PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa kanak-kanak lanjut (usia 6-12 tahun) adalah periode ketika anakanak
dianggap mulai dapat bertanggung jawab atas perilakunya sendiri, dalam hubungannya
dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan orang lainnya. Usia 6-12 tahun juga sering
disebut usia sekolah. Artinya, sekolah menjadi pengalaman inti anak-anak usia ini, yang
menjadi titik pusat perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial (Lusi Nuryanti, 2008).
Usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk
keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan
tertentu (Wong, 2009).
Pada tahapan ini, seorang individu sedang menggali potensi dirinya yang
digunakan dalam rangka mencapai kematangan ketika individu tersebut beranjak
dewasa. Namun, emosi anak-anak kadang kala labil sehingga harus diarahkan dan
diolah sedemikian rupa agar tidak terjerumus pada sesuatu yang dapat merugikan
dirinya maupun orang lain di sekitarnya.
Pada masa inilah, setiap individu akan mengalami masa-masa sekolah dimana
mereka akan berinteraksi ke dalam lingkup yang lebih luas dengan berbagai
karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu, harus dipelajari dan dipahami setiap
karakter anak usia sekolah agar dapat memberikan tugas dengan tepat yang dapat
mengoptimalkan potensi mereka yang sesuai dengan umur mereka.
B. PERUBAHAN KOGNITIF
Menurut Piaget (1952), cara berfikir anak-anak prasekolah tergolong
praoperasinal. Anak-anak prasekolah dapat membentuk konsep-konsep yang
stabil; mereka juga mulai mampu bernalar, namun cara berfikir mereka
dihambat oleh egosentrisme dan system keyakinan yang magis. Meskipun
demikian, Piaget mungkin bersikap terlalu meremehkan keterampilan kognitif
dari anak-anak prasekolah. Beberapa penelitian berpendapat bahwa di dalam
kondisi yang sesuai, anak-anak kecil dapat memperlihatkan kemampuan yang
terdapat di tahap perkembangan kognitif berikutnya, yakni tahap berfikir
operasional konkret (Gelman, 1969).
Tahap operasional konkret Piaget menyatakan bahwa tahap operasional
konkret berlangsung pada usia sekitar 7 sampai 11 tahun. Pada tahap ini, anak-
anak dapat melakukan operasi konkret; mereka juga dapat bernalar secara logis
sejauh penalaran itu dapat diaplikasikan pada contoh-contoh yang spesifik atau
konkret. Ingatlah bahwa operasi adalag kegiataan mental dua-arah ; dan operasi-
operasi konkret adalah operasi yang diaplikasikan padaa objek-objek yang rill
atau konkret.
sebagai contoh anak-anak yang telah mencapai tahap operasi-konkret
juga mampu melakukan seriation (mengurutkan secara seri), yakni kemampuan
mengurutkan stimuli menurut satu dimensi kuantitatif (misalnya :panjang).
Untuk melihat apakah siswa dapat mengurutkan secara seri, guru mungkin dapat
menempatkan delapan tongkat dengan panjang yang berbeda-beda secara acak.
Guru kemudian meminta siswa tersebut untuk mengurutkan tongkat-tongkat
tersebut berdasarkan panjangnya. Banyak anak-anak akan mengakhiri tugas itu
1
John W Santrock. Perkembangan Masa Hidup. Erlangga : Edisi ketigabelas, jilid 1. Hal :318
2
John W Santrock. Perkembangan Masa Hidup. Erlangga : Edisi ketigabelas, jilid 1. Hal: 329-330
33
John W Santrock. Perkembangan Masa Hidup. Erlangga : Edisi ketigabelas, jilid 1. Hal:347-348
44
John W Santrock. Perkembangan Masa Hidup. Erlangga : Edisi ketigabelas, jilid 1. Hal: 360-361
1. Ada hubungan yang kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah
2. Suka memuji diri sendiri
3. Kalau tidak dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaan, tugas atau pekerjaan
itu dianggap tidak penting
5
John W Santrock. Perkembangan Masa Hidup. Erlangga : Edisi ketigabelas, jilid 1. Hal: 364-365
6
Rita Eka Izzaty dkk, Perkembangan Peserta Didik, (Yogyakarta: UNY Press, 2008), hlm.116
Kematangan sekolah
7
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya), hlm.12
Tugas perkembangan
Pada masa ini anak sudah semakin luas lingkungan pergaulannya. Anak
