Pemikiran Tan Malaka Mengenai Partai Politik dalam Teks Pidato Uraian
Mendadak
Yusuf Budi Prasetya Santosa
Pendidikan Sejarah, Universitas Indraprasta PGRI, Indonesia
e-mail korespondensi: prasetyabudi29@gmail.com
Received 8 December 2021; Received in revised form 27 March 2022; Accepted 28 March 2022
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pandangan Tan Malaka mengenai partai
politik yang tersirat di dalam teks pidatonya, uraian mendadak, yang dibacakan di
kongres peleburan tiga partai, sekaligus pembentukan Partai Murba pada 7 November
1948. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah atau metode
historis dengan tahapan antara lain: heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.
Hasil dari penelitian ini menjelaskan jika partai politik sebaiknya tidak hanya menjadi
mesin pengeruk massa, yakni mencari dukungan massa sebanyak-banyaknya,
melainkan juga membantu menyadarkan massa atas situasi dan kondisi yang sedang
dihadapi. Partai juga harus menghasilkan kader-kader yang disiplin dan memiliki
keyakinan akan tujuan dan anggaran dasar partai. Para kader harus mengenal dan
menyelami massa, dengan cara berada bersama massa. Partai juga tidak boleh
terasing dari massa, dan sebaliknya massa juga tidak boleh terasing dari partai. Partai
dan massa secara bersama-sama berjuang untuk mencapai tujuan perjuangan, yaitu
kemerdekaan 100%.
Kata kunci: Tan Malaka, Murba, Partai.
Abstract
This study aims to determine the views of Tan Malaka regarding political parties
implied in the text of his speech, the sudden description, which was read at the
congress for the consolidation of the three parties, as well as the formation of the
Murba Party on November 7, 1948. The method used in this research is the historical
method or the method used in this study. A historical method with stages, among
others: heuristics, criticism, interpretation, and historiography. The research results
are presented with a descriptive-narrative approach. The results of this study explain
that political parties should not only be machines for mass extraction, namely seeking
as much support from the masses as possible, but also helping to make the masses
aware of the situation and conditions they are currently facing. The party must also
produce cadres who are disciplined and have confidence in the party's goals and
statutes. The cadres must know and understand the masses, by being with the masses.
The party must also not be alienated from the masses, and conversely, the masses
must not be alienated from the party. The party and the masses are working together
to achieve the goal of the struggle, namely 100% independence.
Keywords: Tan Malaka, Murba, Party.
Sastranegara et al., 2020; Wibowo et al., Malaka kelak menjadi guru seperti dirinya.
2020). Horensma lah yang mengurus berbagai
persiapan dan keperluan Tan Malaka di
HASIL DAN PEMBAHASAN Belanda, bahkan ikut menyumbangkan
Perjalanan Hidup Tan Malaka sebagian uangnya (Poeze, 2008). Di
Tan Malaka terlahir dari keluarga kelas Belanda Tan Malaka terserang penyakit
menengah pribumi yang taat beragama. Ia paru-paru, penyakit yang umum
bernama lengkap (Datuk) Sutan Ibrahim menyerang orang-orang Indonesia yang
Tan Malaka. Ayahnya adalah seorang datang di Belanda. Bahkan, tiga bulan
mantri kesehatan dan seorang Islam yang sebelum ujian, Tan Malaka terkena
taat. Sejak kecil Tan Malaka dididik dalam Pleuritus yang membuatnya harus ujian
budaya Islam yang kuat layaknya tradisi dengan surat dokter dan tidak lulus
masyarakat Minangkabau yang religius. dibeberapa ujian pelajaran.
