PromosiDengan
Kesehatan
memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas segala rahmat-Nya, penyusun dapat menyelesaikan modul bahan ajar mata
kuliah rehabilitasi pada lansia.
Segala sesuatu yang ada pada modul ini tentunya masih jauh dari kata sempurna,
untuk itu penyusun dengan segala kerendahan hati sangat mengharapkan saran
dan kritik dalam mendapatkan hasil yang lebih bain dikemudian hari. Penyusun
sangat mengharapkan semoga nantinya modul bahan ajar ini dapat bermanfaat
dalam pengembangan ilmu keperawatan khususnya dalam bidang rehabilitasi
pada lansia dimasa yang akan datang
2018/2019
Palembang, Februari
2019
Penyusun
P R O D I S I K E P E R A WA T A N
S T I K E S M I T R A A D I G U N A PA L E M B A N G
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas segala rahmat-Nya, penyusun dapat menyelesaikan modul bahan ajar mata
kuliah Promosi kesehatan.
Segala sesuatu yang ada pada modul ini tentunya masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu penyusun dengan segala kerendahan hati sangat
mengharapkan saran dan kritik dalam mendapatkan hasil yang lebih baik
dikemudian hari. Penyusun sangat mengharapkan semoga nantinya modul bahan
ajar ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu keperawatan khususnya
dalam bidang promosi kesehatan dimasa yang akan datang.
Palembang, Agustus
2019
Penyusun
DAFTAR ISI
Sumber Pustaka
1. Edelmen, C L. , Mandle C L., Kudzman E. C. (2014) Health Promotion
Throughout The Life Span. 8th edition. Mosby: Elsevier Inc.
2. Rankin, S.H. & Stallings, K.D. (2005). Patient Education in Health and
Illness.5th. Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
3. Rankin, Sally H.& Stallings, Karen Duffy. (2001). Patient Education:
Principles Practice. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
4. Redman, B.K. (2003). Measurement Tool in PatientEducation. 2nd Ed.
Springer Publishing Company.
PENDAHULUAN
A. Pengertian perawat
Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix
yang berarti merawat atau memelihara.
Menurut International Council of Nurses (1965), perawat adalah
seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan,
berwenang di Negara bersangkutan untuk memberikan pelayanan dan
bertanggung jawab dalam peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit
serta pelayanan terhadap pasien.
Perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat atau
memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injury dan
proses penuaan (Harlley, 1997).
Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan kewenangan
melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang
diperoleh melalui pendidikan keperawatan ( Undang-undang Kesehatan
No 23. 1992 ).
Perawat Profesional adalah perawat yang bertanggung jawab dan
berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan
atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan
kewenagannya (Depkes RI, 2002 dalam Aisiyah 2004).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor HK.0.02.02/Menkes/148/I/2010 Tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Perawat, dijelaskan bahwa perawat adalah
seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun
diluar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Contoh kasus :
Ada seseorang, misal A. A ini mempunyai keterampilan, dulu ia pernah
sekolah di keperawatan namun hanya sampai tingkat SMK. Meski A ini
lulusan SMK Keperawatan dan mengetahui sedikit banyak tentang
kesehatan tapi A ini tidak bisa dikatakan sebagai perawat. Karena di
Indonesia sendiri, seseorang bisa dikatakan sebagai perawat jika lulus
pendidikan keperawatan minimal lulus D3/AKPER atau S1 Keperawatan.
B. Definisi dari peran
Peran merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam system, dimana dapat
dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi yang bersifat konstan.
Peran adalah aspek dinamis dari kedudukan(status). Apabila
seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran. (Soekanto:1990)
Contoh kasus :
A adalah seorang mahasiswa di sebuah perguruan tinggi swasta. Sebagai
seorang mahasiswa A mempunyai kewajiban untuk belajar dan
mengerjakan tugas yang diberikan. Di lain sisi A juga mempunyai hak
untuk mendapat liburan, waktu untuk konsultasi dengan dosen
pembimbing. Dalam contoh kasus diatas A melaksanakan kewajibannya
sebagai mahasiswa dan mendapatkan haknya. Sehingga bisa dikatakan A
ini telah melaksanakan perannya sebagai mahasiswa dengan baik.
Sumber Pustaka
1. Edelmen, C L. , Mandle C L., Kudzman E. C. (2014) Health
Promotion Throughout The Life Span. 8th edition. Mosby: Elsevier
Inc.
2. Rankin, S.H. & Stallings, K.D. (2005). Patient Education in Health and
Illness.5th. Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
3. Rankin, Sally H.& Stallings, Karen Duffy. (2001). Patient Education:
Principles Practice. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
4. Redman, B.K. (2003). Measurement Tool in PatientEducation. 2nd Ed.
Springer Publishing Company.
PENDAHULUAN
Penuaan adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang
diawali oleh adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada
akhirnya akan meningkatkan risiko kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari
sudut pandang yang lebih luas, proses penuaan merupakan suatu perubahan
progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat
irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu. Pada
hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaiyu : masa kanak-kanak, masa remaja, dan
masa tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis.
Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran baik fisik maupun psikis.
URAIAN MATERI
1. Pengertian Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan semua tindakan yang bertujuan untuk mengurangi
dampak disability serta handicap agar individu lansia dapat berintegrasi
dalam masyarakat.
Rehabilitasi adalah aspek yang tidak dapat dipisahkan dalam pelayanan
kesehatan lansia. ( British G. Society ).
Rehabilitasi merupakan suatu proses pendidikan, yang memerlukan
kontinuitas yang langgeng.(FKUI, 2000),
Rehabilitasi medic adalah proses pelayanan kesehatan yang bertujuan
untuk mengembangkan kemampuan fungsional dan fisikologik dan kalau
perlu mengembangkan mekanisme kompensasinya agar individu dapat
mandiri. Rehabilitasi medik adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang
bertujuan untuk memulihkan atau mengoptimalkan kemampuan seseorang
setelah mengalami gangguan kesehatan yang berakibat pada penurunan
kemampuanfisik.
5. Pelakasanaan Rehabilitasi
Pada dasarnya falsafah dan teknik rehabilitasi pada penderita lansia
tidak berbeda dengan rehabilitasi pada umumnya, demikian pula modalitas
yang diberikan seperti fisioterapi, okufasiterapi, fisikologi,
ortotikprostetik, terapi wicara dan social medic. Yang perlu diperhatikan
adalah sasaran program haruslah tepat pada kelompok umur berapa,
program rehabilitasi bisa diterapkan.
Dalam melaksanakan program rehabilitasi sering kali justru
merugikan menderita dengan menberikan proteksi yang berlebihan dan
tidak jarang penderita “ DIPAKSA “ berbaring dan dilayani segala
kebutuhannya, dan yang lebih tidak menguntungkan lagi sering kali
penderitanya sendiri “ MENIKMATI “ pelayanan semacam itu, meskipun
sesunguhnya dapat melakukan sendiri. Pada keadaan imobilisasi kira –
kira 3 % kekuatan otot berkurang setiap harinya sebelumnya akan lebih
cepat mengalami kemunduran karena disuse. Keadaan seperti dekubitus,
kontraktur, osteoporosis, hipotensi, ortostatik, konstipasi, thrombosis dan
juga tidak kalah pentingnya berkurangnya rangsang pada system saraf
sensorik yang dapat mengakibatkan munculnya keluhan kebingungan
(confusion ) keluhan ini dapat diberikan terapi modalitas berupa
pemanasan baik secara alamiah maupun dengan alat diatermi seperti micro
wave diathermi ( MWD ), short wave diathermi ( SWD ), Utra sound
diathermi ( US ), pacu listrik dan lain – lain. Terapi yang bersifat aktif
berupa latihan – latihan tidak disukai penderita lansia, karena dianggap
seperti anak kecil dan kurang senang bila “ DIPERINTAH “ untuk
melakukan sesuatu oleh orang yang mungkin usia cucunya. Banyak
penelitian yang menunjukkan hasil positif dari latihan – latihan seperti
Raab, Agre, Mc Adam, dan Smith membuktikan bahwa peningkatan
kekuatan otot serta lingkup gerak sendi dapat mengurangi rasa nyeri sendi
pada pemberian latihan pereganggan dan pembebanan ringan pada usia
lanjut. Pada penelitian Sinaki dan Grubbs mengemukakan bahwa dengan
peningkatkan kekuatan otot. otot paraspinal penderita post menopous
dengan cara – cara sederhana yang bertujuan agar dapat memperbaiki
sikap tubuh serta mencegah fraktur kompresi tulang punggung yang sudah
osteoporotic. Pada penelitian Mc Mundo dan Rennie dapat meningkatkan
kekuatan otot quadriceps pemoris dengan pemberian latihan lingkup gerak
sendi sambil duduk pada penghuni panti jompo sehingga mereka lebih
mampu naik turun tangga pada berbagai ketinggian.
