Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Anak Sekolah

1. Definisi Anak Sekolah

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan

perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa

pertumbuhan dank perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia bermain/oddler

(1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun), hingga remaja (11-18

tahun). Rentang ini berada antara anak satu dengan yang lain mengingat latar beakang

anak berbeda. Pada anak terdapat rentang perubahan pertumbuhan dan perkembangan

yaitu rentang cepat dan lambat. Dalam proses perkembangan anak memiliki cirri fisik,

kognitif, konsep diri, pola koping dan perilaku social.

Ciri fisik adalah semua anak tidak mungkin pertumbuhan fisik yang sama akan

tetapi mempunyai perbedaan dan pertumbuhannya. Demikian juga halnya perkembangan

kognitif juga mengalami perkembangan yang tidak sama. Adakalanya anak dengan

perkembangan kogintif yang cepat juga adakalanya perkembangan kognitif yang lambat.

Hal tersebut juga dapat dipengaruhi oleh latar belakang anak. Perkembangan konsep diri

ini sudah ada sejak bayi, akan tetapi belum terbentuk secara sempurna dan akan

mengalami perkembangan seiring dengan pertambahan usia pada anak. Demikian juga

pola koping yang dimiliki anak hamper sama dengan konsep diri yang dimiliki anak.
Pola koping pada anak juga sudah terbentuk mulai bayi, hal ini dapat kita lihat

pada saat bayi anak menangis. Salah satu pola koping yang dimiliki anak adalah

menangis seperti bagaimana anak lapar, tidak sesuai dengan keinginannya, dan lain

sebagainya. Kemudian perilaku social pada anak juga mengalami perkembangan yang

terbentuk mulai bayi. Pada masa bayi perilaku social pada anak sudah dapat dilihat

seperti bagaimana anak mau diajak orang lain, dengan orang banyak dengan

menunjukkan keceriaan. Hal tersebut sudah mulai menunjukkan terbentuknya perilaku

social yang seiring dengan perkembangan usia. Perubahan perilaku social juga dapat

berubah sesuai dengan lingkungan yang ada, seperti bagaimana anak sudah mau bermain

dengan kelompoknya yaitu anak-anak (Azis, 2005).

Anak usia sekolah dasar (SD) merupakan masa yang sangat menentukan

terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang baik. Asupan makanan yang bergizi

seimbang begitu penting untuk menjamin tumbuh kembang anak yang sehat dan aktif.

Peran dan dukungan orang terdekat mempengaruhi kebiasaan makan anak. Apabila

kebiasaan makan baik, dengan menerapkan makanan sehat dan bergizi seimbang sejak

dini, maka kebiasaan tersebut akan berpengaruh hingga tumbuh dewasa nanti.

Selanjutnya seorang anak mulai bersekolah dimana ia akan memperoleh

pendidikan secara formal dari guru/pengajar/pendidik. Sekolah adalah tempat sesudah

keluarga dimana anak akan memperoleh pendidikan. Oleh karena itu sekolah merupakan

lembaga yang sangat penting didalam pembentukan kepribadian anak dan menentukan

mutu anak tersebut dikemudian hari. Menurut Nasution (1993, dalam Djamarah, 2008)

masa usia sekolah sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam

tahun hingga kira-kira sebelas atau duabelas tahun.


Masa usia sekolah dianggap oleh Suryabrata (2008) sebagai masa intelektual atau

masa keserasian bersekolah. Tetapi dia tidak berani mengatakan pada umur berapa

tepatnya anak matang untuk masuk sekolah dasar. Kesukaran penentuan ketepatan umur

matang untuk masuk sekolah dasar disebabkan kematangan itu tidak hanya ditentukan

oleh umur semata, tetapi ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya seperti yang

sudah dibahas sebelumnya.

Usia sekolah ditandai dengan mulainya anak masuk sekolah dasar dan dimulainya

sejarah baru dalam kehidupannya yang kelak akan mengubah sikap-sikap dan tingkah

lakunya. Para guru mengenal masa ini sebagai masa sekolah oleh karena pada usia inilah

anak untuk pertama kalinya menerima pendidikan formal, tetapi bisa juga dikatakan

bahwa masa usia sekolah adalah masa matang untuk belajar maupun masa matang untuk

sekolah. Disebut masa matang untuk belajar karena anak sudah berusaha untuk mencapai

sesuatu, sedangkan disebut masa matang untuk sekolah karena anak sudah menamatkan

taman kanak-kanak, sebagai lembaga persiapan bersekolah yang sebenarnya dan anak

sudah menginginkan kecakapan-kecakapan baru yang dapat diberikan dari sekolah.

Usia sekolah adalah usia yang sangat penting dalam perjalanan hidup anak,

karena usia inilah pertama sekali anak diperkenalkan dengan dunia pendidikan formal,

dimana dalam pendidikan formal anak sudah dituntut mampu menerapkan intelektualnya.

Dalam masa ini juga anak mengalami pertumbuhan fisik serta perkembangan emosional

dan sosial, anak senang berkumpul dengan teman sebaya untuk melakukan sosialisasi.

