0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
55 tayangan12 halaman
Ringkasan dokumen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dokumen tersebut membahas reaksi Divisi IV/Panembahan Senopati terhadap reorganisasi dan rasionalisasi militer yang dilakukan Kabinet Hatta pada tahun 1948.
2. Reorganisasi dan rasionalisasi militer ini bertujuan untuk membersihkan pengaruh sayap kiri dalam militer, tetapi Divisi IV menolak kebijakan ini karena pengaruh ideologi kiri.
3. Peneliti mengg
Ringkasan dokumen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dokumen tersebut membahas reaksi Divisi IV/Panembahan Senopati terhadap reorganisasi dan rasionalisasi militer yang dilakukan Kabinet Hatta pada tahun 1948.
2. Reorganisasi dan rasionalisasi militer ini bertujuan untuk membersihkan pengaruh sayap kiri dalam militer, tetapi Divisi IV menolak kebijakan ini karena pengaruh ideologi kiri.
3. Peneliti mengg
Ringkasan dokumen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dokumen tersebut membahas reaksi Divisi IV/Panembahan Senopati terhadap reorganisasi dan rasionalisasi militer yang dilakukan Kabinet Hatta pada tahun 1948.
2. Reorganisasi dan rasionalisasi militer ini bertujuan untuk membersihkan pengaruh sayap kiri dalam militer, tetapi Divisi IV menolak kebijakan ini karena pengaruh ideologi kiri.
3. Peneliti mengg
Reaksi Divisi IV/Panembahan Senopati Terhadap Reorganisasi
dan Rasionalisasi Militer Kabinet Hatta Tahun 1948
Siti Nur Masitoh 1, Henry Susanto2, Suparman Arif3 FKIP Unila Jalan Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. 01 Bandar Lampung e-mail: sitinurmasitoh22@gmail.com, HP. 082176793278
Received : November 09, 2018 Accepted: November 15, 2018 Online Publish: November 21, 2018
Abstract: Reaction of Panembahan Senopati Division IV Towards Reorganization and
Rationalization Military at Hatta Cabinet in 1948. The focus of the problem in this research are reaction of Panembahan Senopati Division IV towards reorganization and rationalization military. The purpose of this research is to knowing about internal conflict in Indonesian military on 1948. The methods that used in this research is historical methods, there are: heuristic, critic, interpretation, and historiography. Theoretical framework that used to explain the problem are positive reaction and negative reaction to implement reorganization and rationalization military. The conclusion in this research are reorganization and rationalization bring a harm impact for those follow (left wing) ideology, the particular military is Panembahan Senopati Division IV.
Keywords: conflict, intern, military
Abstrak: Reaksi Divisi IV/Panembahan Senopati Terhadap Reorganisasi dan
Rasionalisasi Militer Kabinet Hatta Tahun 1948. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah reaksi Divisi IV/Panembahan Senopati terhadap reorganisasi dan rasionalisasi militer. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konflik internen yang terjadi dalam tubuh militer Indonesia tahun 1948. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian sejarah, yang meliputi langkah-langkah : heuristic, kritik, interpretasi, dan historiografi. Kerangka teoritis yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang diangkat adalah reaksi positif dan negatif dalam pelaksanaan reorganisasi dan rasionalisasi militer.Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah reorganisasi dan rasionalisasi merugikan sebagian kesatuan militer yang berhaluan kiri, khususnya Divisi IV/Panembahan Senopati.
Kata kunci: interen, konflik, militer