Pendidikan Agama Islam yang didapatnya Selain studi, selama di Belanda,
sejak kecil membekas dalam diri Tan Tan Malaka bertemu dengan beberapa
Malaka, bahkan ikut mempengaruhi alam tokoh penting, seperti Snouck Hourgronje,
pikirannya. Baginya meskipun telah Suwardi Suryadiningrat, dan Henk
bergelut dengan kebudayaan Eropa, Sneevliet. Pertemuan Tan Malaka dengan
namun Islam tetap hidup di dalam jiwanya Snouck Hourgronje, tokoh yang menjadi
(Malaka, 2000). 'otak' kemenangan Belanda dalam
Selain pendidikan Agama Islam, menaklukkan Kerajaan Aceh, memberikan
selayaknya kelas menengah pribumi pada kesan bagi Tan Malaka. Hourgronje yang
masa itu, Tan Malaka juga mengenyam lahir dan besar di Jerman, namun enggan
pendidikan formal ala Eropa. Pada 1908 mendidik anak-anak Jerman dan lebih
Tan Malaka bersekolah di Kweekschool dan senang mendidik anak-anak Belanda. Tan
disinilah dirinya mengenal pengetahuan Malaka juga bertemu dengan Suwardi
Eropa. Di sekolah, Tan Malaka menggemari Suryaningrat yang kelak lebih dikenal
pelajaran Bahasa Belanda dan oleh dengan nama Ki Hajar Dewantara, yang
karenanya Horensma, gurunya, memintanya menjadi perwakilan Indische
menyarankannya untuk menjadi guru di Vereeniging dalam pertemuan kongres
sekolah Belanda (Syaifuddin, 2012). pemuda Indonesia dan pelajar Indologie di
Pada 1913 Tan Malaka lulus dari Deventer, Belanda. Dan terakhir ialah
Kweekschool dan melanjutkan studinya ke pertemuannya dengan tokoh komunis
Belanda. Kepergian Tan Malaka ke Belanda Belanda, Henk Sneevliet yang kelak
tidak terlepas dari peran Sang Guru, G.H. menginspirasinya untuk melakukan
Horensma yang sangat menginginkan Tan
perjuangan bagi kemerdekaan Hindia- Sutopo pula yang mengenalkan Tan Malaka
Belanda. dengan Sarekat Islam (SI) dan juga
Setelah enam tahun melaksanakan memperkenalkannya kepada H.O.S.
studi di Belanda pada 1919 Tan Malaka Tjokroaminoto, Darsono, dan Semaun. Di
kembali ke Indonesia. Sebenarnya ia dalam buku Dari Penjara ke Penjara
sendiri belum berkeinginan untuk kembali Bagian Satu, Tjokroaminoto bahkan
ke Indonesia, sebab berkeinginan untuk menawarkan Tan Malaka menjadi anggota
mendapatkan Akta Guru Kepala yang SI (Malaka, 2000). Sikap Tan Malaka yang
sebelumnya gagal didapatkanya. mudah bergaul menarik perhatian Semaun
Sekembalinya di tanah kelahirannya, yang kemudian mengajaknya untuk tinggal
Sumatra, Tan Malaka mendapatkan di Semarang (Malaka, 2000). Semaun
tawaran dari C.W. Janssen untuk mengajar meminta Tan Malaka untuk memimpin
anak-anak kuli kontrak di Deli. Akan tetapi sekolah swasta yang bernaung di bawah
pekerjaannya tidak berlangsung lama, Tan Sarekat Islam, yaitu SI Onderwijs. Dalam
Malaka lebih banyak berselisih dengan brosur kecil “S.I dan Onderwijs”, Tan
para tuan kebun. Perselisihan Tan Malaka Malaka menuliskan jika tujuan dari
dengan para tuan kebun adalah karena sekolahnya adalah untuk mendidik anak-
masalah warna kulit (Malaka, 2000). Tan anak kemampuan untuk mencari nafkah
Malaka melihat diskriminasi yang bagi dirinya dan keluarganya, serta
dilakukan para tuan besar kepada kaum membantu rakyat dalam pergerakan.
pribumi, khususnya para kuli kontrak. Eksistensi Sekolah swasta Sarekat Islam
Tidak lama Tan Malaka keluar dari sekolah berakhir seiring dengan pembuangan Tan
ini dan memilih untuk hijrah ke Pulau Malaka ke Belanda pada Maret 1922.