HANDOUT
PENDAHULUAN
Penuaan adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang
diawali oleh adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada
akhirnya akan meningkatkan risiko kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari
sudut pandang yang lebih luas, proses penuaan merupakan suatu perubahan
progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat
irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu. Pada
hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaiyu : masa kanak-kanak, masa remaja, dan
masa tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis.
Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran baik fisik maupun psikis.
URAIAN MATERI
d. Lamanya sesi
Waktu optimal untuk satu sesi adalah 15-25 menit bagi fungsi kelompok yang
rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi Stuart & Laraia,
2001. Biasanya dimulai dengan pemanasan berupa orientasi, kemudian tahap
kerja, dan finishing berupa terminasi. Banyaknya sesi tergantung pada tujuan
kelompok, dapat satu kali / dua kali per minggu; atau dapat direncanakan sesui
dengan kebutuhan.
e. Komunikasi
Salah satu ugas pemimpin kelompok yang penting adalah mengoservasi dan
menganaliss pola komunikasi dalam kelompok. Pemimpin menggunakan
umpan balik untuk memberi kesadaran pada anggota kelompok terhadap
dinamika yang terjadi. Pemimpin kelompok dapat memgkaji hambatan dalam
kelompok, konflik interpersonal, tingkat kompetisi, dan seberapa jauh anggota
kelompok mngerti serta melaksanakan kegiatan yamg di laksanakan.
f. Peran Kelompok
Pemimpin perlu megobservasi peran yang terjadi dalam kelompok. Ada tiga
peran dan fungsi kelompok yang ditampilkan anggota kelompok dala kerja,
yaitu (Beme & Sheat,1948 dala Stuart & Laraia, 2001), maintenance roles, task
roes, dan ndividual role. 11
Maintenance roles, yaitu peran serta aktif dalam proses kelompok dan fungsi
kelompok. Task roles, yaitu fokus pada penyelesaian tugas. Individual roles
adalah selft – centered dan distraksi pada kelompok.
g. Kekuatan Kelompok
Kekuatan (power) adalah kemampuan anggota kelompok dalam memengaruhi
berjalannya kegiatan kelompok. Untuk menetapkan kekuatan anggota
kelompok yang bervariasi diperlukan kajian siapa yang paling banyak
mendengar, dan siapa yang membuat keputusan dalam kelompok.
h. Norma kelompok
Norma adalah standar perilaku yang ada dalam kelompok. Pengharapan
terhadap prilaku kelompok pada masa yang akan datang berdasarkan
pengalaman masa lalu dan saat ini. Kesesuaian perilaku anggota kelompok
dengan norma kelompok, penting dalam menerima anggota kelompok
Anggota kelompok yang tidak mengikuti norma dianggap pemberontakan dan
ditolak anggota kelompok lain.
i. Kekohesifan
Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok bekerja sama dalam
mencapai tujuan. Hal ini mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap betah
dalam kelompok. Apa yang membuat anggota kelompok tertarik dan puas
terhadap kelompok, perlu diidentifikasi agar kehidupan kelompok dapat
dipertahankan.
b. Kelompok terapeutik
Kelompok terapeutik membantu mengatasi stres emosi, penyakit
fisik krisis, tumbuh-kembang, atau penyesuaian sSosial, misalnya,
kelompok wanita hamil yang akan menjadi ibu, individu yang
kehilangan, penyakit terminal. Banyak kelompok terapeutik yang
dikembangkan menjadi self-help-group, tujuan kelompok ini
adalah sebagai berikut:
1) Mencegah masalah kesehatan;
2) Mendidik dan mengembangkan potensi anggota keelompok;
3) Meningkatkan kualitas kelompok. Antara anggota kelompok
saling membantu dalam menyelesaikan masalah.
Lansia diorentasikan pada kenyataan yang ada disekitar lansia, yaitu diri
sendiri, orang lain yang ada disekeliling lansia atau orang yang dekat dengan
lansia, dan lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan lansia.
Demikian juga dengan orientasi waktu saat ini, waktu yang lalu, dan rencana
kedepan. Aktivitas dapat berupa orientasi orang,tempat, benda yang ada disekitar,
dan semua kondisi nyata.
Lansia dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar
lansia. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal (satu
dan satu), kelompok, dan massa. Aktifitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam
kelompok.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) peran perawat dalam terapi aktivitas kelompok
adalah sebagai berikut:
Sumber Pustaka
1. Edelmen, C L. , Mandle C L., Kudzman E. C. (2014) Health
Promotion Throughout The Life Span. 8th edition. Mosby: Elsevier
Inc.
2. Rankin, S.H. & Stallings, K.D. (2005). Patient Education in Health and
Illness.5th. Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
3. Rankin, Sally H.& Stallings, Karen Duffy. (2001). Patient Education:
Principles Practice. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
4. Redman, B.K. (2003). Measurement Tool in PatientEducation. 2nd Ed.
Springer Publishing Company.
PENDAHULUAN
Penuaan adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang
diawali oleh adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada
akhirnya akan meningkatkan risiko kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari
sudut pandang yang lebih luas, proses penuaan merupakan suatu perubahan
progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat
irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu. Pada
hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaiyu : masa kanak-kanak, masa remaja, dan
masa tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis.
Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran baik fisik maupun psikis.
URAIAN MATERI
PROPOSAL TERAPI MODALITAS LANSIA : TERAPI BERKEBUN
Terapi berkebun adalah salah satu terapi modalitas pada lansia yang
dilakukan dengan media kebun.
D. Proses Seleksi
Seleksi dilakukan oleh terapis selama pengkajian dan observasi serta
wawancara dengan menggunakan pedoman pengkajian fisik, psikososial,
masalah emosional, spiritual, pengkajian fungsional klien yaitu KATZ
indeks, BARTHEL indeks, pengkajian status mental gerontik yaitu
SPSMQ dan MMSE serta pengkajian keseimbangan.
E. Sasaran Kegiatan
Semua klien perempuan dan laki-laki ( oma dan opa) dengan kriteria di
atas yang berjumlah 12 orang.
F. Tempat
Kebun BPSTW Ciparay
J. Langkah-Langkah
1. PERSIAPAN
Klien diatur membentuk persegi,
Fase Orientasi ( 5 menit)
a. Leader membuka acara.
b. Melakukan perkenalan (terapis dan klien).
c. Leader menyampaikan tujuan terapi berkebun.
d. Leader membuat validasi kontrak.
e. Co-Leader membaca tata tertib.
f. Leader di bantu Co-Leader menjelaskan langkah-langkah terapi
berkebun.
M. PROGRAM ANTISIPASI.
1. Bila ada peserta yang melakukan kegiatan tidak sesuai dengan
tujuan, fasilitator mengingatkan dan mengarahkan.
2. Bila peserta pasif, fasilitator memotivasi untuk mengikuti
kegiatan.
3. Jika peserta ingin pergi sebelum terapi berkebun selesai, fasilitator
membimbingnya agar menyelesaikan terapi
4. Bila leader bloking maka co-leader yang mengambil jalan acara
HANDOUT
Sumber Pustaka
1. Edelmen, C L. , Mandle C L., Kudzman E. C. (2014) Health Promotion
Throughout The Life Span. 8th edition. Mosby: Elsevier Inc.
2. Rankin, S.H. & Stallings, K.D. (2005). Patient Education in Health and
Illness.5th. Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
3. Rankin, Sally H.& Stallings, Karen Duffy. (2001). Patient Education:
Principles Practice. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
4. Redman, B.K. (2003). Measurement Tool in PatientEducation. 2nd Ed.
Springer Publishing Company.
PENDAHULUAN
Penuaan adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang
diawali oleh adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada
akhirnya akan meningkatkan risiko kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari
sudut pandang yang lebih luas, proses penuaan merupakan suatu perubahan
progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat
irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu. Pada
hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaiyu : masa kanak-kanak, masa remaja, dan
masa tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis.
Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran baik fisik maupun psikis.