PENDAHULUAN Setelah dibubarkannya Biro Indonesia sebagai negara Perjuangan, Amir Syarifudin yang baru merdeka, sangat membentuk TNI Masyarakat pada membutuhkan adanya kekuatan bulan Agustus 1947, yang mana militer. Pada tanggal 5 Oktober 1945 personilnya adalah sebagian besar Presiden Soekarno mengeluarkan lasykar berideologi komunis yang sebuah maklumat untuk membentuk tidak ingin di lebur kedalam TNI “Tentara Keamanan Rakyat”. Setelah reguler (Ulf Sundhaussen 1986 : 44). TKR terbentuk, pemerintah Begitu cerdik kader-kader menghendaki berdirinya partai- PKI menyusup, sehingga banyak partai. prajurit TNI yang terpengaruh ajaran Terdapat partai dengan aliran dan propaganda komunis. Bahkan Nasionalis (Kebangsaan), Agama, adapula kesatuan-kesatuan TNI yang Komunis, Sosialis, Liberal dan secara terang-terangan berpihak pada sebagainya. Setelah berdirinya PKI. Misalnya seperti Brigade partai-partai itu dengan suasana Martono, Brigade 29 pimpinan perjuangan yang terjadi maka partai- Kolonel Sumarsono, Tentara Laut RI partai tersebut kemudian membentuk (TLRI) pimpinan Ahmad Yadau dan badan kelasykaran. Sehingga lain-lain. Mereka itu sebagian besar disamping TKR sebagai tentara anggota lasykar PKI (Syamsuar resmi seolah-olah ada tentara Syaid 1985 : 12). partikelir. Akibat dari Perjanjian Pada saat Amir Syarifuddin Renville, Amir kehilangan menjadi Menteri Pertahanan, Sayap dukungan di parlemen dan membuat Kiri mulai melakukan infiltrasi dirinya mengundurkan diri sebagai kedalam tubuh militer. Amir Perdana Menteri. Pasca membentuk Staf Pendidikan Politik pengunduran diri Amir Syarifuddin, Tentara (Pepolit), tujuannya ialah Presiden menunjuk Wakil Presiden untuk mengenalkan kepada para Moh. Hatta untuk membentuk prajurit agar tahu cara berpolitik, kabinet baru. Selaku ketua kabinet namun berpolitik disini alah politik Hatta mencanangkan empat yang berhaluan “Sayap Kiri” (Ulf program, dua diantaranya ialah Sundhaussen 1986 : 46)”. melanjutkan Perjanjian Renville dan Staf Pepolit ini secara melaksanakan rasionalisasi di kepengurusannya di dominasi oleh lingkungan angkatan perang (B.A. Divisi IV. Pepolit dianggap sebagai Shaleh 2007 : 35-36). media penyebaran ideologi komunis Pada masa pemerintahan di dalam tubuh militer. Akibatnya Kabinet Hatta ia melaksanakan aktivitas Pepolit ini merosot di kebijakan rasionalisasi. Tujuan dari daerah-daerah. Tindak lanjut rasionalisasi secara aspek politik daripada reorganisasi Pepolit yaitu adalah hendak memotong-motong dibentuknya lembaga baru yaitu Biro garis pengaruh Amir Syarifudin di Perjuangan. Biro perjuangan adalah kalangan Angkatan Perang dan pelaksana dari Kementerian lasykar bersenjata, dengan cara Pertahanan yang bertugas demikian Hatta bermaksud hendak menampung sejumlah lasykar- membersihkan Angkatan Perang dari lasykar yang semula di dirikan oleh pengaruh golongan politik tertentu partai-partai politik. (Sayap Kiri). Banyak pasukan militer yang penulis menggunakan metode menolak melaksanakan program ini, penelitian sejarah. Metode penelitian bahkan tidak jarang mereka melawan historis atau sejarah adalah proses dengan konfrontasi senjata seperti menguji dan menganalisa secara yang terjadi di Solo atau beberapa kritis rekaman dan peninggalan masa daerah lainnya. Penolakan terhadap lampau (Louis Gottschalk, 1975: 32). langkah-langkah reformasi Dalam pelaksanaan metode sejarah, pemerintah dibidang kemiliteran, terdapat empat tahapan, yaitu yang paling kuat dipelihatkan di heuristik, kritik, interpretasi dan Kabupaten Surakarta, Jawa Tengah historiografi. yaitu oleh kesatuan-kesatuan yang 1. Heuristik : Tahap ini peneliti berada didalam atau berkaitan erat mencari, mengumpulkan data- dengan Divisi Keempat (Senopati) data, dan fakta-fakta yang yang berada dibawah pimpinan diperlukan dalam penelitian Mayor Jendral Sutarto (David dengan cara mencari buku, arsip, Charles Anderson 1974 : 13). dokumen. Tahap ini mencari data Reaksi keras atas rencana dengan sumber tertulis maupun demobilisasi Hatta ditunjukkan oleh lisan. Sumber tertulis yaitu kesatuan divisi militer di Surakarta dilakukan dengan cara yaitu Divisi IV/Panembahan mengunjungi instansi-instansi Senopati. Sikap penolakan mereka seperti di Perpustakaan atas program rasionalisasi tidak lepas Universitas Lampung, dari adanya pengaruh haluan politik Perpustakaan Daerah Lampung, FDR/PKI didalam tubuh angkatan dan Arsip Nasional Republik perang. Indonesia. Pemerintah mendapatkan 2. Kritik sumber : setelah data tantangan yang sangat berat dari berhasil terkumpul selanjutnya pihak bangsa Indonesia khusunya peneliti melakukan kritik terhadap dari kesatuan militer sendiri. Tujuan sumber yang ditemukan, dengan dalam penelitian ini adalah untuk melakukan kritik ekstern maupun mengetahui reaksi Divisi intern kemudian. IV/Panembahan Senopati terhadap 3. Interpretasi : merupakan tahapan reorganisasi dan rasionalisasi militer. memberi penafsiran terhadap informasi-informasi yang telah didapatkan dari berbagai sumber METODE PENELITIAN dan dirangkai menjadi satu Metode penelitian merupakan kesatuan yang harmonis dan suatu cara untuk memecahkan suatu masuk akal. masalah dalam suatu penelitian. 