence evaluasi sebagai berikut “Evaluation is the
that learning outcomes in many developing determination of the worth of a thing. It
countries are alarmingly low, especially among includes information for use in judging the
disadvantaged population”. Terdapat 61 juta worth of the potential utility of alternative
anak-anak tidak sekolah diseluruh dunia approaches designed to attain specified objec-
terutama negara berkembang. Hal ini meng- tives”. Pernyataan tersebut mengimplikasi-
indikasikan bahwa hasil pembelajaran dan kan adanya standar atau kriteria tertentu
pendidikan di berbagai negara berkembang yang digunakan untuk menentukan nilai.
cenderung rendah terutama di kalangan po- Kriteria yang digunakan dalam penelitian
pulasi penduduk yang kurang beruntung. ini salah satunya berasal dari penelitian-pe-
Oleh karena itu, dalam strategi pendidikan nelitian yang relevan terkait program wajib
World Bank 2020 bertujuan untuk mencipta- belajar. Penelitian ini akan menggunakan
kan pendidikan untuk se-mua seperti yang data kualitatif.
dijelaskan World Bank bahwa “Learning for Menurut Patton (2002, p.10) metode
All means ensuring that all children and youth kualitatif dalam evaluasi “Qualitative
not just the most privileged or the smartest not methods are often used in evaluations because
only can go to school but can acquire the they tell the programs story by capturing and
knowledge and skills they need to lead healthy, communicating the participants stories.
productive lives, secure meaningful jobs, and Evaluation case studies have all the elements of
contribute to society”. a good story. Qualitative findings in evaluation
Berdasarkan hasil penelusuran, be- illuminate the people behind the numbers and
lum pernah dilaksanakan penelitian terkait put faces on the statistics, not to make hearts
dengan program wajib belajar 12 tahun di bleed, though that may occur, but to deepen
Kota Yogyakarta.Oleh sebab itu, penelitian understanding”. Menurut Patton metode
ini mengarah kepada evaluasi program kualitatif sering digunakan dalam evaluasi
wajib belajar 12 tahun di Kota Yogyakarta. karena data kualitatif akan menceritakan
Aspek pelaksanaan program yang meliputi program dengan menangkap dan menceri-
kecukupan pendidik, ketersediaan sarana takan orang-orang yang terlibat dalam
dan prasarana pendidikan, dan keterse- program. Data kualitatif dalam sebuah
diaan pembiayaan. Aspek kedua yaitu pen- evaluasi dapat memberikan kejelasan dan
capaian tujuan program wajib belajar 12 pemahaman yang mendalam terhadap
tahun, dan aspek ketiga yaitu hambatan- suatu program yang sedang dievaluasi.
hambatan program wajib belajar 12 tahun
di Kota Yogyakarta. Metode
Evaluasi program wajib belajar 12 Jenis penelitian yang digunakan da-
tahun di Kota Yogyakarta akan dilaksana- lam penelitian ini adalah penelitian eva-

Volume 5, No 2, September 2017


Evaluasi Program Wajib Belajar 12 Tahun ... − 233
Yenny M. Hasanah, Cepi S. A. Jabar