Corak perkembangan proses penuaan bersifat lambat namun dinamis dan
bersifat individual baik secara fisiologis maupun patologis, karena banyak
dipengaruhi oleh riwayat maupun pengalaman hidup di masa lalu yang terkait
dengan faktor biologis, psikologis, spiritual, fungsional, lingkungan fisik dan
sosial. Perubahan struktur dan penurunan fungsi sistem tubuh tersebut diyakini
memberikan dampak yang signifikan terhadap gangguan homeostasis sehingga
lanjut usia mudah menderita penyakit yang terkait dengan usia misalnya: stroke,
Parkinson, dan osteoporosis dan berakhir pada kematian. Penuaan patologis dapat
menyebabkan disabilitas pada lanjut usia sebagai akibat dari trauma, penyakit
kronis, atau perubahan degeneratif yang timbul karena stres yang dialami oleh
individu. Stres tersebut dapat mempercepat penuaan dalam waktu tertentu,
selanjutnya dapat terjadi akselerasi proses degenerasi pada lanjut usia apabila
menimbulkan penyakit fisik. Oleh karena itu diperlukannya pelaksanaan program
terapi yang diperlukan suatu instrument atau parameter yang bisa digunakan untuk
mengevaluasi kondisi lansia, sehingga mudah untuk menentukan program terapi
selanjutnya. Tetapi tentunya parameter tersebut harus disesuaikan dengan kondisi
lingkungan dimana lansia itu berada, karena hal ini sangat individual sekali, dan
apabila dipaksakan justru tidak akan memperoleh hasil yang diharapkan.
URAIAN MATERI
A. Defenisi
Senam osteoporosis yaitu kegiatan yang merangsang kekuatan otot, tulang
bermanfaat pada kepadatan tulang punggung, pinggang dan pinggul, dan bila
latihan tersebut dilakukan dengan duduk dikursi akan aman untuk sendi panggul
dan sendi lutut. Latihan kekuatan otot dengan menggunakan beban di kedua
lanjut agar tidak mudah jatuh latihan ini harus dilakukan dengan hati-hati benar
dan paru-paru, yang akan menambah ketenangan dalam menjalani kehidupan atau
osteoporpsis juga dapat menjaga postur tubuh, menjaga kelenturan dan pergerakan
melatih koordinasi anggota gerak. Aktivitas fisik merupakan gerakan fisik apapun
yang dihasilkan oleh otot dan rangka yang memerlukan atau membutuhkan
pengeluaran energi di atas kebutuhan energi saat istirahat, yang diukur dalam
Sumber Pustaka
1. Edelmen, C L. , Mandle C L., Kudzman E. C. (2014) Health Promotion Throughout
The Life Span. 8th edition. Mosby: Elsevier Inc.
2. Rankin, S.H. & Stallings, K.D. (2005). Patient Education in Health and Illness.5th.
Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
3. Rankin, Sally H.& Stallings, Karen Duffy. (2001). Patient Education: Principles
Practice. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
4. Redman, B.K. (2003). Measurement Tool in PatientEducation. 2nd Ed. Springer
Publishing Company.
PENDAHULUAN
Penuaan adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang diawali oleh
adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada akhirnya akan meningkatkan
risiko kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, proses
penuaan merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang telah mencapai
kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan
dengan waktu. Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaiyu : masa kanak-kanak, masa remaja,
dan masa tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki
masa tua berarti mengalami kemunduran baik fisik maupun psikis.
Corak perkembangan proses penuaan bersifat lambat namun dinamis dan bersifat
individual baik secara fisiologis maupun patologis, karena banyak dipengaruhi oleh riwayat
maupun pengalaman hidup di masa lalu yang terkait dengan faktor biologis, psikologis,
spiritual, fungsional, lingkungan fisik dan sosial. Perubahan struktur dan penurunan fungsi
sistem tubuh tersebut diyakini memberikan dampak yang signifikan terhadap gangguan
homeostasis sehingga lanjut usia mudah menderita penyakit yang terkait dengan usia
misalnya: stroke, Parkinson, dan osteoporosis dan berakhir pada kematian. Penuaan patologis
dapat menyebabkan disabilitas pada lanjut usia sebagai akibat dari trauma, penyakit kronis,
atau perubahan degeneratif yang timbul karena stres yang dialami oleh individu. Stres
tersebut dapat mempercepat penuaan dalam waktu tertentu, selanjutnya dapat terjadi
akselerasi proses degenerasi pada lanjut usia apabila menimbulkan penyakit fisik. Oleh
karena itu diperlukannya pelaksanaan program terapi yang diperlukan suatu instrument atau
parameter yang bisa digunakan untuk mengevaluasi kondisi lansia, sehingga mudah untuk
menentukan program terapi selanjutnya. Tetapi tentunya parameter tersebut harus disesuaikan
dengan kondisi lingkungan dimana lansia itu berada, karena hal ini sangat individual sekali,
dan apabila dipaksakan justru tidak akan memperoleh hasil yang diharapkan.
URAIAN MATERI
1. Kelainan Bicara
2. Kelainan Bahasa
3. Kelainan Suara
4. Kelainan Irama/Kelancaran
B. KELAINAN BICARA
Merupakan salah satu jenis kelainan berkomunikasi yang ditandai adanya kesalahan
proses produksi bunyi bicara, baik itu yang terjadi pada POA (Point Of Articulation)
dan/atau MOA (Manner OF Articulation).
1. Disaudia, Gangguan bicara/artikulasi yang berhubungan dengan adanya
kesulitan/gangguan feedback auditory, dapat terjadi karena gangguan
pendengaran
2. Dislogia. Kelainan berkomunikasi yang disertai kerusakan mental. Rendahnya
kecerdasan menyebabkan kesulitan dalam mengamati serta mengolah dalam
pembentukan konsep dan pengertian bahasa.
3. Disartria. Kelainan bicara akibat gangguan koordinasi otot-otot organ bicara
sehubungan adanya kerusakan/gangguan sistem syaraf pusat maupun perifer
4. Disglosia. Kelainan bicara akibat adanya kelainan bentuk dan/atau struktur
organ bicara, khususnya organ artikulator.
5. Dislalia. Gangguan artikulasi yang disebabkan ketaknormalan di luar organ
wicara dan bukan dikarenakan kerusakan sistem syaraf pusat maupun perfer
dan psikologis tapi merupakan gangguan fungsi artikulasi.
C. KELAINAN BAHASA
Merupakan salah satu jenis kelainan berkomunikasi, dimana penderita mengalami
kesulitan/kehilangan kemampuan dalam proses simbolisasi bahasa. Kelainan ini
diakibatkan oleh adanya kerusakan otak dan diartikan sebagai kerusakan sebagian
atau seluruh dari pemahaman bahasa, perumusan, penggunaan bahasa. Tidak
termasuk gangguan yang dihubungkan dengan berkurangnya sensor primer,
keadaan mental yang memburuk dan gangguan psikis.
1. Afasia Perkembangan/Anak
2. Afasia Dewasa
D. KELAINAN SUARA
Gangguan suara yang utamanya disebabkan oleh aksi atau perilaku pita suara,
intensitas suara dan/atau kualitas suara yang tidak sesuai untuk individu tersebut
dalam kaitannya dengan usia, jenis kelamin atau lingkungan.
Kelainan kenyaringan suara
Kelainan nada suara
Kelainan kualitas suara
E. KELAINAN IRAMA/KELANCARAN
1. Stuttering/Gagap. Gangguan kelancaran bicara yang berupa adanya
pengulangan, perpanjangan, penghentian pada kata dan suku kata.
2. Cluttering. Gangguan bicara yang ditandai dengan adanya irama sangat cepat
sehingga terjadi misartikulasi dan sulit dimengerti.
3. Palilalia. Kecenderungan mengulang kata atau phrase pada waktu
mengucapkan kalimat.
HANDOUT
PENDAHULUAN
Penuaan adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang diawali oleh
adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada akhirnya akan meningkatkan
risiko kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, proses
penuaan merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang telah mencapai
kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan
dengan waktu. Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaiyu : masa kanak-kanak, masa remaja,
dan masa tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki
masa tua berarti mengalami kemunduran baik fisik maupun psikis.
Corak perkembangan proses penuaan bersifat lambat namun dinamis dan bersifat
individual baik secara fisiologis maupun patologis, karena banyak dipengaruhi oleh riwayat
maupun pengalaman hidup di masa lalu yang terkait dengan faktor biologis, psikologis,
spiritual, fungsional, lingkungan fisik dan sosial. Perubahan struktur dan penurunan fungsi
sistem tubuh tersebut diyakini memberikan dampak yang signifikan terhadap gangguan
homeostasis sehingga lanjut usia mudah menderita penyakit yang terkait dengan usia
misalnya: stroke, Parkinson, dan osteoporosis dan berakhir pada kematian. Penuaan patologis
dapat menyebabkan disabilitas pada lanjut usia sebagai akibat dari trauma, penyakit kronis,
atau perubahan degeneratif yang timbul karena stres yang dialami oleh individu. Stres
tersebut dapat mempercepat penuaan dalam waktu tertentu, selanjutnya dapat terjadi
akselerasi proses degenerasi pada lanjut usia apabila menimbulkan penyakit fisik. Oleh
karena itu diperlukannya pelaksanaan program terapi yang diperlukan suatu instrument atau
parameter yang bisa digunakan untuk mengevaluasi kondisi lansia, sehingga mudah untuk
menentukan program terapi selanjutnya. Tetapi tentunya parameter tersebut harus disesuaikan
dengan kondisi lingkungan dimana lansia itu berada, karena hal ini sangat individual sekali,
dan apabila dipaksakan justru tidak akan memperoleh hasil yang diharapkan.
URAIAN MATERI
A. PENGERTIAN
a) Behavior / perilaku
b) Object relation
c) Cognitif behavior
d) Occupation behavior
Beberapa acuan ini, secara umum terapi okupasi mencakup empat tahan atau
program:
d. Bila perlu konsultasi dan bantuan untuk program disekolah, jika anak
mengalami kesulitan akademi karena gangguan tumbuh kembangnya. Antara
lain mencakup kemampuan menulis (fungsi tangan) dan sensomotorik.
3. Penentuan waktu
kapan latihan diberikan pagi, siang atau sore hari dan berapa lamanya
4. Penetuan tempat
disesuaikan dengan keadaan klien, materi latihan dan alt yang digunakan.
Pelayanan terapi okupasi di rumah sakit jiwa cenderung berubah – ubah, hal ini
disesuaikan dengan kebutuhan, akan tetapi secara umum proses intervensi itu melalui
tiga tahap yaitu :
1. Assessment
2. Treatment
Sumber Pustaka
1. Edelmen, C L. , Mandle C L., Kudzman E. C. (2014) Health Promotion Throughout
The Life Span. 8th edition. Mosby: Elsevier Inc.
2. Rankin, S.H. & Stallings, K.D. (2005). Patient Education in Health and Illness.5th.
Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
3. Rankin, Sally H.& Stallings, Karen Duffy. (2001). Patient Education: Principles
Practice. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
4. Redman, B.K. (2003). Measurement Tool in PatientEducation. 2nd Ed. Springer
Publishing Company.
PENDAHULUAN
Penuaan adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang diawali oleh
adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada akhirnya akan meningkatkan
risiko kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, proses
penuaan merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang telah mencapai
kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan
dengan waktu. Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaiyu : masa kanak-kanak, masa remaja,
dan masa tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki
masa tua berarti mengalami kemunduran baik fisik maupun psikis.
Corak perkembangan proses penuaan bersifat lambat namun dinamis dan bersifat
individual baik secara fisiologis maupun patologis, karena banyak dipengaruhi oleh riwayat
maupun pengalaman hidup di masa lalu yang terkait dengan faktor biologis, psikologis,
spiritual, fungsional, lingkungan fisik dan sosial. Perubahan struktur dan penurunan fungsi
sistem tubuh tersebut diyakini memberikan dampak yang signifikan terhadap gangguan
homeostasis sehingga lanjut usia mudah menderita penyakit yang terkait dengan usia
misalnya: stroke, Parkinson, dan osteoporosis dan berakhir pada kematian. Penuaan patologis
dapat menyebabkan disabilitas pada lanjut usia sebagai akibat dari trauma, penyakit kronis,
atau perubahan degeneratif yang timbul karena stres yang dialami oleh individu. Stres
tersebut dapat mempercepat penuaan dalam waktu tertentu, selanjutnya dapat terjadi
akselerasi proses degenerasi pada lanjut usia apabila menimbulkan penyakit fisik. Oleh
karena itu diperlukannya pelaksanaan program terapi yang diperlukan suatu instrument atau
parameter yang bisa digunakan untuk mengevaluasi kondisi lansia, sehingga mudah untuk
menentukan program terapi selanjutnya. Tetapi tentunya parameter tersebut harus disesuaikan
dengan kondisi lingkungan dimana lansia itu berada, karena hal ini sangat individual sekali,
dan apabila dipaksakan justru tidak akan memperoleh hasil yang diharapkan.
URAIAN MATERI
i. Defenisi Lansia
Kesejahteraan Lanjut Usia pasal 1 ayat 2 adalah seseorang yang telah mencapai usia
enam puluh tahun ke atas. Selanjutnya pada pasal 5 ayat 1 disebutkan bah wa lanjut
usia mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Pasal 6 ayat 1 menyatakan bahwa lanjut usia mempunyai kewajiban yang
Manusia usia lanjut dalam penilaian banyak orang adalah manusia yang
tidak produktif lagi. Kondisi fisik rata-rata sudah menurun sehingga dalam kondisi
yang uzur ini berbagai penyakit siap menggorogoti mereka. Dengan demikian, di usia
lanjut ini terkadang muncul semacam pemikiran bahwa mereka barada pada sisa-sisa
Dari ayat-ayat itu jelas, lansia seperti halnya warga negara yang lain
memiliki hak dan kewajiban sama dengan warga negara lain yang belum memasuki
usia lanjut. Masa ini dimulai sekitar usia 60, ketika seseorang mulai meninggalkan
masa-masa aktif di masyarakat dan bersiap untuk hidup lebih menyendiri. Sangat
berbeda dengan rata-rata orang yang ketakutan dengan datangnya usia tua, maka bagi
Erikson ini adalah masa yang sama pentingnya dengan fase-fase sebelumnya.
Bahkan, masa ini mungkin masa yang paling penting karena ini adalah masa terakhir
Untuk menetapkan secara pasti kapan psikologi agama mulai di pelajari memang
agak sulit. Baik dalam kitab suci, maupun dalam sejarah tentang agama-agama tidak
terungkap secara jelas mengenai hal itu. Namun demikian, walupun secara tidak lengkap,
ternyata yang menjadi ruang lingkup kajian psikologi agama banyak di jumpai baik melalui
bagaimana kehidupan batin yang dialaminya dalam kaitan dengan keyakinan agama yang di
yang mempengaruhi dari tokoh agam budha. Dan proses itu kemudian dalam psikologi
Sidarta gautama yang putra raja itu, sejak kecil sudah hidup dalam lingkungan istana
yang serba mewah. Tetapi, ketika usia remaja, saat melihat kehidupan masyarakat, sidarta
menyaksikan berbagai bentuk penderitaan manusia dari yang tua, sakit dan orang yang
meninggal dunia. Pemandangan seperti itu tak pernah di lihat sidarta sebelumnya. Dari dialog
Segala yang di saksikan sidarta membatin dalam dirinya, hingga pada suatu malam ia
keluar dari istana dan meninggalkan segala kemewahan hidup. Selenjutnya sidrata
mengalami konversi agama dari pemeluk agama hindu kepada pendakwah agama baru yaitu
agama budha.
Proses yang hampir serupa juga di lukiskan dalam alqura’an tentang cara Ibrahim as.
Memimpin ummatnya untuk bertauhid kepada Allah. Ketika malam semkin gelap di melihat
“Inilah tuhanku”. Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: “saya tidak suka kepada
tuhan yang tenggelam.” Kemudian, tatkala melihat bulan terbit, dia berkata: ”inilah
tuhanku.”Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: “sesungguhnya jika tuhanku
tatkala melihat matahari terbit ia berkata: “inilah tuhanku.ini yang lebih besar” maka tatkal
mentari itu terbenam, dia berkata “hai kaumku, sesunguhnya aku berlepas diri dari apa
informasi kitab suci tersebut di kiaskan kepada Ibrahim as. yang berusaha meyakinkan
kesadaran dan pengalaman agama dengan sikap dan tingkah laku para pengikut agama, yang
kemudian di jadikan objek kajian psikologi agama. Namun, kasus-kasus seperti itu belum
psikologi agama merujuk pada kalangan pemula yang merujuk kepada ilmuan barat.
Berdasarkan sumber barat, para ahli psikologi agama menilai bahwa kajian psikologi
agama mulai popoler pada abad ke-19. sekitar masa itu psikologi yang semakin berkembang
di gunakan sebagai alat untuk kajian keagamaan. Kajian semacam itu dapat membantu
Menurut Thouless, semenjak terbit buku The Varieties Of Religious Ekperience tahun
1903, sebagai kumpulan dari materi kuliah william james di empat universitas di Skotlandia,
maka langkah awal dari kajian psikologi agama mulai di akui para ahli psikologi dan dalam
jangka waktu 30 tahun kemudian banyak buku-buku lain di terbitkan sejalan dengan konsep
yang serupa. Sejak saat itu, kajian-kajian tentang psikologi agama tidak hanya terbatas pada
an, yaitu oleh Prof zakiah daradjat ada sejumlah buku yang beliau tulis untuk kepentingan
buku pegangan bagi mahasiswa di lingkungan IAIN. Di luar itu, kuliah mengenai psikologi
agama juga sudah di berikan. Khususnya di Fakultas Tarbiyah oleh Prof. Dr. A. Mukti Ali dan
Prof. zakiah daradjat sendiri. Kedu orang ini di kenal sebagai pelopor psikologi agama di
Indonesia. Sumber- sumber barat umumnya merujuk awal kelahiran psikologi agama adalah
dari karya Edwin Diller dan Starbuck dan William james, sebaliknya di dunia timur,
khususnya di wilayah kekuasaan islam kajian-kajian yang tentang hal serupa belum sempat di
masukkan. Padahal, tulisan Muhammad Ishaq ibn Yasar pada abad 7 masehi berjudul Al-
syiar wa al-Maghazi memuat berbagai fragumen dari biografi nabi Muhammad Saw ataupun
Risalah Hay Yaqzan Fi Asrar Al-Hikmat Al Masyriqiyyat yang di tulis oleh Abu Bakr
Muhammad Ibn Abd Al Malim Ibn Tufail juga memuat masalah yang erat kaitannya dengan
psikologi.
Ilmu Psikologi agama tergolong cabang psikologi yang berusia muda berdasarkan informasi
dari berbagai literature, dapat di simpulkan bahwa kelahiran psikologi agama di dukung oleh
Perubahan terjadi pada manusia seiring dengan berjalannya waktu dengan melalui
adalah periode pranatal, bayi, masa bayi, masa awal kanak-kanak, masa akhir kanak-kanak,
masa remaja awal, masa remaja, masa dewasa awal, masa dewasa madya, dan masa usia
menjelaskan bahwa menjadi tua pada manusia adalah suatu hal yang pasti terjadi dan tidak
dapat dihindari. Dengan kata lain, seiring dengan bertambahnya usia, manusia akan menjadi
tua, yaitu periode penutup dalam rentang hidup seseorang di saat seseorang telah “beranjak
jauh” dari periode tertentu yang lebih menyenangkan. Pada tahap perkembangan ini, Erikson
(dalam Santrock, 1997) menyebutnya dengan sebutan ”Integrity versus Despair”. Pada masa-
masa ini, individu melihat kembali perjalanan hidup ke belakang, apa yang telah mereka
lakukan selama perjalanan mereka tersebut. Ada yang dapat mengembangkan pandangan
positif terhadap apa yang telah mereka capai, jika demikian ia akan merasa lebih utuh dan
puas (integrity), tetapi ada pula yang memandang kehidupan dengan lebih negatif, sehingga
mereka memandang hidup mereka secara keseluruhan dengan ragu-ragu, suram, putus asa
(despair).
Sama seperti setiap periode lainnya dalam rentang kehidupan seseorang, usia lanjut
ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Efek-efek tersebut menentukan,
sampai sejauh tertentu, apakah pria atau wanita lanjut usia (lansia) tersebut akan melakukan
penyesuaian diri secara baik atau buruk (Hurlock, 1991). Pendapat tersebut diperkuat oleh
pernyataan Papalia (2001) yang menyebutkan bahwa perubahan-perubahan fisik yang terjadi
pada lansia dapat menyebabkan perubahan pada kondisi jiwanya. Salah satu contohnya
adalah perubahan fisik pada lansia mengakibatkan dirinya merasa tidak dapat mengerjakan
berbagai aktivitas sebaik pada saat muda dulu. Hal ini Lansia dengan komitmen beragama
yang sangat kuat cenderung mempunyai harga diri yang paling tinggi (Krase, 1995 dalam
Papalia, 2003). Individu berusia 65 ke atas mengatakan bahwa keyakinan agama merupakan
pengaruh yang paling signifikan dalam kehidupan mereka, sehingga mereka berusaha untuk
lansia kemudian menjadi demotivasi dan menarik diri dari lingkungan sosial. Masalah-
masalah lain yang terkait pada usia ini antara lain loneliness, perasaan tidak berguna,
keinginan untuk cepat mati atau bunuh diri, dan membutuhlan perhatian lebih. Masalah-
masalah ini dapat membuat harapan hidup pada lansia menjadi menurun
Melihat masalah-masalah yang potensial terjadi pada lansia maka perlu diperoleh suatu
cara untuk mencegah atau mengurangi beban dari masalah-masalah tersebut. Salah satu cara
yang dapat dilakukan oleh para lansia adalah dengan berusaha mencapai kesejahteraan
psychological well-being (PWB) sebagai kebahagiaan dan dapat diketahui melalui beberapa
pertumbuhan pribadi, hubungan positif dengan orang lain, tujuan hidup, serta penerimaan diri
(Ryff, 1989). Ryff juga menyebutkan bahwa PWB menggambarkan sejauh mana individu
merasa nyaman, damai, dan bahagia berdasarkan penilaian subjektif serta bagaimana mereka
Dari beberapa tiori diatas memgambarkan bahwa tujuan hidup berdasarkan nilai-nilai
yang di jalani oleh setiap manusia merupakan pondasi dasar yang membuat manusia
mencapai kesejahteraan hidup, kebahagian dunia dan akhirat, agama merupakan nilai yang
Kehidupan keagaman pada usia lanjut menurut hasil penelitian psikologi agama
ternyata meningkat. M.Argyle mengutip sejumlah penelitian yang dilakukan ole Cavan yang
mempelajari 1.200 orang sampel yang berusia 60-100 tahun. Temuan menunjukkan secara
jelas kecendrungan untuk menerima pendapat keagamaan yang semakin meningkat pada
umur-umur ini sedangkan pengakuan terhadap realitas tentang kehidupan akhirat baru
Dalam banyak hal, tak jarang para ahli psikologi menghubungkan kecendrungan
penurunan kemampuan fisik dan frustasi semacam itu di nilai sebagai satu-satunya faktor
yang membentuk sikap keagamaan. Tetapi menurut Robet H Thoules pendapat tersebut
terlalu berlebih lebihan, sebab katanya, hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun
kegiatan seksual secara biologis boleh jadi tidak ada lagi pada usia lanjut, namun kebutuhan
cendrung berkesimpulan bahwa yang menentukan berbagai sikap keberagaman di umur tua
adalah depersonalisasi. Kecendrungan hilangnya identifikasi diri dengan tubuh dan juga
cepatnya akan datang kematian merupakan salah satu faktor yang menentuakan sikap
keberagaman.
7. Sikap kebragaman cendrung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antar sesama
9. Timbul rasa takut kepada kematian yang sejalan dengan pertambahan usia lanjut
10. Perasaan takut kepada kematian ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap
Sebuah penelitian menyatakan bahwa lansia yang lebih dekat dengan agama
menunjukkan tingkatan yang tinggi dalam hal kepuasan hidup, harga diri dan optimisme.
Studi lain menyatakan bahwa praktisi religius dan perasaan religius berhubungan dengan
sense of well being, terutama pada wanita dan individu berusia di atas 75 tahun (Koenig,
Smiley, & Gonzales, 1988 dalam Santrock, 2006). Studi lain di San Diego menyatakan hasil
bahwa lansia yang orientasi religiusnya sangat kuat diasosiasikan dengan kesehatan yang
Agama dapat memenuhi beberapa kebutuhan psikologis yang penting pada lansia dalam
hal menghadapi kematian, menemukan dan mempertahankan perasaan berharga dan
pentingnya dalam kehidupan, dan menerima kekurangan di masa tua (Daaleman, Perera
&Studenski, 2004; Fry, 1999; Koenig & Larson, 1998 dalam Santrock, 2006). Secara sosial,
komunitas agama memainkan peranan penting pada lansia, , seperti aktivitas sosial,
dukungan sosial, dan kesempatan untuk menyandang peran sebagai guru atau pemimpin.
Hasil studi menyebutkan bahwa aktivitas beribadah atau bermeditasi diasosiasikan dengan
panjangnya usia (McCullough & Others, 2000 dalam Santrock, 2006). Hasil studi lainnya
yang mendukung adalah dari Seybold&Hill (2001 dalam Papalia, 2003) yang menyatakan
bahwa ada asosiasi yang positif antara religiusitas atau spiritualitas dengan well being,
kepuasan pernikahan, dan keberfungsian psikologis; serta asosiasi yang negatif dengan bunuh
diri, penyimpangan, kriminalitas, dan penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang. Hal ini
mungkin terjadi karena dengan beribadah dapat mengurangi stress dan menahan produksi
hormon stres oleh tubuh, seperti adrenalin. Pengurangan hormon stress ini dihubungkan
dengan beberapa keuntungan pada aspek kesehatan, termasuk sistem kekebalan tubuh yang
semakin kuat (McCullough & Others, 2000 dalam Santrock, 2006).
Lansia dengan komitmen beragama yang sangat kuat cenderung mempunyai harga diri
yang paling tinggi (Krase, 1995 dalam Papalia, 2003). Individu berusia 65 ke atas
mengatakan bahwa keyakinan agama merupakan pengaruh yang paling signifikan dalam
kehidupan mereka, sehingga mereka berusaha untuk melaksanakan keyakinan agama tersebut
dan menghadiri pelayanan agama (Gallup & Bezilla, 1992 dalam Santrock 1999).
Dalam survey lain dapat dilihat bahwa apabila dibandingkan dengan younger adults,
dewasa di old age lebih memiliki minat yang lebih kuat terhadap spiritualitas dan berdoa
(Gallup & Jones, 1989 dalam Santrock 1999).. Dalam suatu studi dikemukakan bahwa self-
esteem older adults lebih tinggi ketika mereka memiliki komitmen religius yang kuat dan
sebaliknya (Krause, 1995 dalam Santrock, 1999). Dalam studi lain disebutkan bahwa
komitmen beragama berkaitan dengan kesehatan dan well-being pada young, middle-aged,
dan older adult berkebangsaan Afrika-Amerika (Levin, Chatters, & Taylor, 1995 dalam
Santrock 1999). Agama dapat menambah kebutuhan psikologis yang penting pada older
adults, membantu mereka menghadapi kematian, menemukan dan menjaga sense akan
keberartian dan signifikansi dalam hidup, serta menerima kehilangan yang tak terelakkan dari
masa tua (Koenig & Larson, 1998 dalam Santrock 1999).
Secara sosial. Komunitas religius dapat menyediakan sejumlah fungsi untuk older adults,
seperti aktivias sosial, dukungan sosial, dan kesempatan untuk mengajar dan peran
kepemimpinan. Agama dapat memainkan peran penting dalam kehidupan orang-orang tua
(Mcfadden, 1996).
HANDOUT
Sumber Pustaka
1. Edelmen, C L. , Mandle C L., Kudzman E. C. (2014) Health Promotion Throughout
The Life Span. 8th edition. Mosby: Elsevier Inc.
2. Rankin, S.H. & Stallings, K.D. (2005). Patient Education in Health and Illness.5th.
Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
3. Rankin, Sally H.& Stallings, Karen Duffy. (2001). Patient Education: Principles
Practice. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
4. Redman, B.K. (2003). Measurement Tool in PatientEducation. 2nd Ed. Springer
Publishing Company.
PENDAHULUAN
Penuaan adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang diawali oleh
adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada akhirnya akan meningkatkan
risiko kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, proses
penuaan merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang telah mencapai
kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan
dengan waktu. Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaiyu : masa kanak-kanak, masa remaja,
dan masa tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki
masa tua berarti mengalami kemunduran baik fisik maupun psikis.
Corak perkembangan proses penuaan bersifat lambat namun dinamis dan bersifat
individual baik secara fisiologis maupun patologis, karena banyak dipengaruhi oleh riwayat
maupun pengalaman hidup di masa lalu yang terkait dengan faktor biologis, psikologis,
spiritual, fungsional, lingkungan fisik dan sosial. Perubahan struktur dan penurunan fungsi
sistem tubuh tersebut diyakini memberikan dampak yang signifikan terhadap gangguan
homeostasis sehingga lanjut usia mudah menderita penyakit yang terkait dengan usia
misalnya: stroke, Parkinson, dan osteoporosis dan berakhir pada kematian. Penuaan patologis
dapat menyebabkan disabilitas pada lanjut usia sebagai akibat dari trauma, penyakit kronis,
atau perubahan degeneratif yang timbul karena stres yang dialami oleh individu. Stres
tersebut dapat mempercepat penuaan dalam waktu tertentu, selanjutnya dapat terjadi
akselerasi proses degenerasi pada lanjut usia apabila menimbulkan penyakit fisik. Oleh
karena itu diperlukannya pelaksanaan program terapi yang diperlukan suatu instrument atau
parameter yang bisa digunakan untuk mengevaluasi kondisi lansia, sehingga mudah untuk
menentukan program terapi selanjutnya. Tetapi tentunya parameter tersebut harus disesuaikan
dengan kondisi lingkungan dimana lansia itu berada, karena hal ini sangat individual sekali,
dan apabila dipaksakan justru tidak akan memperoleh hasil yang diharapkan.
URAIAN MATERI
dari setiap peristiwa ini. Sugesti bahwa perilaku maladaptif dapat diubah oleh
berhubungan langsung dengan pikiran dan keyakinan orang (Stuart, 2009). Secara
khusus, terapis kognitif percaya bahwa respon maladaptif muncul dari distorsi
atau pandangan individual dunia yang tidak mencerminkan realitas. distorsi dapat
berupa positif atau negatif. Misalnya, seseorang yang secara konsisten dapat
melihat kehidupan dengan cara yang realistis positif dan dengan demikian
mengaku sebagai "terlalu muda dan sehat untuk serangan jantung". distorsi
kognitif mungkin juga negatif, seperti yang diungkapkan oleh orang yang
diri. Distorsi kognitif umum tercantum dalam tabel di bawah ini (Stuart, 2009.
Terapi kognitif merupakan terapi jangka pendek terstruktur berorientasi
terhadap masalah saat ini dan bersifat individu. Terapi kognitif adalah terapi yang
keakuratan kognisi negative klien. Selain itu, juga untuk memperkuat persepsi
yang lebih akurat dan mendorong perilaku yang dirancang untuk mengatasi
gejala depresi. Dalam beberapa penelitian, terapi ini sama efektifnya dengan
terapi depresan.
2. Menjadikan atau melibatkan klien subjek terhadap uji realitas.
3. Memodifikasi proses pemikiran yang salah dengan membantu klien mengubah
dunia, dan masa depan yang dapat menyebabkan depresi. Klien menyadari
kesalahan cara berpikirnya. Kemudian klien harus belajar cara merespon
kesalahan tersebut dengan cara yang lebih adaptif. Dengan perspektif kognitif,
kondisi negative, mencari alternative, membuat skema yang sudah ada menjadi
lebih fleksibel, dan mencari kognisi perilaku baru yang lebih adaptif.
6. Membantu menargetkan proses berpikir serta perilaku yang menyebabkan dan
fobia, dan kemudian secara bertahap dihadapkan pada situasinya sambil tetap
hidup dan bukan sebagai korban, misalnya dengan cara restrukturisasi kognitif.
10. Membantu mengurangi gejala klien dengan restrukturisasi system keyakinan
yang salah.
11. Membantu mengubah pemikiran individu dan menggunakan latihan praktik
terjadi pada orang dewasa dan memiliki respon terhadap terapi perilaku dan
Menurut Yosep (2009) ada beberapa teknik kognitif terapi yang harus diketahui
oleh perawat jiwa. Pengetahuan tentang teknik ini merupakan syarat agar peran
perawat jiwa bisa berfungsi secar optimal. Dalam pelaksanaan teknik-teknik ini
harus dipadukan dengan kemampuan lain seperti teknik komter, milieu therapy dan
dimulai dengan cara memperluas kesadaran diri dan mengamati perasaan dan
kolom. Masing-masing kolom terdiri atas perasaan dan pikiran yang muncul saat
diisi oleh klien. Setelah mendapat penjelasan seperlunya, maka hasil analisa klien
seringkali memberikan bobot yang sama terhadap semua sumber data atau data-
data yang tidak disadarinya, seringkali klien menganggap data-data itu mendukung
pemikiran buruknya. Data bisa diperoleh dari staf, keluarga atau anggota lain
tersebut dapat memberikan masukan yang lebih realistik kepada klien dibanding
Berdasarkan data-data yang bisa dipercaya klien bisa mengambil kesimpulan yang
Banyak klien melihat bahwa masalah terasa sangat berat karena tidak adanya
alternative pemecahan lagi. Khususnya pada pasien depresi dan percobaan bunuh
klien bisa dilakukan antara klien dengan bantuan perawat. Klien dianjurkan untuk
Kemudian mencari dan menemukan alternatifnya. Klien depresi atau klien klien
masalah seperti: listrik belum dibayar, suami selingkuh, anak sakit, genteng bocor
dan lain-lain. Bila diurutkan dari yang paling ringan biasanya klien bisa
listrik belum dibayar klien boleh memikirkan tentang : mungkin perlu surat
keterangan tidak mampu, menerima pemutusan sementara, mengganti dengan alat
lebih mampu dan sebagainya. Disini penting sekali bagi perawat jiwa untuk
merangsang klien agar berani berfikir “lain dari yang biasany “ atau berani
“berpikir beda”.
4. Dekatastropik (decatastrophizing)
Teknik dekatastropik dikenal juga dengan teknik bila dan apa ( the what-if then ).
Hal ini meliputi upaya menolong klien untuk melakukan evaluasi terhadap situasi
alamiah untuk melatih beradaptasi dengan hal terburuk debngan apa-apa yang
mungkin terjadi.
Pertanyaan – pernyataan yang dapat diajukan perawat adalah:
“ apa hal terburuk yang akan terjadi bila…”
“ apakah akan gawat sekali bila hal tersebut memang betul-betul terjadi…?”
“ tindakan pemecahan masalah apabila hal tersebut benar-benar terjadi…?”
Dimana tidak selamanya sesuatu itu terjadi atau tidak terjadi. Sebagai contoh klien
yang tinggal dipantai harus berani berfikir : “ apa yang akan saya lakukan bila
dan sebagainya.
5. Reframing
Reframing adalah strategi dalam merubah persepsi klien terhadap situasi atau
perilaku. Hal ini meliputi memfokuskan terhadap sesuatu atau aspek lain dari
masalah atau mendukung klien untuk melihat masalahnya dari sudut pandang saja.
keuntungan dan kerugian-kerugian dari masalah. Hal ini dapat menolong klien
melihat masalah secara seimbang dan melihat dalam prespektif yang baru. Dengan
memahami aspek positif dan negatif dari masalah yang dihadapi klien dapat
memperluas kesadaran dirinya. Strategi ini juga dapat memicu kesempatan pada
klien untuk merubah dan menemukan makna baru, sebab begitu makna berubah
maka akan berubah perilaku klien. Sebagai contoh, PHK dapat dipandang sebagai
stressor tetapi setelah klien merubah makna PHK, ia dapat berfikir bahwa PHK
banyaknya waktu bersama keluarga, saatnya belajar home industry dan meraih
Awalnya masalah tersebut kecil, tetapi lama kelamaan menjadi sulit dipecahkan.
“berhenti”. Setelah itu klien mencoba sendiri untuk melakukan sendiri tanpa selaan
berhasil memecahkan masalah yang serupa dengan klien dengan cara modifikasi
dan mengontrol lingkungannya. Setelah itu klien meniru perilaku orang yang
pengalaman yang diperolehnya bersama fasilitator. Sebagai contoh pada klien yang
memiliki stressor kesulitan ekonomi, klien bisa ikut magang dulu sambil belajar
bisnis atau berdagang dengan orang lain, setelah mendapat pengalaman klien bisa
melakukannya sendiri.
8. Membentuk Pola ( shaping )
Membentuk pola perilaku baru oleh perilaku yang diberikan reinforcement.
Misalnya anak yang bandel dan tidak akur bdengan orang lain berniat untuk damai
dan hangat dengan orang lain, maka pada saat niatnya itu menjadi kenyataan, klien
diberi pujian.
9. Token Economy
Token economy adalah bentuk reinforcement positif yang sering digunakan pada
kelompok anak-anak atau klien yang mengalami masalah psikiatrik. Hal ini
dilakukan secara konsisten pada saat klien mampu menghindari perilaku buruk
atau melakukan hal yang baik. Misalnya setiap berhasil bangun pagi klien
mendapat permen, setiap bangun kesiangan mendapat tanda silang atau gambar
bunga berwarna hitam. Kegiatan berlangsung terus menerus sampai suatu saat
jumlahnya diakumulasikan.
10. Role Play
Role play memungkinkan klien untuk belajar menganalisa perilaku salahnya
melalui kegiatan sandiwara yang bisa dievaluasi oleh klien dengan memanfaatkan
alur cerita dan perilaku orang lain. Klien dapat menilai dan belajar mengambil
biasa melihat akibat-akibat yang akan terjadi melalui cerita yang disuguhkan.
Misalnya klien melihat role play tentang seorang pasien yang tidak mau makan
sebagai hasil belajar. Beberapa prinsip untuk memperoleh keterampilan baru bagi
klien adalah:
a. Feedback
Sebagai contoh bagi klien pemalas ( abulia ), dapat diajarkan keterampilan
Perawat melakukan feedback dengan cara menilai dan memperbaiki kegiatan yang
dengan cara mengaversikan kegiatan buruk tersebut dengan sesuatu yang tidak
membayangkan bahwa penghapus itu dianggap sebagai cacing atau ulat yang
dalam hal ini perawat jiwa dengan klien. Perjanjian dibuat dengan punishment dan
reward. Misalnya bila klien berhasil mandi tepat waktu atau meninggalkan
kebiasaan merokok maka pada saat bertemu dengan perawat hal tersebut akan
diberikan reward. Konsekuensi yang berat telah disepakati antara klien dengan
perawat terutama bila klien melanggar kebiasaan buruk yang sudah disepakati
untuk ditinggalkan.
Menurut Setyoadi, dkk (2011) teknik yang digunakan dalam melakukan terapi
diri dan dunia. Dengan demikian, klien membentuk nilai dan keyakinan baru, dan
Menurut Setyoadi, dkk (2011) terapi kognitif dipraktikan diluar sesi terapi dan
menjadi modal utama dalam mengubah gejala. Terapi berlangsung lebih kurang
memodifikasinya.
3. Fase akhir (13-16)
a. Menyiapkan klien untuk terminasi dan memprediksi situasi beresiko tinggi yang
Sumber Pustaka
1. Edelmen, C L. , Mandle C L., Kudzman E. C. (2014) Health Promotion Throughout
The Life Span. 8th edition. Mosby: Elsevier Inc.
2. Rankin, S.H. & Stallings, K.D. (2005). Patient Education in Health and Illness.5th.
Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
3. Rankin, Sally H.& Stallings, Karen Duffy. (2001). Patient Education: Principles
Practice. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
4. Redman, B.K. (2003). Measurement Tool in PatientEducation. 2nd Ed. Springer
Publishing Company.
PENDAHULUAN
Penuaan adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang diawali oleh
adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada akhirnya akan meningkatkan
risiko kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, proses
penuaan merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang telah mencapai
kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan
dengan waktu. Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaiyu : masa kanak-kanak, masa remaja,
dan masa tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki
masa tua berarti mengalami kemunduran baik fisik maupun psikis.
Corak perkembangan proses penuaan bersifat lambat namun dinamis dan bersifat
individual baik secara fisiologis maupun patologis, karena banyak dipengaruhi oleh riwayat
maupun pengalaman hidup di masa lalu yang terkait dengan faktor biologis, psikologis,
spiritual, fungsional, lingkungan fisik dan sosial. Perubahan struktur dan penurunan fungsi
sistem tubuh tersebut diyakini memberikan dampak yang signifikan terhadap gangguan
homeostasis sehingga lanjut usia mudah menderita penyakit yang terkait dengan usia
misalnya: stroke, Parkinson, dan osteoporosis dan berakhir pada kematian. Penuaan patologis
dapat menyebabkan disabilitas pada lanjut usia sebagai akibat dari trauma, penyakit kronis,
atau perubahan degeneratif yang timbul karena stres yang dialami oleh individu. Stres
tersebut dapat mempercepat penuaan dalam waktu tertentu, selanjutnya dapat terjadi
akselerasi proses degenerasi pada lanjut usia apabila menimbulkan penyakit fisik. Oleh
karena itu diperlukannya pelaksanaan program terapi yang diperlukan suatu instrument atau
parameter yang bisa digunakan untuk mengevaluasi kondisi lansia, sehingga mudah untuk
menentukan program terapi selanjutnya. Tetapi tentunya parameter tersebut harus disesuaikan
dengan kondisi lingkungan dimana lansia itu berada, karena hal ini sangat individual sekali,
dan apabila dipaksakan justru tidak akan memperoleh hasil yang diharapkan.
B. Topik
Terapi Aktivitas Kelompok dengan tema menjalin keakraban dengan “reminiscence
therapy”
C. Tujuan TAK
1. Umum
Tujuan dari terapi aktivitas kelompok ini adalah untuk menambah rasa keakraban
maupun kekeluargaan antar lansia.
2. Hasil
a. Lansia mampu meningkatkan komunikasi yang efektif dengan sesama lansia
b. lansia dapat saling tolong-menolong dalam kegiatan sehari-hari
c. Lansia dapat menghabiskan waktu bersama-sama misalnya bercerita bersama,
menonton TV bersama, makan bersama sambil bersenda gurau.
D. Kriteria Peserta
Kriteria peserta dalam TAK ini antara lain :
1. Merupakan penghuni wisma Kunti Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo
(lansia maupun pengasuh)
2. Mau dan mampu mengikuti TAK
I. Evaluasi
1. Struktur
a. Pre planning dibuat sesuai dengan masalah keperawatan yang ada dalam
wisma Kunthi
b. Topik dan tujuan TAK sesuai dengan masalah yang ada dalam wisma
c. Kontrak waktu dan tempat sehari sebelum pelaksanaan pada lansia.
d. Media alat sesuai dengan kondisi para lansia
e. Materi TAK dipersiapkan dua hari sebelum TAK
2. Proses
a. Peserta TAK (6 orang lansia) hadir dan duduk pada kursi sesuai setting
b. Pelakasanaan TAK berjalan sesuai tempat dan waktu yang telah
ditentukan.
c. Peserta (6 orang lansia) mengikuti kegiatan hingga selesai
d. Peralatan lengkap tersedia
e. Ada evaluasi dan kontrak lebih lanjut untuk para lansia
f.Leader, Co Leader, Fasilitator, Observer, menjalankan masing-masing
tugasnya.
3. Hasil
a. TAK dilakukan 50 menit
b. Semua peserta (6 orang lansia) dapat menceritakan pengalamannya
sesuai dengan kemampuan lansia
c. Lansia berjabat tangan setelah TAK selesai
HANDOUT
Sumber Pustaka
1. Edelmen, C L. , Mandle C L., Kudzman E. C. (2014) Health Promotion Throughout
The Life Span. 8th edition. Mosby: Elsevier Inc.
2. Rankin, S.H. & Stallings, K.D. (2005). Patient Education in Health and Illness.5th.
Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
3. Rankin, Sally H.& Stallings, Karen Duffy. (2001). Patient Education: Principles
Practice. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
4. Redman, B.K. (2003). Measurement Tool in PatientEducation. 2nd Ed. Springer
Publishing Company.
PENDAHULUAN
Penuaan adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang diawali oleh
adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada akhirnya akan meningkatkan
risiko kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, proses
penuaan merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang telah mencapai
kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan
dengan waktu. Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaiyu : masa kanak-kanak, masa remaja,
dan masa tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki
masa tua berarti mengalami kemunduran baik fisik maupun psikis.
Corak perkembangan proses penuaan bersifat lambat namun dinamis dan bersifat
individual baik secara fisiologis maupun patologis, karena banyak dipengaruhi oleh riwayat
maupun pengalaman hidup di masa lalu yang terkait dengan faktor biologis, psikologis,
spiritual, fungsional, lingkungan fisik dan sosial. Perubahan struktur dan penurunan fungsi
sistem tubuh tersebut diyakini memberikan dampak yang signifikan terhadap gangguan
homeostasis sehingga lanjut usia mudah menderita penyakit yang terkait dengan usia
misalnya: stroke, Parkinson, dan osteoporosis dan berakhir pada kematian. Penuaan patologis
dapat menyebabkan disabilitas pada lanjut usia sebagai akibat dari trauma, penyakit kronis,
atau perubahan degeneratif yang timbul karena stres yang dialami oleh individu. Stres
tersebut dapat mempercepat penuaan dalam waktu tertentu, selanjutnya dapat terjadi
akselerasi proses degenerasi pada lanjut usia apabila menimbulkan penyakit fisik. Oleh
karena itu diperlukannya pelaksanaan program terapi yang diperlukan suatu instrument atau
parameter yang bisa digunakan untuk mengevaluasi kondisi lansia, sehingga mudah untuk
menentukan program terapi selanjutnya. Tetapi tentunya parameter tersebut harus disesuaikan
dengan kondisi lingkungan dimana lansia itu berada, karena hal ini sangat individual sekali,
dan apabila dipaksakan justru tidak akan memperoleh hasil yang diharapkan.
URAIAN MATERI
TERAPI MORDALITAS (TERAPI MUSIK)
A. TOPIK
Terapi Musik
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum : Klien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah
yang diakibatkan oleh paparan stimulus pada pasien gangguan jiwa
2. Tujuan Khusus
- Klien dapat meningkatkan kwalitas fisik dan mental dengan rangsangan suara
dari musik yang diberikan.
C. Landasan Teori
1.1 Definisi
Terapi music adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental
dengan rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, tombre,
bentuk dan gaya yang di organisir sedemikian rupa hingga tercipta misik yang
bermanfaat untuk kesehatan fisik dan mental.
Terapi music adalah terapi yang universal dan bisa diterima oleh semua
ornag karena kita tidak menbutuhkan kerja otak yang berat untuk
menginterpretasi alunan music. Terapi musik sangat mudah diterima organ
pendengaran kita dan kemudian melalui saraf pendengaran disalurkan ke
bagian otak yang memproses emosi (system limbic). Musik sangat berfungsi
sebagai ungkapan perhatian, baik bagi para pendengar yang mendengarakan
maupun bagi pemusik yang menggubahnya. Sasaran terapi music dalam
lapangan pandang kedokteran adalah pada perkembangan manusia sebagai
suatu kesatuan yang unik dan tak terpisahkan.
Musik dapat berfungsi sebagai ungkapan perhatian, baik bagi para
pendengar yang mendengarkan maupun bagi pemusik yang menggubahnya.
Sasaran terapi musik dalam lapangan pandang kedokteran adalah pada
perkembangan manusia sebagai satu kesatuan yang unik dan tak terpisahkan.
Salah satu figur yang paling berperan dalam terapi music di awal abad
ke-20 adalah Eva Vescelius yang banyak mempublikasikan terapi musik lewat
tulisan-tulisannya. Ia percaya bahwa objek dari terapi music adalah melakukan
penyelarasan atau harmonisasi terhadap seseorang melalui fibrasi. Demikian
pula dengan Margareth Anderton, seorang guru piano berkebangsaan inggris,
yang meengemukakan tentang efek alat music (khusus untk pasien dengan
kendala psikologis) karena hasil penelitiannya menunjukkan bahwa timbre
(warna suara) music dapat menimbulkan efek terapeutik.
Kwalitas dari music yang memiliki andil terhadap fungsi-fungsi dalam
pemgungkapan perhatian terletak pada struktur dan urutan matematis yang di
miliki, yang mampu menuju pada ketidakberesan dalam kehidupan seseorang.
Peran sertanya Nampak dalam suatu pengalaman musical seperti menyanyi,
dapat menghasilkan intergrasi pribadi yang mempersatukan tubuh, pikiran,
dan roh. Bagi penyanyi dalam sebuah kelompok, music memberikan suatu
komunikasi yang intim dan emosional antara pemimpin dan anggota
kelompok secara individu, juga antara anggota itu sendiri, dan masih terjadi
ketika hubungan antarpribadi itu menjadi terbatas atau pecah. Music dapat
mempersatukan suatu kelompok yang beraneka ragam menjadi suatu unit
yang fungsional. Fungsi music sebagai ungkapan perhatian dapat dilihat ketika
music dialami sebagai suatu pemberian dari orang-orang yang kelihatannya
tidak memiliki apa-apa.
2. Strategi Pelaksanaan
Alat :
a. Sound Laptop
b. Lagu Khusus
Metode :
a. Diskusi
b. Sharing persepsi
Langkah Kegiatan :
1. Persiapan
a. Membuat kontrak dengan klien yang sesuai dengan indikasi : menarik
diri, harga diri rendah, dan tidak mau bicara.
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam Terapeutik
Salam dari terapis kepada klien
Evaluasi/validasi
Menanyakan kadaan klien saat ini
b. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mendengarkan musik
2) Terapis menjelaskan aturan main sebagai berikut :
- Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta ijin
dari terapis.
- Lama kegiatan 45 menit
- Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3. Tahap Kerja
a. Terapis mengajak klien untuk saling memperkenalkan diri dimulai dari
terapis secara beraturan searah jarum jam.
b. Setiap kali seorang klien selesai memperkenalkan dirinya, terapis
mengajak semua klien untuk bertepuk tangan
c. Terapis dan klien memakai papan nama.
d. Terapis menjelaskan bahwa akan diputar lagu, klien boleh bertepuk
tangan atau berjoged sesuai dengan irama lagu. Setelah selesai klien
akan diminta menceritakan isi lagu tersebut dan perasaan klien setelah
mendengar lagu.
e. Terapi memutar lagu, klien mendengar, boleh berjoget, atau tepuk
tangan (kira-kira 15 menit). Music boleh diulang beberapa kali. Terapi
mengobservasi respons klien terhadap music.
f. Secara bergiliran, klien diminta menceritakan isi lagu dan perasaannya.
Sampai semua klien mendapat gilirannya.
g. Terapis memberikan pujian, setiap klien menceritakan perasaannya dan
mengajak klien lain bertepuk tangan.
4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi.
b. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti terapi.
c. Terapis memberika pujian atas keberhasilan pasien.