sudah banyak bergaul dengan orang-orang di luar rumah. Masyarakat
mengharapkan agar anak menguasai dan menyelesaikan tugas-tugas
perkembangannya agar diterima dengan baik oleh lingkungannya.Adapun tugas-
tugas perkembangan pada masa anak sekolah adalah. 9
8
Ibid, hlm.12
9
Rita Eka Izzaty dkk, Perkembangan Peserta Didik, (Yogyakarta: UNY Press, 2008), hlm.103
10 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
Keberhasilan dalam menyelesaikan tugas perkembangan ditentukan oleh
lingkungan keluarga, orang tua, orang-orang terdekat dalam keluarga dan guru
di sekolah. Tugas-tugas perkembangan yang dipaparkan diatas, merupakan
gambaran perwujudan kematangan biologis dan psikologis individu, ekspektasi
masyarakat dan tuntutan budaya dan agama. Penuntasan tugas-tugas
perkembangan tersebut tidak selalu berjalan dengan mulus. Untuk mencapai
tugas-tugas perkembangan tersebut, beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh
pihak sekolah, yaitu:10
10
Syamsu Yusuf dan Nani M. Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011), hlm.19
11 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
mengemukakan pendapat atau gagasan); dan kegiatan kelompok-kelompok
belajar sesuai dengan minat dan kemampuannya.
4. Mengoptimalkan program bimbingan dan konselling untuk memfasilitasi
perkembangan peserta didik, baik menyangkut aspek pribadi, social, belajar/
akademik, maupun karier (sekolah lanjutan atau dunia kerja).
Pada masa ini anak mampu berpikir logis mengenai objek dan kejadian,
meskipun masih terbatas pada hal-hal yang sifatnya konkret, dapat digambarkan
atau pernah dialami. Meskipun sudah mampu berpikir logis, tetapi cara berpikir
mereka masih berorientasi pada kekinian. Baru pada masa remajalah anak dapat
benar-benar berpikir abstrak, membuktikan hipotesisnya dan melihat berbagai
kemungkinan dimana anak sudah mencapai tahapan berpikir operasi formal.
Anak telah mampu menggunakan simbol-simbol untuk melakukan suatu
kegiatan mental, mulailah digunakan logika.
Mulai timbul pengertian tentang jumlah, panjang, luas dan besar. Anak
dapat berpikir dari banyak arah atau dimensi pada satu objek. Mengalami
kemajuan dalam pengembangan konsep. Pengalaman langsung sangat
membantu dalam berpikir. Oleh sebab itu, guru perlu mengamati dan mendengar
apa yang dilakukan oleh siswa dan mencoba menganalisisnya bagaimana siswa
berpikir.
12 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tumbuh kembang Anak
1. Faktor genetik:
a. Faktor keturunan-masa konsepsi.
b. Bersifat tetap atau tidak berubah sepanjang kehidupan.
c. Menentukan beberapa karakteristik seperti jenis kelamin ras,
rambut, warna mata, pertumbuhan fisik, sikap tubuh dan beberapa
keunikan psikologis seperti temperamen.
d. Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi
dengan lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil akhir yang
optimal.
2. Faktor eksternal/lingkungan
Mempengaruhi individu setiap hari mulai konsepsi sampai akhir
hayatnya, dan sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Faktor
eksternal yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan,
sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya: Keluarga,Teman
Sebaya.Pengalaman Hidup.Kesehatan. Lingkunngan Tempat tinggal.
B. Stimulalasi Motorik
Stimulasi motorik kasar yang bisa dilakukan:
1. Bermain kasti, basket, dan bola kaki. Kegiatan ini sangat baik untuk melatih
keterampilan menggunakan otot kaki. Anak juga belajar mengenal adanya aturan
main, sportivitas, kompetesi dan kerja sama dalam sebuah tim.
2. Berenang. Manfaat dari kegiatan ini sangat banyak karena melatih semua unsur
motorik kasar anak. Anak pun mendapat pelajaran dan latihan mengenai
perbedaan berat jenis maupun keseimbangan tubuh.
3. lompat jauh. Manfaatnya hampir sama dengan bermain bola kaki dan sejenisnya.
Pada kegiatan ini anak mendapatkan pointplus, yaitu prediksi terhadap jarak.
4. Lari maraton. Manfaatnyya mirip sekali dengan lompat jauh, hanya caranya
yang berbeda.