luasi dengan metode kualitatif. Selain Data hasil penelitian menunjukan


sebagai rekomendasi terhadap pengambil bahwa program wajib belajar 12 tahun
keputusan, penelitian ini juga memperkaya Kota Yogyakarta belum memiliki payung
pengetahuan tentang standar pelaksanaan hukum, tidak adanya sanksi bagi yang
program wajib belajar 12 tahun.Model melanggarnya, pengaturan program dila-
evaluasi yang digunakan dalam penelitian kukan oleh pemerintah daerah.Data hasil
ini adalah discrepancy evaluation model yang penelitian pada pelaksanaan program wa-
dikembangkan oleh Malcolm Provus. jib belajar 12 tahun yang meliputi: Perkem-
Tempat penelitian ini adalah Dinas bangan jumlah pendidik di Kota Yogya-
Pendidikan Kota Yogyakarta dan lingkung- karta berdasarkan data mengalami penu-
an masyarakat Kota Yogyakarta. Waktu runan jumlah pendidik disemua jenjang
penelitian ini dilakukan selama 4 bulan pendidikan SD+MI, SMP+MTs, dan SMA+
yaitu bulan Februari-Mei 2015. Subjek pe- MA+SMK, hal tersebut dikarenakan oleh
nelitian ini adalah kepala bagian pendidik- purna tugas, pendidik sudah lanjut usia
an dasar, kepala bagian pendidikan mene- serta mendekati masa pensiun. Kecukupan
ngah, subag Analisis Data Pendidikan jumlah pendidik kelas pada jenjang pendi-
(ADP), masyarakat kota, anak-anak putus dikan SD+MI masih kurang 52 orang sam-
sekolah, anak kota yang sekolah di luar pai dengan tahun 2015, sedangkan pada
Kota Yogyakarta, dan anak luar Kota jenjang pendidikan, SMP+MTs dan SMA+
Yogyakarta yang sekolah di kota. MA+SMK sudah terpenuhi. Permasalahan
Data penelitian ini berupa data kua- lain yang ada pada pendidik di Kota Yog-
litatif. Data kualitatif dikumpulkan meng- yakarta adalah jumlah pendidik yang me-
gunakan pencermatan dokumen, dan wa- nurun setiap tahunnya pada jenjang pen-
wancara. Pedoman wawancara ditujukan didikan SD+MI, SMP+MTs, dan SMA+MA
kepala bagian pendidikan dasar, kepala +SMK, beberapa alasan menurunnya jum-
bagian pendidikan menengah, subag ADP, lah pendidik yaitu purna tugas dan pen-
masyarakat kota, anak-anak putus sekolah, siun. Permasalahan selanjutnya yang diha-
anak kota yang sekolah di luar kota, dan dapi Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta
anak luar kota yang sekolah di kota. Pen- adalah masih banyak guru yang tidak la-
cermatan dokumen dilakukan dengan meng- yak untuk mengajar yang dibuktikan de-
analisis dokumen berdasarkan: (1) profil Di- ngan dokumen terkait kondisi pendidik di
nas Pendidikan Kota Yogyakarta; (2) data Kota Yogyakarta sampai pada tahun 2013/
Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2014 guru yang tidak layak mengajar pada
Daerah (RPJMD) Kota Yogyakarta; (3) data jenjang SD+MI sebanyak 218, pada jenjang
Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Pen- SMP+MTs guru yang tidak layak mengajar
didikan Kota Yogyakarta; (4) Data Rencana berjumlah 71, sedangkan pada jenjang
Kerja (RENJA) Dinas Pendididkan Kota SMA+MA+SMK guru yang tidak layak
Yogyakarta; dan (5) data Laporan Akunta- mengajar berjumlah 265.
bilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Ketersediaan Sarana dan prasarana
dalam pelaksanaan program wajib belajar
Hasil Penelitian dan Pembahasan 12 tahun di Kota Yogyakarta pada jenjang
SD+MI pendidikan SD+MI terdapat dua
Hasil penelitian program wajib bel-
indikator mutu yang pertama kondisi ru-
ajar 12 tahun Kota Yogyakarta yang men-
ang kelas dalam kondisi baik meningkat,
cakup dengan pelaksanaan program wajib
pada tahun 2008/2009 sebesar 86% pada
belajar 12 tahun meliputi kecukupan pen-
tahun 2013/2014 meningkat menjadi 94%,
didik, ketersediaan sarana dan prasarana
ruang kelas kondisi rusak ringan meng-
pendidikan, ketersediaan pembiayaa. Serta
alami penurunan setiap tahunnya pada
pencapaian tujuan program, dan hambat-
tahun 2008/2009 sebesar 8,04% pada tahun
an-hambatan dalam pelaksanaan program
2013/2014 menjadi 4,72%, sedangkan pada
wajib belajar 12 tahun di Kota Yogyakarta.
ruang kelas kondisi rusak berat mengalami
Jurnal Akuntabilitas Manajemen Pendidikan
Volume 5, No 2, September 2017
234 − Jurnal Akuntabilitas Manajemen Pendidikan

