Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa kanak-kanak lanjut (usia 6-12 tahun) adalah periode ketika anakanak
dianggap mulai dapat bertanggung jawab atas perilakunya sendiri, dalam hubungannya
dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan orang lainnya. Usia 6-12 tahun juga sering
disebut usia sekolah. Artinya, sekolah menjadi pengalaman inti anak-anak usia ini, yang
menjadi titik pusat perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial (Lusi Nuryanti, 2008).
Usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk
keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan
tertentu (Wong, 2009).
Pada tahapan ini, seorang individu sedang menggali potensi dirinya yang
digunakan dalam rangka mencapai kematangan ketika individu tersebut beranjak
dewasa. Namun, emosi anak-anak kadang kala labil sehingga harus diarahkan dan
diolah sedemikian rupa agar tidak terjerumus pada sesuatu yang dapat merugikan
dirinya maupun orang lain di sekitarnya.
Pada masa inilah, setiap individu akan mengalami masa-masa sekolah dimana
mereka akan berinteraksi ke dalam lingkup yang lebih luas dengan berbagai
karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu, harus dipelajari dan dipahami setiap
karakter anak usia sekolah agar dapat memberikan tugas dengan tepat yang dapat
mengoptimalkan potensi mereka yang sesuai dengan umur mereka.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan masa anak-anak akhir


2. Bagaimana pola asuh orangtua pada masa ini

1|PERKEMBANGAN ANAK SEKOLAH


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan masa anak-anak akhir


A. PERUBAHAN FISIK
Pertumbuhan di masa kanak-kanak awal dan pertengahan berlangsung
secara lambat namun konsisten. Masa ini merupakan periode tenang sebelum
akhirnya mereka mengalami pertumbuhan yang cepat di masa remaja. Selama
usia sekolah dasar, anak-anak bertambah tinggi sekitar 2 hingga 3 inci setiap
tahunnya. Ketika berusia 11 tahun, anak perempuan biasanya memiliki
1
ketinggian 4 kaki 104 inci, sementara anak laki-laki biasanya memiliki

ketinggian 4 kaki 9 inci. Di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, anak-anak


mengalami penambahan berat tubuh sebesar 5 hingga 7 pon setiap tahunnya.
Pertambahan berat ini terutama terkait dengan peningkatan ukuran kerangka dan
sistem otot, maupun ukuran beberapa organ tubuh.
Perubahan proporsi adalah perubahan fisik yang paling jelas terlihat di
masa kanak-kanak pertengahan dan akhir. Lingkar kepala, lingkar pinggar, dan
panjang kaki, berkurang dibandingkan dengan ketinggian tubuh (Hockenberry &
Wilson, 2009). Perubahan fisik yang kurang terlihat secara jelas adalah tulang
mengeras di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir namun menjadikan
tekanan dan tarikan yang lebih kuat daripada tulang orang dewasa. Massa dan
kekuatan otot maningkat secara bertahap di tahun-tahun ini, sementara “lemak
bayi” mulai berkurang. Gerakan-gerakan bebas dan benturan-benturan pada lutut
di masa kanak-kanak awal dapat menumbuhkan otot. Di masa ini, faktor
herediter maupun olahraga dapat melipat gandakan kekuatan mereka. Anak laki-

2|PERKEMBANGAN ANAK SEKOLAH


laki biasanya juga lebih kuat di bandingkan anak perempuan karena memiliki
jumlah sel otot yang lebih banyak.1

B. PERUBAHAN KOGNITIF
Menurut Piaget (1952), cara berfikir anak-anak prasekolah tergolong
praoperasinal. Anak-anak prasekolah dapat membentuk konsep-konsep yang
stabil; mereka juga mulai mampu bernalar, namun cara berfikir mereka
dihambat oleh egosentrisme dan system keyakinan yang magis. Meskipun
demikian, Piaget mungkin bersikap terlalu meremehkan keterampilan kognitif
dari anak-anak prasekolah. Beberapa penelitian berpendapat bahwa di dalam
kondisi yang sesuai, anak-anak kecil dapat memperlihatkan kemampuan yang
terdapat di tahap perkembangan kognitif berikutnya, yakni tahap berfikir
operasional konkret (Gelman, 1969).
Tahap operasional konkret Piaget menyatakan bahwa tahap operasional
konkret berlangsung pada usia sekitar 7 sampai 11 tahun. Pada tahap ini, anak-
anak dapat melakukan operasi konkret; mereka juga dapat bernalar secara logis
sejauh penalaran itu dapat diaplikasikan pada contoh-contoh yang spesifik atau
konkret. Ingatlah bahwa operasi adalag kegiataan mental dua-arah ; dan operasi-
operasi konkret adalah operasi yang diaplikasikan padaa objek-objek yang rill
atau konkret.
sebagai contoh anak-anak yang telah mencapai tahap operasi-konkret
juga mampu melakukan seriation (mengurutkan secara seri), yakni kemampuan
mengurutkan stimuli menurut satu dimensi kuantitatif (misalnya :panjang).
Untuk melihat apakah siswa dapat mengurutkan secara seri, guru mungkin dapat
menempatkan delapan tongkat dengan panjang yang berbeda-beda secara acak.
Guru kemudian meminta siswa tersebut untuk mengurutkan tongkat-tongkat
tersebut berdasarkan panjangnya. Banyak anak-anak akan mengakhiri tugas itu