Rentang umur usia sekolah antara enam sampai dua belas tahun sesuai dengan pendapat

Nasution (1993, dalam Djamarah, 2008).


2. Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak

Aspek tumbuh kembang pada anak dewasa ini adalah salah satu aspek yang

diperhatikan secara serius oleh para pakar, karena hal tersebut merupakan aspek yang

menjelaskan mengenai proses pembentukan seseorang, baik secara fisik maupun

psikososial. Namun, sebagian orang tua belum memahami hal ini, terutama orang tua

yang mempunyai tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang relative rendah. Mereka

menganggap bahwa selama anak tidak sakit, berarti anak tidak mengalami masalah

kesehatan termasuk pertumbuhan dan perkembangannya. Sering kali para orang tua

mempunyai pemahaman bahwa pertumbuhan dan perkembangan mempunyai pengertian

yang sama ( Nursalam, 2005).

3. Tahapan Tumbuh Kembang Anak Usia Sekolah

Tahapan ini dimulai sejak anak berusia 6 tahun sampai organ-organ seksualnya

masak. Kemasakan seksual ini sangat bervariasi baik antara jenis kelamin maupun antar

budaya berbeda (Irwinto, 2002). Berdasarkan pembagian tahapan perkembangan anak,

ada dua masa perkembangan pada anak usia sekolah, yaitu pada usia 6-9 tahun atau masa

kanak-kanak tengah dan pada usia10-12 tahun atau masa kanak-kanak akhir. Setelah

menjalani masa kanak-kanak akhir anak akan memasuki masa remaja. Pada usia sekolah,

anak memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih muda.

Perbedaan ini terlihat dari aspek fisik, mental-intelektual, dan social-emosial anak

(Gustian, 2002).

Pertumbuhan fisik pada anak usia sekolah tidak secepat pada masa-masa

sebelumnya. Anak akan tumbuh antara 5-6 cm setiap tahunnya. Pada masa ini, terdapat
perbedaan antara anak perempuan dan anak laki-laki. Namun, pada usia 10 tahun ke atas

pertumbuhan anak laki-laki akan menyusul ketertinggalan mereka. Perbedaan ini yang

akan terlihat pada aspek fisik antara anak laki-laki dan perempuan adalah pada bentuk

otot yang dimiliki. Anak laki-laki lebih berotot dibandingkan anak perempuan yang

memiliki otot lentur.

Kemampuan anak usia sekolah dalam menggunakan fisiknya atau sering disebut

kemampuan motorik terlihat lebih menonjol dibandingkan usia sebelumnya. Kemampuan

motorik pada anak dibagi menjadi dua yaitu kemampuan motorik kasar dan kemampuan

motorik halus. Kemampuan motorik kasar dan halus yang dimiliki oleh anak merupakan

syarat mutlak untuk dapat memasuki dunia sekolah. Mereka akan mempelajari

keterampilan-keterampilan dasar untuk menguasai pelajaran-pelajaran di sekolah.

Kemampuan motorik halus anak pada usia sekolah berkembang dengan pesat. Anak

sudah dapat menggunakan fisiknya untuk menggunakan alat-alat yang membutuhkan

ketrampilan motorik halus, seperti alat tulis.

Perkembangan moral berkaitan dengan kemampuan anak dalam memahami

mengenai mana yang benar dan salah serta apa yang boleh dan tidak. Kemampuan ini

berkembang tahap demi tahap sesuai dengan pertambahan usia anak. Sebelum mencapai

usia 11 tahun, anak akan berada pada tahap eksternal mortalitas. Pada tahap ini anaka

akan sangat kaku memegang aturan dan tidak mau melanggarnya karena akan

mendapatkan sanksi. Tahap ini juga ditandai ketidaktahuan anak mengenai sumber dari

aturan yang ada. Jika ditanya aturan itu dari mana, anak akan menjawab bahwa peraturan

dari tuhan atau ayah. Ketika memasuki usia 11 tahun, anak sudah memahami bahwa
aturan adalah hasil kesepakatan. Pada tahap ini dapat dikatakan anak talah memasuki

tahapan internal moralitas.

Dibanding anak prasekolah , anak usia sekolah dapat mengingat lebih banyak.

Mereka mampu menghubungkan antara informasi yang baru dan informasi yang dimiliki

sebelumnya. Kelebihan dalam ingatan ini disebabkan oleh beberapa aspek , seperti

kapasitas ingatan jangka pendek. Kapasitas ingatan jangka pendek anak bertambah

seiring bertambahnya usia. Hal ini yang menyebabkan anak usia sekolah memiliki daya

ingat yang lebih banyak yaitu pengetahuan mengenai strategi dalam mengingat, seperti

pengulangan (rehearsal) materi-materi yang akan di ingat, sedangkan anak usia

prasekolah mengingat sebuah nformasi tanpa melakukan pengulangan-pengulangan.