penurunan dimulai pada tahun 2008/2009 bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang
sebesar 5,44% pada tahun 2013/2014 men- kantin, instalasi daya dan jasa, tempat ber-
jadi 0,58%. Indikator mutu kedua yaitu olahraga, tempat beribadah, tempat ber-
fasilitas sekolah seperti perpustakaan me- main, tempat berkreasi, dan ruang/tempat
ningkat diawali pada tahun 2008/2009 se- lainyang diperlukan untuk menunjang pro-
besar 60,16% pada tahun 2013/2014 sebe- ses pembelajaran yang teratur dan berke-
sar 102,83%, dan fasilitas sekolah Unit Ke- lanjutan”.
sehatan Sekolah (UKS) mengalami kenaik- Ketersediaan sarana dan prasarana
an dimulai pada tahun 2009/2010 sebesar pendidikan SD+MI dan SMP+MTs dalam
4,75% pada tahun 2013/2014 menjadi program wajib belajar 12 tahun ditemukan
108,06%. kensenjangan-kesenjangan yang mengacu
Sarana dan prasarana SMP+MTs ter- pada pemenuhan SNP pada standar sarana
dapat dua indikator mutu yang pertama dan prasarana pendidikan. Sarana dan pra-
kondisi ruang kelas dalam kondisi baik sarana pada jenjang SMP+MTs yang belum
menurun dua tahun terakhir, pada tahun terpenuhi adalah fasilitas sekolah seperti
2008/2009 sebesar 96,83% pada tahun lapangan olahraga, ruang keterampilan,
2013/2014 menurun menjadi 95,86%, ruang bimbingan penyuluhan, dan ruang serba
kelas kondisi rusak ringan mengalami ke- guna. Pemenuhan standar sarana dan pra-
naikan setiap tahunnya pada tahun 2008/ sarana berdasarkan SNP yang sulit untuk
2009 sebesar 2,39% pada tahun 2013/2014 terpenuhi dengan alasan ketersediaan la-
menjadi 3,89%, sedangkan pada ruang han sekolah, pembiayaan sarana dan pra-
kelas kondisi rusak berat mengalami penu- saran pendidikan.
runan dimulai pada tahun 2008/2009 sebe- Sedangkan sarana dan prasarana
sar 0,77% pada tahun 2013/2014 menjadi SMA+MA+SMK terdapat dua indikator
0%. Indikator mutu kedua yaitu fasilitas mutu yang pertama kondisi ruang kelas
sekolah seperti perpustakaan menurunt di- dalam kondisi baik menurun, pada tahun
awali pada tahun 2008/2009 sebesar 2008/2009 sebesar 99,46% pada tahun
101,14% pada tahun 2013/2014 sebesar 2013/2014 menurun menjadi 99,06%, ruang
91,40%, dan fasilitas sekolah Unit Kesehat- kelas kondisi rusak ringan mengalami ke-
an Sekolah (UKS) mengalami kenaikan naikan setiap tahunnya pada tahun 2008/
dimulai pada tahun 2008/2009 sebesar 2009 sebesar 0,29% pada tahun 2013/2014
78,80% pada tahun 2013/2014 menjadi menjadi 0,94%, sedangkan pada ruang ke-
485,71%, dan fasilitas sekolah laboratorium las kondisi rusak berat mengalami penu-
mengalami kenaikan dimulai pada tahun runan dimulai pada tahun 2008/2009 sebe-
2008/2009 sebesar 273,31% pada tahun sar 0,26% pada tahun 2013/2014 menjadi
2013/2014 menjadi 293,14%. 0%. Indikator mutu kedua yaitu fasilitas
Berdasarkan SNP pada pasal 42 ayat sekolah seperti perpustakaan menurun
(1) yang harus dipenuhi standar sarana diawali pada tahun 2008/2009 sebesar
dan prasarana pendidikan adalah “Setiap 108,66% pada tahun 2013/2014 sebesar
satuan pendidikan wajib memiliki sarana 90,36%, fasilitas sekolah Unit Kesehatan
yang meliputi perabot, peralatan pendidik- Sekolah (UKS) mengalami penurunan di-
an, media pendidikan, buku dan sumber mulai pada tahun 2008/2009 sebesar
belajar lainnya, bahan habis pakai, serta 95,67% pada tahun 2013/2014 menjadi
perlengkapan lain yang diperlukan untuk 87,95%, laboratorium mengalami penurun-
menunjang proses pembelajaran yang ter- an diawali pada tahun 2008/2009 sebesar
atur dan berkelanjutan”. Pada ayat (2) 402,79% pada tahun 2013/2014 menjadi
“Setiap satuan pendidikan wajib memiliki 396,39%, ruang keterampilan menurun di-
prasarana yang meliputi lahan, ruang ke- awali pada tahun 2008/2009 sebesar
las, ruang pimpinan satuan pendidikan, 47,02% pada tahun 2013/2014 sebesar
ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang 31,33%, ruang bimbingan penyuluhan
perpustakaan, ruang laboratorium, ruang mengalami penurunan dimulai pada tahun

Volume 5, No 2, September 2017


Evaluasi Program Wajib Belajar 12 Tahun ... − 235
Yenny M. Hasanah, Cepi S. A. Jabar

