Anda di halaman 1dari 7

Book Review

DERADIKALISASI PEMAHAMAN AL-QURAN DAN HADIS

Miftachul Chusnah
Peneliti Agama pada Pusat Studi al-Quran dan Kebangsaan (Pusaka)
Institut Perguruan Tinggi Ilmu al-Quran (PTIQ) Jakarta

Naskah diterima: 27 Juli 2014


Naskah dikoreksi: 5 November 2014
Naskah diterbitkan: 22 Desember 2014

Judul Buku : Deradikalisasi Pemahaman al-Quran dan Hadis


Penulis : Nasaruddin Umar
Penerbit : PT Elex Media Komputindo Kompas Gramedia
Tahun : 2014
Tebal : 436 halaman

Pendahuluan benak para penanya, menurut Nasaruddin, jihad itu


Buku dengan judul Deradikalisasi Pemahaman identik dengan pertumpahan darah manusia.
al-Quran dan Hadis merupakan karya Nasaruddin Di sisi lain, menurut Nasaruddin, banyak
Umar, salah satu intelektual Islam yang terkemuka karya akademis yang beredar di tengah-tengah
di Indonesia dan sangat produktif menulis kajian- masyarakat Barat yang ditulis oleh sarjana yang
kajian keislaman. Karya pertamanya argumen anti-Islam. Mark A. Gabriel, mantan Guru Besar
jender dalam al-Quran merupakan pioner utama Universitas al-Azhar Cairo misalnya menulis
yang mendorong sarjana-sarjana Islam di Indonesia Islam and Terrorism, dalam buku yang menjadi
untuk melakukan pemahaman ulang pandangan best seller dan menghebohkan itu, Mark A. Gabril
Islam terhadap perempuan. mengatakan, yang teroris sesungguhnya bukanlah
Terlahir dari keluarga Islam tradisional, umat Islam melainkan al-Quran dan Hadis.
Nasaruddin Umar menempuh pendidikan S1- Umat Islam menurutnya hanya sebagai korban.
nya di IAIN Alaudin Makassar Sulawesi Selatan, Selanjutnya dalam karya itu, Mark A. Gabriel
kemudian melanjutkan pendidikan S2 dan S3 di mengumpulkan sejumlah potongan-potongan ayat
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah dan hadis yang bisa membuat darah umat mendidih
Jakarta. Saat tulisan ini dibuat, selain menjabat untuk memerangi orang non-Islam. Buku karya
sebagai Rektor Institut Perguruan Tinggi Ilmu al- Mark A. Gabriel itu menurut Nasaruddin sangat
Quran, ia juga menjabat sebagai Wakil Menteri menyesatkan. Atas karya seperti itu, informasi
Agama Republik Indonesia Kabinet Bersatu II era tentang Islam yang dipahami oleh para mahasiswa
Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono. di Georgetown University sangat memojokkan
Dalam kata pengantarnya Nasaruddin Islam, dalam pandangan mereka Islam adalah
menyatakan, buku tersebut ia tulis atas beberapa agama teroris atau agama barbarian.
pengalamannya menjadi visiting scholar di Karena banyak karya yang sengaja diterbitkan
Georgetown University Washington Amerika untuk memojokkan Islam terutama al-Quran dan
Serikat (2003-2004) dan di Bellagio Study Center, Hadis. Nasaruddin kemudian terdorong untuk
Milan Italia (2005). Saat berada di Georgetown, menyusun karya ini, Deradikalisasi Pemahaman
ia sering ditanya tentang jihad dalam Islam. al-Quran dan Hadis guna meng-counter berbagai
Pertanyaan seperti itu mengemuka di tengah- karya yang anti-Islam itu. Menurut Nasaruddin
tengah akademisi Barat karena alasan yang lagi, buku ini diharapkan bisa menjadi acuan
digunakan oleh al-Qaedah dalam menjalankan perbandingan dengan buku-buku yang berbahasa
aksinya untuk melawan musuh-musuh Islam Indonesia yang agaknya terlalu “bersemangat”
adalah jihad. Sementara ketika berada di Milan, untuk memperjuangkan Islam.
ia juga sering ditanya ayat-ayat tentang jihad. Di