Jawa, dan tiba di Batavia pada Februari Pada November 1921 Tan Malaka
1921 (Poeze, 1988). Di Batavia, Tan terpilih menjadi ketua PKI menggantikan
Malaka berkunjung ke rumah Horensma Semaun. Penunjukannya sebagai Ketua PKI
yang telah menjadi Inspektur Sekolah memang di luar dugaan Tan Malaka
Rendah. Tan Malaka menolak ketika sendiri. Ia dipilih dengan suara bulat untuk
ditawari untuk menjadi guru oleh menggantikan Semaun, bahkan Tan Malaka
Horensma, dan tetap berkeinginan untuk tidak kuasa menolaknya (Malaka, 2000).
mendirikan sekolahnya sendiri (Malaka, Aktivitasnya di PKI membuat Tan Malaka
2000). mendapatkan pengawasan dari Pemerintah
Tan Malaka kemudian memutuskan Kolonial. Pada 13 Februari 1922 tanpa
untuk pindah ke Yogyakarta. Di sana Tan alasan yang jelas Tan Malaka ditangkap. Ia
Malaka bertemu dengan Sutopo yang dituduh menggangu ketertiban umum dan
mengajaknya untuk tinggal di rumahnya. menyebarkan kebencian terhadap
halamannya. Di Belanda, Tan Malaka tidak untuk menghidupi dirinya karena kiriman
merasakan diskriminasi seperti yang dari Suliki terkadang tidak cukup. Dua hal
dirasakannya ketika berada di Indonesi. ini lah yang kemudian banyak membentuk
Para perantau, khususnya para pelajar karakter Tan Malaka.
yang berasal dari Indonesia dapat dengan Pertemuannya dengan banyak
bebas belajar bersama dengan para tokoh komunis Belanda, serta bacaan
pelajar Belanda. Tidak ada sekolah favoritnya tentang Perang Dunia I,
pribumi dan sekolah Eropa, para pelajar Nietzche dan Karl Marx memberikannya
belajar di kelas yang sama, bahkan perspektif berpikir yang baru. Perang
mereka makan di meja yang sama. Kondisi Dunia I telah menunjukkan padanya jika
itu sempat membuat pandangannya Belanda hanyalah negara kecil yang lemah
terhadap ide-ide pembebasan terasa kabur di bidang militer, sedangkan dalam
dan tidak solid (Malaka, 2000). Namun Nietzche dan Karl Marx, Tan Malaka
kondisi tersebut tidak lama, melihat adanya harapan bagi bangsanya
pertemuannya dengan para pelajar yang terjajah untuk meraih
Indonesia, beberapa tokoh komunis, dan kemerdekaannya, tidak dengan berpasrah
buku-buku tentang Marx dan Revolusi diri atau berharap kepada pada kekuatan
Bolsyewik menyadarkannya, jika ia berasal besar, melainkan dengan upayanya
dari negeri yang sedang di jajah. sendiri.
Selain menulis dan membaca buku Meski seorang komunis namun Tan
Tan Malaka memanfaatkan tahun-tahun di Malaka tidak menelan bulat-bulat teori
negeri Belanda dengan menjalin hubungan revolusi milik Marx. Hal ini dibuktikannya
dengan perkumpulan pelajar Indonesia ketika dirinya mengkritik upaya coup yang
dan orang-orang komunis di Belanda dilakukan oleh PKI pada 1926. PKI kala itu
(Jarvis & Suwarto, 2000). Sesungguhnya memang berencana untuk melaksanakan
Tan Malaka bukan tipikal penyenderi sebuah gerakan yang bertujuan untuk
seperti yang diketahui banyak orang atau menggulingkan pemerintahan kolonial,
dinarasikan dalam sejarah. Tan Malaka yang dianggap semakin menindas dan
adalah orang yang pandai dalam bergaul. melarang aktivitas politik pribumi. Tan
Hal ini dibuktikan dari banyaknya Malaka merespon hal tersebut dengan
pertemuan-pertemuan yang dihadirinya menulis sebuah brosur yang berjudul
ketika berada di Belanda. Kehidupan Tan “Naar de Republiek Indonesia” pada 1925.