2008/2009 sebesar 103,87% pada tahun karta dalam menganggarkan biaya untuk
2013/2014 menjadi 81.93%, ruang serba gu- program wajib belajar 12 tahun dengan
na mengalami penurunan diawali pada jumlah Rp101.282.890.200 terbagi menjadi
tahun 2008/2009 sebesar 85,99% pada ta- dua kegiatan yaitu pengelolaan JPD dan
hun 2013/2014 menjadi 62,71%, ruang pengelolaan BOS dan BOSDA.Besaran da-
bengkel mengalami peningkatan dimulai na BOSDA DIKDAS sama antara SD Ne-
pada tahun 2008/2009 sebesar 27,59% pada geri/Swasta dan MI Swasta yaitu sebesar
tahun 2013/2014 menjadi 71,88%, ruang Rp110.000/siswa dalam setahun, sedang-
praktek mengalami kenaikan diawali pada kan besaran dana BOSDA untuk jenjang
tahun 2008/2009 sebesar 104,60% pada pendidikan SMP Negeri/Swasta dan MTs
tahun 2013/2014 menjadi 412,50%, Swasta sebesar Rp190.000/siswa dalam
Berdasarkan SNP pada pasal 42 ayat setiap tahunnya. Sedangkan Nilai bantuan
(1) yang harus dipenuhi standar sarana BOSDA Pendidikan Menengah diberikan
dan prasarana pendidikan adalah “Setiap pertahun pada siswa SMA/SMK/MA. Se-
satuan pendidikan wajib memiliki sarana tiap anak SMA negeri/swasta mendapat-
yang meliputi perabot, peralatan pendidik- kan dana BOSDA sebesar Rp250.000/ta-
an, media pendidikan, buku dan sumber hun, siswa SMK negeri/swasta mendapat-
belajar lainnya, bahan habis pakai, serta kan dana BOSDA sebesar Rp600.000/ta-
perlengkapan lain yang diperlukan untuk hun, sedangkan MA swasta mendapatkan
menunjang proses pembelajaran yang dana BOSDA sebesar Rp250.000/tahun.
teratur dan berkelanjutan”. Pada ayat (2) Nilai dana BOSDA berbeda antara siswa
“Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sekolah di SMA, SMK, atau MA.
prasarana yang meliputi lahan, ruang Besaran JPD yang diterima dalam
kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, satu tahun pelajaran bagi anak pemegang
ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang KMS baik yang sekolah di kota maupun
perpustakaan, ruang laboratorium, ruang anak yang bersekolah di luar kota dalam
bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang wilayah DIY memiliki jumlah yang berbe-
kantin, instalasi daya dan jasa, tempat da antara siswa sekolah negeri dan sekolah
berolahraga, tempat beribadah, tempat swasta di semua jenjang pendidikan, baik
bermain, tempat berkreasi, dan ruang/ SD/MI, SMP/MTs ataupun SMA/MA/
tempat lainyang diperlukan untuk menun- SMK. Jumlah yang diterima sekolah negeri
jang proses pembelajaran yang teratur dan SD/MI sebesar Rp700.000, SMP/MTs
berkelanjutan”. Rp800.000, dan SMA/MA/SMK
Ketersediaan sarana dan prasarana Rp3.000.0000 sedangkan sekolah swasta
pendidikan dalam program wajib belajar SD/MI Rp1.700.000, SMP/MTs
12 tahun ditemukan kensenjangan-kesen- Rp2.500.000, SMA/MA Rp3.500.000, dan
jangan yang mengacu pada pemenuhan SMK Rp4.500.000.
SNP pada standar sarana dan prasarana Tujuan program wajib belajar 12
pendidikan. Sarana dan prasarana pada tahun di Kota Yogyakarta yang harus di-
jenjang SMA+MA+SMK yang belum ter- capai adalah meningkatkan Angka Partisi-
penuhi adalah fasilitas sekolah seperti la- pasi Sekolah (APS) 97%, mengurangi Ang-
pangan olahraga, pemenuhan standar sara- ka Putus Sekolah (APS) menjadi 0,02%,
na dan prasarana berdasarkan SNP yang meningkatkan Angka Melanjutkan (AM)
sulit untuk terpenuhi dengan alasan keter- 120%, meningkatkan angka anak lulusan
sediaan lahan sekolah, pembiayaan sarana SMA/MA/SMK dan sederajat, dan ter-
dan prasaran pendidikan. wujudnya perluasan akses dan pemerataan
Ketersediaan pembiayaan pendidik- pendidikan.
an dalam program wajib belajar 12 tahun Pencapaian tujuan dalam program
di Kota Yogyakarta melalui BOS pusat, wajib belajar 12 tahun di Kota Yogyakarta
BOSDA Provinsi, JPD, dan BOSDA/BOP yang pertama meningkatkan APS di Kota
Kota Yogyakarta. Pemerintah Kota Yogya- Yogyakarta untuk keseluruhan anak usia
Jurnal Akuntabilitas Manajemen Pendidikan
Volume 5, No 2, September 2017
236 − Jurnal Akuntabilitas Manajemen Pendidikan

