Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

TUMBUH KEMBANG MANUSIA


DISUSUN OLEH :

Nama kelompok :
Anisa safitri
Devi agustin
Mia azzahra
Sri tari indriyani
Widhia febry nugraheni
Zahra mujadiddah
Zalvenna mutiara maulidina

Guru pembimbing :Rosy nurfitriany S.ST

Konsep Tumbuh Kembang Pada Anak Usia


Prasekolah

A. Konsep Tumbuh Kembang Pada Anak Usia Prasekolah


1. Tumbuh kembang anak prasekolah dalam aspek fisik
Pada akhir tahun ke 2, pertumbuhan tubuh dan otak lambat, dengan penurunan yang
seimbang pada kebutuhan nutrisi dan nafsu makan antara usia 2 dan 5 tahun, ratarata pertambahan berat badan anak kira-kira 2 kg dan tinggi 7 cm. Setiap tahun
bagian utama perut anak menjadi rata dan tubuh menjadi lebih langsing. Puncak
energi fisik dan kebutuhan tidur menurun sampai 11-13 jam/24 jam, biasanya
termasuk sekali tidur siang. Ketajaman penglihatan mencapai 20/30 pada usia 3
tahun. 20 gigi primer telah muncul pada usia 3 tahun (Behrmaan dan Kliegman, 2000
hal 60-69).
Proporsi fisik tidak lagi menyerupai anak todler dalam posisi jongkok dan perut yang
gembung. Postur tubuh anak prasekolah lebih langsing tetapi kuat, anggun, tangkas
dan tegap. Hanya ada sedikit perbedaan dalam karakteristik fisik sesuai dengan
jenis kelamin, kecuali yang ditentukan oleh faktor lain seperti pakaian dan potongan
rambut. Sebagaian sistem tubuh telah matur dan stabil serta dapat menyesuaikan
diri dengan stres dan perubahan yang moderat. Selama periode ini sebagaian anak
sudah menjalani toilet training. Seluruh gigi desidua yang berjumlah 20 harus

lengkap pada usia 3 tahun. Perkembangan motorik halus pada usia prasekolah
memungkinkan anak mampu menggunakan sikat gigi dengan baik, anak harus
menggosok giginya dua kali sehari (poter dan perry,2005 hal 663).

2. Tumbuh kembang anak prasekolah dalam aspek psikososial


Masa pra sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiativeguilty.
Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan
tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena kemampuan
anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalankegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk
sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat (poter dan perry,2005 hal
665).
Tahap ketiga ini juga dikatakan sebagai tahap kelamin-lokomotor (genital-locomotor
stage) atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada suatu periode
tertentu saat anak menginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, dan tugas yang harus
diemban seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif)
tanpa banyak terlalu melakukan kesalahan. Masa-masa bermain merupakan masa di
mana seorang anak ingin belajar dan mampu belajar terhadap tantangan dunia luar,
serta mempelajari kemampuan-kemampuan baru juga merasa memiliki tujuan.
Indikator positif pada masa ini mempelajari tingkat ketegasan dan tujuan
mempengaruhi lingkungan. Mulai mengevaluasi kebiasaan (perilaku) diri sendiri.
Sedangkan indikator negatifnya adalah kurang percaya diri, pesimis, takut salah.
Pembatasan dan kontrol yang berlebihan terhadap aktivitas pribadi. Inisiatif,
mencoba hal-hal baru, perilaku kuat, imajinatif dan intrusif, perkembangan perasaan
bersalah dan identifikasi dengan orang tua yang berjenis kelamin sama. Pembatasan
akan mencegah anak dari perkembangan inisiatif. Rasa bersalah mungkin muncul
pada saat melakukan aktivitas yang berlawanan dengan orang tua. Anak perlu belajar
untuk memulai aktivitas tanpa merusak hak-hak orang lain (poter dan perry,2005
hal 665).

3. Tumbuh kembang anak prasekolah dalam aspek motorik


Aspek motorik anak usia prasekolah lebih berkembang dari usia sebelumnya.
Keterampilan motorik kasar dan halus bertambah baik. Ketrampilan motorik kasar
pada anak usia 3 tahun anak adalah dapat mengendarai sepeda roda tiga, menaiki
tangga menggunakan kaki bergantian, berdiri satu kaki selama beberapa menit dan
melompati sesuatu. Pada anak usia 4 tahun anak mampu melompat dengan satu kaki,
menangkap bola dan menuruni tangga dengan kaki bergantian. Pada anak usia 5 tahun
anak dapat melompat dengan kaki bergantian, melempar dan menangkap bola,
melompati tali, dan berdiri seimbang satu kaki bergantian dengan mata tertutup
(poter dan perry,2005 hal 665).
Sedangkan motorik halus pada anak usia 3 tahun anak dapat membangun menara 9
atau 10 balok, membuat jembatan dari 3 balok, meniru bentuk lingkaran, dan
menggambar tanda silang. Pada anak usia 4 tahun anak dapat merekatkan sepatu,
meniru gambar bujur sangkar, menjiplak segilima dan menambahkan 3 bagian ke
dalam gambar garis. Pada anak usia 5 tahun anak dapat mengikat tali sepatu,
menggunakan gunting dengan baik, meniru gambar segilima dan segitiga,
menambahkan 7 sampai 9 bagian pada gambar garis dan menulis beberapa huruf dan
angka serta nama depan (poter dan perry,2005 hal 665)

4. Tumbuh kembang anak prasekolah dalam aspek bahasa


Perkembangan bahasa terjadi paling cepat antara usia 2 dan 5 tahun.
Pembendaharaan kata bertambah dari 50-100 kata sampai 2000 lebih. Perbedaan
yang penting antara percakapan, produksi suara yang dapat dimengerti, dan bahasa,
mendasari tindakan tindakan mental. Bahasa mencakup fungsi pengungkapan maupun
penilaian. Pada umumnya, masalah percakapan lebih dapat dinilai untuk terapi dari
pada masalah bahasa (Behrmaan dan Kliegman, 2000 hal 60-69)
Bahasa adalah barometer yang kritis dari perkembangan kognitif maupun emosi.
Anak yang diperlakukan dengan kejam dan diacuhkan, dapat dikorelasikan dengan
bahasa yang tertunda, terutama kemampuan untuk menyampaikan keadaan emosi.
Sebaliknya, penundaan demikian dapat turut menimbulkan masalah perilaku,
sosialisasi dan pelajaran. Bahasa memainkan peran penting dalam pengaturan

perilaku mula-mula melalui pemahaman anak terhadap permintaan dan batas-batas


orang dewasa dan kemudian melalui percakapan pribadi dimana anak mengurangi
larangan-larangan orang dewasa yang pertama kali didengar dan kemudian dijiwai.
Bahasa juga memungkinkan anak mengungkapkan perasaan, seperti marah atau
frustasi tanpa melampiaskannya; oleh karena itu, penundaan berbicara anak-anak
menunjukkan tingkat kemarahan yang lebih tinggi dan tingkah laku luar yang lain
(Behrmaan dan Kliegman, 2000 hal 60-69).
Buku-buku bergambar berperan khusus bukan saja dalam mengenalkan anak-anak
tentang kata-cetak, tetapi juga perkembangan bahasa lisan. Membaca dengan keras
dengan anak merupakan proses interaktif dimana orang tua memfokuskan perhatian
anak pada gambar tertentu, menayakan tanggapan (dengan bertanya Apa itu?), dan
kemudian memberikan jawaban (Benar, itu anjing.). tanya jawab yang rutin ini
diulang berkali-kali dalam latihan membaca buku. Seiring pertumbuhan pengalaman
anak, orang tua menambah pertanyaan lebih kompleks, meminta penggambaran (Apa
warna ajing itu?) dan kemudian proyeksi (apa yang akan dilakukan oleh anjing?).
Unsur-unsur pembagian perhatian, partisipasi aktif, tanya jawab segera,
pengulangan dan penyelesaian kesukaran membuat kerutinan untuk belajar bahasa
(Behrmaan dan Kliegman, 2000 hal 60-69)

5. Tumbuh kembang anak prasekolah dalam aspek kognitif


Periode prasekolah dapat disamakan dengan stadium praoperasional piaget
(pralogika), ditandai oleh pemikiran ajaib, egosentris dan pemikiran yang didominasi
pleh kesadaran. Pemikiran ajaib meliputi kerancuan dari kejadian yang kebetulan
untuk sebab dan akibat, animisme (menghubungan motivasi kepada benda mati dan
kejadian) dan kepercayaan yang tidak realistis mengenai kekuatan hasrat contoh
dari pemikiran ajaib anak adalah anak percaya bahwa orang-orang membuat hujan
dengan membawa payung, bahwa matahri turun karena lelah. (Behrmaan dan
Kliegman, 2000 hal 60-69)
Piaget menunjukan dominasi persepsi di atas logika dengan urutan yang terkenal
dari uji coba pengawetan dalam salah satu uji coba, air dituangkan bolak- balik
dalam pot yang tinggi dan kecil ke piring lebar yang lebih rendah. Dan anak-anak
ditanya mana yang berisi lebih banyak. Mereka selalu memilih yang lebih besar

(biasanya pot yang tinggi), bahkan ketika peneliti menunjukan bahwa tidak ada air
yang telah diambil atau ditambah pada pot ataupun piring. Salah pengertian
demikian menggambarkan hipotesis perkembangan anak tentang sifat alamiah dunia,
juga kesulitan mereka dalam menyelesaikan berbagai situasi secara serentak
(Behrmaan dan Kliegman, 2000 hal 60-69).
Pengetahuan anak prasekolah tentang dunia tetap berhubungan secara erat pada
pengalaman konkret (dirasa dengan perasaan). Bahkan kehidupaan mereka kaya akan
fantasi didasarkan pada pandangan tentang realistis. Pada anak usia prasekolah
ditandai dengan pemikiran perseptual yang terbatas, dimana anak menilai orang,
benda dan kejadian dari penampilan luar mereka atau apa yang tampak terjadi
(poter dan perry,2005 hal 664).

B. Penyakit Dan Hospitalisasi Pada Anak Usia Prasekolah


Anak usia prasekolah kurang dapat membedakan antara diri sendiri dan orang lain.
Mereka memiliki pemahaman bahasa yang terbatas dan hanya dapat melihat satu
aspek dari suatu objek atau situasi pada satu waktu (Mary E Muscari, 2002 hal 6769).
Untuk anak prasekolah, hospitalisasi dan penyakit merupakan pengalaman yang
penuh tekanan, utamanya karena perpisahan dengan lingkungan dimana orang lain
berarti, seleksi perilaku koping terbatas, dan perubahan status kesehatan. Tujuan
utama yang penting dari keperawatan adalah membuat suatu pengalaman yang
positif (poter dan perry,2005 hal 665). Dibawah ini merupakan reaksi anak
terhadap penyakit dan hospitalisasi.

1. Reaksi terhadap penyakit


Anak usia prasekolah merasa fenomena nyata yang tidak berhubungan sebagai
penyebab penyakit.
Cara berpikir magis menyebabkan anak usia prasekolah memandang penyakit sebagai
suatu hukuman. Selain itu, anak usia prasekolah mengalami konflik psikoseksual dan
takut terhadap mutilasi, menyebabkan anak terutama takut terhadap pengukuran
suhu rektal dan kateterisasi urine.

2. Reaksi terhadap hospitalisasi


Mekanisme pertahanan utama anak usia prasekolah adalah menolak.
Mereka akan bereaksi terhadap perpisahan dengan menolak untuk bekerja sama.
Anak usia prasekolah merasa kehilangan kendali karena mereka mengalami
kehilangan kekuatan mereka sendiri.
Takut terhadap cedera tubuh dan nyeri mengarah kepada rasa takut terhadap
mutilasi dan prosedur menyakitkan.
Keterbatasan pengetahuan mengenai tubuh meningkatkan rasa takut yang khas.
sebagai contoh, takut terhadap kateterisasi (dicetuskan oleh pengukuran suhu
rektal, dan kateter) dan takut bahwa kerusakan kulit (misalnya jalur intravena dan
prosedur pengambilan darah) akan menyebabkan dalam tubuhnya menjadi bocor.
Anak usia prasekolah menginterpretasikan hospitalisasi sebagai hukuman dan
perpisahan dengan orang tua sebagai kehilangan kasih sayang.

3. Penatalaksanaan Hospitalisasi
Teknik dalam melakukan intervensi umum :
1) Gunakan boneka tangan atau boneka untuk mendemonstrasikan prosedur.
2) Gunakan istilah yang sesuai dengan usia dan tingkat pemahaman anak (mis,
menyatakan memperbaiki daripada memotong).
3) Gunakan balutan berperekat setelah memberi injeksi.

4) Anak didampingi orang tua selama prosedur.


5) Hindari melakukan prosedur invasif, bila memungkinkan.
6) Berikan bintang, bet dan bentuk penghargaan lainnya.
7) Bermain dengan pengalaman di rumah sakit (misalnya: improvisasi dengan
peralatan dokter dan perawat).
8) Yakinkan kembali pada anak usia prasekolah bahwa ia tidak bertanggungjawab
terhadap penyakitnya.
9) Tingkatan perawatan diri anak
Teknik melindungi anak dari rasa bersalah :
1) Katakan pada anak bahwa tidak ada seorangpun yang disalahkan atas penykit
atau hospitalisasi
2) Jelaskan prosedur dengan bahasa yang dipahaminya
Teknik melindungi anak dari rasa takut :
1) Gunakan permainan teraupeutik
2) Jangan membicarakan hal-hal yang tidak di mengerti anak
3) Gunakan pakaian yang tidak menbuat anak takut atau trauma
Teknik meningkatkan penggunaan bahasa :
1) Anjurkan anak bertanya
2) Berikan anak membuat beberapa keputusan
3) Ajarkan anak kata-kata baru
4) Berikan intervensi emosional dan psikososial

Teknik mendorong kemandrian anak :


1) Perbolehkan perawatan diri
2) Biarkan anak membuat beberapa keputusan
3) Beri pujian atas kemampuan anak
4) Hormati pendapat anak

Teknik meningkatkan keamanan anak :


5) Jelaskan peraturan untuk keamanan kepada anak dan orang tua
6) Ikuti peraturan di rumah apabila memungkinkan
7) Biarkan aktivitas ritual anak terus dilakukan, asalkan tidak bertentangan dengan
penyakitnya
Teknik meningkatkan identitas seksual :
1) Terangkan kembali anak mengenai genitalia
2) Gunakan tangan anak ketika mengkaji genitalia

Anda mungkin juga menyukai