Anda di halaman 1dari 12

BANGUNAN

MONUMENTAL

I WAYAN DITA P.W. ADRIAN MURTI VIVIA CHRISTI


170116698 170116828 170116867
ARSITEKTUR
MONUMENTAL
Arsitektur monumental mengadopsi berbagai perkembangan
arsitektur dari zaman yunani sampai dengan sekarang. Dengan
demikian arsitektur monumental memiliki ruang lingkup yang
cukup luas, sehingga perkembangannya selalu mengikuti
perkembangan zaman. Arsitektur monumental memberikan
suatu citra atau identitas yang mencerminkan suatu keadaan
atau suatu gagasan dari keinginan si perancang dalam
menuangkan gagasan atau ide. Dalam arsitektur monumental,
ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan.Unsur-unsur
tersebut tidak hanya berupa unsur fungsi, tetapi ada unsur
pendukung lainnya seperti aspek arsitektural (tata letak,
lingkungan, teknologi, bahan dan elemen-elemen lainnya),
sehingga didapatkan sebuah hasil yang tidak hanya sebuah
massa, tetapi juga memiliki pilosofi tertentu yang ingin
disampaikan perancang.
KRITERIA
1.Bentuk tidak ditentukan hanya oleh fungsi tetapi
semua aspek arsitektural (tata letak, lingkungan,
teknologi, bahan dan elemen-elemen lainnya yang
tidak selalu fungsional.

2.Konsep lima diterapkan secara terpadu dengan


konsep lainnya yang tidak selalu fungsional.

3.Pola pikir sejalan dengan perkembangan teknologi


yang menghadirkan arsitektur yang otentik, megah,
dan scluptural.

4.Konsep kesederhanaan dan keheningan (Mies Van De


Rohe dan Kenzo tange).

5.Seolah-olah suatu seni yang dicetak.


PENGERTIAN BANGUNAN MONUMENTAL

1. SEBAGAI RELIK SEJARAH


Berupa benda-benda bergerak atau tidak
bergerak yang memiliki nilai sejarah bagi umat
manusia.

2. SEBAGAI BANGUNAN PERINGATAN


Bangunan-bangunan baru yang dibuat untuk
memperingati suatu peristiwa sejarah.
Bangunan tersebut bisa berupa tugu, batu
berukuran besar, tembok, atau bentuk-bentuk
lainnya.
MONUMEN YOGYA KEMBALI

5
SEJARAH
MONUMEN YOGYA KEMBALI
Monumen Yogya Kembali dibangun pada
tanggal 29 Juni 1985 dengan upacara tradisional
penanaman kepala kerbau dan peletakan batu
pertama oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan
Sri Paduka Paku Alam VIII. Gagasan untuk
mendirikan monumen ini dilontarkan oleh kolonel
Soegiarto, selaku walikotamadya Yogyakarta pada
tahun 1983.

6
Nama Yogya Kembali dipilih dengan maksud
sebagai tetenger (peringatan) dari peristiwa
sejarah ditariknya tentara pendudukan Belanda
dari ibu kota RI Yogyakarta pada waktu itu,
tanggal 29 Juni 1949. Hal ini merupakan tanda
awal bebasnya bangsa Indonesia dari kekuasaan
pemerintahan Belanda.

7
Pembangunan monumen ini dilakukan dengan
memperhitungkan beberapa faktor penting. Titik
pusat bangunan ini merupakan sebuah titik yang
secara im ajin er m en g h u b u n g kan b eb erap a
titik p e nti ng di Yogyakarta yaitu Kraton Jogja,
Tugu Yogyakarta, Gunung Merapi, Parang Tritis
dan juga Panggung Krapyak. Titik ini sendiri
disebut sebagai sumbu besar kehidupan dan
penanda dari titik imajiner ini sendiri berada
pada lantai 3 bangunan monumen ini.
LO K A SI D IORA M A R ELIEF
M o n u m e n Yogya K e m b a l i Salah satu d i o r a m a Relief dari tulisan
yang be r ada d i jalan ring- (miniatur/replika) d i t a n g a n B u n g Karno
r oad utara k o t a dalam m u s e u m ini yang yang ada d i d i n d i n g
Yogyakarta menggambarkan luar m u s e u m
suasana G e d u n g A g u n g
IDE PEMBANGUNAN
MONUMEN YOGYA KEMBALI
Ide pembangunan Monumen Jogja Kembali (Monjali)
bermula pada saat dilaksanakannya tirakatan di
Gedung Agung pada tahun 1938. Saat itu Dr. Ruslan
Abdul Gani yang berasal dari Surabaya
menyampaikan gagasannya bahwa Yogyakarta
membutuhkan sebuah monumen sebagai tetenger
sejarah atau bukti sejarah. Saat itu pula ide yang
disampaikan mendapat dukungan mutlak.
Ahli bangunan berasal dari Institut Teknologi
Bandung (ITB) yang berkolaborasi dengan ahli
bangunan dari Universitas Gadjahmada (UGM).
Sedangkan, arsitek yang merancang pembangunan
monumen tersebut adalah Drs. Edi Sunarso seorang
seniman dari Yogyakarta yang berasal dari Institut
Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.

10
BENTUK BANGUNAN
MONUMEN YOGYA KEMBALI

GUNUNG MERAPI GUNUNGAN SEKATEN GUNUNGAN WAYANG MONJALI

Bentuk kerucut dipilih dengan maksud untuk melestarikan budaya nenek moyang zaman prasejarah yang
merujuk pada bentuk gunung Merapi, gunungan pada upacara Sekaten, dan gunungan pada kesenian
wayang kulit. Tinggi bangunan tersebut adalah 31,8 meter dan dikelilingi oleh kolam air yang berfungsi
sebagai pendingin daripada bangunan itu sediri, serta dalam sudut pandang budaya dimaksudkan sebagai
lambang adanya kesucian niat dari nenek moyang pada saat berjuang.
MATERIAL
MONUMEN YOGYA KEMBALI

Monumen Yogya Kembali di dominasi oleh


material beton menunjukkan bahwa beton
sebagai hierarki tertinggi pada segi material pada
bangunan Monjali. Material beton juga terlihat
sebagai unsur yang menyatukan bangunan
Monjali karena dari elemen, konstruksi, dan atap
bangunan Monjali menggunakan material beton.

Anda mungkin juga menyukai