13 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
5. Kegiatan outbound. Seperti halnya berenang, maka dengan beroutbound semua
kemampuan motorik kasar dilatih. Malahan anak bisa mendapatkan hal yang
lain, seperti keberanian, survival, dan kedekatan dengan Maha Pencipta serta
kesadaran pentingnya menjaga keharmonisan antara manusia dengan hewan dan
tumbuhan.
C. stimulasi Kognitif
Sebelum menstimulasi kognisi anak, orang tua harus mengetahui terlebih dulu
perkembangan kognitifnya sesuai usia. Sedangkan untuk anak 6-12 tahun,
perkembangan kognitifnya sangat berkaitan dengan kemampuan akademis yang
dipelajari di sekolah11. Akan tetapi kemampuan kognitif bisa menjadi lebih optimal
apabila otak kanan anak mendapat stimulasi. Anak yang memiliki fungsi otak seimbang
akan lebih responsif, kreatif, dan fleksibel.
Kegiatan yang bisa dilakukan oleh anak 6-12 tahun adalah:
1. Ketika mempelajari berbagai kemampuan akademis, guru dan orang tua
hendaknya memperhatikan kondisi anak. Contohnya, saat anak sudah terlihat
bosan seharusnya secara otomatis materi yang disampaikan pada anak dibumbui
atau diselingi dengan permainan atau hal jenaka yang bisa membuat anak
tertantang dan gembira. Ingat, selingan seperti ini sebaiknya tetap pada konteks
pembicaraan atau pembahasan.
11
Chasiru Zainal Abidin,psikologi perkembangan,(Surabaya:UIN SA Press,2013) Hlm 100-
103.
14 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
2. Stimulasi otak kanan untuk menstimulasi kemampuan kognitif dapat dilakukan
melalui kegiatan music & movement (gerak dan lagu) atau dengan memainkan
alat musik tertentu. Bisa juga dengan melakukan kegiatan drama.
D. Stimulasi Afeksi
Stimulasi afeksi dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan interpersonal
maupun intrapersonal anak balita maupun 6-12tahun. Manfaat utamnya adalah
mengembangkan rasa percaya diri, memupuk kemandirian, mengetahui dan menjalani
aturan, memahami orang lain, dan mau berbagi. Teknik memberikan stimulasi bisa
dengan cara sebagai berikut:
1. Biarkan anak melakukan sendiri apa yang bisa ia lakukan.
2. Buatlah kesepakatan tentang berbagai hal yang baik/boleh dan tidak, serta
konsenkuesinya. Tentu dengan bahasa yyang bisa dipahami anak.
3. Berikan penghargaan untuk hal-hal yang dapat dilakukannya dengan baik atau
lebih baik dari sebelumnya. Bisa juga ketika anak dapat mengikuti aturan
(terutama pada awal mula diterapkan suatu aturan).
4. Berikan konsekuensi negatif atau punishment terhadap tingkah laku anak yang
kurang baik atau tidak sesuai dengan aturan. Untuk hal ini perlu
mempertimbangkan usia anak.
5. Berikan perhatian untuk berbagai reaksi emosi anak. Contoh, saat dia sedih,
gembira, marah, berikanlah respons yang sesuai dengan kebutuhannya kala itu.
6. Anak difasilitasi untuk bermain peran.
7. Biasakan anak untuk mampu mengungkapkan perasaanya, baik ssecara verbal,
tulisan, ataupun gambar.
8. Biasakan mau berbagi dalam setiap kesempatan.
9. Khusus untuk anak 6-12 tahun, mulai perkenalkan dengan berbagai permainan
dalam rangka mengenalkan aturan main, sportivitas, dan kompetisi.
E. Stimulasi Spiritual
15 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
Sifat spiritual berkaitan erat dengan kesadaran adanya Sang Pencipta. Di sinilah
anak belajar tentang kewajiban tertentu sebagai hamba Tuhan sesuai ajaran agama
masing-masing. Selain itu kecerdasan spiritual juga berkaitan dengan pemahaman
bahwa ia menjadi bagian dari alam semesta. Di sinilah anak memiliki peran tertentu
supaya bisa hidup harmonis dengan seluruh makhluk Tuhan. Hal-hal yang dapat
dilakukan untuk menumbuh kembangkan kecerdasan spiritual anak usia 6-12 tahun
adalah sebagai berikut:
1. Lakukan diskusi bahwa semua benda di sekitarnya ada yang menciptakan.
Contoh, “Siapa yang membuat meja ini ?” anak menjawab, “Tukang kayu.” Lalu
kita berikan lagi pemahaman padanya “Apakah sama meja ini dengan tukang kayu
yang membuatnya?”