1
John W Santrock. Perkembangan Masa Hidup. Erlangga : Edisi ketigabelas, jilid 1. Hal :318

3|PERKEMBANGAN ANAK SEKOLAH


dengan dua atau tiga kelompok kecil tongkat-tongkat “panjang” atau tongkat-
tongkat “pendek”. Mereka tidak mengurutkan kedelapan tongkat tersebut secara
benar. Strategi lain yang juga keliru adalah hanya meratakan ujung atas tongkat
tanpa memperhitungkan ujung bawahnya. Pemikir operasi konkret mampu
memahami secara simultan bahwa masing-masing tongkat harus lebih panjang
dari tongkat sebelumnya, dan lebih pendek dari tongkat sesudahnya.2
C. PERKEMBANGAN BAHASA
Selama masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, terjadi perubahan cara
mengorganisasikan kosa-kata secara mental. Ketika ditanya mengenai kata
pertama apa yang terpikir pada saat mendengar sebuah kata, anak-anak kecil
biasanya akan memberikan sebuah kata yang sering kali mengikuti kata tersebut
di dalam sebuah kalimat. Sebagai contoh, ketika diminta untuk merespons kata
“anjing”, anak kecil akan mengatakn “menggonggong” atau terhadap kata
“makan” mereka akan mengatakan “siang”. Sekitar usia 7 tahun, anak-anak
mulai merespon sebuah kata yang merupakan bagian dari kelompok kata dan
sekaligus sebagai sebuah stimulus. Sebagai contoh, anak akan merespon kata
anjing dengan “kucing” atau “kuda”. Untuk kata makan mereka kini akan
mengatakan “minum”. Hal ini memperlihatkan bahwa kini anak-anak mulai
melakukan kategorisasi kosa-kata mereka sebagai bagian dari kelompok kata.
Proses kategorisasi menjadi lebih muda ketika anak-anak meningkatkan
kosa-kata mereka. Kosa-kata anak-anak meningkat dari rata-rata sekitar 14.000
kata se usia 6 tahun menjadi rata-rata sekitar 40.000 kata di usia 11 tahun.
Anak-anak membuat kemajuan yang serupa untuk tata-bahasa (Tager-
Flusberg & Zukowski, 2009). Selama di sekolah dasar, kemajuan anak-anak di
dalam penalaran logis dan keterampilan analisis membantu mereka memahami
konsrtuksi seperti penggunaan yang tetap dari kata perbandingan (lrbih, lrbih
dalam) dan subjektif (“seandainya kamu menjadi presiden …”). Selama masa
sekolah dasar, anak-anak makin memahami dan menggunakan tata-bahasa yang

2
John W Santrock. Perkembangan Masa Hidup. Erlangga : Edisi ketigabelas, jilid 1. Hal: 329-330

4|PERKEMBANGAN ANAK SEKOLAH


kompleks, seperti pada kalimat berikut ini : anak laki-laki yang mencium ibunya
itu memakai topi. Mereka juga belajar menggunakan bahasa dengan cara yang
lebih berkaitan satu sama lain, menghasilkan wacana yang berkaitan. Mereka
mampu mengaitkan kalimat yang satu dengan yang lainnya untuk menghasilkan
deskripsi, definisi, dan narasi yang masuk akal. Anak-anak harus mampu
mengerjakan ini secara lisan sebelum mereka mampu menyelesaikan secara
tertulis.
Kemajuan dalam kosa-kata dan tata-bahasa yang berlangsung selama
sekolah dasar disertai dengan perkembangan kesadaran metalinguistik
(metalinguistic awareness), di mana pengetahuan bahasa, seperti pengetahuan
mengenai preposisi atau kemampuan mendiskusikan bunyi bahasa. Kesadaran
metalinguistik memungkinkan anak-anak “memikirkan bahasa yang mereka
gunakan, pemahaman mengenai kata-kata, dan bahkan mendefinisikannya”
(Berko Gleason, 2009, hal. 4). Hal ini memperlihatkan kemajuan yang cukup
berarti selama sekolah dasar. Mendefinisikan kata-kata menjadi bagian sehari-
hari dari perdebatan di kelas. Di samping itu, seiring dengan proses belajar dan
percakapan mengenai komponen-komponen kalimat seperti subjek dan kata-
kerja, pengetahuan anak-anak mengenai sintaksis juga meningkat (Melzi & Ely,
2009).
Anak-anak juga memperlihatkan kemajuan dalam hal menggunakan
bahasa dengan cara yang sesuai dengan budaya- proses yang di sebut pragmatic
(Bryant, 2009) ketika memasuki usia remaja, sebagian besar anak-anak
mengetahui aturan-aturan menggunakan bahasa di dalam konteks sehari-hari,
apa yang sesuai dan tidak sesuai untuk dikatakan.3
D. PERKEMBANGAN SOSIAL
Perkembangan pemahamna-Diri di masa kanak-kanak pertengahan dan
akhir, terutama dari usia 8 hingga 11 tahun, anak-anak semakin mendeskripsikan
mereka sendiri dengan karakteristik psikologis dan sifat-sifat yang berlawanan

