Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Spirometri merupakan suatu alat sederhana yang digunakan untuk mengukur

volume udara dalam paru. Alat ini juga dapat digunakan untuk mengukur volume

statik dan volume dinamik paru. Yang merupakan salah satu volume statik adalah

volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan maximum voluntary ventilation

(MVV). Volume statistik tidak hanya mengenai volume ekspirasi paksa detik

pertama (VEP1) dan maximum voluntary ventilation (MVV), tetapi juga terdiri

dari volume tidal (VT), volume cadangan inspirasi (VCI), volume cadangan

ekspirasi (VCE), volume residu (VR), kapasitas vital (KV), kapasitas vital paksa

(KVP) , kapasitas residu fungsional (KRF) dan kapasitas paru total (KPT).

Spirometri dapat digunakan untuk mengevaluasi dan memonitor penyakit yang

berhubungan dengan penyakit paru dan jantung sehingga pemeriksaan spirometri

rutin digunakan di rumah sakit dengan pasien penyakit paru dan atau jantung.

Spirometri merupakan pemeriksaan gold standard untuk diagnosis dan monitor

penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) dan asma. Selain itu juga digunakan untuk

screening awal PPOK pada perokok.

Pemeriksaan spirometri sering dianggap sebagai pemeriksaan sederhana namun

sebenarnya merupakan pemeriksan yang sangat kompleks. Variabilitas hasil

pemeriksaan spirometri lebih besar dari pada pemeriksaan lain karena tidak

konsistennya usaha subjek. Sehingga sangat diperlukan pemahaman, koordinasi

1
dan kerjasama yang baik antara teknisi dan subjek agar didapatkan hasil yang

optimal. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan hasil pemeriksaan spirometri

adalah peralatan yang akurat, prosedur pemeriksaan yang baik, program

pengendalian mtu berkelanjutan, nilai acuan yang tepat dan algoritma interpretasi

hasil yang baik.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur

sebagian terbesar volume dan kapasitas paru-paru. Volume paru terdiri dari empat

bagian yaitu volume tidal (TV) adalah volume udara yang secara normal dihirup

(inspirasi) atau dihembuskan (ekspirasi) pada setiap tarikan napas. Volume ini

akan meningkat bila ada aktivitas fisik. Nilai rata-ratanya adalah 500 ml pada saat

istirahat. Volume Cadangan Inspirasi (Inspiratory Reserve Volume/IRV) adalah

volume udara di atas inspirasi tidal volume yang dapat secara maksimum dihirup

pada setiap tarikan napas. Nilai rata-ratanya adalah sekitar 300 ml. Volume

Cadangan Ekspirasi (Expiratory Reserve Volume/ERV) adalah jumlah udara

maksimum yang dapat dihembuskan melebihi ekspirasi normal. Nilai rata-ratanya

adalah sekitar 1000 ml. Volume Residu (Residual Volume/RV) adalah udara yang

tetap berada di dalam paru setelah ekspirasi maksimum. Nilai normalnya adalah

sekitar 1200 ml. Sedangkan kapasitas paru terdiri dari beberapa niali yaitu

Kapasitas Paru Total (Total Lung Capacity/TLC) adalah jumlah total udara yang

berada dalam paru pada akhir inspirasi maksimum. Besarnya sama dengan jumlah

kapasitas vital dengan volume residu, nilai rerata = 5700 ml. Kapasitas Vital

(Vital Capacity/VC) adalah volume udara yang dapat dikeluarkan dengan

ekspirasi maksimum setelah inspirasi maksimum. Atau jumlah udara maksimum

pada seseorang yang berpindah pada satu tarikan napas. Kapasitas ini mencakup

VT, IRV,dan ERV. Nilainya diukur dengan menyuruh individu melakukan

inspirasi maksimum kemudian menghembuskan sebanyak mungkin udara di

3
dalam parunya ke alat pengukur, nilsi rerata = 4500 ml. Kapasitas Inspirasi

(Inspiratory Capacity/IC) adalah volume udara yang dapat diinspirasi setelah

akhir ekspirasi normal. Besarnya sama dengan jumlah VT dengan IRV. Kapasitas

Residu Fungsional (Functional Residual Capacity/FRC) adalah jumlah udara

yang masih tetap berada dalam paru setelah ekspirasi normal. Besar FRC sama

dengan jumlah dari RV dengan ERV, niai rerata = 2200 ml.