2. Mengaitkan materi-materi pelajaran atau hal-hal di sekitarnya dengan kebesaran
Tuhan, terlebih pada pelajaran ilmu pasti.
3. Memutarkan video tentang berbagai hal yang menakjubkan di alam dengan
kebesaran Sang Pencipta.
4. Menceritakan kisah manusia-manusia pilihan Tuhan.
5. Berdiskusi tentang berbagai hal dan apa yang dapat anak lakukan sebagai manusia
yang memiliki kelebihan dibanding makhluk lain di muka bumi.
6. Meminta anak untuk membuat karangan tentang berbagai pengalamannya ketika
sedang mengalami kesulitan dan apa yang dia lakukan. Ketika menemukan jalan
keluar dari kesulitan tersebut, kaitan dengan betapa Tuhan itu sangat pengasih dan
pemurah.
7. Memberikan pendidikan agama sekaligus membiasakannya menjalankan ibadah
yang dianjurkan dan diwajibkan.
Namun tak hanya itu yang bisa menjamin anak menjadi cerdas. Lingkungan di
mana anak memegang peranan penting untuk membentuknya menjadi anak yang
bahagia dan sehat. Jika bicara ideal, seharusnya lingkungan anak balita dan anak
usia 6-12 tahun;
a. Dilengkapi dengan fasilitas yang mendukung, di antaranya arena bermain
lengkap dengan pasarananya.
16 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
b. Lingkungan harus ramah anak, sekaligus memberi jaminan atas kesehatan,
keamanan, kenyamanan, dan keleluasaan bergerak.
c. Jika hal tersebut tidak memungkinkan untuk diwujudkan, cukuplah membuat
lingkungan yang bisa menerima dan memberi toleransi pada anak dalam
berkegiatan. Temanilah selalu anak saat berekplorasi. Biarkan dia bebas
memilih apa yang akan dikerjakan sepanjang tetap dalam koridor keamanan,
kesehatan, dan kebaikan.
d. Jawablah sebisa mungkin setiap pertanyaan anak. Jika tidak bisa, ajak anak
bersama-sama mencari tahu jawaban dari sumber yang bisa dipercaya, semisal
mencariinya dalam kamus atau bertanya pada pakarnya.
F. Kategori Keterampilan Akhir Masa Kanak-Kanak
Keterampian akhir masa kanak-kanak dapat dibagi kedalam empat kategori:
1. Keterampilan menolong diri sendiri.
Anak yang lebih besar harus dapat makan, berpakaian, mandi dan berdandan
sendiri hampir secepat dan semahir orang dewasa. Dan keterampilan tidak
memerlukan perhatian sadar yang penting pada awal masa kanak-kanak.
2. Keterampilan menolong orang lain.
Keterampilan menurut kategori ini bertalian dengan menolong orang lain. Di
rumah mencakup membersihkan tempat tidur, membersihkan debu dan
menyapu. Di sekolah mencakup mengosongkan tempat sampah dan
membersihkan papan tulis.
3. Keterampilan sekolah.
Di sekolah anak mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk mrnulis,
menggambar, melukis, membentuk tanah liat, menari, menjahot, memaak dan
pekerjaan tangan dengan menggunakan kayu.
4. Keterampilan bermain.
Anak yang lebih besar belajar berbagai keterampilan seperti melempar dan
menangkap bola, naik sepeda, sepatu roda dan berenang.
G. Perkembangan Pengertian Norma
17 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
Peraturan dan norma adalah subjektif, begitu pula batasan-batasannya
adalah subjektif dan tidak pasti. Dengan demikian maka ukuran pernilaian tingkah
laku moral adalah konsiensia orang sendiri, prinsipnya sendiri lepas daripada
segala norma yang ada. Kohlberg menyebut prinsip ini sebagai prinsip moral yang
universal, suatu norma moral yang dasarnya ada dalam konsiensia orangnya
sendiri12. dalam hal tingkah laku konformistis stadium tersebut adalah sebagai
berikut:
Stadium 1. Anak menurut untuk menghindari hukuman.
Staadium 2. Anak bersikap konformistis untuk memperoleh hadiah, untuk
dipandang baik.