Malaka di Belanda juga tergolong biasa Dalam brosurnya Tan Malaka menjelaskan
saja, bahkan cenderung menyedihkan. jika tujuan PKI saat itu belum lah sampai
Dirinya bahkan tinggal di kamar yang kepada tahap pemberontakan. Seperti
sempit, dan terkadang harus menghutang
pembacaan atas situasi internasional, dapat terwujud, tradisi lama atau pola
maka strategi perjuangan yang dirumuskan pikir tradisional harus digantikan dengan
akan lebih tepat kepada sasaran. tradisi baru yang progresif. Dan untuk
Satu lagi hasil alam pikiran seorang mencapainya, maka diperlukan pendidikan
Tan Malaka adalah Murba yang merupakan yang bertujuan untuk mencerahkan kaum
akronim dari Musyawarah Rakyat Banyak. Murba. Pada November 1948, bersama
Sebelum digunakan menjadi nama partai Chairul Shaleh, Sukarni, dan Adam Malik,
politik, Murba sendiri adalah gambaran Tan Malaka menggunakan Murba sebagai
atas manusia Indonesia yang hidup di masa nama partai politiknya yang baru.
kolonial. Pemikiran Tan Malaka mengenai
Murba dapat disandingkan dengan Harapan Terakhir Tan Malaka; Pendirian
Marhaen yang merupakan buah pemikiran Partai Murba
Sukarno. Pemikiran tentang Murba Meski di akhir-akhir perjalanan hidupnya
didorong oleh keinginan untuk Tan Malaka memilih untuk tidak menjadi
memperoleh kemerdekaan 100% yang anggota partai politik manapun, namun
merupakan kemerdekaan politik, ekonomi, dirinya bukanlah orang yang anti dengan
dan sosial-kebudayaan. Sebuah visi yang partai politik. Sepanjang karir dan
mencita-citakan suatu sistem perjuangannya Tan Malaka selalu
kemasyarakatan yang demokratis, anti memanfaatkan partai sebagai alat
feodalisme, anti totalitarian, dan anti perjuangan. Partai politik pertama Tan
penjajahan dalam bentuk apapun (Alfian, Malaka ialah Partai Komunis Indonesia
1986). (PKI). Bergabungnya Tan Malaka ke dalam
Konsep Murba milik Tan Malaka PKI tidak terlepas dari pengaruh Semaun,
tidak berbeda dengan konsep Marhaen pemimpin pertama PKI yang juga
milik Sukarno. Tidak seperti Marhaen yang merupakan Ketua Sarekat Islam cabang
masih memiliki arit dan pacul sebagai Semarang. Pada akhirnya keterlibatan Tan
modal untuk bekerja. Dalam pandangan Malaka dalam PKI tidak hanya sekedar
Murba massa rakyat Indonesia hanya menjadi anggota, namun kemudian dirinya
memiliki waktu dan tenaga, semua modal juga menjabat sebagai ketua partai
produksi dikuasai oleh pemerintah menggantikan Semaun yang pergi ke Uni
Kolonial. Bagi Tan Malaka revolusi menjadi Soviet (Poeze, 2008). Tan Malaka tetap
pemecahan frustasi rakyat, karena sangat menjadi ketua PKI meskipun dirinya
dibutuhkan guna memerangi sisa berada di Belanda sebagai seorang
feodalisme dalam skala kecil dan “buangan”.
imperialisme barat dalam skala besar Namun, hubungan Tan Malaka
(Mrazek, 1994). Agar revolusi kaum Murba dengan PKI harus berakhir pada 1927,
yang lebih solid (Hadidjojo, 2009). Tan yang menyatukan tujuan menentang
Malaka berpendapat jika kekuatan yang kapitalisme dan imperialisme (Kedaulatan
terhimpun ini harus diwadahi oleh suatu Rakjat, “Rapat Umum Partai Murba”, 7
organisasi yang kuat, yang mampu November 1948). Tidak seperti PKI yang
menghimpun, mengorganisasi, dan berideologikan komunis, Partai Murba
mengagitasi kekuatan revolusioner. Tan mengusung garis pandangan yang
Malaka juga menggaris bawahi, bahwa menggabungkan tiga pandangan
untuk bisa memenangkan perang ekonomi Nasionalisme, Agama, dan Sosialisme. Hal
melawan kapitalis Belanda, terlebih ini sesuai dengan dasar perjuangan Partai
dahulu masyarakat Indonesia harus bisa Murba ialah kebangsaan, keagamaan, dan
memenangkan kekuasaan politik kemurbaan (Kedaulatan Rakjat, "Partai
seutuhnya (R adiwilaga, Y Alfian, 2019). Murba", 5 November 1948). Meskipun
Kali ini Tan Malaka tidak bukan sebuah partai komunis, namun Tan
membentuk aliansi dengan kelompok lain, Malaka tetap meletakkan Marxisme
seperti tentara dan para militer. Tan sebagai landasan berpikir dan pandangan
Malaka memilih untuk menghimpun massa bagi para anggota parta. Keberadaan
aksi yang memang sepemikiran Partai Murba bertujuan untuk
dengannya. Tan Malaka juga tidak mempertahankan dan memperkokoh
membentuk organisasi taktis seperti PP, kemerdekaan Indonesia (Prabowo, 2002).
dirinya lebih memilih untuk membentuk Meskipun Partai Murba adalah
partai politik. Tan Malaka memandang gagasan Tan Malaka, akan tetapi dirinya
perlunya dibentuk sebuah partai tidak berada di dalam struktur partai. Tan
revolusioner yang dapat mengumpulkan Malaka lebih memilih untuk berada di
dan memusatkan kekuatan revolusioner balik layar, sebagaimana kebiasaan yang
Indonesia dengan jalan aksi massa teratur telah melekat pada dirinya selama
untuk meretas kemerdekaan nasional bertahun-tahun hidup dalam kejaran
(Malaka & Yogaswara, 2000). Pada tanggal (Isnaeni, 2010). Struktur organisasi Partai
7 November 1948 bersama Chaerul Saleh, Murba diisi oleh kader-kader muda dari
Sukarni dan Adam Malik, Tan Malaka berbagai latar belakang. Surat kabar
mendirikan partai politik yakni Partai Nasional tertanggal 11 November 1948,
Murba (Tan Malaka; Bapak Republik Yang dalam artikel berjudul “Tritunggal Partai
Dilupakan, n.d.). Murba”, menguraikan struktur organisasi
Partai Murba merupakan fusi dari Partai Murba. Berkedudukan sebagai Ketua
beberapa partai yang tergabung dalam adalah Sukarni; Ketua I dan II adalah
GRR antara lain; Partai Rakjat, Partai Maruto Nitimihardjo dan Sutan Darwis;
Rakjat Djelata, dan Partai Buruh Merdeka, Sekretaris Jenderal adalah Sjamsu Harja
Udaya; dan Sekretaris Umum adalah Pandu perkataan sendiri saja. Karena ini bukan
Karta Wiguna. Di bawah para pemimpin pidato semata-mata, bukan kursus
terdapat 25 anggota dewan partai. Meski semata-mata melainkan suatu uraian yang
tidak pernah sebesar PKI, akan tetapi pada saya rasa penting buat wakil yang kelak
pemilu 1955 Partai Murba berhasil akan kembali ke daerah masing-masing,
memperoleh dua kursi dalam parlemen. ...” (Malaka, 2006). Jadi kiranya
Partai Murba sulit berkembang karena berdasarkan perkataan itulah kemudian
dikenal sebagai partai yang keras dan dipilih nama Uraian Mendadak. Pidato
selalu bersikap oposisi terhadap Uraian Mendadak terbagi ke dalam tiga
pemerintah (Hadidjojo, 2009). Partai sub bahasan, yakni Soal Internasional, Soal
Murba tetap eksis meski Tan Malaka Nasional, dan Soal Partai.
sebagai inisiator harus tewas dua bulan Pada sub bahasan internasional Tan
setelah partai ini berdiri. Malaka menguraikan tentang pertentangan
yang terjadi antara dua sistem, yaitu
Partai di Mata Tan Malaka; Idealisme Tan kapitalis dan sosialisme. Dimana Amerika
Malaka Tentang Partai Politik dalam Serikat sebagai pemimpin blok kapitalis
Pidato Uraian Mendadak dan Rusia sebagai pemimpin blok sosialis.
Pada kongres peleburan tiga partai Tan Malaka mengajak untuk melihat
sekaligus pendirian Partai Murba, 7 semua gejala yang terjadi di luar sebagai
November 1948, Tan Malaka indikator dalam menentukan sikap. Sikap
berkesempatan berpidato untuk yang dimaksud oleh Tan Malaka ialah
memberikan pandangannya. Pidato Tan bagaimana mempersiapkan diri jika salah
Malaka tersebut dikenal sebagai teks satu, dari kedua pihak yang bersaing
Uraian Mendadak. Pidato yang berdurasi memenangkan pertarungan. Menurut Tan
kurang lebih dua jam ini, berisi pandangan Malaka persaingan yang terjadi antara
Tan Malaka terhadap situasi Indonesia saat kedua belah pihak telah mencapai
itu. Nama Uraian Mendadak sendiri bukan puncaknya dan dirinya percaya akan
lah pemberian Tan Malaka melainkan kemenangan blok sosialisme (Malaka,
pemberian nama kemudian. Pemilihan 2006). Menurut pandangan Tan Malaka
nama Uraian Mendadak didasari atas situasi internasional akan berpengaruh
perkataan Tan Malaka dalam pembukaan, terhadap kondisi nasional yang sedang
yakni “Kepada saudara stenografis saya terjadi.
minta kadang-kadang memakai perkataan Tan malaka membuka pembahasan
sendiri, sebab mungkin juga saya nanti sub kedua, yakni soal nasionalisme dengan
memakai ilustrasi. Jadi Ilustrasi itu menjabarkan rencana Merle Cochran, Duta
penjelasan/penerangan diisi dengan Besar Amerika Serikat mengenai tiga hal,
Malaka, T. (2000b). Islam dalam tinjauan Syaifuddin. (2012). Tan Malaka: Merajut
Madilog. Komunitas Bambu. Masyarakat dan Pendidikan Indonesia
yang Sosialistis. Ar-Ruzz Media.
Malaka, T. (2006). Uraian Mendadak.
Jakarta: LPPM Tan Malaka. Tan Malaka; Bapak Republik yang
Dilupakan (p. 15). (n.d.). KPG.
Malaka, T., & Yogaswara, A. (2000). Aksi
massa. Cedi & Aliansi Press. Tan Malaka. (2000). Dari Penjara Ke
Penjara Jilid 2. Teplok Press.
Mrazek, R. (1994). Semesta Tan Malaka.
Bigraf Publishing. Triyana, B. (2016). Tere Liye dan Asal Usul
Pengingkaran Sejarah Gerakan Kiri di
Poeze, H. A. (1988). Tan Malaka Indonesia. Historia.Id.
Pergulatan Menuju Republik I.
Pustaka Utama Grafiti. Wibowo, B. P., Wulandari, T., & Setiawan,
J. (2020). Character education values
Poeze, H. A. (2008). Tan Malaka, Gerakan as reflected in K.H. Gholib struggles
kiri, dan Revolusi Indonesia Jilid 3: of defending Indonesian
independence in Lampung.
International Journal of Learning and
Development, 10(4), 22–41.
https://doi.org/10.5296/ijld.v10i4.17
608