4. Historiografi : merupakan tahap Metode merupakan cara atau jalan terakhir dalam langkah-langkah yang sehubungan dengan upaya metode historis yaitu penulisan ilmiah, maka metode menyangkut sejarah. masalah cara kerja yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang Teknik Pengumpulan Data menjadi sasaran ilmu yang Teknik pengumpulan data bersangkutan (Husin Sayuti, 1989 : adalah cara yang dilakukan oleh 32). peneliti dalam mengumpulkan data Berdasarkan permasalahan atau informasi yang sesuai dengan dan penelitian yang dilakukan, permasalahan dalam penelitiannya. Pada penelitian kali ini teknik sejak Amir Syarifudin menjadi pengumpulan data yang digunakan Menteri Pertahanan. Melalui adalah sebagai berikut: pembentukan Staf Politik Pendidikan Tentara (Pepolit), Biro Perjuangan 1. Teknik Kepustakaan dan TNI Masyarakat Amir Menurut Mestika Zed, metode Syarifudin berhasil mendapatkan kepustakaan adalah serangkaian dukungan dari beberapa kesatuan kegiatan yang berkenaan dengan militer. metode pengumpulan data pustaka, Pada sebelumnya, Divisi IV membaca dan mencatat serta merupakan keasatuan militer yang mengolah bahan penelitian (Mestika sangat aktif di Staf Politik Zed, 2004 : 4). Berdasarkan pendapat Pendidikan Tentara pada tahun 1946- ahli di atas maka teknik kepustakaan 1947, yaitu pada saat Kementerian pada penelitian ini dilakukan dengan Pertahanan di pegang oleh Amir cara mengumpulkan data dan Syarifudin. informasi yang dilakukan melalui studi Kecerdikan kader-kader PKI pustaka di Perpustakaan Daerah menyusup dalam angkatan perang, Lampung dan Perpustakaan menyababkan banyak prajurit TNI Universitas Lampung sebagai langkah yang terpengaruh ajaran dan penting dalam penelitian. propaganda komunis. Bahkan 2. Teknik Dokumentasi adapula kesatuan-kesatuan TNI yang Menurut Suharsimi Arikunto secara terang-terangan berpihak pada (2002:206), teknik dokumentasi yaitu PKI. mencari data mengenai hal-hal atau Kesatuan militer tersebut variabel yang berupa catatan, transkip, misalnya seperti Brigade Martono, biografi, surat kabar, majalah, prasasti, Brigade 29 pimpinan Kolonel notulen rapat, lengger, agenda dan lain Sumarsono, Tentara Laut RI (TLRI) sebagainya. pimpinan Ahmad Yadau (Komandan Brigade VII/Komando Pertempuran Teknik Analisis Data Panembahan Senopati) dan lain-lain. Menurut Bogdan dan Mereka itu sebagian besar anggota Sugiyono, teknik analisis data adalah lasykar PKI (Syamsuar Syaid 1985 : suatu tahapan atau cara pada proses 12). mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari Upaya Menjaga Netralisasi hasil wawancara, catatan lapangan, Tentara dengan Reorganisasi dan dan bahan-bahan lain, sehingga dapat Rasionalisasi Militer mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain Netralisasi merupakan hal (Bogdan dalam Sugiyono, 2013:244). menjadikan sesuatu untuk netral baik Adapun tahapan-tahapan yang dalam negara, sipil, militer supaya dilakukan dalam teknik analisis data tidak terikat dengan suatu golongan antara lain Reduksi Data, Penyajian atau ideologi tertentu. Pemerintah Data, Verifikasi data. berupaya membentuk netralisasi Tentara Nasional Indonesia (TNI) HASIL DAN PEMBAHASAN dengan cara melakukan Reorganisasi Keberhasilan komunis dalam dan Rasionalisasi militer (Rera) di menarik simpati dan dukungan dari dalam angkatan perang dari pengaruh kesatuan militer sudah mulai terlihat unsur-unsur ideologi dari lasykar- lasykar perjuangan sebagai cikal kepangkatan tentara diadakan bakal Tentara Nasional Indonesia. penyesuaian. Pangkat-pangkat Berkaitan dengan tentara, tujuan tentara diturunkan setingkat, agar dasar kebijaksanaan rekontruksi dan antara pangkat dan jabatan terdapat rasionalisasi