33
John W Santrock. Perkembangan Masa Hidup. Erlangga : Edisi ketigabelas, jilid 1. Hal:347-348

5|PERKEMBANGAN ANAK SEKOLAH


dengan deskripsi-diri anak-anak kecil yang konkret. Anak-anak yang lebih besar
cenderung mendeskripsikan mereka sendiri sebagai “popular, baik, suka
membantu, kejam, cerdas, dan bodoh” (Harter, 2006, hal. 526)
Di samping itu, selama tahun-tahun sekolah dasar, anak-anak cenderung
lebih mengenali aspek-aspek sosial dari dirinya. Mereka menggunakan referensi
kelompok sosial dalam mendeskripsikan dirinya, seperti untuk merujuk dirinya
sebagai pramuka, sebagai katolik, atau sebagai seseorang yang memiliki dua
sahabat karib.
Pemahaman-diri anak-anak di tahun-tahun sekolah dasar juga ditandai
dengan meningkatnya kecenderungan mereka untuk melakukan perbandingan
sosial. Di suatu titik dalam masa perkembangan ini, anak-anak cenderung lebih
suka menggunakan perbandingan untuk membedakan dirinya dari yang lain alih-
alih menggunakan batasan yang absolute. Jadi, anak-anak usia sekolah dasar
tidak lagi berfikir mengenai apa yang mereka lakukan atau tidak lakukan,
melainkan cenderung berfikir apa yang dapat dilakukannya dibandingkan
dengan yang dapat dilakukan oleh anak lain.
Marilah kita melihat serangkaian studi yang dilakuakan oleh Diane
Ruble (1983) ketika mempelajari bagaimana anak-anak menggunakan
perbandingan sosial dalam melakukan evaluasi-diri. Anak-anak diberi tugas
yang sulit dan kemudian diberi umpan-balik yang berkaitan dengan performa
mereka; anak-anak juga diberi informasi mengenai performa mereka
dibandingkan dengan performa anak-anak lain seusianya. Singkatnya, di masa
kanak-kanak pertengahan dan akhir, deskripsi-diri semakin melibatkan
karakteristik sosial dan psikologis, termasuk perbandingan sosial.
Di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, anak-anak menunjukkan
peningkatan dalam pengambilan perspekif, yaitu kemampuan untuk
mengsumsikan perspektif orang lain serta memahami pikiran dan perasaannya.
Dalam pandangan Robert Selman (1980), pqada sekitar usia 6 hingga 8 tahun,
anak-anak mulai memahami bahwa orang lain memiliki perspektif karena
beberapa orang memiliki akses terhadap informasi. Kemudian katanya dalam

6|PERKEMBANGAN ANAK SEKOLAH


beberapa tahun kemudian. Anak-anak menyadari bahwa setiap individu
menyadari perspektif orang lain dan bahwa meletakkan seseorang dalam posisi
orang lain adalah cara untuk menilai maksud, tujuan, dan tindakan orang lain.
Di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, anak-anak juga lebih
merasa skeptic terhadap anak lain dan terhadap beebrapa sumber informasi
tentang psikologi. Sebagai contoh, dalam sebuah penelitian terhadap anak usia
10 hingga 11 tahun, mereka cenderung akan menolak laporan diri anak lain
bahwa anak itu cerdas dan jujur di bandingkan ketika berusia 6 hingga 7 tahun.
Semakin rumitnya anak berusia 10 hingga 11 tahun secara psikologis juga
menunjukkan pemahaman yang lebih baik bahwa laporan-diri orang lain
mungkin melibatkan tendensi yang diinginkan secara sosial daripada anak usia 6
hingga 7 tahun. 4
E. PERKEMBANGAN EMOSI
Anak-anak prasekolah menjadi lebih mahir ketika membicarakan
emosinya sendiri maupun orang lain. Mereka juga lebih menyadari pentingnya
mengendalikan dan mengelolaemosi mereka agar sesuai dengan standar sosial.
Di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, anak-anak mengembangkan
pemahamanan dan regulasi-diri terhadap emosi.
Perubahan perkembangan yang penting dalam emosi semasa kanak-
kanak menengah dan akhir mencakup hal-hal berikut ini :
 Meningkatkan pemahaman emosi. Sebagai contoh, anak-anak di sekolah
dasar memperlihatkan perkembangan kemampuan dalam memahami
emosi-emosi kompleks seperti rasa bangga dan malu. Emosi-emosi ini
kurang berkaitan dengan reaksi orang lain; emosi-emosi ini menjadi lebih
self-generated dan terintegrasi yang disertai dengan rasa tanggung jawab.
 meningkatkan pemahaman bahwa dalam sebuah situasi kita dapat
mengalami lebih dari satu emosi. Sebagai contoh, seorang siswa kelas tiga

44
John W Santrock. Perkembangan Masa Hidup. Erlangga : Edisi ketigabelas, jilid 1. Hal: 360-361

7|PERKEMBANGAN ANAK SEKOLAH


mungkin menyadari bahwa memperoleh sesuatu dapat melibatkan
kecemasan dan kesenangan.
 Meningkatkan kecenderungan untuk lebih menyadari kejadian-kejadian
yang menyebabkan reaksi emosi. Seorang siswa kelas empat mungkin
menyadari bahwa kesedihannya hari ini dipengaruhi oleh pindahan
kawannya ke luar kota.
 Meningkatkan kemampuan untuk menekan atau mengungkapkan reaksi-
reaksi emosi yang negative. Seorang siswa kelas liam telah belajar
menurunkan kemarahannya ketika salah satu kawan menggangunya.
 Menggunakan strategi inisiatif-diri untuk mengarahklan kembali perasaan-
perasaan. Di sekolah dasar, anak-anak menjadi lebih reflektif dan
menggunakan strategi dalam mengendaliukan emosi. Mereka lebih mampu
mengelola emosinya dengan menggunakan strategi kognitif, seperti
menenangkan diri sendiri ketika sedang marah.
 Kapasitas untuk berempati secara tulus. Sebagai contoh, seorang siswa
kelas empat merasa bersimpati terhadap orang yang sedang stress serta
sangat memahami kesedihan yang sedang dirasakan oleh orang tersebut.5

Sejalan dengan apa yang telah diuraikan di atas perkembangan manusia


mengikuti pola umum, meskipun terdapat perbedaan yang menyangkut irama
dan tempo perkembangan. Secara umum tahapan perkembangan manusia akan
melalui beberapa tahap, salah satunya pada usia sekolah.

Ciri-ciri khas anak usia sekolah dasar6

1. Ada hubungan yang kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah
2. Suka memuji diri sendiri
3. Kalau tidak dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaan, tugas atau pekerjaan
itu dianggap tidak penting
5
John W Santrock. Perkembangan Masa Hidup. Erlangga : Edisi ketigabelas, jilid 1. Hal: 364-365
6
Rita Eka Izzaty dkk, Perkembangan Peserta Didik, (Yogyakarta: UNY Press, 2008), hlm.116

8|PERKEMBANGAN ANAK SEKOLAH


4. Suka membandingkan dirinya dengan anak lain, jika hal itu menguntungkan
dirinya
5. Suka meremehkan orang lain
6. Perhatiannya tertuju pada kehidupan praktis sehari-hari
7. Ingin tahu, ingin belajar dan realistis
8. Timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus
9. Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi
belajarnya di sekolah
10. Anak-anak suka membentuk kelompok sebaya atau peergroup untuk bermain
bersama, mereka membuat peraturan sendiri dalam kelompoknya.

Kematangan sekolah

Kematangan merupakan suatu potensi yang dibawa individu sejak lahir,


timbul dan bersatu dengan pembawaannya serta turut mengatur pola
perkembangan tingkah laku individu. Akan tetapi, kematangan tidak dapat
dikategorikan sebagai faktor keturunan atau pembawaan karena kematangan ini
merupakan suatu sifat tersendiri yang umum dimiliki oleh setiap individu dalam
bentuk dan masa tertentu. Kematangan merupakan suatu hasil dari perubahan-
perubahan tertentu dan penyesuaian struktur pada diri individu seperti adanya
kematangan jaringan-jaringan tubuh, saraf dan kelenjar-kelenjar yang disebut
kematangan biologis. Kematangan pada aspek meliputi keadaan berfikir, rasa,
kemauan, dan lain-lain.7

Kematangan sekolah merupakan kesiapan anak dalam memasuki masa-


masa sekolah. Usia anak yang matang sekolah yaitu sekitar umur 7 tahun.
Kriteria / kategori kematangan sekolah adalah :

7
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya), hlm.12

9|PERKEMBANGAN ANAK SEKOLAH


1. Anak sudah dapat menangkap masalah-masalah yang bersifat abstrak
seperti matematika dan angka-angka8
2. Anak sudah dapat menggambar dengan lebih rapi.
3. Anak sudah dapat mandi sendiri, berpakaian sendiri, menyisir rambut
sendiri, mengikat tali sepatu serta menyisir rambut dengan benar.
4. Anak sudah lebih mampu mengendalikan tubuhnya untuk duduk dan
mendengarkan pelajaran daripada masa sebelumnya, walaupun mereka
lebih senang melakukan kegiatan fisik

Tugas perkembangan

Pada masa ini anak sudah semakin luas lingkungan pergaulannya. Anak
sudah banyak bergaul dengan orang-orang di luar rumah. Masyarakat
mengharapkan agar anak menguasai dan menyelesaikan tugas-tugas
perkembangannya agar diterima dengan baik oleh lingkungannya.Adapun tugas-
tugas perkembangan pada masa anak sekolah adalah. 9

1. Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain


2. Sebagai makhluk yang sedang tumbuh, mengembangkan sikap yang sehat
mengenai diri sendiri
3. Belajar bergaul dengan teman sebaya
4. Mulai mengembangkan peran social pria atau wanita
5. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis
dan berhitung
6. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan
sehari-hari
7. Mengembangkan kata batin, moral dan skala nilai
8. Mengembangkan sikap terhadap kelompok social dan lembaga
9. Mencapai kebebasan pribadi

8
Ibid, hlm.12
9
Rita Eka Izzaty dkk, Perkembangan Peserta Didik, (Yogyakarta: UNY Press, 2008), hlm.103

10 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
Keberhasilan dalam menyelesaikan tugas perkembangan ditentukan oleh
lingkungan keluarga, orang tua, orang-orang terdekat dalam keluarga dan guru
di sekolah. Tugas-tugas perkembangan yang dipaparkan diatas, merupakan
gambaran perwujudan kematangan biologis dan psikologis individu, ekspektasi
masyarakat dan tuntutan budaya dan agama. Penuntasan tugas-tugas
perkembangan tersebut tidak selalu berjalan dengan mulus. Untuk mencapai
tugas-tugas perkembangan tersebut, beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh
pihak sekolah, yaitu:10