Spirometri merekam secara grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan

kapasitas vital paksa. Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau Forced Expiratory

Volume (FEV) adalah volume dari udara yang dihembuskan dari paru-paru

setelah inspirasi maksimum dengan usaha paksa minimum, diukur pada jangka

waktu tertentu. Biasanya diukur dalam 1 detik (VEP1). Kapasitas Vital paksa

atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah volume total dari udara yg

dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum yang diikuti oleh

ekspirasi paksa minimum. Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk

pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam. Jenis gangguan fungsi

paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu gangguan fungsi paru obstruktif

(hambatan aliran udara) dan restriktif (hambatan pengembangan paru). Seseorang

dianggap mempunyai gangguan fungsi paru obstruktif bila nilai VEP1/KVP

kurang dari 70% dan menderita gangguan fungsi paru restriktif bila nilai

kapasitas vital kurang dari 80% dibanding dengan nilai standar (Alsagaff, dkk,

2005).

Prosedur yang paling umum digunakan adalah subyek menarik nafas secara

4
maksimal dan menghembuskannya secepat dan selengkap mungkin dan Nilai

KVP dibandingkan terhadap nilai normal dan nilai prediksi berdasarkan usia,

tinggi badan dan jenis kelamin. Spirometer menggunakan prinsip salah satu

hukum dalam fisika yaitu hukum Archimedes. Hal ini tercermin pada saat

spirometer ditiup, ketika itu tabung yang berisi udara akan naik turun karena

adanya gaya dorong ke atas akibat adanya tekanan dari udara yang masuk ke

spirometer. Spirometer juga menggunakan hukum newton yang diterapkan dalam

sebuah katrol. Bandul ini kemudian dihubungkan lagi dengan alat pencatat

yang bergerak diatas silinder berputar. Pemeriksaan dengan spirometer ini

penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara lebih mendalam.

Melalui spirometri ini, bisa diketahui gangguan obstruksi , sumbatan dan

restriksi atau pengembangan paru. (Blondshine,2000)

Gambar 1. Spirometri

5
Nilai normal dari volume dan kapasitas paru sebagai berikut :

Volume tidal 500 ml

Volume cadangan inspirasi (IRV) 3000 ml

Kapasitas inspirasi (IC) 3500 ml

Volume cadangan ekspirasi (ERV) 1000 ml

Volume residual (RV) 1200 ml

Kapasitas residual fungsional (FRC) 2200 ml

Kapasitas vital (VC) 4500 ml

Kapasitas paru total (TLC) 5700 ml

Faktor yang dipertimbangkan dalam memilih spirometri :

 Mudah digunakan

 Penyediaan mudah dibaca menampilkan real-time grafis dari manuver

 Pemberian umpan balik langsung tentang kualitas penerimaan

termasuk reproduktifitas

 Penyediaan laporan spirometri disesuaikan akhir

 Harga dan biaya operasional

 Keandalan dan kemudahan pemeliharaan

 Pelatihan, pelayanan dan perbaikan spirometer disediakan

 Kemampuan untuk percobaan spirometer dalam pengaturan Anda

sebelum membeli

 Penyediaan sensor sekali pakai atau sirkuit pernapasan yang dapat

dengan mudah dibersihkan dan didesinfeksi

6
Indikasi Spirometri

Ada beberapa indikasi-indikasi dari pemeriksaan spirometri seperti:

1. Diagnostik

• Untuk mengevaluasi gejala dan tanda

• Untuk mengukur efek penyakit pada fungsi paru

• Untuk menilai resiko pra-operasi

• Untuk menilai prognosis

• Untuk menilai status kesehatan sebelum memulai aktivitas fisik

berat

program

2. Monitoring

• Untuk menilai intervensi terapeutik

• Untuk menggambarkan perjalanan peyakit yang mempengaruhi

fungsi paru-paru

• Untuk memantau efek samping obat dengan toksisitas paru

diketahui

• Untuk memantau orang terkena agen merugikan

3. Penurunan Nilai Evaluasi

• Untuk menilai pasien sebagai bagian dari program rehabilitasi

• Untuk menilai resiko seb agai bagian dari evaluasi asuransi

7
Volume Statik Dan Volume Dinamik

Dibawah ini adalah jenis-jenis volume statik dan volume dinamik yang

dapat diukur dengan menggunakan spirometri kecuali Volume Residu, Kapasitas

Total paru dan Kapasitas Residu Fungsional:

A. Volume Statik

 Volume Tidal ( VT )

 Volume Cadangan Inspirasi ( VCI )

 Volume Cadangan Ekspirasi ( VCE )

 Volume Residu ( VR )

 Kapasiti Vital ( KV )

 Kapasiti Vital Paksa ( KVP )

 Kapasiti Residu Fungsional ( KRF )

 Kapasiti Paru Total ( KPT )

 Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama ( VEP1 )

 Maximal Voluntary Ventilasi (MVV)

B. Volume Dinamik

a) Vital Capacity (VC): adalah jumlah udara (dalam liter) yang

keluar dari paru sewaktu pernapasan yang normal. Responden

diinstruksi untuk menginhalasi dan mengekspirasi secara normal

untuk mendapat ekspirasi yang maksimal. Nilai normal biasanya

80% dari jumlah total paru. Akibat dari elastisitas paru dan

keadaan toraks, jumlah udara yang kecil akan tersisa didalam

paru selepas ekspirasi maksimal. Volume ini disebut residual

8
volume (RV). (Guyton, 2006)

b) Forced vital capacity (FVC): Seetelah mengekspirasi secara

maksimal, responden disuruh menginspirasi dengan usaha

maksimal dan mengekspirasi secara kuat dan cepat. KVP adalah

volume udara yang diekspirasi ke dalam spirometri dengan usaha

inhalasi yang maksimum ( Ganong, 2005)

c) Forced expiratory volume (FEV: Pada awalnya maneuver KVP

diukur dengan volume udara keluar ke dalam spirometri dengan

interval 0.5, 1.0, 2.0, dan 3.0 detik. Jumlah dari semua nilai itu

memberikan ukuran sebanyak 97% dari KVP. Secara umum, VEP1

digunakkan lebih banyak yaitu volume udara yang diekspirasi ke

dalam spirometri pada 1 saat. Nilai normalnya adalah 70% dari

KVP. (Ganong, 2005)

d) Maximal voluntary ventilation (MVV): Responden akan bernapas

sedalam dan secepat mungkin selama 15 detik. Rerata volume

udara (dalam liter) menunjukkan kekuatan otot respiratori (Guyton,

2006).

Cara Pengunaan Spirometri

1. Siapkan alat spirometer, dan kalibrasi harus dilakukan

sebelum pemeriksaan.

2. Pasien harus dalam keadaan sehat, tidak ada flu atau infeksi saluran

napas bagian atas dan hati-hati pada penderita asma karena dapat memicu

serangan asma.

9
3. Pasien harus menghindari memakai pakaian yang ketat dan

makan makanan berat dalam waktu 2 jam.

4. Pasien juga tidak harus merokok dalam waktu 1 jam dan

menkonsumsi alkohol dalam waktu 4 jam.

5. Masukkan data yang diperlukan , yaitu umur, jenis kelamin, tinggi

badan, berat badan, dan ras untuk megetahui nilai prediksi.

6. Beri pentunjuk dan demonstrasikan maneuver pada pasien,

yaitu pernafasan melalui mulut, tanpa ada udara lewat hidung dan celah

bibir yang mengatup mouth piece.

7. Pasien dalam posisi duduk atau berdiri, lakukan pernapasan biaa tiga

kali berturut-turut, dan langsung menghisap sekuat dan sebanyak

mungkin udara ke dalam paru-paru, dan kemudian dengan cepat dan

sekuat-kuatnya dihembuskan udara melalui mouth piece.

8. Manuver dilakukan 3 kali untuk mendapatkan hasil terbaik ( Johns

DP, Pierce, 2007).

10
Gambar 2. Cara Melakukan Pemeriksaan Spirometri (British Thoracic Society)

Cek Kalibrasi

Dari sudut pandang praktis maka perlu melakukan pemeriksaan kalibrasi pada

spirometer jarum suntik kalibrasi biasanya dibutuhkan. Frekuensi melakukan

pemeriksaan akan berbeda dengan setting klinis dan jenis instrumen yang

digunakan, dan kebutuhan untuk menyesuaikan kalibrasi akan tergantung pada

apakah itu adalah di luar batas kontrol. Spirometer yang dikenali sebagai Flow

spirometer umumnya memerlukan pemeriksaan kalibrasi sehari-hari. Faktor

penting adalah masalah. stabilitas kalibrasi dari waktu ke waktu dan ini hanya

dapat dibentuk dengan tabir, setelah dilakukan pemeriksaan kalibrasi banyak

pada instrumen. Semua spirometer harus dikalibrasi ulang setelah pembersihan

atau disinfeksi, atau jika hasil yang tidak biasa atau tidak diharapkan

11
menunjukkan Biasanya, spirometer harus akurat (volume ke dalam ± 0,05 L atau

± 3%, mana yang lebih besar; mengalir ke dalam ± 0,2 L/detik atau ± 5%, mana

yang lebih besar) dan dikalibrasi secara berkala dengan jarum suntik

(bersertifikat) yang akurat 3L. Ketika sebuah spirometer akan dipindahkan ke

lingkungan yang lebih dingin atau lebih panas, penting untuk memberikan waktu

untuk itu untuk mencapai baru suhu dan mengukurnya.

Demikian pula, kalibrasi jarum suntik harus pada suhu yang sama seperti

spirometer dan untuk alasan ini biasanya disimpan di dekat spirometer. Untuk

mendeteksi perubahan kinerja spirometer keseluruhan, fungsi ventilasi dari

satu atau lebih subyek dengan fungsi pernafasan yang stabil harus diukur dan

dicatat secara teratur sebagai bagian dari kualitas yang sedang berlangsung

mengendalikan program. Rekaman pemeriksaan kalibrasi, kontrol kualitas dan

sejarah pelayanan harus disimpan dengan peralatan. Dalam operasi, menguji diri

sendiri (jika Anda memiliki fungsi stabil) pada spirometer Anda setiap minggu

atau dua adalah cara yang praktis memastikan kontrol kualitas. Sebuah variasi

dari> 5% pada VEP1 atau KVP harus mengingatkan Anda untuk masalah dan

kebutuhan untuk memiliki instrumen Anda dengan benar diperiksa dan diservis

Perangkat pengukuran aliran (pneumotachographs misalnya, turbinometers)

harus diperiksa secara teratur untuk linearitas selama rentang fisiologis arus (0-

14L per detik). Sebuah tes yang baik dari linearitas adalah untuk memberikan

volume tertentu (misalnya dengan jarum suntik 3L) di berbagai arus,

memastikan bahwa volume dicatat oleh instrumen dekat dengan 3,00 L

selama rentang seluruh arus. Ketika 3L dilewatkan ke dalam spirometer

12
harus merekam volume ke dalam ± 3,5%; yaitu, spirometer adalah akurat jika

volume tercatat adalah antara 2,895 L dan 3.105 L. Peak flow meter umumnya

dapat diharapkan aus setelah sekitar 12 sampai 24 bulan penggunaan berat,

meskipun ada ini sedikit dipublikasikan data untuk mendukung ini, sedangkan

spirometer volume perpindahan akan biasanya tahun terakhir jika benar service

dan pemeliharaan. (Johns DP, Pierce, 2007).

Manuver spirometri

Hasil spirometri berupa spirogram yaitu kurva volume paru terhadap waktu

akibat manuver yang dilakukan subjek. Usaha subjek diobservasi di layar

monitor untuk meyakinkan bahwa usaha yang dilakukan subjek benar dan

maksimal.

1. Manuver KV, subjek menghirup udara sebanyak mungkin dan kemudian

udara dikeluarkan sebanyak mungkin tanpa manuver paksa.

2. Manuver KVP, subjek menghirup udara sebanyak mungkin dan

kemudian udara dikeluarkan dengan dihentikan serta melanjutkannya

sampai ekspirasi maksinal. Apabila subjek merasa pusing maka manuver

segera dihentikan karena dapat menyebabkan subjek pingsan. Keadaan ini

disebabkan oleh gangguan venous return ke rongga dada.

3. Manuver VEP1, (volume ekspirasi paksa detik pertama). Nilai VEP1

adalah volume udara yang dikeluarkan selama 1 detik pertama

pemeriksaan KVP. Manuer VEP1 seperti manuver KVP.

4. Manuver APE (arus puncak ekspirasi). APE adalah kecepatanarus

ekspirasi maksimal yang dapat dicapai saat ekspirasi paksa. Tarik napas

13
semaksimal mungkin, hembuskan dengan kekuatan maksimal segera

setelah kedua bibir dirapatkan pada mouthpiece.

5. Manuver MVV (maximum voluntary ventilation). MVV adalah volume

udara maksimal yang dapat dihirup subjek. Subjek bernapas melalui

spirometri dengan sangat cepat, kuat dan sedalam mungkin selama

minimal 10-15 detik.

Beberapa Masalah yang berkaitan dengan pemeriksaan spirometri:

1. Submaksimal usaha

2. Kebocoran antara bibir dan mulut

3. Tidak lengkap inspirasi atau ekspirasi (sebelum atau selama manuver

paksa)

4. Ragu-ragu pada awal pemeriksaan

5. Batuk (terutama dalam hitungan detik pertama ekspirasi)

6. Penutupan Glotis

7. Obstruksi corong dengan lidah

8. Fokalisasi selama manuver dipaksa

9. Buruknya postur tubuh.

Beberapa Masalah yang berkaitan dengan pemeriksaan spirometri:

Sekali lagi, demonstrasi prosedur akan mencegah banyak masalah yang berkaitan

dengan pemeriksaan spirometri dan, mengingat bahwa semua upaya

pengukuran tergantung akan variabel pada pasien yang tidak kooperatif atau

mencoba untuk menghasilkan nilai-nilai rendah. Penutupan glotis harus

14
dicurigai jika aliran berhenti tiba-tiba selama tes bukan menjadi halus terus

menerus kurva. Rekaman dengan batuk, terutama jika ini terjadi dalam hitungan

detik pertama, atau ragu-ragu di awal harus ditolak. Fokalisasi selama pengujian

akan mengurangi arus dan tidak bisa melakukan manuver dengan leher

diperpanjang sering membantu. Upaya yang kuat diperlukan untuk spirometri

sering difasilitasi dengan menunjukkan tes sendiri. Instrumen- Terkait Masalah

Ini sangat tergantung pada jenis spirometer yang digunakan. Pada volume-

perpindahan spirometer mencari kebocoran pada koneksi selang; pada aliran-

sensing spirometer mencari robekan dan air mata dalam tabung konektor

flowhead, di spirometer elektronik sangat berhati-hati tentang kalibrasi, akurasi

dan linearitas. Standar menyarankan memeriksa kalibrasi setidaknya setiap hari

dan diri-tes sederhana spirometer merupakan pemeriksaan, tambahan sehari-

hari berguna bahwa instrumen berfungsi dengan benar. (Johns DP, Pierce R,

2007).

Prediksi Normal

Prediksi Nilai normal Untuk menginterpretasikan tes fungsi ventilasi dalam

setiap individu, bandingkan hasilnya dengan nilai-nilai referensi yang diperoleh

dari yang jelas populasi subyek normal cocok untuk jenis kelamin, umur,

tinggi dan asal etnis dan menggunakan tes serupa protokol, dan instrumen

hati-hati dikalibrasi dan divalidasi. Nilai diprediksi Normal untuk fungsi

ventilasi umumnya bervariasi sebagai berikut:

1. Jenis Kelamin: Untuk ketinggian tertentu dan usia, laki-laki

memiliki VEP1, KVP, FEF25%-75% dan PEF yang lebih besar tetapi

15
memiliki VEP1/KVP yang relatif lebih kecil.

2. Umur: VEP1, KVP, FEF25-75% dan PEF meningkat sementara

penurunan VEP1/ KVP dengan usia sampai sekitar 20 tahun pada wanita

dan 25 tahun pada pria. Setelah ini, semua indeks bertahap turun,

meskipun kadar penurunan yang tepat tidak diketahui karena keterkaitan

antara usia dan tinggi badan. Penurunan VEP1/ KVP dengan usia pada

orang dewasa karena penurunan yang lebih besar pada VEP1 dari KVP.

3. Tinggi: Semua indeks selain VEP1/ KVP meningkat.

4. Etnis asal: Polinesia termasuk yang paling rendah memiliki VEP1 dan

KVP dari berbagai kelompok etnis seperti kaukasia dan afrika (Miller

MR, Hanikinson JL, 2005).

Berikut ini merupakan gambaran spirogram pada dewasa

Gambar 3. Spirogram dewasa normal

16
Gambar 4. Spirogram normal dan obstruksi

Gambar 5. Spirogram normal dan restriktif

Interpretasi Fungsi Ventilasi

Pengukuran fungsi ventilasi sangat berguna dalam arti diagnostik dan juga

berguna dalam mengikuti riwayat alami penyakit selama periode waktu, menilai

risiko pra operasi dan dalam mengukur dampak pengobatan. Kelainan ventilasi

dapat disimpulkan jika ada VEP1, KVP, PEF atau VEP1/KVP adalah luar kisaran

normal.

 Normal: KVP≥ 80%, VEP1/KVP≥75%

 Gangguan Obstruksi: VEP1< 80% nilai prediksi, VEP1/KVP< 70%

nilai prediksi

17
 Gangguan Restriksi: Kapasitas Vital (KV)< 80% nilai prediksi,

KVP<80%

 Gangguan Campuran: KVP< 80% nilai prediksi, VEP1/KVP<


75% nilai prediksi (Johns DP, Pierce, 2007).

Pada dasarnya spirometri digunakan untuk dapat menentukan adanya kelainan


pada paru, yang dapat berupa penyakit obstruksi paru maupun penyakit restrikktif
paru. Penyakit obstruksi paru terdiri dari penyakit paru obstruksi kronik (PPOK),
bronkitis akut, dan emfisema paru. Sedangkan penyakit restriksi paru terdiri dari

Berikut ini penjelasan mengenai penyakit obstruksi dan restriksi paru;

1. PPOK (penyakit paru obstruksi kronik)

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di

saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial.

PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.

Bronkitis kronik

Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3

bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak

disebabkan penyakit lainnya.

Emfisema

Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal

bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.

18
Asma Bronkhial

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak

sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif

jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak

napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari.

Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,

bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

Bronkiektasis

Bronkiektasis (BE)adalah penyakit saluran napas kronik ditandai dengan

dilatasi abnormal yang permanen disertai rusaknya dinding bronkus. Biasanya

pada daerah tersebut ditemukan perubahan yang bervariasi termasuk di

dalamnya inflamasi transmural, edema mukosa (BE silindris), ulserasi (BE

kistik) dengan neovaskularisasi dan timbul obstruksi berulang karena infeksi

sehingga terjadi perubahan arsitektur dinding bronkus serta fungsinya.

Faktor resiko PPOK yaitu :

 Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang

terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam

pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :

a. Riwayat merokok

- Perokok aktif

- Perokok pasif

- Bekas perokok

19
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian

jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok

dalam tahun :

- Ringan : 0-200

- Sedang : 200-600

- Berat : >600

 Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja

 Hipereaktiviti bronkus

 Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang

 Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia

sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis.

Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal,

disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis

emfisema:

- Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke

perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan

merokok lama

- Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara

merata dan terbanyak pada paru bagian bawah

- Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas

distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat

pleura.

20
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena

perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi

sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan

hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda

inflasi paru.

Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :

A. Gambaran klinis

a. Anamnesis

- Keluhan

- Riwayat penyakit

- Faktor predisposisi

b. Pemeriksaan fisis

B. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan rutin

b. Pemeriksaan khusus

A. Gambaran Klinis

a. Anamnesis

- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan

- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

21
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir

rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan

polusi udara

- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan fisis

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

• Inspeksi

- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

- Penggunaan otot bantu napas

- Hipertropi otot bantu napas

- Pelebaran sela iga

- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher

dan edema tungkai

- Penampilan pink puffer atau blue bloater

• Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

• Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah,

hepar terdorong ke bawah

• Auskultasi

- suara napas vesikuler normal, atau melemah

- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi

22
Paksa.

- ekspirasi memanjang

- bunyi jantung terdengar jauh

Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan

pernapasan pursed – lips breathing Blue bloater

Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema

tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer.

Pursed - lips breathing adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut

mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme

tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh

untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

B. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan rutin

1. Faal paru

• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP

- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau

VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%

VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %

- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai

beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

23
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE

meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan

memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%

• Uji bronkodilator

- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE

meter.

- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20

menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan

VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml.

- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

2. Darah rutin

Hb, Ht, leukosit

3. Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain

Pada emfisema terlihat gambaran :

- Hiperinflasi

- Hiperlusen

- Ruang retrosternal melebar

- Diafragma mendatar

- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop

appearance)

Pada bronkitis kronik :

24
• Normal

• Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)

1. Faal paru

- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru

Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat

- DLCO menurun pada emfisema

- Raw meningkat pada bronkitis kronik

- Sgaw meningkat

- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

2. Uji latih kardiopulmoner

- Sepeda statis (ergocycle)

- Jentera (treadmill)

- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

3. Uji provokasi bronkus

Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK

terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan

4. Uji coba kortikosteroid

Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral

(prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama

2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal

250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah

pemberian kortikosteroid

5. Analisis gas darah

25
Terutama untuk menilai :

- Gagal napas kronik stabil

- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

6. Radiologi

- CT - Scan resolusi tinggi

- Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau

bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos

- Scan ventilasi perfusi

- Mengetahui fungsi respirasi paru

7. Elektrokardiografi

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan

hipertrofi ventrikel kanan.

8. Ekokardiografi

Menilai fungsi jantung kanan

9. Bakteriologi

Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi

diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik

yang tepat. Infeksi saluran napas berulng merupakan penyebab utama

eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.

10. Kadar alfa-1 antitripsin

Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia

muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

26
2. Penyakit restriktif paru
Fibrosis paru
Fibrosis paru bukanlah nama suatu penyakit melainkan istilah patologi yang

menyatakan adanya jaringan pengikat dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis

timbul akibat perbaikan jaringan sebagai mekanisme lanjutan pada penyakit

paru yang menimbulkan peradangan atau nekrosis.

Sarkoidosis
Sarkoidosis adalah suatu penyakit peradangan yang ditandai dengan

terbentuknya granuloma pada paru-paru, KGB, dan jaringan lainnya.

Granuloma ini pada akhirnya akan menghilang total atau berkembang menjadi

jaringan parut.

Silikosis

Silikosis (Silicosis) adalah suatu penyakit saluran pernafasan akibat menghirup

debu silika, yang menyebabkan peradangan dan pembentukan jaringan parut

pada paru-paru.

Sejarah terciptanya spirometri


129-200 A.D.:Galen melakukan eksperimen ‘volumetric’ terhadap saluran

udara manusia. Dia menyuruh seorang anak menghirup

dan mengeluarkan udara dan menemukan volum

gas,setelah beberapa waktu,tetap. Galen menemukan

ukuran yang mutlak dari ukuran paru-paru.

1681: Borelli mencoba untuk mengukur volume inspirasi dalam satu kali

27
bernafas. Dia melakukannya dengan menghisap cairan dari tabung

silinder. (JPHAS, Winter 2005)

1718: Jurin J. meniupkan udara dalam kantung dan mengukur

volume udara menggunakan prinsip arcimedes.Dia mengukur 650

ml volum tidal dan volume ekspirasi maksimal sebanyak 3610 ml.

1788: Goodwyn E. menghisap air ke dalam bejana berisi udara yang

sudah diukur beratnya dalam skala. Dia menyebutkan bahwa

kapasitas vital paru-paru dapat mencapai 4460 ml. Dia memeriksa

temperaturnya, tapi dia tidak menggunakan nose-clip.

1793: Abernethy mencoba untuk menentukan seberapa jauh kadaluarsa

gas yang dihabiskan oksigen. Dia mengumpulkan gas-gas

kadaluarsa di sekeliling merkuri. Abernethy mengukur kapasitas

vital paru-paru adalah 3150 ml. (JPHAS, Winter 2005)

1796: Menzies R. mencelupkan seorang laki-laki ke dalam air berisi lebih

dari satu barel ke dagunya dan mengukur kenaikan dan penurunan

tingkatan sekitar dagu. Dengan metode ‘body plethysmography’,dia

menentukan volume tidal paru-paru.

1799: Pepys W.H. jun. menemukan volum tidal biasa menjadi 270

ml dengan menggunakan dua gasometer air raksa dan sebuah

gastometer biasa.

28
1800: Davy H. mengukur kapasitas vital paru-parunya sendiri sebesar

3110 ml. volume tidal paru-paru sebesar 210 ml menggunakan

gasometer dan volume residu paru-paru sebesar 590-600 ml

menggunakan metode pengenceran hidrogen atau hydrogen

dilution method. ( JPHAS,2005)

1813: Kentish E. menggunakan pulmometer yang cukup sederhana untuk

mempelajari volum saluran udara ketika sakit.

1831: Thrackrah C.T. menggambarkan pulmometer mirip dengan

Kentish, tetapi udara memasuki botol kaca dari bawah. Disana

tidak terdapat perbaikan untuk tekanan, sehingga pengukuran

mesin tidak hanya terpaku pada volume respirasi tetapi juga

kekuatan dari otot-otot ekspirasi.

1844: Maddock, A.B. mempublikasikan di Lancet, sebuah surat untuk

editor tentang “Pulmometer” nya. “Penemuan luar biasa yang saya

temukan sangat berguna untuk mengukur kekuatan dari paru-paru di

dalam lingkungan dan kondisi yang berbeda.” Maddock tidak

menyebutkan Thrackrah atau Kentish.

1845: Vierordt mempublikasikan bukunya ‘Physiologie des Athmens

mit besonderer Rücksicht auf die Auscheidung der Kohlensäure’.

Walaupun Vierordt tertarik tentang penentuan penghembusan nafas,

29
dia telah melakukan penentuan parameter volume dengan seksama.

Dalam percobaannya dia menggunakan ‘expirator’. Vierordt

mendeskripsikan beberapa parameter tersebut masih digunakan dewasa

ini dalam spirometer modern. Sebagai contoh volume residu

(‘Rückständige Luft’), kapasitas vital (‘vitales Atmungsvermögen’)

1852: John Hutchinson mempublikasikan laporannya tentang air di

spirometer yang tetap digunakan sampai hari ini hanya dengan

perubahan kecil (perubahan besar yang terjadi sekarang adalah

penambahan alat pengukur grafik dan waktu dan reduksi masa bel).

Hutchinson mencatat kapasitas vital paru-paru 4000 orang dengan

spirometernya. Dia mengklasifikasikan manusia, sebagai contoh

‘Paupers’, ‘First Battalion Grenadier Guards’, ‘Pugilists and

Wrestlers’, ‘Giants and Dwarfs’, ‘Girls’, ‘Gentleman’, ‘Deseased

cases’. Dia menunjukan bahwa kapasitas vital paru-paru berbanding

lurus dengan tinggi dan dia pun menunjukan bahwa kapasitas vital

paru-paru tidak memiliki kaitan dengan berat badan. Hutchinson

telah memulai pekerjaannya dengan spirometers pada tahun 1844.

(Tissier)

1854: Wintrich mengembangkan spirometer yang sudah diperbaharui,

pengunaan spirometer ini lebih sederhana dibandingkan dengan

spirometer Hutchinson. Wintrich menguji 4000 orang dengan

spirometernya. Terdapat 500 kasus tentang penyakit di paru-paru.

30
Dia menyimpulkan ada 3 parameter yang menentukan kapasitas vital

paru-paru yaitu tinggi badan, berat badan dan umur. (Tissier)

1859: E.Smith mengembangkan konsep spirometer portabel dan mencoba

untuk mengukur metabolisme gas.

1866: Salter menambahkan kymograph pada spirometer untuk merekam

waktu serta volume yang diperoleh.

1868: Bert.P memperkenalkan plethysmography total tubuh.

1879: Gad.J menerbitkan sebuah artikel tentang pneumatography yang

ditambahkan sebagai parameter dar pemeriksaan spirometer dan juga

perubahan volume rongga dada selama inspirasi dan ekspirasi.

1902: Brodie.T.G adalah yang pertama mengunnakan spirometer baji

bawah, pendahulu dari spirometer fleisch yang masih digunakan saat ini.

1904: Tissor memperkenalkan spirometer sirkuit tertutup.

1974: Campbell memperkembangkan suatu peak flow meter yang ringan.

31

Anda mungkin juga menyukai