adalah untuk keseimbangan. Sejumlah perwira menciutkan jumlah personil angkatan akan diberhentikan dari jabatan dan bersenjata, meningkatkan diangkat sebagai perwira cadangan. efesiensinya, dan menempatkan Jumlah Divisi TNI diperkecil, kembali dibawah pimpinan dilebur menjadi satu Divisi dan TNI pemerintah (Ulf Sundhaussen 1986 : Masyarakat dibubarkan. Selanjutnya 63-64). berdasarkan Penetapan Presiden RI No. 9/1948, Panglima Divisi Tujuan Reorganisasi dan Siliwangi Jendral Mayor A.H Rasionalisasi Nasution diangkat menjadi Wakil Tujuan dasar kebijaksanaan Panglima Besar Angkatan Perang reorganisasi dan rasionalisasi itu Mobil (Himawan Soetanto 1995 adalah untuk menciutkan jumlah :115). personil angkatan bersenjata, meningkatkan efesiensinya, dan Reorganisasi dan Rasionalisasi menempatkannya kembali di bawah Berdasarkan Undang-Undang No. komando pemerintah (Ulf 3 Tahun 1948 Sundhaussen 1986 : 63-64). Pelaksanaan Reorganisasi dan Tujuan reorganisasi dan Rasionalisasi kemudian dilaksanakan rasionalisasi jika dilihat dari aspek dalam dua tingkatan. Tingkat politik ialah, Hatta hendak pertama ialah rekontruksi kesatuan- memotong-motong garis pengaruh kesatuan dan Pucuk Pimpinan TNI Amir Syarifudin di kalangan yang ditugaskan kepada Komodor angkatan perang dan lasykar Suryadharma yang ketika itu bersenjata. Demikian cara ini menjabat sebagai Kepala Staf dilakukan Hatta hendak bermaksud Angkatan Perang. membersihkan Angkatan Perang dari Berkaitan dengan pengaruh golongon politik Sayap pelaksanaan Reorganisasi dan Kiri (Himawan Soetanto 1995 :115). Rasionalisasi militer pada tingkatan kedua, maka diusulkan untuk Proses Pelaksanaan Reorganisasi membentuk dua jenis pasukan dan Rasionalisasi infantri yang berbeda, yakni Kebijakan Rera kemudian “Pasukan Pertahanan Territorial” dan dilaksanakan berdasarkan pada : “Pasukan Tempur Mobil”. Penetapan Presiden No. 9 tanggal 27 Pasukan pertahanan territorial Februari 1948; Undang-Undang No. terdiri dari prajurit-prajurit yang 3 tanggal 5 Maret 1948; Penetapan berasal dari daerah yang harus Presiden No. 4 tanggal 4 Mei 1948. mereka pertahankan itu sendiri. Tugas mereka adalah untuk Reorganisasi dan Rasionalisasi melancarkan serangan kecil-kecilan, Berdasarkan Penetapan Presiden menjamin perbekalan bagi pasukan No. 9 Tahun 1948 tempur mobil, mempertahankan Keberadaan Reorganisasi dan kehadiran RI dan menjamin selamat Rasionalisasi ini pada bidang organ administratifnya, serta melatih para pemuda. Berbeda dengan tiga Brigade, masing-masing : a. pasukan tempur mobil yang perlu Dua brigade untuk diselundupkan dipersenjatai dengan lengkap dan ke Jawa Barat Utara dan Selatan; ditugaskan untuk melancarkan b. Satu brigade untuk kesatuan serangan besar-besaran yang teritorial (Himawan Soetanto bergerak cepat memasuki daerah 1995 : 15-16). federal yang dikuasai Belanda (Ulf Sundhaussen 1986 : 68)”. Penentangan Terhadap Pokok-pokok reorganisasi yang Pelaksanaan Reorganisasi dan sudah disiapkan kemudian Rasionalisasi diumumkan pada tanggal 25 Februari Oposisi dari dalam terhadap 1948 adanya instruksi Panglima program Rera ialah berasal dari Besar tentang “Rekontruksi kesatuan-kesatuan yang berbasiskan Kesatuan-kesatuan Mobil dan orang-orang Jawa di Surakarta dan Teritorial” (perintah harian No.37) Kediri, yang merasa tidak puas antara lain berisikan pembentukan 3 karena adanya sekelompok perwira Divisi “Renville” masing-masing: staf umum yang memiliki keistimewaan sosial tertentu, yang 1. Divisi I : sebagian besar berasal dari beberapa Gabungan dari Divisi II dan III kota kosmopolitan di Indonesia dan lama, ditambah Brigade dipenuhi oleh perwira militer berlatar Kelasykaran dan Kesatuan belakang pendidikan Belanda (David Tentara Laut RI, dengan wilayah Charles Anderson 1974 : 11). tanggung jawab : Kedu, Kesatuan-kesatuan di Yogyakarta dan sisa Banyumas. Surakarta bukan saja tersingkirkan 2. Divisi II : dari piramida kekuasaan dan Gabungan dari Divisi IV lama, akselerasi kenaikan pangkat yang Resimen Pati (Sunandar) dari lebih tinggi, namun bahkan mereka Divisi V lama, Brigade merasa tidak aman kedudukannya di Kelasykaran dan TLRI (Tentara wilayah