Stadium 3. Anak bersikap konformistis untuk menghindari celaan dan untuk
disenangi orang lain.
Stadium 4. Anak bersikap konformistis untuk mempertahankan sistem peraturan
sosial yang ada dalam kehidupan bersama.
Stadium 5. Konformitas sekarang dilakukan karena memenuhi perjanjian bersama
yang ada dalam peraturan sosial.
Stadium 6. Melakukan konformitas tidak karena perintah atau norma dari luar,
melainkan karena keyakinan sendiri ingin melakukannya.
12
18 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
2.2 POLA ASUH ORANGTUA
1. Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat pemaksaan,
keras dan kaku di mana orangtua akan membuat berbagai aturan yang
saklek harus dipatuhi oleh anak-anaknya tanpa mau tahu perasaan sang
anak. Orangtua akan emosi dan marah jika anak melakukan hal yang
tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh orangtuanya. Hukuman mental
dan fisik akan sering diterima oleh anak-anak dengan alasan agar anak
terus tetap patuh dan disiplin serta menghormati orangtua yang telah
membesarkannya. Anak yang besar dengan teknik asuhan anak seperti
ini biasanya tidak bahagia, paranoid atau selalu berada dalam ketakutan,
mudah sedih dan tertekan, senang berada di luar rumah, benci orangtua,
dan lain-lain. Namun di balik itu biasanya anak hasil didikan orangtua
dengan pola asuh otoriter lebih bisa mandiri, bisa menjadi orang sesuai
keinginan orangtua, lebih disiplin dan lebih bertanggungjawab dalam
menjalani hidup.
2. Pola asuh demokratis
Pola asuh ini merupakan pola asuh yang paling baik. Dimana orangtua
bersikap friendly dan anak bebas mengemukakan pendapatnya. Disini
orangtua lebih mau mendengar keluhan dari anaknya, mau memberikan
masukan.
Ketika anaknya diberi hukuman, orangtua menjelaskan kenapa dia harus
dihukum. Pola asuh ini tidak banyak dimiliki oleh orangtua zaman
sekarang.
Orang tua lebih mengajarkan anak untuk lebih baik, misalnya mengetuk
pintu sebelum masuk rumah dan menjelaskan kenapa harus melakukan
hal seperti itu.
3. Pola asuh temporizer
Temporizer ini merupakan pola asuh yang sangat tidak konsisten.
Dimana orangtua tidak memiliki pendirian. Contoh dari pola asuh ini
19 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
seperti, anak yang diberikan batas waktu pulang malam sekitar jam 10.
Terkadang orang tuanya tidak memarahi anaknya, jika anaknya pulang
lebih lama dari itu, tapi terkadang juga orang tua marah besar kepada
anaknya jika lewat pada waktunya. Ini dapat membuat anak bingung.
4. Pola asuh appeasers
Appeasers ini merupakan pola asuh dari orangtua yang sangat khawatir
akan anaknya, takut terjadi sesuatu yang tidak baik pada anaknya
(overprotective).
20 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
baik untuk diterapkan para orangtua kepada anak-anaknya. Anak yang
diasuh dengan tehnik asuhan otoritatif akan hidup ceria, menyenangkan,
kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orangtua, menghargai dan
menghormati orangtua, tidak mudah stres dan depresi, berprestasi baik,
disukai lingkungan dan masyarakat dan lain-lain.13
13
http://media.iyaa.com/article/2016/06/Ada-6-Tipe-Pola-Asuh-Orangtua-kepada-Anak-3453883.html
21 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
BAB III
KESIMPULAN
Anak Usia 6-12 tahun adalah masa usia sekolah tingkat SD bagi anak yang
normal. Perkembangan anak masih sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga.
Sebagai orang tua harus mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anaknya terutama
pada usia ini karena pertumbuhan anak-anak sangat pesat yang harus diimbangi dengan
pemberian nutrisi dan gizi yang seimbang.
22 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
DAFTAR PUSTAKA
Chasiru Zainal Abidin,psikologi perkembangan,Surabaya:UIN SA Press,2013
John W Santrock. Perkembangan Masa Hidup. Erlangga : Edisi ketigabelas, jilid 1
Rita Eka Izzaty dkk, Perkembangan Peserta Didik, (Yogyakarta: UNY Press, 2008)
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya)
Syamsu Yusuf dan Nani M. Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2011)
23 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H