Salah satu hal penting dari meningkatnya kemampuan anak dalam mengingat

adalah belajar membaca. Semakin baik ingatan anak maka akan semakin mudah ia

belajar membaca. Untuk belajar membaca anak harus siap, dalam arti anak telah memiliki

kematangan dalam aspek-aspek fisiologisnya dan memiliki minat untuk mulai membaca.

Anak harus sudah dapat melakukan pengamatan dengan baik terhadap huruf-huruf yang

ada, karena jika hal ini belum tercapai, anak akan sukar belajar untuk membaca.

Ciri khas kehidupan sosial-ekonomi anak usia sekolah adalah menghabiskan

waktu dengan lingkungan sekolah dan teman-temannya. Anak membutuhkan lingkungan

yang lebih luas dan bergaul dengan lebih banyak orang. Karena keinginan yang sangat

besar untuk diterima menjadi bagian dari kelompok serta keinginan yang besar untuk

membentuk kelompok-kelompok, masa sekolah disebut juga masa gang age (Munandar,

2009). Ciri-ciri anak sekolah dalam kegiatan berkelompoknya terlihat dari cara-cara
merekamenggunakan istilah-istilah dalam kelompok mereka. Walaupun demikian, anak

tetap mengharapkan dengan orang tua meskipun dengan bentuk yang berbeda dengan

anak yang usianya lebih muda (Gustian, 2002).

Menginjak usia sekolah, anak mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi

secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu, dia mulai belajar untuk

megendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi

diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasaan). Dalam proses peniruan,

kemampuan orang tua dalam mengendalikan emosinya sangat berpengaruh. Emosi-emosi

yang secara dialami pada tahap perkembangan usia sekolah ini adalah marah, takut, iri

hati, kasih saying, rasa ingin tahu, dan kegembiraan, (rasa senang, nikmat, atau bahagia).

Emosi merupakan factor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu,

dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi yang positif, seperti perasaan senang,

bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk

mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti memperhatikan penjelasan

pemateri, membaca buku, aktif dalam diskusi, mengerjakan tugas, dan disiplin dalam

belajar.

Seiring perkembangan fisiknya yang beranjak matang, maka perkembangan

motorik anak sudah dapat terkodinasi dengan baik. Setiap gerakannya sudah selaras

dengan kebutuhan atau minatnya. Pada masa ini ditandai dengan kelebihan gerak atau

aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk

belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik ini, seperti menulis, menggambar,

melukis, mengetik (komputer), berenamg, main bola, dan atletik.


Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor penentu kelancaran

proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan maupun keterampilan. Oleh karaena itu,

perkembangan motorik sanagat menunjang keberhasilan belajar peserta didik. Pada masa

usia sekolah dasar kematangan perkembangan motorik ini pada umumnya dicapainya,

karaena itu mereka sudah siap menerima pelajaran keterampilan.

Sesuai perkembangan fisik (motorik ) maka di kelas-kelas permulaan sangat tepat

diajarkan :

a. Dasar-dasar keterampilan untuk menulis dan menggambar.

b. Keterampilan dalam mempergunakan alat-alat olahraga (menerima, menendang,

dan memukul).

c. Gerakan-gerakan untuk meloncat, berlari, berenang, dan sebagainya.

d. Baris-berbaris secara sederhana untuk menanamkan kebiasaan, ketertiban, dan

kedisiplinan.

e. Permainan yang disukai cenderung kegiatan bermain yang dilakukan secara

kelompok, kecuali anak-anak yang kurang diterima di kelompoknya dan

cenderung memilih bermain sendiri. Bermain yang sifatnya menjelajah, ketempat-

tempat yang belum pernah dikunjungi baik dikota maupun di desa mengasikkan

bagi anak. Permainan konstruktif yaitu membangun atau membentuk sesuatu

adalah bentuk permainan yang disukai anak serta mampu mengembangkan

kreativitas anak. Bernyayi meerupakan bentuk kegiatan kreatif lainnya. Sealain

itu bentuk permainan kelompok yang disenangi meruoakan permainan oleh raga

seperti basket, sepak bola, voleydan sebagainya. Jenis permainan ini membantu

perkembangan otok dan perkembangan tubuh.


B. Tinjauan Umum Storytelling

1. Definisi

Menurut Echols (dalam aliyah, 2011) storytelling terdiri atas dua kata

yaitu story berarti cerita dan telling berarti penceritaan. Penggabungan dua kata

storytelling berarti penceritaan cerita atau menceritakan cerita. Selain itu,

storytelling disebut juga bercerita atau mendongeng seperti yang dikemukakan

oleh Malan, mendongeng adalah bercerita berdasarkan tradisi lisan. Storytelling

merupakan usaha yang dilakukan oleh pendongeng dalam menyampaikan isi

perasaan, buah pikiran atau sebuah cerita kepada anak-anak serta lisan.

Disamping itu, storytelling sangat bermanfaat sekali bagi guru seperti

halnya dikemukakan oleh Loban (dalam Aliyah, 2011) menyatakan bahwa

storytelling dapat menjadi motivasi untuk mengembangkan daya kesadaran,

memperluas imajinasi anak, orangtua atau menggiatkan kegiatan storytelling pada

berbagai kesempatan seperti ketika anak-anak sedang bermain, anak menjelang

tidur dan pada saat anak makan, atau guru yang sedang membahas tema digunakan

metode storytelling.