mereka sendiri, ketika Laut Republik Indonesia), pasukan Siliwangi telah diserahi dengan wilayah tanggung jawab : pelaksanaan tugas-tugas kebijakan Surakarta, Semarang dan Pati umum dalam wilayah Republik, di dengan satu brigade harus samping itu, yang membuat pasukan menyusup ke Semarang. regional Jawa (Surakarta) merasa 3. Divisi III : khawatir dengan arah ideologi yang Gabungan dari sisa Divisi V lama dibawakan oleh kabinet dan para dan VI lama serta Brigade pendukung militernya terhadap Kelasykaran dan TLRI. angkatan bersenjata (David Charles Tiga brigade harus menyusup Anderson 1974 : 11). masing-masing ialah : a. Satu Selain penentangan dari Brigade ke Surabaya; b. Satu kesatuan militer sendiri, program Brigade ke Malang; c. Satu Rera menjadi ancaman keras bagi Brigade ke Besuki. Front Demokrasi Rakyat, pimpinan 4. Divisi Siliwangi : Amir dan para tokoh sayap kiri. Mereka dijadikan satu badan Alasannya, program rasionalisasi otonom dari Kesatuan Reserve Hatta ini mengakibatkan suatu Umum (KRU) dan terbagi atas pengikisan bertahap atas dasar kekuatan FDR di dalam angkatan negatif yang mereka tunjukkan untuk perang. menolak program pembaharuan Pelaksanaan Rera di Hatta adalah sebagai berikut: Surakarta, khususnya kesatuan- kesatuan Divisi IV/Panembahan 1. Pembentukan Komando Senopati mendapat tantangan yang Pertempuran Panembahan keras karena pimpinan divisi Senopati (KPPS) terpengaruh haluan politik FDR. Divisi IV/Panembahan Divisi IV/Senopati jumlahnya 5000 Senopati menolak peleburan mereka orang, separuh dari anggotanya kedalam divisi baru dan lebih termasuk dalam ALRI (Angkatan memilih untuk mengabaikan rencana Laut Republik Indonesia). Pengaruh asli yang diajukan oleh Kabinet FDR dalam Divisi IV ini memang Hatta melalui Wakil PBAP (A.H sangatlah kuat, banyak pasukannya Nasution). Mereka justru merupakan formasi-formasi mengelompokkan diri bersama bersenjata dari Pesindo (Himawan anggota lasykar lainnya kedalam Soetanto 1995 : 116). formasi baru yang mereka namai dengan “Komando Pertempuran Reaksi Divisi IV/Senopati Panembahan Senopati”. Terhadap Reorganisasi dan Reaksi penolakan Divisi Rasionalisasi Militer IV/Senopati untuk dimobilisasi Pada kamus sosiologi, semakin mereka tunjukkan secara respon/reaksi diartikan sebagai gamblang dengan merubah namanya prilaku yang merupakan konsekuensi menjadi Komando Pertempuran dari perilaku sebelumnya sebagai Panembahan Senopati (KPPS) yang tanggapan atau jawaban suatu terdiri dari pasukan TLRI (Ahkmad persoalan atau masalah tertentu. Yadau), Pesindo, dan Brigade 29 Berdasarkan pengertian tersebut TNI Masyarakat dengan Kolonel dapat diartikan bahwa suatu Sutarto sebagai panglimanya, terbagi kelompok melakukan sebuah reaksi atas empat brigade masing-masing atau respon adalah akibat dari aksi / dipimpin oleh Letkol Soeadi, Letkol rangsangan sebelumnya (Soerjono S.Soegiarto, Letkol Ahmad Yadau, Soekanto, 1993 : 328).. dan Letkol Soejoto (Himawan Divisi Senopati yang Soetanto 1995 : 116). berjumlah 5000 orang , separuh dari Perubahan formasi tersebut anggotanya termasuk dalam ALRI. benar-bentar menunjukkan bahwa Organisasi ini sangat memadai untuk Divisi IV/Panembahan Senopati mendapat prioritas tinggi dalam menolak rencana yang diajukan oleh program rasionalisasi. Pengaruh FDR Kementerian Pertahanan mengenai didalam divisi ini sangatlah kuat, pembentukan tentara kelas mobil dan banyak pasukannya merupakan territorial yang tercanang pada formasi-formasi bersenjata dari program reorganisasi dan Pesindo. Sehingga pada waktu rasionalisasi yang diajukan oleh rasionalisasi Komandan Divisi IV ini Wakil Panglima Besar Angkatan meminta waktu dan bahkan menolak Perang. Jika dilihat dari latar proses demobilisasi atas perintahnya belakang keanggotaan Divisi IV sendiri (George Mc Turnan Kahin Panembahan Senopati yang mana 1995 : 335). Adapun bentuk reaksi banyak terdiri dari prajurit eks PETA yang jika dibandingkan secara kemerdekaan, yang akan merusak kemampuan militernya dengan sifat kesatuan dan demokratis prajurit eks KNIL mereka sedikit angkatan bersenjata di wilayah Solo kurang terlatih. (David Charles Anderson 1974 : 15).
3. Kerusuhan Surakarta Tahun
2. Demostrasi Militer 1948 Reaksi lokal atas langkah- Peristiwa ini melibatkan langkah rencana demobilisasi dapat Mayor Slamet Riyadi dan dua terlihat pada tanggal 20 Mei 1948 Batalyon eks TLRI dengan pasukan digelar suatu pertunjukan militer Siliwangi kompi Lucas (Kompi besar-besaran di Solo oleh sejumlah Pengawalan Brigade Siliwangi II batalyon bersenjata berat dari dibawah pimpinan Kapten Oking) dan Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) dibantu oleh Kompi Komir dari dan Tentara Laut Republik Indonesia Batalyon 2/Brigade II Siliwangi. (TLRI). Penyerangan mendadak terhadap Upaya mereka untuk asrama Siliwangi dilakukan dari menentang rencana demobilasi maneuver latihan pasukan Mayor tersebut semakin mengarah kepada Slamet Riyadi. Serangan ini cara-cara perlawanan terbuka. didahului dengan keluarnya Setelah mengubah diri menjadi ultimatum dari Komando formasi baru, Divisi IV yang kini Pertempuran Panembahan Senopati menjadi KPPS melakukan tindakan untuk melepaskan perwira- parade militer yang didalamnya perwiranya yang ditahan di markas bermaksud untuk menolak atas Srambatan. rencana rasionalisasi Kementerian Pasukan Siliwangi di Pertahanan. Srambatan merasa tidak terlibat Pagelaran diselenggarakan dengan penculikan perwira-perwira bersamaan dengan peringatan hari dari Divisi Senopati, oleh karena itu, ulang tahun pergerakan nasional ultimatum tidak dilaksanakan. Indonesia ke-40 di kota ini, tidak Kecurigaan mengarah pada Siliwangi diragukan lagi pertunjukan tersebut karena penculikan perwira-perwira merupakan isyarat-isyarat Panembahan Senopati terjadi di pembangkangan terhadap Kabinet dekat Srambatan dimana para Hatta dan kebijakan - kebijakannya tawanan lain juga ditahan disana, dan (Himawan Soetanto 1995 : 122). sepeda dari kelima perwira itu juga Adanya dukungan terhadap ditemukan di dekat Srambatan. kelangsungan kepemimpinan Sutarto Sampai batas waktu yang atas Divisi IV Panembahan Senopati, ditentukan, tidak mendapat jawaban dan demonstrasi diakhiri dengan atas ultimatum yang dikeluarkan tuntutan agar pemerintah maka Letnan Kolonel Soeadi membatalkan pelaksanaan memerintahkan Mayor Slamet reorganisasi dan rasionalisasi militer. Riyadi selaku Komandan Brigade V Hal ini beralasan karena waktunya Panembahan Senopati dan dua yang tidak relevan pada saat negara Batalyon dari TLRI untuk sedang menghadapi tekanan mempersiapkan diri mengepung permasalahan baik dari dalam asrama Srambatan. Pasukan maupun luar negeri, namun juga Panembahan Senopati yang sudah mengancam keberhasilan gerakan bersiap di bawah pimpinan Mayor Slamet Riyadi menyerang asrama Misalnya saja, Barisa Benteng Siliwangi di Srambatan. Tidak dapat bentrok dengan Pesindo yang dielakkan lagi, terjadi pertempuran mendukung FDR. Penggrebekan sengit antara keduanya. Pertempuran terjadi pada 9 September 1948 di melibatkan Batalyon TLRI di bawah markas besar Pesindo oleh gerombolan Tarno Tjakil dari Biro Perjuangan yang diduga Barisan Benteng, dan dibantu Komando Pertempuran menculik 12 orang dan mencuri Surakarta. Pertempuran berlangsung dokumen-dokumen penting. Dugaan dari pukul 13.00 - 18.00 diakhiri itu kemudian memunculkan aksi balas dengan perintah case fire dari Pesindo dengan menculik Dr. Moewardi pada 13 September 1948; penghentian tembak-menembak yang menculik Citromargoso dan dikeluarkan langsung oleh Panglima Darmosalimin pada 14 September Besar Sudirman dan setelah Jaksa 1948 yang di balas oleh Barisan Agung berhasil menemui pimpinan Benteng dengan menghancurkan tentara dan sipil untuk mengadakan markas Pesindo di Singosaren dan di perundingan yang kemudian Gladag serta menghancurkan kekuatan menghasilkan pengumuman bersama dan menguasai markas Pesindo.43 Dewan Pertahanan Daerah Surakarta Penculikan, Penggrebekan dan No. 12 tahun 1948. pelucutan senjata mewarnai kota Pada saat tembak-menembak Surakarta selama September 1948. berhenti, pasukan Senopati mencari Konflik kedua kesatuan berjalan perwira-perwira mereka yang seiring perkembangan situasi dan ditahan, tetapi tidak ditemukan. gejolak politik pemerintahan dan Pasukan Siliwangi tidak lagi hanya pergerakan FDR yang kemudian bertahan, tetapi juga mulai secara matang telah mempersiapkan melakukan serangan dengan pemberontakan terhadap Republik di meminta bantuan dari Batalyon Madiun. Siluman Merah pimpinan Mayor Achmad Wiranatakusumah, Batalyon 4. Madiun Affair 1948 Guntur/Brigade Siliwangi I pimpinan Peristiwa-peristiwa bentrokan Mayor Daeng Mohammad, bersenjata yang terjadi di Surakarta Hizbullah, Barisan Banteng, dan pada tanggal 13 September – 17 Tentara Pelajar. September 1948 antara kesatuan Pertempuran terjadi lewat Brigade II/Siliwangi bersama dengan tengah hari dengan melibatkan pasukan yang Pro Pemerintah Kompi Lukas yang bertahan di (Barisan Banteng, Hizbullah, Tentara Srambatan meluas ke Panasan dan Pelajar) melawan kesatuan Tasikmadu dibantu tiga batalyon dari Panembahan Senopati hingga Yogyakarta melawan Batalyon mendesak pasukan “tuan rumah” Digdo dari KPPS dan Batalyon 2 keluar dari kota Solo. Resimen Jadau yang pro FDR. Terpukul mundurnya pasukan Pasukan Siliwangi berhasil Panembahan Senopati dibawah menguasai Kota Solo pada 17 pimpinan Soeadi dan kesatuan September 1948. Konflik di Pesindo yang tersisa dari kota Surakarta tidak hanya antara Pasukan Surakarta telah membuat para Siliwangi dan Senopati saja, tetapi pemimpin dimarkas besar pusat juga yang mendukung kedua belah organisasi di Madiun makin tidak pihak. tenteram. Pada tanggal 18 September strategi PKI mempertahankan 1948 Gatot Subroto selaku Gubernur posisi-posisi yang sedang mereka Militer kala itu memberikan pegang dan prospek-prospek pengumunan bahwa semua revolusi PKI yang mereka yakini pertempuran harus dihentikan hasilnya bakal menjadi kunci selambat-lambatnya tanggal 20 masa depan jangka panjang September 1948. (George Mc Turnan Kahin 1995 : Sebenarnya, pengumuman 368). tersebut lebih ditujukan kepada sisa- Kolonel Soemarsono dan para sisa pasukan Divisi Senopati yang pemimpin tertinggi Pesindo lainnya telah berantakan mundur ke di wilayah Madiun memilih cara Purwodadi. Pasukan PPS yang yang terakhir. Kekalah-kekalahan terpukul mundur tesebut mengalami militernya di Solo merupakan suatu demoralisasi. Jika mereka tidak set back bagi PKI. Kolonel mengindahkan perintah tersebut, Soemarsono telah memperhitungkan, mereka akan dianggap sebagai bahwa pemerintah saat itu telah pengkhianat yang dituduh telah mengirimkan suatu TNI ke Madiun menimbulkan kekacauan. Namun untuk mengejar pelarian kesatuan jika mereka menghadiri pertemuan militer dari Surakarta. Oleh karena tersebut, maka hanya akan membawa itu, ia berpendirian dari pada diri pada penyerahan tanpa syarat didahului lebih baik mendahului, kepada pemerintah (David Charles dengan demikian kekalahn yang Anderson 1974 : 47). terjadi di Surakarta tidak akan Sebelum para pemimpin terulang kembali. Panembahan Senopati dapat Keputusan-keputusan yang mengambil keputusan untuk memilih demikian menentukan ini terkesan salah satu diantara pilihan-pilihan diambil tanpa perencanaan dan yang seluruhnya tidak persiapan yang matang, hanya menyenangkan tersebut, mereka sebuah improvisasi yang tergesa- telah mengambil keputusan yang gesa, dan ini dibuat dari sebuah telah terjadi tanggal 18 September posisi kelemahan taktis secara dini hari di Madiun. militer, bukannya posisi yang kuat. Bagi para pemimpin tertinggi Disamping itu, keputusan ini diambil Pesindo, yang sudah menolak sepenuhnya oleh Pesindo dan para mematuhi perintah demobilisasi dari kader FDR di Madiun dan bukan pemerintah, pasti sudah kelihatan oleh para pemimpin oposisi nasional bahwa mata dadu sudah yang pada saat itu sedang dilemparkan, dan kini mereka hanya berkampanye keliling Jawa (David punya dua alternatif, yaitu: Charles Anderson 1974 : 61-62)”. 1. Mematuhi perintah demobilisasi Prakarsa itu sudah lepas dari dari Negara yang berarti tangan mereka. Keputusan tentang mengorbankan kedudukan taktik apa yang akan diambil pribadi mereka, juga selanjutnya sudah dipegang oleh para mengorbankan sumber besar ari pemimpin Pesindo dan Divisi kekuatan militer revolusioner IV/Panembahan Senopati yang Pro PKI baru; atau PKI. Pada tanggal 18 September dini 2. Mengambil prakarsa sendiri dan hari di Redjoagung (utara Madiun) memulai tahap revolusioner yang dipimpin oleh Pesindo sudah siap melancarkan aksi-aksi militer kepada presiden. Sejak saat itu (George Mc Turnan Kahin 1995 : Negara dinyatakan dalam keadaan 363). Aksi ini diperkeruh dengan bahaya. Soemarsono selaku Gubernur Militer Pada lain pihak, setelah Madiun atas nama Pemerintah bersidang 2 hari, akhirnya kabinet Rakyat Madiun menyatakan bahwa memutuskan bahwa pemborantakan mereka tidak lagi terikat pada di Madiun harus segera di tumpas, pemerintah RI dan membentuk untuk itu pemerintah menugaskan Republik Rakyat Indonesia Panglima Besar Angkatan Perang (Himawan Soetanto 1985 : 145). (Jendral Sudirman) (Syamsuar Said – Pemimpin-pemimpin PKI Supriyono Priyanto 1985 : 45). kala itu benar-benar dihadapkan pada Pada tanggal 30 September fait accompli (keadaan yang harus 1948 kesatuan-kesatuan Siliwangi dihadapi / ketentuan yang harus merebut kota Madiun. Operasi diterima). Mereka harus merubah pembersihan terus berlangsung rencana yang semula berkampanye sampai Desember 1948. Banyak untuk mendapatkan dukungan masa pemimin komunis, baik sipil maupun rakyat melalui cara politik berubah militer tewas dalam pertempuran. menjadi cara revolusioner yang Sedangan Amir Syarifuddin dan sudah dilancarkan secara dini oleh Musso ditembak mati. Kebanyakan Divisi IV/Panembahan Senopati dan perwira dan prajurit yang terlibat markas besar Pesindo di Madiun. dalam Peristiwa Madiun dipecat dari Peristiwa Madiun sudah tentara dalam tindakan yang pertama terjadi maka Musso, Syarifuddin, dari serangkaian tindakan yang Setiadjid, Wikana, jelas akan dimaksudkan untuk membersihkan mengajukan alasan bahwa mereka TNI dari unsur-unsur ekstremis dari tidak punya pilihan lain kecuali ikut pihak manapun (Ulf Sundhaussen serta dalam tahap revolusioner ini 1986 : 72)". dan memanfaatkan sebaik mungkin (George Mc Turnan Kahin 1995 : KESIMPULAN 371). Berdasarkan hasil penelitan Pemberontakan kesatuan- dan pembahasan, maka dapat kesatuan militer di Madiun tidak disimpulkan bahwa Pemerintah berumur panjang, karena keesokan berupaya membentuk netralisasi TNI harinya pada tanggal 19 September dari pengaruh politik sayap kiri 1948 tepatnya pukul 20.00 WIB melalui kebijakan Reorganisasi dan Presiden Soekarno berpidato pada Rasionalisasi Militer. sebuah siaran radio yang meminta PKI menyikapi adanya kepada rakyat untuk memilih antara Reorganisasi dan Rasionalisasi pemerintah Soekarno-Hatta yang sah Militer dengan menggerakkan atau Musso. Hal ini menyebabkan provokasi-provokasi kepada TNI mereka tersudut dan secara telak yang dirasionalisasi. Divisi revolusi yang mereka lakukan gagal. IV/Panembahan Senopati yang Pada keesokan harinya memiliki hubungan dekat dengan Perdana Menteri Hatta berpidato di para tokoh sayap kiri memilih untuk depan sidang BPKNIP. Ia meminta mengabaikan bahkan menentang agar BPKNIP menyetujui program Reorganisasi dan pelimpahan kekuasaan sepenuhnya Rasionalisasi. Reaksi yang mereka lakukan Kahin, George Mc Turnan. 1995. tidak lain adalah karena program Nasionalisme dan Revolusi di Rera Hatta mereka anggap sangat Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar merugikan mereka dan menguatkan Harapan. kesatuan militer Divisi Siliwangi yang menimbulkan sikap anomi, dan Saleh, B.A. 2007. Mohammad Hatta. persaingan dalam angkatan perang, Bandung: CV. Citra Prayta. serta memuncak pada terjadinya konflik yang bersifat destruktif. Sayuti, Husin. 1989. Pengantar Reaksi negatif yang Metodologi Riset. Jakarta: Fajar dilakukan kesatuan militer Divisi Agus. IV/Panembahan Senopati terhadap Reorganisasi dan Rasionalisasi Soekanto, Soerjono. 1993. Kamus Militer sebagai berikut: Sosiologi. Jakarta: PT. Raja 1. Pembentukan Komando Grafindo Persada. Pertempuran Panembahan Soetanto, Himawan. 1995. Perintah Senopati Presiden Soekarno “Rebut 2. Demonstrasi Militer Kembali Madiun”. Jakarta: 3. Kerusuhan Surakarta Pustaka Sinar Harapan. 4. Affair Madiun Sugiyono. 2013. Metode Penelitian DAFTAR PUSTAKA Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta CV. Anderson, David Charles. 1974. Sundhaussen, Ulf. 1986. Politik Peristiwa Madiun 1948 “Kudeta Militer Indonesia 1945-1967 atau Konflik Internal Tentara?”. Menuju Dwi Fungsi ABRI. Yogyakarta: Media Pressindo Jakarta: LP3ES.
Penelitian Suatu Pendekatan Priyanto. 1985. Menumpas Praktis. Jakarta; Bina Aksara. Tentara Merah (Gerakan Operasi Militer I di Madiun). Semarang: Mandira Jaya Abadi. Gottschalk, Louis. 1975. Mengerti Sejarah: Pengantar Metode Zed, Mestika. 2004. Metode Sejarah (Terjemahan). Jakarta: Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Universitas Indonesia. Yayasan Obor Indonesia.