1. Menciptakan iklim religious yang dapat memfasilitasi perkembangan


kesadaran beragama, akhlak mulia, etika atau karakter peserta didik. Pihak
sekolah perlu menyediakan sarana dan prasarana peribadatan, memberikan
contoh atau suri tauladan dalam melaksanakan ibadah, dan berakhlak mulia,
seperti menyangkut aspek kedisiplinan, ketertiban, kebersihan, keindahan,
kejujuran, dan tanggung jawab.
2. Membangun suasana sosio-emosional yang kondusif bagi perkembangan
keterampilan social dan kematangan emosi peserta didik, seperti memelihara
hubungan yang harmonis antara kepala sekolah dengan guru-guru, guru
dengan guru, siswa dengan siswa. Guru bersikap ramah dan respek terhadap
peserta didik, begitupun peserta didik kepada guru.
3. Membangun iklim intelektual yang memfasilitasi perkembangan berpikir,
nalar, dan kemampuan mengambil keputusan yang baik. Penciptaan ilkim
intelektual ini bias berlangsung dalam proses pembelajaran di kelas (seperti
guru menerapkan metode pembelajaran yang variatif; menjelaskan materi
pelajaran dengan menggunakan multimedia atau memanfaatkan laboratorium
secara efektif; memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, dan

10
Syamsu Yusuf dan Nani M. Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011), hlm.19

11 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
mengemukakan pendapat atau gagasan); dan kegiatan kelompok-kelompok
belajar sesuai dengan minat dan kemampuannya.
4. Mengoptimalkan program bimbingan dan konselling untuk memfasilitasi
perkembangan peserta didik, baik menyangkut aspek pribadi, social, belajar/
akademik, maupun karier (sekolah lanjutan atau dunia kerja).

Implikasi tugas perkembangan pada pendidikan

Pada masa ini anak mampu berpikir logis mengenai objek dan kejadian,
meskipun masih terbatas pada hal-hal yang sifatnya konkret, dapat digambarkan
atau pernah dialami. Meskipun sudah mampu berpikir logis, tetapi cara berpikir
mereka masih berorientasi pada kekinian. Baru pada masa remajalah anak dapat
benar-benar berpikir abstrak, membuktikan hipotesisnya dan melihat berbagai
kemungkinan dimana anak sudah mencapai tahapan berpikir operasi formal.
Anak telah mampu menggunakan simbol-simbol untuk melakukan suatu
kegiatan mental, mulailah digunakan logika.

Pada masa ini umumnya egosentrisme mulai berkurang. Anak mulai


memperhatikan dan menerima pandangan orang lain. Berkurang rasa egonya dan
mulai bersikap social. Materi pembicaraan mulai lebih ditunjukkan kepada
lingkungan social, tidak pada dirinya saja. Mampu mengelompokkan benda-
benda yang sama ke dalam dua atau lebih kelompok yang berbeda. Anak mampu
mengklasifikasikan objek menurut beberapa tanda dan mampu menyusunnya
dalam suatu seri berdasarkan suatu dimensi.

Mulai timbul pengertian tentang jumlah, panjang, luas dan besar. Anak
dapat berpikir dari banyak arah atau dimensi pada satu objek. Mengalami
kemajuan dalam pengembangan konsep. Pengalaman langsung sangat
membantu dalam berpikir. Oleh sebab itu, guru perlu mengamati dan mendengar
apa yang dilakukan oleh siswa dan mencoba menganalisisnya bagaimana siswa
berpikir.

12 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tumbuh kembang Anak

1. Faktor genetik:
a. Faktor keturunan-masa konsepsi.
b. Bersifat tetap atau tidak berubah sepanjang kehidupan.
c. Menentukan beberapa karakteristik seperti jenis kelamin ras,
rambut, warna mata, pertumbuhan fisik, sikap tubuh dan beberapa
keunikan psikologis seperti temperamen.
d. Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi
dengan lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil akhir yang
optimal.
2. Faktor eksternal/lingkungan
Mempengaruhi individu setiap hari mulai konsepsi sampai akhir
hayatnya, dan sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Faktor
eksternal yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan,
sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya: Keluarga,Teman
Sebaya.Pengalaman Hidup.Kesehatan. Lingkunngan Tempat tinggal.
B. Stimulalasi Motorik
Stimulasi motorik kasar yang bisa dilakukan:
1. Bermain kasti, basket, dan bola kaki. Kegiatan ini sangat baik untuk melatih
keterampilan menggunakan otot kaki. Anak juga belajar mengenal adanya aturan
main, sportivitas, kompetesi dan kerja sama dalam sebuah tim.
2. Berenang. Manfaat dari kegiatan ini sangat banyak karena melatih semua unsur
motorik kasar anak. Anak pun mendapat pelajaran dan latihan mengenai
perbedaan berat jenis maupun keseimbangan tubuh.
3. lompat jauh. Manfaatnya hampir sama dengan bermain bola kaki dan sejenisnya.
Pada kegiatan ini anak mendapatkan pointplus, yaitu prediksi terhadap jarak.
4. Lari maraton. Manfaatnyya mirip sekali dengan lompat jauh, hanya caranya
yang berbeda.

13 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
5. Kegiatan outbound. Seperti halnya berenang, maka dengan beroutbound semua
kemampuan motorik kasar dilatih. Malahan anak bisa mendapatkan hal yang
lain, seperti keberanian, survival, dan kedekatan dengan Maha Pencipta serta
kesadaran pentingnya menjaga keharmonisan antara manusia dengan hewan dan
tumbuhan.

Stimulasi motorik halus yang bisa dilakukan:


1. Menggambar, melukis dengan berbagai media.
2. Membuat kerajinan dari tanah liat.
3. Membuat seni kerajinan, misalnya membuat boneka dari kain percaa.
4. Bermain alat musik seperti gitar, biola, piano dan sebagainya.

C. stimulasi Kognitif
Sebelum menstimulasi kognisi anak, orang tua harus mengetahui terlebih dulu
perkembangan kognitifnya sesuai usia. Sedangkan untuk anak 6-12 tahun,
perkembangan kognitifnya sangat berkaitan dengan kemampuan akademis yang
dipelajari di sekolah11. Akan tetapi kemampuan kognitif bisa menjadi lebih optimal
apabila otak kanan anak mendapat stimulasi. Anak yang memiliki fungsi otak seimbang
akan lebih responsif, kreatif, dan fleksibel.
Kegiatan yang bisa dilakukan oleh anak 6-12 tahun adalah:
1. Ketika mempelajari berbagai kemampuan akademis, guru dan orang tua
hendaknya memperhatikan kondisi anak. Contohnya, saat anak sudah terlihat
bosan seharusnya secara otomatis materi yang disampaikan pada anak dibumbui
atau diselingi dengan permainan atau hal jenaka yang bisa membuat anak
tertantang dan gembira. Ingat, selingan seperti ini sebaiknya tetap pada konteks
pembicaraan atau pembahasan.

11
Chasiru Zainal Abidin,psikologi perkembangan,(Surabaya:UIN SA Press,2013) Hlm 100-
103.

14 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
2. Stimulasi otak kanan untuk menstimulasi kemampuan kognitif dapat dilakukan
melalui kegiatan music & movement (gerak dan lagu) atau dengan memainkan
alat musik tertentu. Bisa juga dengan melakukan kegiatan drama.

D. Stimulasi Afeksi
Stimulasi afeksi dilakukan untuk mengembangkan kecerdasan interpersonal
maupun intrapersonal anak balita maupun 6-12tahun. Manfaat utamnya adalah
mengembangkan rasa percaya diri, memupuk kemandirian, mengetahui dan menjalani
aturan, memahami orang lain, dan mau berbagi. Teknik memberikan stimulasi bisa
dengan cara sebagai berikut:
1. Biarkan anak melakukan sendiri apa yang bisa ia lakukan.
2. Buatlah kesepakatan tentang berbagai hal yang baik/boleh dan tidak, serta
konsenkuesinya. Tentu dengan bahasa yyang bisa dipahami anak.
3. Berikan penghargaan untuk hal-hal yang dapat dilakukannya dengan baik atau
lebih baik dari sebelumnya. Bisa juga ketika anak dapat mengikuti aturan
(terutama pada awal mula diterapkan suatu aturan).
4. Berikan konsekuensi negatif atau punishment terhadap tingkah laku anak yang
kurang baik atau tidak sesuai dengan aturan. Untuk hal ini perlu
mempertimbangkan usia anak.
5. Berikan perhatian untuk berbagai reaksi emosi anak. Contoh, saat dia sedih,
gembira, marah, berikanlah respons yang sesuai dengan kebutuhannya kala itu.
6. Anak difasilitasi untuk bermain peran.
7. Biasakan anak untuk mampu mengungkapkan perasaanya, baik ssecara verbal,
tulisan, ataupun gambar.
8. Biasakan mau berbagi dalam setiap kesempatan.
9. Khusus untuk anak 6-12 tahun, mulai perkenalkan dengan berbagai permainan
dalam rangka mengenalkan aturan main, sportivitas, dan kompetisi.

E. Stimulasi Spiritual

15 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
Sifat spiritual berkaitan erat dengan kesadaran adanya Sang Pencipta. Di sinilah
anak belajar tentang kewajiban tertentu sebagai hamba Tuhan sesuai ajaran agama
masing-masing. Selain itu kecerdasan spiritual juga berkaitan dengan pemahaman
bahwa ia menjadi bagian dari alam semesta. Di sinilah anak memiliki peran tertentu
supaya bisa hidup harmonis dengan seluruh makhluk Tuhan. Hal-hal yang dapat
dilakukan untuk menumbuh kembangkan kecerdasan spiritual anak usia 6-12 tahun
adalah sebagai berikut:
1. Lakukan diskusi bahwa semua benda di sekitarnya ada yang menciptakan.
Contoh, “Siapa yang membuat meja ini ?” anak menjawab, “Tukang kayu.” Lalu
kita berikan lagi pemahaman padanya “Apakah sama meja ini dengan tukang kayu
yang membuatnya?”
2. Mengaitkan materi-materi pelajaran atau hal-hal di sekitarnya dengan kebesaran
Tuhan, terlebih pada pelajaran ilmu pasti.
3. Memutarkan video tentang berbagai hal yang menakjubkan di alam dengan
kebesaran Sang Pencipta.
4. Menceritakan kisah manusia-manusia pilihan Tuhan.
5. Berdiskusi tentang berbagai hal dan apa yang dapat anak lakukan sebagai manusia
yang memiliki kelebihan dibanding makhluk lain di muka bumi.
6. Meminta anak untuk membuat karangan tentang berbagai pengalamannya ketika
sedang mengalami kesulitan dan apa yang dia lakukan. Ketika menemukan jalan
keluar dari kesulitan tersebut, kaitan dengan betapa Tuhan itu sangat pengasih dan
pemurah.
7. Memberikan pendidikan agama sekaligus membiasakannya menjalankan ibadah
yang dianjurkan dan diwajibkan.
Namun tak hanya itu yang bisa menjamin anak menjadi cerdas. Lingkungan di
mana anak memegang peranan penting untuk membentuknya menjadi anak yang
bahagia dan sehat. Jika bicara ideal, seharusnya lingkungan anak balita dan anak
usia 6-12 tahun;
a. Dilengkapi dengan fasilitas yang mendukung, di antaranya arena bermain
lengkap dengan pasarananya.

16 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
b. Lingkungan harus ramah anak, sekaligus memberi jaminan atas kesehatan,
keamanan, kenyamanan, dan keleluasaan bergerak.
c. Jika hal tersebut tidak memungkinkan untuk diwujudkan, cukuplah membuat
lingkungan yang bisa menerima dan memberi toleransi pada anak dalam
berkegiatan. Temanilah selalu anak saat berekplorasi. Biarkan dia bebas
memilih apa yang akan dikerjakan sepanjang tetap dalam koridor keamanan,
kesehatan, dan kebaikan.
d. Jawablah sebisa mungkin setiap pertanyaan anak. Jika tidak bisa, ajak anak
bersama-sama mencari tahu jawaban dari sumber yang bisa dipercaya, semisal
mencariinya dalam kamus atau bertanya pada pakarnya.
F. Kategori Keterampilan Akhir Masa Kanak-Kanak
Keterampian akhir masa kanak-kanak dapat dibagi kedalam empat kategori:
1. Keterampilan menolong diri sendiri.
Anak yang lebih besar harus dapat makan, berpakaian, mandi dan berdandan
sendiri hampir secepat dan semahir orang dewasa. Dan keterampilan tidak
memerlukan perhatian sadar yang penting pada awal masa kanak-kanak.
2. Keterampilan menolong orang lain.
Keterampilan menurut kategori ini bertalian dengan menolong orang lain. Di
rumah mencakup membersihkan tempat tidur, membersihkan debu dan
menyapu. Di sekolah mencakup mengosongkan tempat sampah dan
membersihkan papan tulis.
3. Keterampilan sekolah.
Di sekolah anak mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk mrnulis,
menggambar, melukis, membentuk tanah liat, menari, menjahot, memaak dan
pekerjaan tangan dengan menggunakan kayu.
4. Keterampilan bermain.
Anak yang lebih besar belajar berbagai keterampilan seperti melempar dan
menangkap bola, naik sepeda, sepatu roda dan berenang.
G. Perkembangan Pengertian Norma

17 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
Peraturan dan norma adalah subjektif, begitu pula batasan-batasannya
adalah subjektif dan tidak pasti. Dengan demikian maka ukuran pernilaian tingkah
laku moral adalah konsiensia orang sendiri, prinsipnya sendiri lepas daripada
segala norma yang ada. Kohlberg menyebut prinsip ini sebagai prinsip moral yang
universal, suatu norma moral yang dasarnya ada dalam konsiensia orangnya
sendiri12. dalam hal tingkah laku konformistis stadium tersebut adalah sebagai
berikut:
Stadium 1. Anak menurut untuk menghindari hukuman.
Staadium 2. Anak bersikap konformistis untuk memperoleh hadiah, untuk
dipandang baik.
Stadium 3. Anak bersikap konformistis untuk menghindari celaan dan untuk
disenangi orang lain.
Stadium 4. Anak bersikap konformistis untuk mempertahankan sistem peraturan
sosial yang ada dalam kehidupan bersama.
Stadium 5. Konformitas sekarang dilakukan karena memenuhi perjanjian bersama
yang ada dalam peraturan sosial.
Stadium 6. Melakukan konformitas tidak karena perintah atau norma dari luar,
melainkan karena keyakinan sendiri ingin melakukannya.

Suatu ikhtisar yang diberikan Kohlberg menunjukkan bagaimana kira-


kira pembagian umurnya. Kohlberg menemukan pembagian ini berdasarkan
penelitian mengenai apa yang disebut dilema moral. Dilema moral berhubungan
dengan nilai-nilai pokok dalam kehidupan bersama, misalnya keadilan dan hak
untuk hidup. Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa proses belajar dalam
tingkah laku moral memegang peranan yang penting; tetapi juga proses
perkembangan kognitif memberikan pengaruh yang besar akan sifat
perkembangan tingkah laku moral. Dan akan nampak bagaimana pentingnya
sifat kepribadian seseorang dalam aspek tersebut bagi perkembangan
kepribadiannya

12

18 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
2.2 POLA ASUH ORANGTUA
1. Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat pemaksaan,
keras dan kaku di mana orangtua akan membuat berbagai aturan yang
saklek harus dipatuhi oleh anak-anaknya tanpa mau tahu perasaan sang
anak. Orangtua akan emosi dan marah jika anak melakukan hal yang
tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh orangtuanya. Hukuman mental
dan fisik akan sering diterima oleh anak-anak dengan alasan agar anak
terus tetap patuh dan disiplin serta menghormati orangtua yang telah
membesarkannya. Anak yang besar dengan teknik asuhan anak seperti
ini biasanya tidak bahagia, paranoid atau selalu berada dalam ketakutan,
mudah sedih dan tertekan, senang berada di luar rumah, benci orangtua,
dan lain-lain. Namun di balik itu biasanya anak hasil didikan orangtua
dengan pola asuh otoriter lebih bisa mandiri, bisa menjadi orang sesuai
keinginan orangtua, lebih disiplin dan lebih bertanggungjawab dalam
menjalani hidup.
2. Pola asuh demokratis
Pola asuh ini merupakan pola asuh yang paling baik. Dimana orangtua
bersikap friendly dan anak bebas mengemukakan pendapatnya. Disini
orangtua lebih mau mendengar keluhan dari anaknya, mau memberikan
masukan.
Ketika anaknya diberi hukuman, orangtua menjelaskan kenapa dia harus
dihukum. Pola asuh ini tidak banyak dimiliki oleh orangtua zaman
sekarang.
Orang tua lebih mengajarkan anak untuk lebih baik, misalnya mengetuk
pintu sebelum masuk rumah dan menjelaskan kenapa harus melakukan
hal seperti itu.
3. Pola asuh temporizer
Temporizer ini merupakan pola asuh yang sangat tidak konsisten.
Dimana orangtua tidak memiliki pendirian. Contoh dari pola asuh ini

19 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
seperti, anak yang diberikan batas waktu pulang malam sekitar jam 10.
Terkadang orang tuanya tidak memarahi anaknya, jika anaknya pulang
lebih lama dari itu, tapi terkadang juga orang tua marah besar kepada
anaknya jika lewat pada waktunya. Ini dapat membuat anak bingung.
4. Pola asuh appeasers
Appeasers ini merupakan pola asuh dari orangtua yang sangat khawatir
akan anaknya, takut terjadi sesuatu yang tidak baik pada anaknya
(overprotective).

Contohnya, orangtua memarahi anaknya jika bergaul dengan anak


tetangga. Karena takut menjadi tidak benar. Orangtua tidak mengizinkan
anaknya untuk berpergian tanpa didampingi oleh orangtua, karena takut
terjadi yang tidak diinginkan. Ini membuat anak menjadi tidak bebas.
5. Pola asuh permisif
Tipe orangtua yang mempunyai pola asuh permisif cenderung selalu
memberikan kebebasan pada anak tanpa memberikan kontrol sama
sekali. Anak sedikit sekali dituntut untuk suatu tangung jawab, tetapi
mempunyai hak yang sama seperti orang dewasa. Anak diberi kebebasan
untuk mengatur dirinya sendiri dan orangtua tidak banyak mengatur
anaknya. Orangtua permisif memberikan kepada anak untuk berbuat
sekehendaknya dan lemah sekali dalam melaksanakan disiplin pada
anak. Pola asuhan permisif bercirikan adanya kontrol yang kurang,
orangtua bersikap longgar atau bebas, bimbingan terhadap anak kurang.
Ciri pola asuh ini adalah semua keputusan lebih banyak dibuat oleh anak
daripada orangtuanya.
6. Pola asuh otoritatif
Pola asuh otoritatif adalah pola asuh orangtua pada anak yang memberi
kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal
sesuai dengan kemampuan anak dengan sensor batasan dan pengawasan
yang baik dari orangtua. Pola asuh ini adalah pola asuh yang cocok dan

20 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
baik untuk diterapkan para orangtua kepada anak-anaknya. Anak yang
diasuh dengan tehnik asuhan otoritatif akan hidup ceria, menyenangkan,
kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orangtua, menghargai dan
menghormati orangtua, tidak mudah stres dan depresi, berprestasi baik,
disukai lingkungan dan masyarakat dan lain-lain.13

13
http://media.iyaa.com/article/2016/06/Ada-6-Tipe-Pola-Asuh-Orangtua-kepada-Anak-3453883.html

21 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
BAB III
KESIMPULAN
Anak Usia 6-12 tahun adalah masa usia sekolah tingkat SD bagi anak yang
normal. Perkembangan anak masih sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga.
Sebagai orang tua harus mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anaknya terutama
pada usia ini karena pertumbuhan anak-anak sangat pesat yang harus diimbangi dengan
pemberian nutrisi dan gizi yang seimbang.

22 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H
DAFTAR PUSTAKA
Chasiru Zainal Abidin,psikologi perkembangan,Surabaya:UIN SA Press,2013
John W Santrock. Perkembangan Masa Hidup. Erlangga : Edisi ketigabelas, jilid 1
Rita Eka Izzaty dkk, Perkembangan Peserta Didik, (Yogyakarta: UNY Press, 2008)
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya)
Syamsu Yusuf dan Nani M. Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2011)

23 | P E R K E M B A N G A N A N A K S E K O L A H

Anda mungkin juga menyukai