Miftachul Chusnah, Book Review: Deradikalisasi Pemahaman al-Quran dan Hadis | 173
Padahal jihad, menurut al-Quran dan karena ketidaktepatan dalam memilih metode
pengamalan Rasulullah, kata Nasaruddin, tidak penafsiran nash.
selalu dan tidak harus identik dengan kekerasan,
Metode Tafsir
apalagi untuk membunuh jiwa-jiwa tak berdosa.
Harus diapresiasi, para mufasir (ahli tafsir)
Berbagai ayat tentang jihad pada umumnya selalu
telah berhasil merumuskan metode tafsir dalam
diawali dengan perintah hijrah sebelum berjihad.
upaya membumikan pesan Tuhan yang terkandung
Redaksi yang digunakan al-Quran selalu hajaru wa
di dalam nash. Di sisi lain, para ulama hadis
jahadu, tidak pernah terungkap redaksi wajahadu
juga telah merumuskan metode kritik hadis dan
wa hajaru. Rasulullah sendiri memilih mundur dan
pendekatan pemahaman matn hadis yang terekam
hijrah untuk mencapai tujuan mulia.
dalam berbagai karya ulum al-hadis dan syarh
Karena itu, buku ini menurut Nasaruddin,
al-hadis sebagai upaya menjaga autentisitas dan
diharapkan mampu menjadi panduan khusus dalam
memahami hadis Rasulullah SAW.
memahami sejumlah ayat dan hadis yang sering
Secara metodologis corak tafsir terbagi
dijadikan dasar oleh orang-orang yang bermaksud
menjadi dua kelompok, tafsir bi al-ma’tsur dan
tidak obyektif terhadap Islam.
tafsir bi al-ra’yi. Dari dua metode ini berkembang
Sebagai panduan buku ini disusun dalam lima
beberapa induk model metode tafsir, yakni al-
bab, diawali dengan bab pendahuluan yang berisi
tahlili, al-maudhu’i, al-ijma’i, dan al-muqaran.
garis besar isi buku, diikuti oleh bab dua yang secara
Tafsir bi al-ma’tsur disebut juga dengan tafsir
khusus mengidentifikasi dan menginterpretasi ayat-
bi al-manqul atau bi al-riwayat, yakni metode
ayat al-Quran dan hadis tentang jihad, qital, murtad,
penafsiran al-Quran yang dilakukan dengan cara
ahlul kitab, kafirdzimmi, kafir harbi, darussalam,
mengutip hadis-hadis Nabi, pendapat-pendapat
dan darul harbi. Dalam bab tiga dijelaskan uraian
sahabat, dan tabiin dalam penafsiran al-Quran.
tentang implikasi pemahaman al-Quran dan hadis
Dalam tafsir ini akan ditemukan penafsiran al-
secara radikal, sedangkan bab empat Nasaruddin
Quran dengan al-Quran, al-Quran dengan hadis,
berupaya menawarkan pemahaman al-Quran dan
al-Quran dengan pendapat-pendapat sahabat dan
hadis yang moderat dan toleran. Buku ini ditutup
tabiin. Seorang mufasir yang menggunakan metode
dengan kesimpulan dan saran-saran.