TK, SD, SMP, dan SMA/SMK. APS Kota MTs pada tahun 2008/2009 sebesar
Yogyakarta tahun 2014 pada kategori usia 111,60%, 2009/2010 sebesar 120,43%, 2010/
anak 7-12 tahun mencapai 98%, kategori 2011 sebesar 110,91%, 2011/2012 sebesar
usia anak 13-15 tahun mencapai 97%, 110,54%, 2012/2013 sebesar 110,51%, dan
sedangkan pada kategori usia anak 16-18 2013/2014 sebesar 109,49%. Angka melan-
tahun mencapai 82%. APS pada jenjang jutkan dari jenjang pendidikan SMP/MTs
SD+MI, SMP+MTs sudah mencapai target ke jenjang pendidikan SMA/MA/SMK da-
tujuan, sedangkan pada jenjang SMA+MA ri tahun 2008/2009 sebesar 165,57%, 2009/
+SMK belum mencapai target tujuan prog- 2010 sebesar 145,69%, 2010/2011 sebesar
ram wajib belajar 12 tahun. 158,21%, 2011/2012 sebesar 158,98%, 2012/
Capaian tujuan yang kedua untuk 2013 sebesar 169,98%, dan 2013/2014 se-
mengurangi Angka Putus Sekolah. Perkem- besar 160,59%. Capaian AM Kota Yogya-
bangan Angka Putus Sekolah Kota Yog- karta dalam program wajib belajar 12 ta-
yakarta enam tahun terakhir adalah pada hun berdasarkan standar yang telah diten-
jenjang pendidikan SD+MI pada tahun tukan berdasarkan RENJA Pemerintah Ko-
2007 sebesar 0,05%, 2008 sebesar 0,07%, ta Yogyakarta sebesar 120%, pada jenjang
2009 sebesar 0,02%, 2010 sebesar 0,02%, pendidikan SD+MI melanjutkan pada jen-
2011 sebesar 0,019%, 2012 sebesar 0,01%. jang SMP+MTs belum mencapai target ca-
Pendidikan SMP+MTs pada tahun 2007 paian sampai tahun 2013/2014 mencapai
sebesar 0,18%, 2008 sebesar 0,33%, 2009 109,49%, sedangkan pada jenjang SMP+
sebesar 0,01%, 2010 sebesar 0,05%, 2011 MTs melanjutkan pada jenjang SMA+MA+
sebesar 0,03%, 2012 sebesar 0,03%. Pendi- SMK sudah mencapai target capaian mele-
dikan SMA+MA+SMK pada tahun 2007 bihi angka 120% yaitu sebesar 160,59% pa-
sebesar 0,92%, 2008 sebesar 0,45%, 2009 da tahun 2013/2014.
sebesar 0,09%, 2010 sebesar 0,07%, 2011 Tujuan keempat yang harus dicapai
sebesar 0.04%, 2012 sebesar 0,05%. Kota adalah meningkatkan angka kelulusan
Yogyakarta pada jenjang pendidikan SD+ anak. Perkembangan angka kelulusan Kota
MI sudah mencapai target pencapaian Yogyakarta enam tahun terakhir pada
program wajib belajar 12 tahun sebesar jenjang SD+MI pada tahun 2007 sebesar
0,01% sampai tahun 2012, pada jenjang 94,30%, dan pada tahun 2008-2012 men-
pendidikan SMP+MTs capaian sebesar capai angka 100% kelulusan, pada jenjang
0,03% sampai tahun 2012 belum mencapai SM+MTs tahun 2007 sebesar 88,15%, pada
target tujuan program wajib belajar 12 2008 menjadi 92,80%, pada 2009 menjadi
tahun 0,02%, sedangkan pada pendidikan 94,55%, pada 2010 menjadi 91.13%, pada
SMA+MA+SMK capaian APS sampai tahun 2011 menjadi 99,83%, dan pada tahun 2012
2012 sebesar 0,05% artinya belum menca- mencapai 98,83%, sedangka pada jenjang
pai tujuan program wajib belajar 12 tahun. SMA+MA pada tahun 2007 sebesar 94,68%,
Penyebab anak mengalami putus sekolah pada 2008 menjadi 93,63%, pada 2009
diantaranya ekonomi keluarga, minat anak menjadi 93.74%, pada 2010 menjadi 94,51%,
yang kurang untuk belajar, kemampuan pada 2011 menjadi 99,35%, dan pada tahun
anak dalam belajar, motivasi orang tua un- 2012 mencapai 99.52%, dan pada jenjang
tuk menyekolahkan anak kurang, geografis SMK pada tahun 2007 sebesar 86,69%, pada
sekolah maupun rumah, penduduk anak 2008 menjadi 82,52%, pada 2009 menjadi
usia sekolah yang berada di luar DIY yang 97,32%, pada 2010 menjadi 96,81%, pada
tidak bersekolah, karena pemerintah dae- 2011 menjadi 99,18%, dan pada tahun 2012
rah hanya menjangkau anak-anak usia mencapai 99,23%. Hasil kelulusan pada
sekolah yang berada di wilayah DIY dan semua jenjang pendidika SD+MI, SMP+
bersekolah di wilayah DIY. MTs, dan SMA+MA+SMK dalam program
Tujuan ketiga meningkatkan AM. wajib belajar 12 tahun Kota Yogyakarta
Perkembangan AM dari jenjang pendidik- memiliki tren yang positif mengalami ke-
an SD/MI ke jenjang pendidikan SMP/ naikan dari tahun 2007 sampai dengan

Volume 5, No 2, September 2017


Evaluasi Program Wajib Belajar 12 Tahun ... − 237
Yenny M. Hasanah, Cepi S. A. Jabar

tahun 2012. Tujuan program tersebut tentu bahan referensi buku sehingga memberat-
untuk dapat meluluskan warganya mini- kan orang tua. Orang tua lebih senang
mal pendidikan SMA/MA/SMK dan sede- anak bekerja untuk membantu perekono-
rajat, sedangkan pemerintah memiliki isti- mian keluarga. Alasan lain mereka tidak
lah yang sama yaitu Pendidikan Menengah sekolah adalah karena mereka harus meni-
Universal (PMU). kah disaat mereka masih sekolah.
Tujuan kelima yang harus dicapai Hambatan kelima sosialisasi program
dalam program wajib belajar 12 tahun ada- wajib belajar 12 tahun yang belum maksi-
lah terwujudnya perluasan akses pendidik- mal. Informasi yang diperoleh masyarakat
an dan pemerataan pendidikan seluas- masih kurang merata, kasus dilapangan
luasnya untuk semua di Kota Yogyakarta. atau di masyarakat sering terjadi ketidak
Melalui program wajib belajar 12 tahun sesuaian informasi yang diperoleh masya-
Pemerintah Kota Yogyakarta memberikan rakat dari perangkat atau pejabat yang
kesempatan perolehan pendidikan bagi berwenang. Jika mereka sibuk dengan be-
masyarakat Kota Yogyakarta secara keselu- kerja mereka tidak akan mengikuti kum-
ruhan tanpa terkecuali. pulan RT/RW yang sedang mensosialisasi-
Hambatan-hambatan yang terjadi kan tertakait program wajib belajar 12 ta-
dalam pelaksanaan program wajib belajar hun, yang lebih menjadi ironis lagi pejabat
12 tahun di Kota Yogyakarta. Hambatan pemerintahan setempat kelurahan dan ja-
pertama daya beli/tingkat partisipasi ma- jarannya menganggap bahwa seluruh war-
syarakat terhadap pembiayaan pendidikan ganya sudah mengetahui informasi wajib
masih kurang. Alasan lain yang menjadi belajar 12 tahun.
kurangnya partisipasi masyarakat dalam Hambatan keenam ketidak tepatan
mendukung program wajib belajar 12 ta- subsidi pemerintah terkait KMS.KMS me-
hun adalah minimnya informasi terkait rupakan hasil kebijakan pemerintah daerah
program-program tersebut sehingga orang Kota Yogyakarta. Masyarakat Kota Yogya-
tua atau anak tidak mengetahui adanya karta yang merupakan keluarga pemegang
program tersebut seperti program JPD un- KMS mendapatkan JPD. Program JPD me-
tuk mendapatkannya harus memiliki KMS, rupakan wujud dari pendidikan gratis di
dan BOSDA, sekolah swasta memungut Kota Yogyakarta, karena JPD merupakan
biaya operasional sekolah. bentuk komitmen Pemerintah Daerah Kota
Hambatan kedua minat anak dan Yogyakarta dalam memberikan jaminan
kesadaran orang tua kurang terhadap pen- pendidikan, bukan hanya wajib belajar 9
tingnya pendidikan untuk masa depan. tahun, namun wajib belajar 12 tahun, serta
Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta selain memberikan kesempatan yang luas bagi
mengarahkan untuk anak melanjutkan se- masyarakat Kota Yogyakarta untuk men-
kolah sampai 12 tahun melalui sekolah dapatkan pendidikan yang berkualitas.
formal, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Penerima JPD akan mendapatkan ja-
juga mengarahkan ke sekolah non formal, minan berupa biaya pendidikan, penerima
sekolah informal atau kesetaraan (paket C), JPD juga mendapatkan beberapa keuntung-
Hambatan ketiga masih adanya anak an. Pertama, penerima JPD KMS menda-
putus sekolah di Kota Yogyakarta. Bebe- patkan kuota KMS dalam penerimaan pe-
rapa kasus anak yang putus sekolah seba- serta didik baru (PPDB), yaitu dengan
gian besar tidak memiliki motivasi diri un- memberikan kuota tertentu bagi peserta
tuk tetap sekolah, tetapi beberapa anak didik pemegang KMS dalam PPBD supaya
mengatakan bahwa orang tua tidak men- dapat mengakses sekolah favorit. Kedua,
dukung terkait biaya pendidikan walau- penerima JPD KMS diberikan kepada pe-
pun pendidikan gratis akan tetapi kebu- serta didik setiap jenjang pendidikan dari
tuhan yang lain masih banyak yang harus TK sampai SMA baik sekolah negeri mau-
dipenuhi seperti seragam sekolah, iuran- pun swasta, serta sekolah luar biasa. Ke-
iuran sekolah yang masih ada, atau tam- tiga, penerima JPD KMS tetap akan di-
Jurnal Akuntabilitas Manajemen Pendidikan
Volume 5, No 2, September 2017
238 − Jurnal Akuntabilitas Manajemen Pendidikan

berikan bagi peserta didik pemegang KMS jenjang SMA+MA+SMK mencapai 82%
baik yang sekolah di Kota Yogyakarta belum mencapai target tujuan program
maupun luar Kota Yogyakarta. wajib belajar 12 tahun, mengurangi Angka
Jumlah anak pemegang KMS dari Putus Sekolah (APS) pada jenjang SD+MI,
jenjang pendidikan TK sampai dengan jen- jenjang SMP+MTs, dan jenjang SMA+MA+
jang pendidikan SMA di Kota Yogyakarta SMK belum memenuhi 0,02%, meningkat-
pada tahun 2011 sebanyak 14. 175 anak, kan Angka Melanjutkan (AM) pada jenjang
tahun 2012 sebanyak 13.012 anak, tahun SD+MI melanjutkan pada jenjang SMP+
2013 sebanyak 15.046 anak, dan pada tahun MTs sampai tahun 2013/2014 sebesar
2014 sebanyak 14.923 anak. KMS diberikan 109,49% artinya belum mencapai 120%,
kepada anak yang sekolah dalam Kota dan pada jenjang SMP+MTs melanjutkan
Yogyakarta maupun sekolah luar Kota jenjang SMA+MA+SMK sudah mencapai
Yogyakarta, baik sekolah negeri maupun target pada tahun 2013/2015 sebesar
sekolah swasta. 160,59% melebihi target capaian program
wajib belajar 12 tahun sebesar 120%, prog-
Simpulan dan Saran ram wajib belajar sudah dapat meningkat-
kan anak lulus minimal SMA/SMK dan se-
Berdasarkan hasil penelitian yang
derajat, dan terwujudnya perluasan akses
telah dilaksanakan bahwa program wajib
dan pemerataan pendidikan untuk semua.
belajar 12 tahun di Kota Yogyakarta bukan
Hambatan-hambatan Pelaksanaan
Compulsory Education, tetapi lebih merupa-
Program Wajib Belajar 12 Tahun: Daya
kan Basic Education Program(BEP) yang
beli/tingkat partisipasi masyarakat terha-
didasari Universal Besic Education (UBE)
dap pembiayaan pendidikan, minat anak
yang pada hakekatnya berarti penyediaan
dan kesadaran orang tua kurang terhadap
akses yang sama untuk mengikuti pendi-
pentingnya pendidikan untuk masa depan,
dikan dasar terhadap anak.
masih adanya anak putus sekolah di Kota
Pelaksanaan program wajib belajar
Yogyakarta, sosialisasi program wajib bel-
12 tahunyaitu kecukupan pendidik dalam
ajar 12 tahun kurang maksimal, dan keti-
program wajib belajar 12 tahun di Kota
daktepatan subsidi pemerintah terkait pen-
Yogyakarta belum terpenuhi diantaranya
dataan masyarakat miskin sehingga ber-
adalah jumlah guru kelas pada Sekolah
pengaruh pada pembagian kartu dan ku-
Dasar (SD) kurang terpenuhi sampai tahun
rangnya cross check ke lapangan terkait data
2015 kekurangan jumlah guru tersebut
masyarakat Kota Yogyakarta yang kurang
mencapai jumlah 52 orang, jumlah guru
mampu.
menurun setiap tanunnya disebabkan oleh
Melhat kondisi yang ada dilapangan
sudah berusia lanjut dan mendekati purna
dapat dirumuskan beberapa saran sebagi
tugas. Ketersediaan sarana prasarana seko-
berikut: Melihat jumlah masyarakat Kota
lah di Kota Yogyakarta belum terpenuhi
Yogyakarta masih ada yang belum men-
secara keseluruhan.Ketersediaan pembia-
dapatkan KMS, maka pemerintah Kota
yaan pendidikan di Kota Yogyakarta sudah
Yogyakarta perlu melakukan pengecekan
tersedia yang bersumber dari Pemerintah,
secara langsung data penerima KMS yang
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta,
telah ada di dinas kependudukan/dinas
dan Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta.
sosial supaya tepat sasaran bagi pengguna
Pencapaian tujuan program wajib
KMS, informasi program wajib belajar 12
belajar 12 tahun berdasarkan hasil peneliti-
tahun harus jelas dan tersebar secara luas
an yang telah dilaksanakan di Dinas Pen-
kepada masyarakat. Dinas harus memasti-
didikan Kota Yogyakarta adalah: Mening-
kan secara teliti bahwa informasi program
katkan Angka Partisipasi Sekolah (APS)
wajib belajar 12 tahun sampai kepada
sudah mencapai tujuan melebihi 97% yaitu
masyarakat, supaya masyarakat tidak bias
jenjang SD+MI mencapai 97%, jenjang
akan informasi, negara bertanggung jawab
SMP+MTs mencapai 82%, seangkan pada
atas anak-anak yang kurang mampu untuk

Volume 5, No 2, September 2017


Evaluasi Program Wajib Belajar 12 Tahun ... − 239
Yenny M. Hasanah, Cepi S. A. Jabar

mendapatkan pendidikan gratis dan tidak Kim. J.Y. (2000). The dakarframe work for
adanaya alasan bagi peserta didik yang ti- action. Paris: UNESCO.
dak mampu tidak mendapatkan pendidik-
Ormrod, J.E. (2012). Human learning (6thed.).
an yang layak.
New York: Pearson Education, Inc.
Daftar Pustaka Patton, M.Q. (2002). Qualitative research &
evaluation methods (3thed.). Thousand
Amuda, Y. J. (2011). Child education in
Oaks: Sage Publications, Inc.
nigeria: Hindrances and legal
solutions. Procedia Social and Ross, B.H. (2008). The psychology of learning
Behavioral Sciences, 15, 3027-3031. and motivation: Advences in reasearch
and theory. Urbana. Elsevier Inc.
Basleman, A., & Mappa, S. (2011).
Teoribelajar orang dewasa. Bandung: Rothbard, M. A. N. (1999). Education free
Remaja Rosdakarya. and compulsory.Auburn: Ludwig von
Mises Institute.
Dumont, H., Istance, D., & Benavides, F.
(2010). The natural of lerning: Using Seel, N.M. (2012). Encyclopedia of the sciences
research to inspire practice. Paris: of learning. New York: Springer.
OECD. Sugihartono, Fathiyah, K. N., Harahap, F.,
Fry, H.,Keteridge, S.,& Marshall, S. (2009). Setiawati, F. A., & Nurhayati, S. R.
A hanbook for teaching and learning in (2007). Psikologi pendidikan.
higher education enhancing academic Yogyakarta: UNY Press.
practice(3thed.).New York: Roudledge. Vassiliou. A. (2011).Grade retention during
Illeris, K. (2009). Contemporary theories of compulsory education in europe:
learning: Learning theorist in their own Regulation and statistics. Brussels:
word. New York: Routledge. EACEA P9 Eurydice.
Jin, Y., & Zhang, H. (2008). Research on the Worthen, B.R. & Sanders, J.R. (1981).
costs of running compulsory Educational evaluation: Theory &
education standards: Comparison of Practise. Belmont California:
compulsory education Wordsworth Publishing Company
internationally. Internasional Education Inc.
Studies, 1, 108-111

Jurnal Akuntabilitas Manajemen Pendidikan


Volume 5, No 2, September 2017

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai