Anda di halaman 1dari 18

LIPOSOM

Mata Kuliah : Sistem Penghantaran Obat (2 SKS)


Dosen : Kuni Zu’aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt.

Liposom merupakan vesikel berbasis lipid yang membentuk lapisan bilayer


menyerupai membran sel. Liposom memiliki ukuran dalam rentang 20 nm hingga
beberapa mikrometer. Fosfolipid merupakan molekul amfifatik yang mempunyai
gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik. Dalam air, gugus hidrofobik dari fosfolipid
akan beragregasi membentuk inti hidrofobik lapisan bilayer, sedangkan gugus
hidrofilik akan berinteraksi dengan pembawa air. Lapisan bilayer dari liposom
memungkinkan liposom digunakan sebagai sistem penghantaran obat hidrofilik
maupun hidrofobik.
Dua tipe lipid yang umum digunakan dalam formulasi liposom adalah
fosfolipid dan kolesterol. Penambahan kolesterol ditujukan untuk menstabilkan
dan mempengaruhi fluiditas struktur liposom. Beberapa jenis fosfolipid antara lain
fosfolipid yang berasal dari alam yaitu egg phosphatidylcholine dan soya
phosphatidylcholine, serta lipid sintesis yaitu 1,2-dipalmitoyl-sn-glycerol-3-
phosphocoline (DPPC), distearoylphosphatidylcholine (DSPC), atau 1,2-dioleoyl-
sn-glycero-3-phosphocholine (DOPC). Formulasi liposom yang telah beredar di
pasaran adalah Doxil® yaitu injeksi liposom doksorubisin HCl sebagai
pengobatan kanker.

Struktur molekular (a) dan simbolik (b) fosfolipid.


Lapisan bilayer liposom dan molekul obat yang terjebak di dalamnya.

Liposom dapat diklasifikasikan sebagai berikut:


1. ULV (unilamellar vesicles) yaitu liposom yang terdiri dari satu membran
bilayer. ULV dapat dibagi menjadi SUV (small unilamellar vesicles) yang
memiliki ukuran kurang dari 100 nm dan LUV (large unilamellar vesicles)
dengan ukuran lebih besar daripada 100 nm.
2. MLV (multilamellar vesicles) yaitu liposom yang terdiri dari beberapa
membran lipid bilayer yang terpusat. Liposom yang tersusun dari beberapa
vesikel tidak terpusat dalam satu membran bilayer lipid disebut MVV
(multivesicular vesicle).

Kelebihan dari sistem liposom adalah :


1. Liposom meningkatkan efikasi dan indeks terapi obat
2. Liposom dapat meningkatkan stabilitas melalui enkapsulasi
3. Liposom merupakan vesikel yang non-toxic, fleksibel, biokompatibel,
biodegrable, dan non –immunogenic untuk penggunaan sistemik dan non
sistemik
4. Liposom menurunkan toksisitas dari obat yang terenkapsulasi
5. Liposom menurunkan paparan obat toksik pada jaringan yang sensitif.
6. Fleksibel terhadap berbagai ligand spesifik untuk mendapatkan efek terapi
tertarget.

Kekurangan sistem liposom adalah:


1. Kelarutan rendah
2. Waktu paruh singkat
3. Fosfolipid penyusun dapat mengalami oksidasi dan hidrolisis
4. Kemungkinan terjadi kebocoran obat dari sistem
5. Biaya produksi tinggi.
6. Stabilitas sistem rendah.

Metode pembuatan liposom secara umum terdiri dari empat tahapan utama,
yaitu pengeringan lipid dari pelarut organik, dispersi lipid dalam media air,
purifikasi liposom, analisis produk. Metode pembuatan liposom yang paling
banyak digunakan adalah Bangham Method, yaitu dengan melarutkan lipid pada
fase organik, penghilangan pelarut organik (biasanya melalui penguapan) untuk
membentuk lapisan lipid, dispersi atau hidrasi lapisan lipid menggunakan air dan
agitasi untuk memisahkan liposom yang terbentuk. Metode ini umumnya
membentuk liposom jenis MLV. Selanjutnya, dapat dilakukan sonikasi atau
ekstruksi pada MLV untuk membentuk SUV.
Penjebakan obat dalam sistem liposom dapat dilakukan melalui dua metode,
yaitu metode aktif dan metode pasif. Pada metode pasif, obat ditambahkan pada
saat pembentukan liposom. Sedangkan pada metode aktif, obat ditambahkan
setelah sistem liposom terbentuk. Liposom kosong akan dicampurkan dengan
larutan obat dan dilakukan inkubasi untuk memfasilitasi difusi obat ke dalam
sistem.
NANOPARTIKEL

I. DEFINISI NANOPARTIKEL
Kata nanopartikel diambil dari bahasa Yunani yang berarti kurcaci. Satu
nanometer (nm) setara dengan 10-9 meter. Istilah nanoteknologi pertama kali
digunakan pada tahun 1974 di Jepang oleh peneliti yang bernama Norio
Taniguchi dari Universitas Tokyo. Secara umum, nanopartikel dapat difenisikan
sebagai partikel dalam ukuran nano yaitu dalam rentang 1 nm-1 μm.

Perbandingan ukuran nanopartikel dengan partikel biologi.

II. KARAKTERISTIK NANOPARTIKEL


Partikel yang berukuran nano secara signifikan memiliki sifat yang berbeda
dengan material berukuran makro disebabkan oleh dua prinsip utama, yaitu
peningkatan luas permukaan dan efek kuantum partikel.
a. Peningkatan Luas Permukaan.
Secara umum, pengecilan ukuran partikel akan meningkatkan luas
permukaan partikel. Semakin kecil ukuran partikel, luas permukaan yang
dihasilkan akan semakin besar. Sebagai contoh, ketika partikel dengan
ukuran 1 cm dikecilkan ukurannya hingga ukuran 1μm dan 10 nm, luas
permukaan akan mengalami peningkatan sebesar 10.000 kali dan satu juta
kalinya. Peningkatan ukuran partikel secara langsung mempengaruhi sifat
bahan seperti kelarutan.
b. Aktivasi Permukaan Partikel
Pengecilan ukuran partikel menjadi ukuran nano menyebabkan perubahan
keadaan ikatan antar atom atau molekul yang menyusun partikel. Sebagai
contoh, ketika kubus dengan ukuran sisi 1 cm dikecilkan ukurannya menjadi
ukuran 1μm, jumlah partikel akan bertambah menjadi 1012. Akibatnya akan
banyak atom atau molekul yang berada di permukaan partikel. Atom atau
molekul yang berada di permukaan partikel memainkan peran yang penting
karena bersifat lebih aktif daripada atom atau molekul di dalam partikel.
Sifat tersebut menyebabkan partikel tersebut menjadi lebih reaktif.

III. TUJUAN PEMBUATAN NANOPARTIKEL


Beberapa tantangan dalam penghantaran obat antara lain mendapatkan profil
pelepasan obat yang baik, kelarutan obat, stabilitas struktur obat,
biokompatibilitas, dan kontak obat pada penyakit. Tujuan pembuatan nanopartikel
dalam perkembangan sistem penghantaran obat adalah sebagai berikut:
A. Controlled and Triggered Release System.
Sistem pelepasan terkontrol merupakan sistem yang digunakan untuk
menjaga pelepasan obat dengan kecepatan pelepasan tertentu sehingga
konsentrasi obat dalam darah dapat terjaga selama periode terapi yang
diinginkan. Sedangkan triggered release system merupakan sistem
penghantaran obat yang memungkinkan pelepasan obat pada tempat yang
diinginkan dengan berbagai pemicu, salah satunya adalah pH lingkungan.
Salah satu contoh pengembangan nanopartikel untuk menghasilkan
controlled and triggered release system yaitu pengembangan nanopartikel
PLGA. PLGA atau poly(D,L-lactide-co-glycolide) merupakan polimer
biodegradable yang terdiri dari blok poli asam laktat dan poli asam glikolat,
dengan blok poli asam laktat akan lebih lambat terdegradasi (terhidrolisis
oleh air) dibandingkan blok poli asam glikolat. Variasi komposisi kedua
blok PLGA tersebut pada sebuah nanopartikel dapat memodifikasi dan
mengontrol pelepasan obat dari sistem nanopartikel. Selain itu, nanopartikel
PLGA juga dapat digunakan dalam pelepasan terkontrol obat intraselular.
Penambahan polimer poli(β-amino ester) yaitu polimer dengan kelarutan
sensitif terhadap pH (larut pada rentang pH lisosom) pada sistem
nanopartikel PLGA memungkinkan pelepasan obat yang cepat dalam
intraselular. Sistem nanopartikel tersebut dapat digunakan untuk
penghantaran gen.
B. Peningkatan Stabilitas, Aktivitas dan Durasi Aktivitas
Dalam banyak penelitian terkait pengembangan obat, banyak bahan obat
dengan efek terapi yang menjanjikan memiliki keterbatasan dalam aplikasi
klinis oleh karena masalah kelarutan yang rendah. Salah satu usaha yang
dilakukan untuk memperbaiki kelarutan obat adalah nanonisasi, yaitu
pengecilan ukuran partikel obat hingga ukuran nanometer menggunakan
metode high-pressure homogenization. Selain masalah kelarutan, stabilitas
merupakan masalah yang dapat membatasi penggunaan klinis obat. Sebagai
contoh, kompleks bahan aktif protein dalam nanopartikel hidrofilik
(HPβCD) dapat menghindari denaturasi dan agregrasi protein ketika
digunakan. Penggunaan nanopartikel sebagai sistem penghantaran obat
dapat dioptimalkan dengan modifikasi permukaan menggunanakan polimer
untuk memodulasi interaksi sistem terhadap lingkungan fisiologis,
meningkatkan aktivitas obat melalui memperpanjang waktu paruh dalam
tubuh, dan menurunkan biodegradasi obat. Polimer yang banyak digunakan
adalah PEG dengan mekanisme mencegah adsorpsi protein pada permukaan
sistem dan mencegah klirens karier oleh sistem retikuloendotelial.
C. Terapi Tertarget
Pengembangan terapi tertarget merupakan usaha untuk memaksimalkan
penghantaran dosis yang efektif pada tempat berkembangnya penyakit, dan
menurunkan dosis total yang dibutuhkan serta melindungi jaringan sehat
dari efek samping potensial obat. Secara umum, hal tersebut dapat dicapai
dengan dua mekanisme, yaitu penargetan jaringan secara pasif dan aktit.
Dalam penargetan pasif, kemampuan sistem untuk menghantarkan obat
secara tertarget dipengaruhi oleh geometri, ukuran dan sifat mekanis sistem.
Pada terapi kanker, sistem dengan bentuk fleksibel akan meningkatkan
transport pada model interstitial tumor bila dibandingkan sistem dengan
bentuk yang rigid. Selain itu, dalam penghantaran tertarget untuk terapi
kanker, adanya efek EPR yaitu Enhanced-Permeability and Retention pada
vaskularisasi jaringan kanker juga dimanfaatkan untuk menghantarkan
sistem nanopartikel secara spesifik pada kanker. Pada penargetan aktif,
dilakukan dengan biokonjugasi ligand spesifik (antibodi monoklonal,
protein atau peptida) pada permukaan nanokarier.

IV. PENGGOLONGAN NANOPARTIKEL


Definisi nanopartikel secara umum menyebutkan bahwa nanopartikel
merupakan partikel yang mempunyai ukuran skala nanometer. Secara garis besar,
nanopartikel kemudian dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
A. Nanopartikel Obat
1. Nanokristal
Nanokristal obat merupakan obat dalam ukuran nanometer (1-1000 nm)
tanpa adanya penambahan matriks (100%) obat. Nanokristal digunakan
untuk meningkatkan kelarutan dan laju disolusi obat, utamanya obat
yang termasuk BCS kelas 2. Semakin kecil ukuran suatu partikel, maka
energi permukaan dan kecenderungan untuk membentuk agregat akan
semakin besar. Penambahan surfaktan atau polimer pada permukaan
nanokristal diperlukan untuk mempertahankan stabilitas nanokristal
selama penyimpanan. Bahan penstabil yang teradsorpsi secara cepat dan
kuat pada permukaan partikel dibutuhkan agar stabilisasi berjalan
efektif. Secara umum, perbandingan obat:bahan penstabil yang
digunakan berada dalam rentang 20:1 hingga 1:1, tergantung pada sifat
obat dan bahan penstabil, metode pembuatan, parameter proses dan
ukuran partikel yang diinginkan. Nanokristal dapat disimpan dalam
bentuk padatan untuk selanjutnya diproses menjadi tablet/kapsul, atau
didispersikan dalam air menjadi bentuk sediaan nanosuspensi.

Struktur nanokristal
2. Nanoemulsi
Nanoemulsi merupakan emulsi minyak-air atau air-minyak dengan
droplet berukuran nano, yaitu sekitar 10-300nm. Nanoemulsi (O/W)
dapat digunakan untuk menjebak obat dengan kelarutan rendah dalam
droplet minyak sehingga dapat melindungi obat dari degradasi asam dan
enzimatik, serta meningkatkan bioavailabilitas obat. Ukuran dan
stabilitas droplet yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh jumlah dan
sifat surfaktan yan g digunakan sebagai emulgator.

B. Nanopartikel Obat + Matriks

Struktur umum nanopartikel obat + matriks

Nanopartikel dapat berupa dispersed structure yaitu ketika bahan obat


terdispersi merata dalam matriks, atau berupa core-shell structure yaitu
ketika terdapat pembagian secara nyata antara struktur inti dan kulit
nanopartikel. Ketika inti dari suatu nanopartikel kosong atau hanya berupa
media, nanopartikel tersebut dapat disebut partikel berongga. Salah satu
contoh partikel berongga adalah liposom. Contoh lain dari nanopartikel
core-shell structure adalah solid lipid nanoparticles (SLN) dengan lipid
padat sebagai bagian inti dan lipid monolayer sebagai lapisan luar.
1. Polymeric Nanoparticle
Terdapat berbagai macam polimer dapat dimanfaatkan dalam
penghantaran obat. Polimer yang bersifat amfifilik dapat membentuk
misel polimerik dan vesikel polimer bilayer, sedangkan polimer
hidrofobik dapat membentuk nanopartikel dengan struktur terdispersi.
Beberapa polimer yang sering digunakan dalam pembuatan nanopartikel
antara lain golongan polyester ( poly(D,L-lactide co-glycolide), poly(d,l-
lactide)-co-poly(ethylene glycol) (PLA-PEG), poly(d,l-lactide co-
glycolide)-co-poly(ethylene glycol)), kelompok kitosan (N-monomethyl,
N,N-dimethyl, N,N,N-trimethyl, N-palmitoyl, 5 -cholanic acid glycol
chitosan, cross- linked chitosan), golongan asam poliamino
(amphiphilic poly(l-lysine) and amphiphilic poly( - glutamic acid)),
golongan akrilat (poly(n-butyl cyanoacrylate)) dan asam hyaluronat.
.
2. Low Molecular Weight Micelles
Misel merupakan agregat koloidal yang dibentuk oleh molekul
amfifilik dengan berat molekul rendah(< 1500Da). Misel dapat
terbentuk secara spontan pada media air atau dengan penambahan
energi, misalnya pengocokan, vortex maupun sonikasi. Pada konsentrasi
rendah dalam air (dibawah critical micellar concentration- CMC)
molekul amfifilik akan menyusun diri pada permukaan air-udara dan
bahan terdispersi di dalam air (misalnya dalam sediaan suspensi). Ketika
konsentrasi meningkat, molekul amfifilik akan beragregasi membentuk
misel, dengan bagian hidrofobik terlingkupi di dalamnya. Bagian inti
hidrofobik tersebut kemudian dapat digunakan untuk menjebak molekul
obat, utamanya obat hidrofobik. Efek penjebakan tersebut menyebabkan
misel dapat digunakan untuk menghantarkan obat hidrofobik dengan
baik, terutama pada sediaan intravena. Misel sferis pada umumnya
memiliki ukuran pada rentang 5-20 nm. Beberapa bahan amfifilik
dengan berat molekul rendah yang banyak digunakan dalam formulasi
misel antara lain sodium dedoksil sulfat, poli(oksietilen)20 sorbitan
monooleat, dan sodium deoksikolat. Salah satu contoh formulasi misel
yang sudah beredar di pasaran adalah Calcijex, yaitu sediaan calcitriol
injeksi dalam misel poli(oksietilen)20 sorbitan monolaurat.

Skema struktur misel

Misel merupakan struktur yang dinamis, yaitu akan terjadi


pergerakan molekul amfifilik dari misel pada cairan pembawa yang
secara langsung berkaitan dengan ketidakstabilan formulasi misel.
Untuk mengatasi masalah tersebut, dikembangkan formulasi mixed
micelle yaitu formulasi misel yang menggunakan dua atau lebih molekul
amfifilik.
Skema struktur mixed-micelle

3. Polimersom
Merupakan vesikel polimerik yang terbentukdari kopolimer, yaitu
polimer yang dibentuk dari dua atau lebih blok polimer yang berbeda.
Salah satu contoh adalah kopolimer diblok yang terdiri dari satu blok
hidrofil dan satu blok hidrofob menghasilkan molekul amfifilik yang
dapat membentuk vesikel dalam air. Kemampuan untuk membentuk
vesikel dari sebuah kopolimer sangat dipengaruhi oleh rasio ukuran
antara dua blok penyusun kopolimer. Vesikel yang terbentuk selanjutnya
dapat digunakan untuk menjebak obat yang bersifat hidrofilik maupun
hidrofobik.
Bila dibandingkan dengan liposom yang tersusun atas fosfolipid,
polimersom memiliki stabilitas yang lebih baik dan permeabilitas yang
kurang baik. Akan tetapi, sifat tersebut dapat dimodifikasi melalui
modifikasi polimer yang digunakan. Blok kopolimer yang digunakan
pada sistem penghantaran obat terdiri dari polimer biocompatibel, pada
umumnya rantai hidrofilik poli(etilenoksida) (PEO) dan rantai
hidrofobik poliester (poly(lactic acid) (PLA) atau poly(caprolactone)
(PCL)).

4. Niosom
Niosom merupakan sistem penghantaran berbentuk vesikel yang
terbentuk dari surfaktan non ionik dan kolesterol atau molekul amfifilik
lainnya. Beberapa surfaktan non-ionik hanya dapat membentuk vesikel
ketika kolesterol ditambahkan pada formulasi. Sebagai contoh yaitu
polisorbat 20 (HLB 16,7) yang tidak dapat membentuk niosom tanpa
penambahan kolesterol dan akan terbentuk niosom stabil ketika
ditambahkan kolesterol ekuimolar.
Sama halnya dengan liposom, niosom dapat digunakan untuk
menjebak obat hidrofilik dan obat hidrofobik. Keuntungan sistem
niosom dibandingkan dengan liposom adalah stabilitas fisik dan kimia
yang lebih baik. Salah satu contoh aplikasi niosom adalah formulasi
niosom clarithromycin menggunakan Span 60 dan kolesterol
menghasilkan formula dengan pelepasan diperpanjang dan
bioavailabilitas obat yang lebih baik.

5. Konjugat Obat-Polimer
Konjugat obat-polimer merupakan sistem penghantaran obat dalam
ukuran nanometer yang terdiri dari molekul obat yang terikat secara
kovalen melalui linker biodegradable pada pembawa polimer.
Keuntungan dari konjugasi obat pada polimer adalah meningkatkan
waktu sirkulasi obat, membatasi distribusi obat, dan pelepasan obat
secara selektif.
Pembawa polimer yang telah terbukti aman digunakan secara klinis
antara lain N-(2-hydroxypropyl)-methacrylamide (HPMA), polietilen
glikol (PEG), polyglutamic acid (PGA) dan dekstran teroksidasi. Untuk
mengaitkan obat pada pembawa polimer, dibutuhkan molekul linker
dengan berbagai macam tipe, antara lain peptidyl linker dan pH-labile
linker. Molekul linker yang baik harus stabil berada dalam darah untuk
menghindari pelepasan obat yang premature. Salah satu contoh linker
adalah Gly-Phe-Leu-Gly yang merupakan peptidyl linker.

6. Solid Lipid Nanoparticle (SLN) dan Nanostructure Lipid Carrier


(NLC)
Formulasi SLN dan NLC merupakan sistem penghantaran yang
banyak digunakan dalam penghantaran obat secara transdermal. Sistem
ini memberikan beberapa keuntungan ketika diadministrasikan pada
kulit yaitu efek oklusi dan hidrasi kulit, meningkatkan absorbsi obat,
meningkatkan penetrasi obat secara aktif dan mengontrol pelepasan
obat. Selain itu penggunaan lipid sebagai sistem pembawa sediaan
transdermal dapat meminimalisasi potensi toksisitas dan iritasi.
Keuntungan sistem SLN dan NLC bila dibandingkan dengan emulsi
O/W yang menggunakan lipid cair adalah stabilitas yang lebih baik.
SLN merupakan sistem pembawa obat yang menggantikan lipid
cair pada emulsi minyak dalam air (O/W) dengan lipid padat. Terdapat
tiga tipe SLN yang dipengaruhi oleh sifat fisika kimia bahan aktif dan
lipid yang digunakan, kelarutan bahan aktif dalam lipid, sifat dan
konsentrasi surfaktan yang digunakan, metode pembuatan dan suhu
pembuatan. Tipe SLN tersebut adalah tipe 1(model matriks homogen),
tipe 2 (drug-enriched shell model) dan tipe 3 (drug-enriched core
model).

Sama halnya dengan sistem SLN, NLC merupakan nanopartikel


lipid akan tetapi menggunakan campuran lipid padat dan lipid cair dalam
sistem. Modifikasi tersebut menghasilkan sistem NLC yang lebih
fleksibel, pelepasan obat yang lebih baik, meningkatkan kapasitas
penjebakan obat dan mencegah kebocoran sistem. Sistem NLC dapat
dikelompokkan menjadi tiga tipe yaitu tipe 1(imperfect crystal model),
tipe 2 (model amorf), dan tipe 3 (multiple model). Pembentukan ketiga
sistem tersebut sangat dipengaruhi oleh sifat lipid yang digunakan,
komposisi lipid padat dan lipid cair dalam sistem.

V. METODE UMUM PEMBUATAN NANOPARTIKEL


Terdapat banyak cara yang dapat digunakan untuk membuat nanopartikel.
Berbagai metode tersebut dapat dikategorikan menjadi dua kategori besar, yaitu
metode bottom-up dan top-down. Metode bottom up merupakan metode
pembentukan nanopartikel dari atom atau molekul hingga membentuk partikel
berukuran nano. Beberapa contoh metode pembentukan nanopartikel jenis bottom
up adalah anti-solvent precipitation pada pembentukan nanokristal, dan proses
sintesis pada nanopartikel konjugat obat-polimer.
Sedangkan pada metode top-down, nanopartikel dibentuk dari partikel
berukuran besar, kemudian dilakukan pengecilan ukuran partikel hingga
menghasilkan partikel berukuran nano. Pembuatan nanopartikel menggunakan
metode ini membutuhkan energi yang lebih besar bila dibandingkan metode
bottom-up. Contoh aplikasi metode top-down adalah metode wet milling dan high
pressure homogenization pada pembentukan nanokristal, serta hot high-pressure
homogenization yang dilanjutkan dengan ultrasonikasi pada pembentukan sistem
SLN.

VI. ASPEK BIOLOGIS NANOPARTIKEL


A. Eliminasi Dalam Aliran Darah
Ketika obat dalam bentuk nanopartikel masuk dalam aliran darah, protein
plasma secara otomatis akan melingkupi permukaan nanopartikel dan
mengenalinya sebagai partikel asing. Komposisi dari protein yang teradsorpsi
pada permukaan nanopartikel dipengaruhi oleh konsentrasi protein, kinetika
pengikatan protein, dan karakteristik permukaan nanopartikel. Salah satu
karakteristik permukaan nanopartikel yang mempengaruhi adsorpsi protein
plasma adalah muatan permukaan, dengan nanopartikel bermuatan netral akan
lebih sedikit teradsorpsi dibandingkan dengan nanopartikel bermuatan. Selain
muatan permukaan, hidrofobisitas nanopartikel juga mempengaruhi, dengan
hidrofobisitas yang lebih tinggi akan menghasilkan ikatan protein yang lebih cepat
dan kuat. Adsorpsi protein pada permukaan nanopartikel akan memicu
disintegrasi nanopartikel dan mengganggu fungsinya sebagai sistem pembawa
obat. Nanopartikel yang tidak stabil dalam darah akan dieliminasi dengan cepat
dari sikulasi sistemik.
Hal lain yang terjadi pada nanopartikel adalah adanya kemungkinan uptake
nanopartikel oleh sel imun. Sel imun yang terlibat dalam hal ini adalah sel imun
pada aliran darah (leukosit, monosit, platelet dan sel dendrite) dan sel imun pada
organ (sel kupffer, makrofag, sel B). Proses uptake nanopartikel pada sel imun
dimediasi oleh ikatan protein reseptor spesifik bernama opsonin melalui proses
opsonisasi pada permukaan nanopartikel., menyebabkan menurunnya biodistribusi
nanopartikel. Sel imun yang paling banyak berperan dalam klirens nanopartikel
dari aliran darah adalah makrofag pada sistem retikuloendotelial.

B. Eliminasi Nanopartikel Melalui Filtrasi Organ


Beberapa organ yang berperan dalam proses filtrasi nanopartikel adalah
limpa, hati dan ginjal. Karakteristik nanopartikel yaitu ukuran, fleksibilitas,
bentuk dan sifat permukaan mempengaruhi filtrasi membran oleh organ-organ
tersebut. Sebagai contoh, nanopartikel yang berukuran besar dan rigid akan
terfiltrasi dan terakumulasi pada limpa, sedangkan nanopartikel dengan ukuran
sangat kecil (<100 nm) diketahui memiliki kecenderungan untuk terakumulasi
pada hati. Akumulasi nanopartikel pada organ selanjutnya akan dieleminasi secara
fagositosis oleh sel imun, baik makrofag atau hepatosit pada hati. Proses tersebut
menyebabkan organ rentan terhadap toksisitas oleh karena kapasitas fagositosis
sel imun terbatas. Selain itu, akumulasi nanopartikel juga dapat mempengaruhi
ekspresi gen yang mengarah pada toksisitas jaringan.
C. Upaya Meminimalisasi Eliminasi Nanopartikel
Sifat permukaan merupakan salah satu karakteristik nanopartikel yang dapat
dikendalikan untuk mendapatkan biodistribusi nanopartikel yang baik dalam
tubuh. Nanopartikel dengan muatan netral atau sedikit positif dapat terhindar dari
proses opsonisasi serta permukaan nanopartikel yang hidrofilik dapat menghindari
uptake makrofag. Molekul hidrofilik yang banyak digunakan untuk adalah PEG.
Selain sifat permukaan, ukuran nanopartikel juga memegang peranan penting
dalam biodistribusi nanopartikel oleh karena adanya mekanisme filtrasi organ.
Nanopartikel dengan rentang ukuran 100-200 nm merupakan nanopartikel yang
ideal untuk menghasilkan waktu sirkulasi yang panjang dan dapat secara pasif
terakumulasi pada jaringan tumor.
Faktor lain yang mempengaruhi biodistribusi nanopartikel adalah ukuran
dan fleksibilitas nanopartikel. Misel dalam bentuk filament (filamentous micelles)
diketahui dapat memperpanjang waktu sirkulasi nanopartikel dengan
meminimalisasi internalisasi sistem dalam makrofag. Selain itu, nanopartikel
kitosan dengan struktur yang fleksibel diketahui dapat memiliki waktu sirkulasi
dalam darah dan efikasi penargetan tumor yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan nanopartikel kitosan dengan struktur yang rigid.
DAFTAR PUSTAKA
1. Yeo, Y. 2013. Nanoparticulate Drug Delivery Systems : Strategies,
Technologies, and Applications. New Jersey : John Wiley and Sons.
2. Thassu, D., Deleers, M., Pathak, Y. 2007.Nanoparticulate Drug Delivery
Systems. New York : Informa Healthcare.
3. Uchegbu, I.F., Schatzlein, A.G., Cheng W.P., Lalatsa, A. 2013.
Fundamentals of Pharmaceutical Nanoscience. London: Springer.
4. Uchegbu, I.F., Schatzlein, A.G. 2006. Polymers in Drug Delivery. Boca
Raton : Taylor and Francis Group.
5. Hosokawa, M., Nogi, K., Naito, M., Yokoyama, T. 2012. Nanoparticle
Technology Handbook. Amsterdam : Elsevier.
6. Maherani, B., Arab-Tehrany, E., Mozafari, M.R., Gainani, C., Linder, M.
2011. Liposome: A Review of Manufacturing Techniques and Targeting
Strategies. Current Nanoscience. Vol 7, pp: 436-52.
7. Akbarzadeh, A., Rezaei-Sadabady, R., Davaran, S., Joo, S.W., Zarghami,
N., Hanifehpour, Y., Samiei, M., Kouhi, M., Nejati-Koshki, K. 2013.
Liposome : Classification, Preparation and Applications. Nanoscale
Research Letters. Vol 8 : 102.

Anda mungkin juga menyukai