ini menitikberatkan pada ayat al-Quran dan
Untuk memahami isi buku karya Nasaruddin di
riwayat hadis. Isi tafsir dengan metode ini penuh
atas, dalam kaitan book review ini dipilih beberapa
dengan riwayat hadis dan jarang sekali penafsir
tema kunci untuk dikaji lebih dalam, tema kunci
menggunakan pemikirannya sendiri. Sebaliknya
itu adalah metodologi penafsiran al-Quran dan
tafsir bi al-ra’yi yang menitikberatkan penafsiran
hadis, deradikalisasi pemahaman nash, interpretasi
al-Quran pada pemahaman akal (ra’y) dalam
tentang jihad, dan implikasi pemahaman al-Quran
memahami kandungan nash.
dan hadis, gagasan Nasaruddin tentang pemahaman
Metode tafsir tahlili adalah metode penafsiran
al-Quran dan hadis yang moderat dan toleran.
ayat-ayat al-Quran melalui analisis makna yang
terkandung di dalam ayat-ayat al-Quran. Penafsir
Metodologi Penafsiran al-Quran dan Hadis
memulai penafsirannya dari ayat dalam surat al-
Al-Quran dan hadis Nabi merupakan dua
fatihah hingga ayat dalam surat An-Nas.
sumber rujukan utama ajaran Islam. Karena itu
Metode tafsir ijmali adalah penafsiran al-
tidak heran jika selama 15 abad, para ulama
Quran yang dilakukan dengan cara mengemukakan
berupaya memahami kedua sumber utama itu.
isi dan kandungan al-Quran melalui pembahasan
Bahkan, upaya tersebut telah diperkaya dengan
yang tidak terperinci. Pembahasan ayat al-Quran
beragam perspektif dan pendekatan. Walaupun
dalam tafsir ijmali hanya meliputi beberapa aspek
demikian, menurut Nasaruddin, terdapat
dan dalam bahasa yang sangat ringkas.
kecenderungan umum untuk memahami nash (teks)
Metode tafsir muqaran adalah metode tafsir
al-Quran dan hadis tersebut secara leksikal, kata
yang menggunakan pendekatan perbandingan
per kata dengan pendekatan filologis gramatikal.
antara ayat-ayat al-Quran yang redaksinya berbeda
Akibat kecenderungan umum ini, pesan nash
padahal isi kandungannya sama, atau antara ayat-
tidak membumi dan spiritnya dirasakan jauh di
ayat yang redaksinya memiliki kemiripan tetapi
alam utopia. Petunjuk nash terkesan tidak mampu
kandungan isinya berbeda.
menyentuh problematika kontemporer yang setiap
Dalam perkembangannya, metode tahlili
saat menghampiri aktivitas keseharian umat
dibedakan menjadi beberapa corak tafsir sesuai
Islam, baik sebagai individu maupun bagian dari
dengan kecenderungan seorang mufasir, yakni
masyarakat dan bernegara. Hal seperti itu terjadi,
al-tafsir bi al-ma’tsur, al-tafsir bi al-ra’yi, tafsir

174 | Aspirasi Vol. 5 No. 2, Desember 2014


al-shufi, tafsir al-fiqhi, tafsir al-falsafi, tafsir al- Metode Pemahaman Hadis
‘ilmi, tafsir adab ijtima’i, tafsir munasabah dan Selain metode pemahaman al-Quran di
sejenisnya. atas, para ulama juga berupaya merumuskan
Secara umum metode tafsir tahlili, memiliki metode pemahaman hadis. Ada perbedaan antara
bentuk-bentuk yang permanen dari sisi linguistik, memahami nash al-Quran dengan memahami
sastra, fikih, filsafat, budaya, ekonomi, sains, matn hadis. Dalam memahami nash al-Quran para
dan lain sebagainya. Tafsir tahlili pada umumnya mufasir, tidak perlu melakukan kegiatan kritik
sesuai dengan kecenderungan dan latar belakang nash al-Quran karena nash-nash al-Quran diyakini
keilmuan seorang mufasir. Kecenderungan seorang oleh umat Islam sebagai nash yang autentik dan
mufasir tersebut adakalanya memicu perdebatan di tidak perlu diragukan keasliannya. Nash al-Quran
kalangan mufasir sendiri. Tafsir Thanthawi Jauhari telah dihafal kemudian dibukukan dalam satu
dan Tafsir al-Manar misalnya ditolak oleh Amin mushhaf, yang disebut dengan Mushhaf Utsmani.
al-Khulli, Rasyid Ridha, al-Maraghih, Mahmud Mushhaf ini diwariskan dari generasi ke generasi
Syaltut dan Mahmud Abbas al-Aqqad. Metode tanpa perubahan huruf maupun ayat. Dalam al-
tafsir lain yang masih menjadi polemis di kalangan Quran ditegaskan, Allah sendiri yang mewahyukan
mufasir adalah metode tafsir al-Munasabah. al-Quran dan Dia juga yang menjaga keaslian dan
Sebagai bentuk elaborasi kreatif dari tafsir al- autentisitasnya. Karena itu, ketika seorang mufasir
ra’yi, sebagian mufasir menilainya sebagai prestasi hendak memahami al-Quran dia tidak perlu lagi
gemilang metode tafsir al-Quran. Tetapi sebagian melakukan kritik nash al-Quran karena memang
mufasir lain menolaknya karena menganggap keasliannya terjaga.
metode ini memaksakan diri untuk mencari korelasi Kondisi teks al-Quran yang demikian berbeda
setiap ayat. Menurut para penolaknya al-Quran dengan teks hadis. Hadis memiliki ribuan matn atau
diturunkan dalam rentang waktu 22 tahun dengan redaksi, sementara itu, para pewarta hadis tidak
latar historis, sosial, dan komunikasi yang berbeda. semuanya hidup bersama nabi. Karena itu, teks
Karenanya adalah sulit kemudian untuk mencari hadis ada kemungkinan mengalami pemalsuan.
korelasi satu ayat dengan ayat lainya. Apalagi kodifikasi teks hadis baru dilakukan
Tafsir tahlili dengan beragam kecenderungan setelah tiga abad wafatnya Nabi SAW.
keilmuan mufasir dinilai oleh mufasir yang datang Kondisi teks-teks hadis yang demikian
kemudian sebagai tafsir yang kurang utuh dan mendorong para ulama untuk melakukan kodifikasi
holistik. Karena terjebak pada kajian kesusastraan hadis. Dalam proses kodifikasi tersebut, para ulama
dan kecenderungan keilmuan sang mufasir. Para hadis menetapkan hadis yang berasal dari Nabi
mufasir yang datang kemudian itu merusmuskan dan hadis yang bukan berasal dari Nabi. Untuk
metode tafsir lain yang disebut dengan tafsir menetapkan sebuah hadis berasal dari Nabi atau
maudhu’i (tafsir tematik) yang berupaya memotret bukan, para ulama hadis juga mensyaratkan tiga
tema besar al-Quran dan memahaminya secara hal, yakni memiliki ketersambungan sanad (ittishal
holistik. Dengan metode maudhu’i seorang mufasir al-sanad), periwayat hadis bersifat ‘adil, dan
mencoba mengkaji al-Quran dengan mengambil periwayat harus dhabith atau tamm al-dhabith.
sebuah tema khusus dari berbagai macam tema Dalam kaitan syarat-syarat hadis yang dapat
doktrinal, sosial, dan kosmologis dalam al-Quran. dipandang berasal dari Nabi itulah para ulama
Metode tafsir ini disebut maudhui karena berupaya kemudian merumuskan ilmu yang disebut dengan
mengelompokkan ayat-ayat dalam satu topik ilmu jarh wa ta’dil, yakni sebuah ilmu yang secara
tertentu. khusus mengkritik para pewarta (periwayat) hadis,
Ali bin Abi Thalib pernah berujar, “Istanthiq baik dari sisi kemampuan intelektual maupun dari
al-Qur’an,” yang berarti ajaklah al-Qur’an sisi integritas moral periwayat hadis.
berbicara. Ujaran Ali itu menunjukkan, keharusan Dari sisi kemampuan intelektual, para kritikus
para mufasir untuk merujuk al-Quran dalam hadis akan melihat dan menilai apakah seseorang
memahami kandungannya. Atas ujaran Ali itu, yang meriwayatkan hadis itu memiliki kemampuan
menurut Quraish Shihab, lahirlah metode tafsir hafalan yang baik sehingga ia mampu untuk
maudhui. Seorang mufasir yang menggunakan menghafal hadis yang disampaikannya, dan mampu
metode ini, terlebih dahulu harus menetapkan dengan baik menyampaikan hadis yang dihafalnya
topik tertentu yang dipilih kemudian menghimpun kepada orang lain, hadis yang dihafalnya itu tidak
ayat-ayat al-Quran dari berbagai surat, kemudian aneh (syaz) dan tidak pula mengandung cacat
membahas dan menganalisinya sehingga menjadi (‘illah). Selanjutnya, dari sisi integritas individu,
satu kesatuan yang utuh. seorang periwayat hadis harus adil, yakni beragama

Miftachul Chusnah, Book Review: Deradikalisasi Pemahaman al-Quran dan Hadis | 175
Islam, mukallaf, melaksanakan ketentuan agama, sebagai upaya mengembalikan dan meluruskan
memelihara kepribadian (Ismail, 1988:10). kembali pemahaman tentang apa dan bagaimana
Struktur hadis Nabi terdiri dari dua unsur, Islam.
yakni unsur sanad, berupa susunan nama-nama Nasaruddin menyadari, penggunaan istilah
periwayat hadis, dan unsur matn merupakan teks “deradikalisasi” akan melahirkan sederet pertanyaan,
hadis, baik terkait pernyataan verbal (qaul), antara lain mengapa harus ada deradikalisasi? Apa
aktivitas (fi’l), dan persetujuan (taqrir) Nabi SAW. urgensi dan siginifikansinya bagi umat? Tidakkah
Para ulama hadis telah melakukan kritik terhadap deradikalisasi ini hanya strategi dari mereka yang
dua unsur itu sebelum mengodifikasi hadis tersebut ingin melemahkan sikap tegas negara-negara Islam
dalam kitab-kitab hadis mereka. Terhadap sanad atau yang mayoritas penduduknya beragama Islam
hadis, para ulama secara cermat dan hati-hati terhadap hegemoni Barat?
menelaah ketersambungan sanad, kemampuan Atas beragam pertanyaan itu, Nasaruddin
intelektual, dan integritas individu periwayat hadis. menegaskan bahwa gagasan deradikalisasi itu
Selanjutnya terhadap matn, para ulama menelaah muncul setelah Islam,…-sebagai agama yang
secara cermat keterhindaran teks hadis tersebut mengajarkan perdamaian dan toleransi- diberi
dari syadz (menyendiri) dan illah (cacat). stigma negatif oleh Barat. Bagi Barat Islam tidak
Untuk keterhindaran teks hadis dari syadz, lebih sebagai agama yang mengajarkan umatnya
tolok ukur yang dijadikan patokan adalah, apakah untuk melakukan teror dan tindakan anarkis
teks hadis itu tidak didukung oleh teks hadis lain, terhadap pemeluk agama lain. Stigma negatif itu
apakah teks hadis itu bertentangan dengan teks terbentuk karena beberapa faktor, yakni salah
hadis lain yang lebih kuat, apakah teks hadis itu paham terhadap Islam, informasi media Barat
bertentangan dengan al-Quran, apakah hadis yang memojokkan Islam, atau murni karena
itu bertentangan dengan akal, indra dan sejarah kebencian terhadap Islam yang diwarisi Barat dari
(Ismail, 1998: 25). orientalisme klasik (hlm. 5)
Untuk keterhindaran teks hadis dari illah, Setiap agama, pada dasarnya mengajarkan
tolok ukurnya adalah teks hadis tidak mengandung umatnya untuk berlaku kasih dan sayang terhadap
sisipan (idraj), tidak mengandung tambahan sesamanya. Pesan mendasar dari setiap agama
(ziyadah), tidak mengadung pergantian lafal (lafdh) yang ada di muka bumi adalah hidup secara damai
atau kata (kalimah), tidak terjadi pertentangan yang dengan seluruh makhluk ciptaan Tuhan. Tidak ada
tidak dapat dikompromikan (idhthirab), dan tidak satu pun agama yang mengajarkan pemeluknya
terjadi kerancuan lafal dan penyimpangan makna untuk bertindak anarkis dan menyebarkan teror.
yang jauh dari teks hadis itu (Ismail, 1998:126). Kalaupun kemudian agama tertentu, misalnya
Seorang yang hendak memahami teks hadis, Islam, dituduh sebagai agama yang mengajarkan
harus melakukan tiga langkah sekaligus, pertama, radikalisme dan terorisme karena adanya ayat-ayat
ia harus memperhatikan kualitas sanad; kedua, dan hadis tentang perang, yang harus dikoreksi
harus mencermati susunan redaksional matn; atau dikritik bukanlah ayat al-Quran atau hadisnya,
ketiga, meneliti dan memahami substani matn. tetapi pemahaman manusia yang membaca dan
Seperti halnya para mufasir dalam memahami menafsirkan ayat-ayat al-Quran dan hadis tersebut.
al-Quran, ulama hadis juga menggunakan empat Validitas dan otentisitas al-Quran dan hadis
metode dalam memahami hadis, yakni tahlili, ijmali, sebagai sumber hukum sekaligus sebagai landasan
muqaran, dan maudhu’i. Sementara pendekatan etika dan moral tidak pernah diragukan oleh
yang digunakan antara lain, pendekatan bahasa, setiap muslim. Namun ketika memasuki wilayah
sejarah, sosiologi, dan antropologi (Suryadilaga, penafsiran, faktor subjektivitas dari masing-masing
2012). penafsir tentu akan menjiwai pandangannya
terhadap sebuah ayat atau hadis. Karena itu, wajar
Deradikalisasi Pemahaman Nas jika kemudian kita menemukan tafsiran yang
Deradikalisasi pemahaman al-Quran dan Hadis berbeda dari beberapa kitab tafsir tentang sebuah
yang menjadi judul buku Nasaruddin ini berupaya ayat atau hadis.
menghapus pemahaman radikal terhadap ayat- Untuk menghindari radikalisasi pemahaman
ayat al-Quran dan hadis, terutama ayat atau hadis al-Quran ada beberapa langkah yang perlu
yang berbicara tentang konsep jihad dan perang ditempuh. Pertama, memperlakukan ayat yang
melawan kafir. Karena itu, deradikalisasi dalam ingin dipahami al-Quran secara objektif. Dimulai
konteks itu tidak dimaksudkan sebagai upaya dengan mengumpulkan semua surat dan ayat al-
menyampaikan pemahaman baru tentang Islam Quran dalam tema yang akan dikaji. Ayat-ayat
dan bukan pula pendangkalan akidah, melainkan tersebut disusun sedemikian rupa dan diletakkan

176 | Aspirasi Vol. 5 No. 2, Desember 2014


di bawah satu tema bahasan, kemudian ditafsirkan Untuk menghindari deradikalisasi pemahaman
secara tematik. hadis Nabi SAW dengan pendekatan kontekstual
Kedua, dalam memahami al-Quran menurut hendaknya mempertimbangkan, pertama, latar
konteksnya, ayat-ayat harus disusun menurut historis (asbab al-wurud), kedua, illat atau
kronologi pewahyuannya untuk mengetahui: alasan tertentu yang menjadi pemahaman dari
situasi, tempat, dan pelaku. Riwayat asbab al- sabda Rasul SAW, dengan mempertimbangkan
nuzul dipandang sebagai sesuatu yang perlu dimensi (asas) manfaat dan maslahat, dan ketiga,
dipertimbangkan hanya sejauh dan dalam pengertian mempertimbangkan realitas kehidupan Muhammad
bahwa peristiwa itu merupakan keterangan SAW sebagai Nabi dan Rasul, ayah, suami, teman,
kontekstual yang berkaitan dengan pewahyuan panglima perang dan seterusnya.
suatu ayat. Sebab peristiwa itu bukanlah tujuan
atau sebab sine qua non (syarat mutlak) mengapa Memahami Jihad
pewahyuan terjadi. Pentingnya pewahyuan terletak Dalam buku deradikalisasi pemahaman al-
pada generalitas kata-kata yang digunakannya, Quran dan hadis ini, Nasaruddin melakukan
bukan pada kekhususan peristiwa pewahyuannya. identifikasi dan interpretasi ayat al-Quran dan
Ketiga, untuk memahami petunjuk kata (dilalah Hadis yang kerapkali melahirkan pamahaman yang
al-lafadh) al-Quran, harus dilacak arti linguistik radikal, yaitu ayat dan hadis tentang jihad, qital,
aslinya dalam berbagai bentuk pengunaan, baik murtad, ahl al-kitab, kafir dzimmi, kafir harbi, dar
yang bersifat haqiqi maupun majazi. Dengan al-salamdar al-harb. Dalam review buku ini kita
demikian, makna al-Quran diusut dengan cara ambil satu sampel tentang jihad.
mengumpulkan seluruh bentuk bangunan kata itu Dalam memahami jihad, pertama-tama yang
dalam berbagai ayat, sehingga diketahui konteks dilakukan oleh Nasaruddin adalah melakukan
spesifik atau konteks umumnya dalam al-Quran. penjelasan tentang jihad. Dalam penjelasan itu,
Keempat, dalam memahami rahasia ungkapan, Nasaruddin mengatakan Islam adalah agama damai
perlu mengikuti konteks nash dalam al-Quran, dan mengajarkan kasih sayang antarsesamanya.
baik dengan berpegang pada substansi maknanya Kasih sayang yang diajarkan Islam, tidak terbatas
maupun semangatnya. Kemudian makna tersebut antarsesama muslim, tetapi juga terhadap
dikonfirmasikan dengan pendapat para mufasir penganut agama lain. Bahkan, kepada alam pun
terdahulu untuk diuji atau dikontruksi disesuaikan Islam mengajarkan agar berlaku ramah serta ikut
dengan nash ayat al-Quran. Seluruh penafsiran melestarikannya. Karena, jika kita berlaku ramah
yang bersifat sektarian dan berbau israiliyyat kepada sesama dan kepada alam, mereka pun akan
harus disingkirkan. Dengan langkah yang sama, berlaku ramah kepada kita.
tata bahasa dan retorika (qira’ah) al-Quran harus Peperangan yang terjadi di zaman Rasul adalah
dipandang sebagai kriteria (tolok ukur) untuk gambaran dari kondisi darurat yang mesti dilewati
merevisi atau menilai kaidah tata bahasa atau Islam yang diajarkan oleh Rasul, disebarkan secara
qira’ah, dan bukan sebaliknya. damai. Al-Quran pertama kali turun, mengajarkan
Kelima, membawa fenomena sosial ke umatnya untuk membaca al-Quran atau risalah
dalam naungan tujuan al-Quran dengan melewati yang akan diturunkan dan membaca fenomena
mekanisme berikut: (1) mengkaji dengan cermat alam yang terjadi. Jika agama Islam adalah agama
fenomena sosial yang dimaksud. Dalam mengadakan perang, mestilah ayat pertama kali turun perintah
kajian ini peralatan dan perbekalan ilmuwan- untuk perang. Setelah ayat pertama memerintahkan
ilmuwan sosial dan pengalaman mutlak dibutuhkan. untuk membaca, ayat-ayat selanjutnya pada periode
Dengan kata lain, pengkajian ini melibatkan Mekah, cenderung mengajarkan tentang tauhid.
berbagai pihak dan disiplin keilmuan; (2) menilai Atas dasar ini juga agama Islam cepat diterima di
dan menangani fenomena itu berdasarkan tujuan tengah masyarakat Quraisy yang keras, dan selalu
moral al-Quran. Dalam menilai fenomena sosial hidup dengan peperangan.
dari sudut pandang al-Quran semacam ini, akan Terma jihad memang memiliki sejumlah arti.
melahirkan dua implikasi. Pertama, fenomena sosial Kenyataan ini melahirkan dua masalah besar.
tersebut tidak bertentangan dengan tujuan-tujuan al- Pertama, pemaknaan mana yang benar? Kedua,
Quran. Dalam hal ini “justifikasi quraniyah” dapat pemaknaan mana yang dapat berdampak positif
diberikan. Implikasi kedua, fenomena sosial tersebut bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bertentangan dengan tujuan moral al-Quran. Dalam bernegara dan mana yang telah dieksploitasi untuk
kasus semacam ini, fenomena sosial itu secara membenarkan tindakan ekstrimisme ataupun
gradual dan bijaksana harus diarahkan dan dibawa terorisme?
kepada tujuan-tujuan al-Quran.

Miftachul Chusnah, Book Review: Deradikalisasi Pemahaman al-Quran dan Hadis | 177
Karena itu untuk memahami jihad, Nasaruddin keagamaan fundamentalis dan gerakan keagamaan
memulainya dengan menelusuri makna jihad secara radikal. Implikasi politik akan melahirkan phobia
etimologis, pandangan ilmuwan Barat tentang Islam, keterpecahbelahan umat Islam, dan
jihad, perspektif al-Quran tentang jihad, menelusuri hilangnya kekuatan kekuatan Islam.
makna jihad dalam koteks turunnya ayat Makkiyah Gerakan Islam radikal adalah sebuah kelompok
dan Madaniyyah, persepktif fukaha tentang hukum yang mempunyai keyakinan ideologis tinggi dan
jihad, perspektif jihad dalam pandangan tokoh fanatik dan berjuang untuk menggantikan tatanan
pergerakan Islam: Ibn Taymiyah, Muhammad bin nilai dan sistem yang sedang berlangsung dengan
Abd al-Wahhab, Sayyid Abu A’la al-Maududi, tatanan nilai dan sistem Islam.
Hasan al-Banna, Sayyid Quthb. Selanjutnya Meminjam Esposito, Nasaruddin
Nasaruddin juga mengkaji tuduhan surah al-Qital mengidentifikasi beberapa landasan ideologis yang
sebagai landasan berperang, kemudian memaparkan dijumpai dalam gerakan Islam radikal: (1) kelompok
ayat al-Quran dan hadis tentang qital. ini berpendapat bahwa Islam adalah agama yang
Hasil penelusuran Nasaruddin terhadap komprehensif. Dengan demikian Islam merupakan
istilah jihad secara etimologis dan terminologis agama yang mengatur segala aspek kehidupan
menunjukkan bahwa secara etomologis, terma baik sosial, politik, hukum, ekonomi, dan lain-
jihad tidak mengandung makna kekerasan sedikit lain; (2) ideologi masyarakat Barat yang sekuler
pun, lain halnya dengan pengertian terminologis, dan materialistik harus ditolak. Jika masyarakat
terma jihad, banyak yang mengidentikkannya mencontoh ideologi Barat berarti masyarakat
sebagai tindakan memerangi orang kafir. muslim tidak berhasil karena ideologi masyarakat
Sementara penelusurannya terhadap Barat bukan ideologi yang ideal menurut ajaran
pandangan ilmuwan Barat tentang jihad, Islam; (3) mereka cenderung mengajak pengikutnya
Nasaruddin mencoba menghadirkan pemikiran untuk “kembali kepada Islam” sebagai usaha
keislaman seorang ilmuwan kontemporer yang untuk melakukan perubahan sosial. Perubahan
terbilang kontroversial. Tokoh tersebut adalah sosial yang diinginkan oleh masyarakat Islam
Mark A. Gabriel, tokoh yang hingga kini belum adalah perubahan sosial yang berlandaskan pada
diketahui nama aslinya. Ia pemikir liberal di tengah sumber hukum Islam yang utama, yakni al-Quran
kelompok dan lingkungan muslim garis keras di dan Hadis; (4) Ideologi Barat harus ditolak, oleh
Mesir. Dalam salah satu bukunya yang terkenal karena itu masyarakat muslim harus menegakkan
Islam and Terrorism (2002) setebal 235 halaman, hukum Islam; (5) kelompok ini memberlakukan
Gabriel mengukuhkan terjadinya relasi antara sistem sosial dan hukum yang sesuai dengan ajaran
Islam dan terorisme, mulai dari akar terorisme yang dibawa Nabi Muahmmad SAW dan menolak
dalam Islam hingga perkembangan jihad di era ideologi Barat tetapi sebenarnya kelompok ini tidak
kontemporer. Nasaruddin kemudian mengelaborasi menolak modernisasi. Modernisasi dalam bidang
pandangan-pandangan Gabriel tentang jihad. Hasil sains dan teknologi diterima asal tidak bertentangan
elaborasinya menyimpulkan bahwa paradigma dengan ajaran Islam; (6) mereka berkeyakinan
keislaman ala Mark A. Gabriel adalah paradigma bahwa upaya-upaya Islamisasi pada masyarakat
yang banyak dipahami oleh mayoritas orientalis, muslim tidak akan berhasil tanpa menekankan
terutama terkait dengan doktrin jihad dan perang aspek pengorganisasian pada masyarakat ataupun
dalam Islam. Salah satu pandangan Gabriel yang pembentukan sebuah kelompok yang kuat. Selain
menjadi perhatian Nasaruddin adalah pandanganya itu dengan meyakinkan pengikutnya untuk
yang menyatakan bahwa motif utama dari jihad menjalankan tugas suci keagamaan dalam rangka
adalah untuk membasmi manusia yang tidak menegakkan hukum Islam.
menerima Islam sebagai agamanya. Gabriel juga
memahami bahwa praktik jihad di zaman Nabi Menuju Pemahaman al-Quran dan Hadis yang
adalah memerangi warga Kristen dan Yahudi Toleran dan Moderat
ataupun orang-orang yang menyembah berhala. Membaca judul bab ini dalam buku Nasaruddin,
ternyata tidak pereview temukan akan terbayang
Implikasi Radikalisasi Pemahaman al-Quran bahwa ia akan menguraikan metode atau langkah
dan Hadis dalam memahami al-Quran dan Hadis sehingga
Radikalisasi pemahaman al-Quran dan Hadis tidak melahirkan pemahaman yang radikal, tapi
menurut Nasaruddin melahirkan beragam implikasi pemahaman yang toleran dan moderat.
baik teologis, sosiologis maupun politis. Implikasi Bayangan itu, karena dalam bab ini ia justru
teologis dapat melahirkan paham fundamentalisme. melakukan penjelasan panjang tentang konsep-
Implikasi sosiologis akan melahirkan Gerakan konsep seperti, Islam rahmatan li al-alamin, Islam

178 | Aspirasi Vol. 5 No. 2, Desember 2014


toleran, Islam menghormati hak asasi manusia, DAFTAR PUSTAKA
dan Islam emansipatoris. Mestinya judul bab di
atas tidak berbunyi seperti itu kalau memang yang
diuraikan adalah konsep-konsep seperti Islam
rahmatan li al-alamin, toleransi, dan seterusnya. Ali, Nizar. 2001. Memahami Hadis Nabi: Metode dan
Dalam pandangan pereview kekurangan buku ini Pendekatan. Yogyakarta: CESad YPI al-Rahmah.
terletak pada penempatan judul bab yang kurang Arifin, Zaenal. 2010. Pemetaan Kajian Tafsir: Perspektif
tepat dengan isi bab tersebut. Historis, Metodologis, Corak, dan Geografis.
Kediri: STAIN Kediri Press.
Penutup Hakim, A. Husnul IMZI. 2011. Mengintip Takdir Ilahi:
Buku ini penting untuk dibaca oleh siapa Mengungkap Makna Sunnatullah dalam al-Quran.
pun yang bergelut dalam kajian al-Quran dan Depok: Lingkar Studi al-Quran.
Hadis. Seperti buku-buku sejenis yang berupaya
Ismail, M. Syuhudi. 1998. Kaedah Kesahihan Sanad
menawarkan metode tafsir, buku ini secara panjang
Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan dengan
lebar juga menjelaskan metode memahami al-
Pendekatan Ilmu Sejarah. Jakarta: Bulan Bintang.
Quran. Tapi berbeda dengan buku-buku sejenisnya,
Nasaruddin dalam buku ini memberikan contoh- Suryadilaga, M. Alfatih. 2012. Metodologi Syarah
contoh yang aplikatif tentang penggunaan asbab Hadis. Yogyakarta: Suka Press.
nuzul dan asbab al-wurud, penggunaan kaidah Tasrif, Muh. 2007. Kajian Hadis di Indonesia. Ponorogo:
al-ibrah bi umum al-lafdhi la bi khusus al-sabab, STAIN Ponorogo Press.
penggunaan kaidah al-ibrah bi khushus al-sabab la Zada, Khamami. 2002. Islam Radikal: Pergulatan
bi umum al-lafdhi, dan penggunaan maqashid al- Ormas-ormas Islam Garis Keras di Indonesia.
syari’ah. Jakarta: Teraju.
Secara khusus buku ini juga memberikan
panduan di dalam memahami sejumlah ayat al-
Quran dan Hadis yang sering digunakan oleh orang-
orang yang bermaksud tidak objektif terhadap
Islam. Di sisi lain, metode kontekstual pemahaman
al-Quran dan Hadis sebagaimana direkomendasikan
oleh penulisnya, dapat dipraktikkan dalam
memahami ayat-ayat al-Quran dan teks-teks hadis
sehingga melahirkan pemahaman yang toleran dan
moderat atas doktrin-doktrin Islam yang terekam
dalam kedua sumber rujukan utama ajaran Islam.

Miftachul Chusnah, Book Review: Deradikalisasi Pemahaman al-Quran dan Hadis | 179

Anda mungkin juga menyukai