Menurut Pellowski (dalam Nurcahyani, 2010) mendefinisikan storytelling

sebagai sebuah seni atau seni dari sebuah keterampilan bernarasi dari cerita-cerita

dalam bentuk syair atau prosa, yang dipertunjukkan atau dipimpin oleh satu orang

di hadapan audience secara langsung dimana cerita tersebut dapat dinarasikan

dengan cara diceritakan atau dinyanyikan, dengan atau tanpa musik, gambar,

ataupun dengan iringan lain yang mungkin dapat dipelajari secara lisan, baik

melalui sumber tercetak, ataupun melalui sumber rekaman mekanik.


2. Teknik pemberian

Dongeng bisa menjadi wahana untuk mengasah imajinasi, membuka

pemahaman dan belajar pada pengalaman-pengalaman sang tokoh dalam dongeng

tersebut. Teknik bercerita merupakan cara yang unik, menarik tanpa memaksa dan

tanpa perlu menggurui sang anak (Haryani, 2007).

3. Manfaat

Manfaat story telling atau mendongeng antara lain: mudah membuat anak

tertidur,sebagai aktifitas rileks, memang memiliki potensi konstruktif untuk

mendukung pertumbuhkembangan mental anak, mampu mengembangkan daya

pikir dan imajinasi anak,mengembangkan kemampuan berbicara anak,

mengembangkan daya sosialisasi anak dan yang terutama adalah sarana

komunikasi anak dengan orang tuanya, Ampuh dan efektif untuk memberikan

Human Touch atau sentuhan manusiawi dan sportifitas bagi anak, jelajah

cakrawala pemikiran anak akan menjadi lebih baik, lebih kritis, dan cerdas. Anak

juga bias memahami hal mana yang perlu ditiru dan yang tidak boleh ditiru,

membantu anak dalam mengidentifikasi diri dengan lingkungan sekitar di

samping memudahkan mereka menilai dan memposisikan diri di tengah-tengah

orang lain dan mengembangkan minat anak untuk makan.

Karena manfaatnya yang sangat banyak, maka kegiatan story telling perlu

dilakukan oleh setiap orang tua kepada anaknya agar berdampak positif pada

anak itu sendiri. Seperti yang telah disebutkan diatas, bahwa kegiatan story telling

dapat membuat pemikiran anak menjadi lebih baik, lebih kritis, dan cerdas maka
kegiatan story telling ini tentunya tidak boleh dipandang sebelah mata, akan tetapi

justru sebaliknya. Manfaatnya yang sangat banyak, penting untuk bisa menjadi

story teller yang baik

C. Tinjauan Umum Kesulitan Makan

1. Definisi

Kesulitan makan adalah merupakan suatu gejala dari berbagai penyakit atau

gangguan fungsi tubuh, bukan merupakan suatu bentuk diagnosis atau penyakit

tersendiri. Definisi kesulitan makan adalah jika anak tidak mau atau menolak untuk

makan, atau mengalami kesulitan mengkonsumsi makanan atau minuman dengan

jenis dan jumlah sesuai usia secara fisiologis (alamiah dan wajar), yaitu mulai dari

membuka mulutnya tanpa paksaan, mengunyah, menelan hingga sampai terserap

dipencernaan secara baik tanpa paksaan dan tanpa pemberian vitamin dan obat

tertentu.

Palmer mendifinisikan masalah makan atau penolakan terhadap makanan

tertentu sebagai akibat disfungsi neuromotorik, gangguan saluran cerna atau faktor

psikososial yang mempengaruhi makan atau kombinasi dua atau lebih penyebab

tersebut. Peneliti lain membuat definisi bahwa masalah makan terjadi bila anak

hanya mampu menghabiskan kurang dari 2/3 jumlah makanannya sehingga

kebutuhan nutrien tidak terpenuhi.

Beberapa tampilan klinis kesulitan makan pada anak dapat berupa:

a. Memuntahkan atau menyembur-nyemburkan makanan yang sudah masuk

simulut anak
b. Makan berlama-lama dan memainkan makanan.

c. Sama sekali tidak mau memasukkan makanan ke dalam mulut.

d. Memuntahkan atau menumpahkan makanan

e. Menepis suapan dari orangtua

f. Tidak mengunyah tetapi langsung menelan makanan

g. Kesulitan menelan, sakit bila mengunyah atau menelan makanan

Klinik perkembanganan anak Affiliated Program for children

Development di di Universitas George town melaporkan jenis kesulitan makan pada

anak sesuai dengan jumlahnya adalah :

a. Hanya mau makan makanan cair atau lumat 27,3%

b. Kesulitan menghisap, mengunyah atau menelan 24,1%

c. Kebiasaan makan yang aneh dan ganjil 23,,4%

d. Tidak menyukai variasi banyak makanan 11,1%

e. Keterlambatan makan sendiri 8,0%

f. Mealing time tantrum 6,1%

2. Penyebab Anak Sulit Makan

Masalah kesulitan makan pada anak merupakan masalah tingkah laku anak yang

paling hanyak dijumpai dan sering dikeluhkan oleh para ibu. Sebenarnya kelainan ini

mudah sekali dicegah dan dapat diobati hanya dengan merubah lingkungan sekitar anak.

Hal yang lumrah tersebut tidak jarang mengundang gelisah paraorangtua.


Banyak sekali hal yang dapat menyebabkan kesulitan makan pada anak, antara lain

penyebab itu dapat berasal dari dari dalam tubuh sendiri,dari makanan dan dari

lingkungan.

a. Factor Dalam Diri Anak

Keadaan yang berasal dari tubuh, misalnya terjadi karena sifat khas pribadi anak

tersebut. Seperti diketahui tiap anak mempunyai kesukaan terhadap makanan sendiri-

sendiri. Sebagian anak menyukai manis, sebagian lagi lebih menyukai asin, ada anak yang

menyenangi daging, tapi anak lain lebih menggemari sayur-sayuran, dan lain-lain.

Namun bagaimana pun tiap anak sebenamya dilahirkan dengan nafsu makan yang

cukup. Secara naluriah mereka akan mengambil sesuatu yang diperlukan tubuhnya demi

kesinambungan pertumbuhan anaktersebut.

Pertumbuhan ego juga mempengaruhi tingkat selera makan anak. Pada anak usia 2

—3 tahun sifat negativitik sudah menjadi sifat yang hampir biasa pada anak. Pada umur

seperti ini anak sering menolak makanan yang diberikan kepadanya. Misalnya saja anak

yang berusia 6—9 bulan sering menolak susu. Keadaan tersebut terjadi pada anak yang

mendapat makanan padat untuk pertama kali atau anak yang mendapat susu melebihi

daripada jumlah yang diinginkan anak.

b. Factor Penyakit

Penyakit atau ketika anak sakit biasanya mempengaruhi nafsu makan anak.

Penyakit yang mempengaruhi nafsu makan umumnya kelainan pada mulut seperti

sariawan, tonsilitis dan rasa sakit akibat tumbuh gigi baru. Tuberkulosis, diare, demam,
kekurangan gizi-berat serta beberapa penyakit lainnya, juga dapat menyebabkanpenurunan

nafsu makan anak.

Perasaan tidak bahagia atau rasa cemburu terhadap adiknya, yang sebenarnya

normal pada anak yang berusia sekitar 9 bulan sampai 3 tahun, berperan pula dalam

menurunkan nafsu makan anak. Penyakit atau keadaan yang mendasari kelainan nafsu

makan ini harus dihilangkan dahulu, agar anak kembali makan seperti biasa

c. Factor Makanan

Faktor makanan seperti warna, bau, bentuk dan rasa makanan juga sangat

mempengaruhi selera makan anak. Anak-anak misalnya cenderung tertarik pada bentuk

makanan yang unik, warna makanan yang mencolok dan rasa makanan yang manis dan

asam. Perlu kehati-hatian dari orang tua akan jajanan jaman sekarang yang memang dibuat

untuk dapat menarik minat anak tetapi terkadang mengandung bahan tambahan yang

berbahaya, seperti pewarna dan pengawet. Makanan baru yang diperoleh anak akan

lebih banyak menimbulkan masalah.

d. Factor Lingkungan

Faktor lain yang menyebabkan kesulitan makan pada anak adalah lingkungan.

Misalnya keluarga akan membujuk, memberikan hadiah, memarahi, atau memaksa jika

anak tidak mau makan. Kalau hal ini terus menerus berlangsung maka akan menjadi

semacam kebiasaan dan dapat mempengaruhi cara makan anak, yang cenderung akan

menyulitkan.
Lingkungan sekitar rumah dan sekolah di mana terdapat jajanan yang menarik

hati anak-anak, juga dapat mempengaruhi pola makan anak. Seringnya jajan dan jenis

jajanan yang mengenyangkan akan menurunkan nafsu makan anak, hal ini dikhawatirkan

dapat menurunkan asupan gizi bagi si anak.

ketika seorang anak banyak mengkonsumsi makanan yang banyak

mengandung kalori atau dalam hal ini makanan atau jajanan yang manis-manis

sebelum waktunya makan, maka hal ini akan bisa menjadikan perut anak merasa

kenyang terlebih dahulu. Makanan yang banyak mengandung kalori ini biasanya

makanan yang manis-manis seperti : permen, minuman ringan, cokelat, snack ber-

MSG.

e. Bosan Dengan Menu Makanan

Merasa bosan dengan menu sehari-hari yang dirasakan anak seperti itu-itu saja

tanpa adanya variasi dalam penyajian menu makanan maka lambat laun hal ini akan bisa

menyebabkan anak bosan dan selanjutnya bisa masuk dalam tahapan anak menjadi susah

makan. Untuk itu para orang tua khususnya para ibu untuk lebih bisa menyajikan makanan

yang bervariasi.

f. Kehilangan Selera Makan

Berdasarkan beberapa penelitian, hal ini disebabkan oleh adanya faktor kecil yang

dialami oleh anak khusunya saat masih bayi. Pada kondisi demikian, bayi cenderung

lebih sering menyemburkan makanan yang dia makan atau hanya ingin mengemut saja.
3. Cara Mengatasi Anak Sulit Makan

a. Mengetahui Penyebab Anak Sulit Makan

Sebagai orang tua, bunda harus jeli dan cermat mengamati kecenderungan

buah hati. Ketika anak mulai susah makan maka bunda bisa mengetahui kira-kira apa

yang menyebabkan si kecil susah makan. Apa penyebabnya? apakah si kecil sedang

sakit? apakah ada kesalahan pada pola makan sikecil? ataukah masalah psikis buah

hati bunda. Dengan mengetahui penyebabnya maka penanganan bisa maksimal.

b. Sajikan Makanan Variasi Baru

Ketika anak tidak memiliki selera makan maka bunda bisa mencoba dengan

variasi baru. Kecenderungan anak biasanya akan menyukai sesuatu yang baru dan

belum pernah dirasakannya. Sajikan menu baru tersebut secara bertahap sedikit-demi

sedikit, jangan langsung sekaligus.

c. Jangan Memaksakan Anak Makan

Yang perlu digaris bawahi adalah anak punya hak memilih kapan mau

makan, seberapa banyak yang akan dikonsumsi olehnya. Jangan sampai orangtua

mengambil langkah pemaksaan, karena sudah dipastikan anak akan semakin

enggan dan kehilangan kepercayaannya terhadap orangtuanya sendiri. Hal ini juga

berakibat menghambat anak menentukan kapan waktu yang tepat untuk makan

secara rutin.

d. Jadikan Saat Makan Adalah Saat Menyenangkan Dan Nyaman


Cara mengatasi anak susah makan agar anak senang dan menanti-nantikan

saat makan adalah dengan menseting suasana yang menyenangkan. Bagi bunda

yang memiliki waktu luang ada baiknya memberi makan sambil jalan-jalan. Bisa

juga sambil memberikan cerita atau dongeng.

4. Kasulitan Makan Sayur

Sayuran merupakan salah satu makanan yang paling banyak ditolak oleh anak-

anak terutama pada anak usia sekolah, pada fase ini anak – anak seringkali mengalami

fase sulit makan, misalnya beberapa anak sekolah masih memilih kebiasaan makan yang

khas pada masa toodler dan menganggap sayuran rasanya kurang enak atau tidak sperti

makanan cepat saji yang gurih yang mengandung vetsin. Jika problem ini

berkepanjangan, maka dapat mengganggu tumbuh kembang anak karena jumlah dan jenis

gizi masuk dalam tubuhnya kurang (Dona L Wong, 2009).

Perilaku gizi yang salah pada anak sekolah perlu mendapat perhatian. Misalnya

tidak sarapan pagi, kurang mengonsumsi sayuran dan buah, terlalu banyak mengonsumsi

fast food dan junk food, makanan yang mengandung bahan pengawet, pewarna, dan

penambah cita rasa. Padahal, bisa dibilang konsumsi sayuran dan buah adalah kunci

menjalani makan pola sehat. Sayur mengandung vitamin, zat fitokimia, dan enzim yang

berfungsi membangun sel – sel tubuh, embantu tumbuh dan berkembang secara normal.

Serat di dalamnya juga bermanfaat dalam membersihkan sisa – sisa metabolisme dan

menstabilkan kadar kolesterol. Manfaatnya itu berperan besar dalam mencegah berbagai
penyakit degeneratif pada kemudian hari, seperti diabetes, kanker, stroke, dan serangan

jantung (Pratitasari, 2010)

Salah satu penyebab rendahnya konsumsi sayur pada anak karena kurangnya

pengetahuan dan sikap mengabaikan pentingnya makan sayur. Tidak efektifnya

pendidikan gizi pada anak semenjak usia dini berdampak pada pengetahuan yang kurang

tentang pola konsumsi makanan yang sehat dan seimbang saat dewasa, sehingga

menyebabkan perilaku yang salah (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Masalah tersebut

dapat berakibat buruk bagi tumbuh kembang anak. Anak dapat mempunyai peluang besar

untuk menderita kurang gizi karena makanan yang dikonsumsi dalam jumlah sedikit

sehingga tidak memenuhi kebutuhan nutrisinya (Fitriani et al., 2009). Selain itu, anak

dapat mengalami stunting atau menjadi balita pendek.

5. Dampak Kesulitan Makan Sayur Pada Anak

Kesulitan makan sayur pada anak banyak berdampak terhadap kesehatannya,

karena anak lebih memilih mengkonsumsi bahan makanan yang banyak mengandung

bahan kmia. Masalah makan berdampak buruk terhadap kesehatan anak, seperti

gangguan pertumbuhan, rentan terhadap infeksi, dan bahkan kematian (Manikam dan

Perman, 2000). Selain itu, masalah makan berpotensi menyebabkan gangguan kognitif

dan perilaku di kemudian hari. Masalah makan (feeding problems) juga dikaitkan dengan

mengakibatkan gangguan cemas dan kelainan makan (eating disorden) pada masa anak,

remaja, dan dewasa muda (Marchi dan Cohen dalam Chatoor, 2009).

Sebuah studi melaporkan bahwa anak dengan Picky Eater memiliki intake

makanan yang terbatas, terutama makanan yang kaya mikronutrien, seperti buah-buahan,

sayuran, dan daging. Perilaku ini bias mengganggu pertumbuhan anak karena memiliki
berat badan yang kurang selama 2 tahun pertama kehidupannya, bahkan 11,1% dari anak-

anak ini gagal tumbuh (Sofyan., 2011).

Selain itu tingginya tingkat konsumsi makanan yang tidak seimbang gizinya oleh

anak-anak usia sekolah dikota besar menimbulkan beberapa masalah gizi, seperti

obesitas. Obesitas merupakan akumulasi jaringan lemak bawah kulit yang berlebihan

yang terdapat diseluruh tubuh yang akhir-akhir ini terlihat prevalensinya meningkat

terutama dari golongan social ekonomi menengah keatas. Selain obesitas, persoalan lain

yang perlu diperhatikan adalah kandungan zat-zat gizi dalam makanan yang di gemari

anak. Pertama kandungan garam. Garam yang berlebihan dapat menimbulkan

ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuh. Kedua kandungan kolesterol yang tinggi dapat

menyebabkan pengapuran pembulu darah yang menyumbat arteri coroner. Penyumbatan

ini menyebabkan terganggunya suplai oksigen keotak sehingga beresiko terkena serangan

stroke. Penelitian lain menemukan bahwa pengapuran pembuluh darah terjadi malah pada

usia 5-10 tahun (Kristanto, 2006).

Kandungan ketiga yaitu MSG (Mono Sodium Glutamate) banyak makanan

jajanan anak dan mie instant yang mengandung MSG. pemakaian yang berlebihan (diatas

120 mg/kg berat badan/hari) dapat membahayakan kesehatan. Akibat yang sudah

diketahui adalah timbulnya sindroma restoran cina. Akibat lainnya adalah resiko penyakit

kanker. Keempat adalah kandungan gula. Anak sangat menyukai makanan yang manis-

mansi seperti permen, coklat, minuman ringan, kue dan lain-lain. Gula adalah sumber

kalori yang sangat tinggi yang bila tidak dibakar dalam tubuh bisa berubah menjadi

lemak, selain itu gula dapat menyebabkan kerusakan gigi (caries) pada anak-anak

(Kristanto,2006).
6. Hubungan Storytelling dengan minat makan sayur pada anak

Beberapa cara telah dilakukan supaya anak-anak mempunyai minat untuk

mengkonsumsi sayur-mayur. Antaranya adalah cara-cara berikut ini yang dibuat khas

untuk anak-anak yang berumur antara 6 hingga 11 tahun di Amerika Serikat (USDA,

2011) :

a) Blast off game Dibuat satu permainan komputer di mana anak-anak perlu mengisi

roket dengan sayur-mayur dan aktifitas fisikal untuk mencapai Planet Power. 35

b) Poster untuk anak Poster ini diisi dengan pesan untuk mengkonsumsi sayur-mayur dan

aktifitas fisikal dengan berbagai grafik yang dapat menarik perhatian anak.

c) Buku mewarna untuk anak Buku ini dipenuhi dengan gambar sayur-mayur untuk

diwarnai oleh anak-anak

d) Kartu sehat bagi anak Dalam kartu ini mempunyai pedoman diet seimbang untuk anak-

anak. Anak-anak dapat mengetahui apa yang mereka konsumsi dan merancang untuk

asupan sayurmayur pada hari besok

e) Pedoman diet seimbang Pedoman diet seimbang ini diberi pada orangtua untuk

menjelaskannya pada anak mereka dan mudah untuk ditempel di kulkas.

f) Material kelas Beberapa material untuk ditempel di dalam kelas juga disediakan oleh

USDA Team Nutrition

Bagi pihak orangtua, banyak yang bisa dilakukan untuk menarik minat anak

mengkonsumsi sayur-mayur. Sebagai orangtua, berilah sedikit asupan sayur-mayur

walaupun satu sendok untuk memberi rangsangan pada anak-anak. Anak-anak mengambil

masa untuk berminat terhadap makanan yang baru bagi mereka. Menurut Judarwanto
karena besarnya variasi kebutuhan makanan pada masing-masing anak, maka dalam

memberikan nasehat makanan pada anak tidak boleh terlalu kaku. Pemberian makanan pada

anak tidak boleh dengan kekerasan tetapi dengan persuasif dan monitoring terhadap tumbuh

kembang anak. 36 Anak-anak tidak boleh dipaksa untuk makan. Mereka perlu diberi

kebebasan dan identitas yang berasingan daripada orangtua mereka. Dalam erti kata lain,

anakanak hendaklah diberi kebebasan untuk memilih tanpa paksaan orangtua. Tidak ada

satu bahan makanan yang benar-benar esensial dalam diet. Anak-anak patut diberi makan

ketika lapar dan jangan berlebihan. Memberi anak-anak makanan yang terdiri daripada

sayur-mayur ketika memulakan hidangan yaitu ketika paling lapar, mungkin memberi kesan

yang efektif (Wardlaw, 2003).

Berikan makanan yang mengandung sayur-mayur dalam berbagai warna. Sebagai

contoh, gabungan brokoli dan wortel. Sayur-sayur yang berwarna terang ini dapat

menarik minat anak untuk mencoba. Hiasan dalam sediaan makanan juga penting. Ibu

yang menyediakan makanan untuk anak perlu mencari ide-ide kreatif supaya hidangan

tersebut dapat mencuri perhatian anak. Orangtua perlulah memberikan contoh terbaik

pada anak dengan mengkonsumsi sayur-mayur dalam hidangan dan sebagai snek.

Biarkan anak-anak memilih sayur untuk makan malam dan memilih sayur-mayur di pasar

bagi anak-anak yang sudah bisa membuat keputusan (USDA, 2011).


7. Storytelling Menggunakan Media Flash Card

Di dalam proses kegiatan belajar mengajar, kehadiran media mempunyai arti

yang cukup penting karena dalam kegiatan tersebut, ketidakjelasan bahan yang

disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara.

Kerumitan materi pembelajaran yang akan disampaikan kepada anak dapat

disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang

mampu disampaikan oleh pemateri melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan

keabstrakan bahan dapat dikonkretkan dengan kehadiran media. Dengan demikian,

anak didik akan mudah mencerna bahan daripada tanpa media. Berikut akan

dipaparkan mengenai media flash card yang akan membantu dalam proses

pembelajaran menulis rangkuman.

Menurut Soeparno (2006) media adalah suatu alat yang dipakai sebagai

saluran (channel) untuk menyampaikan suatu pesan (message) atau informasi dari

suatu sumber( resource) kepada penerimanya (receiver).

Sadiman (2007) memaparkan bahwa kata media berasal dari bahasa latin dan

merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfia berarti perantara atau

pengantar. Media adalah pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Oleh

karena itu, sadiman menjelaskan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat

digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat

merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian

rupa sehingga proses belajar terjadi.

Gagne dan Briggs (dalam Arsyad, 2005) mengatakan bahwa media

pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi
materi pengajaran. Dengan kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau

wahana fisik yang mengandung materi intruksional di lingkungan siswa yang dapat

merangsang siswa untuk belajar.

Djamarah (2006) menjelaskan bahwa media adalah alat bantu apa saja yang

dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran. Media

digunakan dalam proses pembelajaran sebagai alat bantu pemateri untuk menjelaskan

materi yang ingin di sampaikan agar siswa lebih mudah menangkap apa yang

disampaikan oleh pemateri dan media pembelajaran juga dapat sebagai sumber

belajar bagi siswa.

Berdasarkan paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran

adalah alat atau segala sesuatu yang digunakan untuk membantu dan mempermudah

komunikasi atau penyampaian informasi dalam proses pembelajaran sehingga tujuan

pembelajaran dapat tercapai.

Penggunaan media dalam proses pembelajaran esensinya bukan hanya

mencapai tujuan pembelajaran tetapi bagaimana proses pembelajaran itu dapat

dilaksanakan dengan efektif dan menyenangkan. Berikut akan dipaparkan manfaat

penggunaan media dalam proses pembelajaran.

Menurut Sadiman (2007) secara umum media pendidikan mempunyai

kegunaan, yaitu (1) memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis

(dalam bentuk kata-kata tertulis atau pesan belaka), (2) mengatasi keterbatasan ruang,

waktu, dan indera, (3) dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan

bervariasi, dapat diatasi sikap pasif anak didik, dan (4) memberikan perangsang,

pengalaman dan persepsi yang sama.


Hamalik (dalam arsyad, 2005) mengemukakan bahwa penggunaan media

pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan

minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, serta

bahkan membawa pengaruh –pengaruh psikologi terhadap siswa. Penggunaan media

pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan

penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu. Selain membangkitkan motiasi dan

minat siswa, media pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan

pemahaman, menyajikan data dengan menarikdan terpercaya, kemudahan penafsiran

data, dan memadatkan informasi.

Media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam

pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang

dicapainya. Ada beberapa alasan mengapa media pengajaran dapat mempertinggi

proses belajar siswa, antara lain menumbuhkan motivasi belajar, pengajaran akan

lebih bermakna dan dipahami siswa, metode mengajar akan lebih bervariasi, dan

siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan belajar.

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran

berguna untuk menambah keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dan

mengefektifkan waktu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap media

pembelajaran memiliki keunggulan masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai